1 PENDAHULUAN
Kota Padang merupakan salah satu kota yang terus berbenah diri dengan menjalankan berbagai program-program pembangunan tidak luput dari berbagai persoalan sosial masyarakat. Oleh sebab itu perhatian Pemerintahan Kota (Pemko), untuk mengatasi berbagai persoalan yang timbul di tengah- tengah masyarakat, memerlukan langkah- langkah yang tepat untuk menetapkan berbagai kebijakan dapat menghambat lajunya perbuatan serta tindakan yang tepat mengganggu ketertiban dan keamanan kota.
Untuk mengantisipasi perkembangan masyarakat, selaras dengan tuntunan era globalisasi dan otonomi daerah, maka kondisi ketentraman dan ketertiban umum merupakan suatu kebutuhan mendasar bagi seluruh masyarakat didaerah.1
Satuan Polisi Pamong Praja di Kota Padang berdiri pada tahun 1999 dan merupakan instansi yang melakukan pengawasan dan penertiban terhadap Pekerja Seks Komersial (PSK) dan Penggusuran Pedagang Kaki Lima (PKL), mengamankan pengunjuk rasa, pengemis, pengamen, anak- anak jalanan yang berpotensi dilampu merah, tempat maksiat dan para pelajar yang berkeliaran pada waktu jam pelajaran dan pengamanan fasilitas-fasilitas vital Pemerintah Daerah Kota Padang, dengan dikeluarkannya peraturan daerah, maka pemerintah daerah Kota Padang menjadikan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) sebagai instansi yang mengawasi dan menertibkan sesuai BabVIII Pasal 1 dalam Perda 11/2005 yang berbunyi: “Pengawasan dan Penertiban terhadap pelaksanaan Peraturan Daerah ini dilakukan oleh Satuan Polisi Pamong Praja sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku”.2
Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Padang memiliki jumlah perempuan sebanyak 32 orang yang PNS sebanyak 8 orang dan dikontrak sebanyak 24 orang. Tugas perempuan yang tergolong PNS sebanyak 8 orang tersebut adalah bekerja sebagai staff subag tata usaha berjumlah 5 orang, 1 orang
1Soleh, Chobit. Pamong Praja dalam Perspektif Sejarah. (Jakarta : 2001), Hal : 23
2Peraturan Daerah No 11 tahun 2005 tentang Pengawasan dan Penertiban Peraturan Daerah dilakukan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP)
sebagai staff Pengendalian Ketentraman dan Ketertiban (Trantib), 1 orang sebagai staff Perlindungan Masyarakat (Linmas) dan 1 orang sebagai staff Pengembangan Kapasitas (Bangtas). Kemudian 24 perempuan pegawai kontrak yang bekerja sebagai staff Pengendalian Ketentraman dan Ketertiban (Trantib) berjumlah 2 orang, 1 orang sebagai staff Pengembangan Kapasitas (Bangtas), 3 orang sebagai staff Penindakan Pelanggaran Produk Hukum Daerah (P3HD), 2 orang sebagai anggota Intel, 4 orang sebagai anggota Elang, 4 orang sebagai anggota Cendrawasih, 5 orang sebagai staff subag tata usaha, 1 orang sebagai anggota Provos dan 2 orang sebagai anggota Pleton.3
Penelitian ini mengkaji tentang perempuan dalam Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Padang untuk menangani permasalahan yang berhubungan dengan pembinaan terhadap perempuan, seperti perempuan tahanan yang tertangkap pada waktu razia yang melanggar asusila maupun tempat hiburan malam, selain itu juga menangani masalah wanita sebagai Pekerja SeksKomersial (PSK), Pedagang Kaki Lima(PKL), Izin Mendirikan Bangunan (IMB),Anak Jalanan, tempat maksiat dan para pelajar yang berkeliaran pada waktu jam pelajaran yang sifat khas ke ibuan nya untuk memberi arahan dan dorongan yang melanggar kedisiplinan Kota Padang.
Berdasarkan uraian diatas belum adanya yang secara lebih khusus meneliti tentang perempuan dalam Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) di Kota Padang. Maka penulisan ini diberi judul “Perempuan Dalam Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Padang Tahun 1999-2014”
BATASAN DAN RUMUSAN MASALAH Mengingat ruang lingkup kajian penelitian cukup luas maka perlu ditetapkan batasan temporal (waktu) dan spasial (tempat).
Adanya batasan ini diharapkan dapat mengiringi uraian pada persoalan yang akan diteliti. Menjadi skop temporal nya adalah tahun 1999 sampai 2014. Tahun 1999 merupakan temporal awal karena tahun 1999 Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) di Kota Padang resmi berdiri pada tanggal 31
3 Dokumen Kantor Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Padang 2014
1
2 agustus 1999 sekaligus penerimaan perempuan dalam bidang administrasi dan tata usaha.
Sedangkan tahun 2014 merupakan temporal akhir karena pada tahun ini banyaknya peminat perempuan yang ikut dalam Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) yaitu sebanyak 14 orang, tahun 2014 ini meningkat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, perempuan yang terlibat dalam Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) adalah sebagai tenaga lapangan hal iniditandai dengan adanya penanganan masalah yang berhubungan dengan wanita, disegi lain juga melakukan operasi razia secara besar-besaran yang dilakukan terhadap Pekerja Seks Komersial (PSK), Pedagang Kaki Lima (PKL), Izin Mendirikan Bangunan (IMB), anak-anak jalanan, tempat maksiat dan para pelajar yang berkeliaran pada waktu jam pelajaran.
Berdasarkan batasan masalah diatas dapat dirumuskan masalahnya adalah Bagaimana keterlibatan dan peran Perempuan dalam Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) di Kota Padang tahun 1999-2014 ?
TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: Mendeskripsikan Keterlibatan dan peran Perempuan dalam Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) di Kota Padang tahun 1999-2014 ?
Adapun manfaat dari penulisan ini adalah sebagi berikut : Diharapkan hasil penelitian ini dapat berguna untuk sumbangan pikiran dan bahan literatur bagi ilmu sejarah khususnya masalah keterlibatan dan peran Perempuan dalam Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) di Kota Padang. Menambah khasanah pengetahuan penulis terhadap Keterlibatan dan Peran Perempuan dalam Satuan Polisi Pamong Praja di Kota Padang
KAJIAN PUSTAKA Kerangka Konseptual
Penelitian ini berjudul “Perempuan dalam Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Padang tahun 1999-2014”. Dengan demikian penulisan ini dapat digolongkan dalam kajian sejarah wanita, sejarah wanita dapat dimasukkan kedalam sejarah sosial.4
4 Kuntowijoyo, Metodologi Sejarah.
(Yogyakarta: Tiara Wacana, 1994), Hal : 99
Istilah Pamong Praja berasal dari dua kata yaitu “ Pamong “ dan “ Praja ” Pamong mempunyai arti adalah pengurus, pengasuh atau pendidik menjadi bahagian dari pemerintah pribumi yang didukung oleh kepala-kepala desa, para penjaga malam dan agen-agen polisi yang di perbentukan pada pejebat-pejabat pamong praja. Selanjutnya Praja yang berarti Pegawai negri atau pegawai pemerintah. Menurut kamus besar bahasa Indonesia Pamong Praja adalah Pegawai negeri yang mengurus Pemerintahan Negara.5
Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) adalah perangkat Pemerintah Daerah dalam memelihara ketentraman dan ketertiban umum serta menegakkan Peraturan Daerah (Perda) Organisasi dan tata kerja Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dapat berkedudukan di Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota.
Di Daerah Provinsi, Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dipimpin oleh Kepala yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Gubernur melalui Sekretaris Daerah.
Di Daerah Kabupaten/Kota, Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dipimpin oleh Kepala yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Bupati/Walikota melalui Sekretaris Daerah.6
Studi Relevan
Penelitian dengan tema yang membahas tentang Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) baik berupa skripsi, makalah dan buku telah ada sebelumnya ditulis oleh Cici Febriani (2011) dengan judul “ Perkembangan Satuan Polisi Pamong Praja di Kota Padang 1999- 2008”. Penelitian selanjutnya oleh Fitri Amalia (2001) yang berjudul “ Kekerasan Satuan Polisi Pamong Praja dan Dinas Pasar terhadap Pedagang Kaki Lima di Pasar Raya”.
Yonnaeriska (2009) yang berjudul “Upaya dan Kendala Satuan Polisi Pamong Praja dalam Pengalaman Prostitusi di Kota Padang”.
5 Hasan Alwi, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarat : Balai Pustaka, 2007), Hal : 573
6 Peraturan Daerah No 11 tahun 2005 tentang Pengawasan dan Penertiban Peraturan Daerah dilakukan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP)
3 METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode sejarah, yaitu melalui beberapa tahap, adapun tahap yang dilalui yaitu terdiri 4 tahap heuristik (pengumpulan data), kritik sumber (pengujian), interpretasi dan historiografi (penulisan).
PEMBAHASAN
Perkembangan dan Peran Perempuan dalam Satpol PP 1999-2014
Latar belakang diambil tahun 1999 ini karena pada tahun ini Kantor Polisi Pamong Praja resmi berdiri pada tanggal 31 agustus 1999 meskipun demikian Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) sebelumnya telah ada berada dibawah Subag Trantib pada bagian tata Pemerintahan Daerah Kota Padang.
Sebelum membahas lebih jauh tentang peranan perempuan dalam Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), terlebih dahulu akan dikemukakan pengertian peran. Peran adalah bagian yang dimainkan pada setiap keadaan dan cara bertingkah laku untuk menyelaraskan diri dengan keadaan. 7 Peran juga dimaknai sebagai pola tingkah laku, kepercayaan, nilai, sikap yang diharapkan oleh masyarakat muncul dan menandai sifat dan tindakan seseorang yang memegang status atau kedudukan sosial.
Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) mempunyai tugas membantu kepala daerah untuk menciptakan suatu kondisi daerah yang tenteram, tertib, dan teratur sehingga penyelenggaraan roda pemerintahan dapat berjalan dengan lancar dan masyarakat dapat melakukan kegiatannya dengan aman.
Peran perempuan dalam Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Padang sudah ada sejak tahun 1999 lalu, namun hanya sebagai staf tata usaha dan administrasi dan pada tahun 2014 Satpol PP Perempuan di ikut serta kelapangan, berikut tahap perkembangan Satpol PP perempuan :
A. Periode tahun 1999-2011
Pada tahun 1999 resmi berdiri Satpol PP Kota Padang yaitu pada tanggal 31 Agustus 1999 sekaligus melibatkan perempuan dibidang administrasi dan staf tata usaha.
7 Brunetta R Wolfman. Peran kaum wanita.(yogyakarta: Kanisius ,1989) Hal : 10
Sebagaimana diungkapkan oleh Elva Deswan (50 tahun) : “Kalau dari tahun 1999 Satpol PP ini melibatkan perempuan hanya bagian Hansip atau Linmas (Lingkungan Masyarakat) dengan kinerja sebagai administrasi dan tata usaha pada waktu itu belum ada yang terlibat kelapangan, hanya di kantor untuk menyelesaikan permasalahan surat-menyurat untuk ketertiban dan kenyamanan kota padang.”8
Hal senada juga diungkapkan oleh Fatmawati (52 tahun) : “Kantor tanpa adanya administrasi tidak akan jalan itulah yang diungkapkan oleh Fatmawati, saya bekerja diSatpol PP ini dari tahun 2000 sebagai tenaga administrasi yaitu apabila ada penertiban kota, maka sayamenyiapkan segala macam surat mulai dari surat teguran, surat panggilan, serta surat penangkapan dan surat turun kelapangan tempat operasi dimana masyarakat melakukan pelanggaran ketertiban dan kenyamanan kota padang.”9
Mira Fitria (33 tahun) juga mengungkapkan : “Saya ditugaskan dalam Satpol PP ini sebagai tata usaha administasi bagian keuangan Satpol PP, seperti pembagian gaji data-data saldo serta uang Tunjangan Hari Raya (THR).”10
Dari data informan diatas bahwa Satpol PP melibatkan perempuan bekerja diSatpol PP sehari-hari bertugas hanya sebagai administrasi dan tata usaha untuk kelancaran administrasi perkantoran baik atau buruknya kinerja Satpol PP tergantung kepengurusan Satpol PP itu sendiri.
B. Periode tahun 2012-2014
Pada tahun 2012 Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) mengeluarkan kebijakan dengan sistim kontrak, perempuan yang di kontrak turun langsung kelapangan, sebagaimana ungkapan dari Yuriza Pamela (23 tahun) :“Kami dikontrak Satpol PP ini adalah menangani permasalahan yang berhubungan dengan pembinaan terhadap perempuan, seperti perempuan tahanan yang tertangkap
8 Wawancara dengan Elva Deswan tanggal 7 Juli 2015, di Kantor Satpol PP Jln Tan Malaka Padang
9 Wawancara dengan Fatmawati tanggal 1 Juli 2015, di Kantor Satpol PP Jln Tan Malaka Padang
10 Wawancara dengan Mira Fitria tanggal 30 Juni 2015, di Kantor Satpol PP Jln Tan Malaka Padang
4 pada waktu razia yang melanggar asusila maupun tempat hiburan malam, selain itu juga menangani masalah wanita sebagai Pekerja Seks Komersial (PSK), Pedagang Kaki Lima (PKL), Izin Mendirikan Bangunan (IMB), Anak Jalanan, tempat maksiat dan para pelajar yang berkeliaran pada waktu jam pelajaran.”11
Menurut Informan diatas bahwa Satpol PP mengeluarkan kebijakan dengan sistim kontrak langsung kelapangan untuk menyelesaikan permasalah ketertiban umum dan ketentraman masyarakat kota baik masalah yang berdiam di dalamnya, masalah yang timbul dari keadaan fisik kota itu, maupun keadaan atau lokasi kota itu sendiri karena perempuan mempunyai wibawa yang tegas namun tidak meninggalkan kelembutan dan keanggunannya dalam memecahkan persoalan ketertiban umum.
Bentuk-bentuk pelanggaran Peraturan Daerah Kota Padang Nomor 11 Tahun 2005 khususnya pasal 8 ayat 1 yaitu, masalah pedagang kaki lima. Ketika para pedagang kaki lima tersebut telah menggunakan fasilitas umum sebagai tempat berjualan, menimbulkan kemacetan lalu lintas, bahkan mengganggu ketentraman dan ketertiban masyarakat, maka hal itu dikategorikan telah melanggar Peraturan Daerah Kota Padang Nomor 11 Tahun 2005 khususnya pasal 8 ayat 1.12
Ungkapkan oleh Indah Mentari (21 tahun) tentang PKL : “Para pedagang kaki lima yang menjadi pekerjaan rumah paling berat bagi kami para penegak perda diantaranya adalah para pedagang kaki lima disekitar simpang air mancur pasar raya yang seringkali menggunakan bahu jalan untuk menggelar dagangannya sehingga menimbulkan kemacetan lalu lintas. Para pedagang kaki lima tersebut sudah berulangkali kami tertibkan, namun tetap saja menjadi masalah yang tak kunjung usai karena mereka tak pernah jera walaupun sudah seringkali di tertibkan bahkan disita unit dagangannya.”13
11 Wawancara dengan Yuriza Pamela tanggal 9 Juli 2015, di Pasar Raya
12 Peraturan Daerah Kota Padang Nomor 11 Tahun 2005 Tentang Keamanan Dan Ketertiban masyarakat, pasal 8 ayat 1.
13 Wawancara dengan Indah Mentari tanggal 30 Juni 2015, di Pasar Raya Kota Padang
Dari wawancara diatas bahwa Satpol PP memberikan surat pertama sebagai surat peringatan apabila dia tidak juga membongkar lapaknya maka Satpol PP juga memberikan surat kembali sebagai surat pembongkaran bahwa bapak/ibuk tidak boleh berjualan disekitar ini, tetapi Setelah Satpol PP membongkar lapak PKL dua atau tiga hari kemudian mereka kembali menggelar dagangannya, hal ini selalu terjadi berulangkali.
Saat dilakukan penertiban, anggota Satpol PP sebagai pihak yang menertibkan seringkali harus berdebat dan bertengkar dengan si Pedagang Kaki Lima. Kami tahu bahwa usaha tersebut adalah motor bagi perekonomian mereka, tapi penertiban tersebut tetap harus dilakukan karena memang itulah tanggung-jawab kami sebagai aparat penegak Peraturan Daerah.
Hal lain juga diungkapkan oleh Sherly Jayanti (23 tahun) : “Satpol PP biasa kebanyakan laki-laki hampir dalam setiap kasus penertiban umum yang dilakukan Satpol PP selalu ada kejadian kekerasan dan bisa dianggap musuh masyarakat umum yang dilakukan petugas dilapangan sekarang telah ada kami selaku anggota cendrawasih lebih mengedepankan sisi kemanusiaan dari pada kekerasan hal ini muncul sebagai upaya menghilangkan kesan kekerasan dalam setiap tugas penertiban yang dilakukan Satpol PP.”14
Inilah yang diungkapkan nara sumber Pedagang Kaki Lima (PKL) pada umumnya, masalah Pedagang Kaki Lima seringkali dilihat dari sisi tingkat gangguan yang ditimbulkan karena dipandang menghambat lalu lintas, merusak keindahan kota, membuat lingkungan menjadi kotor akibat membuang sampah sembarangan.
Berbeda Ungkapan dari Mutiara (23 tahun) : “Saya sebagai anggota satpol pp adalah untuk menghilangkan pandangan negatif terhadap Satpol PP, mengurangi dan mengendalikan terjadinya kekerasan verbal saat penertiban, mengantisipasi terjadinya kekerasan fisik terhadap perempuan saat penertiban, dan mengantisipasi terjadinya kekerasan fisik terhadap anak saat penertiban.
Sedangkan cara kerja perempuan dalam bagian pengawasan dan pengendalian penertiban umum Satpol PP memberikan negosiasi saat
14 Wawancara dengan Sherly Jayanti tanggal 9 Juli 2015, di Jln Veteran Padang
5 penertiban, membuat dokumentasi saat penertiban dan ikut dalam patroli kota.”15
Menurut wawancara dari informan Satpol PP perempuan selain sehari-hari bertugas sebagai staf administrasi dan pembinaan, seringkali mereka juga dilibatkan dalam penertiban. Sehingga dalam penertiban hiburan malam, standar operasionalnya jika memeriksa tentang perempuan yang melakukan pemeriksaan anggota Satpol PP perempuan juga. Bahkan dalam menangani unjuk rasa, polisi pamong praja perempuan sangat dibutuhkan dalam meredam aksi massa yang brutal. Secara psikologis jika massa melihat aksi simpatik dari Satpol PP perempuan, kecenderungan massa untuk berbuat anarkis akan sangat jauh berkurang.
Dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah, situasi dan kondisi yang kondusif merupakan sesuatu yang diinginkan setiap daerah. Dalam hal ini, eksistensi Satpol PP menjadi penting sebagai perwujudan kinerja dan pengabdiannya kepada masyarakat, bangsa dan negara. Peran penting dan stragetis bagi penyelenggaraan pemerintahan daerah ini menjadi pendukung bagi pemerintahan di tingkat nasional.
KESIMPULAN
Berdasarkan uraian terdahulu dapat di simpulkan bahwa perempuan dalam Satuan PolisiPamang Praja (Satpol PP) kota Padang tahun 1999-2014 adalah, sesuai dengan tujuan adanya polisi pamong praja didaerah lain maupun Kota Padang agar terwujudnya ketentraman dan ketertiban umum dalam kehidupan masyarakat dan warga kota padang yang sejahtera, serta patuh terhadap Peraturan Daerah, keputusan kepala daerah dan produk hukum daerah lainnya.
Dilihat dari sisi perkembangan perempuan dalam Satuan Polisi Pamong Praja dari tahun 1999 sampai tahun 2011 sebanyak 8 orang tetapi hanya sebagai tenaga administrasi dan tata usaha, semakin banyak permasalahan dikota padang pada tahun 2012 Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Padang mengeluarkan kebijakan dengan sistim kontrak dengan melibatkan perempuan ikut serta kelapangan menangani permasalahan yang terjadi didalam masyarakat.
15 Wawancara dengan Mutiara tanggal 6 Juli 2015, di Jln Gajah Mada Padang
Pada tahun 2012 Satpol PP melibatkan perempuan sebanyak 10 orang dan pada tahun 2014 sebanyak 14 orang. Hal ini membuktikan bahwa perkembangan Satpol PP dari tahun ke tahun meningkat. Dilihat dari sisi peran kinerja perempuan satuan pamong praja dalam menangani permasalahan yang berhubungan dengan pembina dilapangan maupun didalam tahanan mereka lebih mengutamakan sisi kemanusian dari pada kekerasan karena perempuan mempunyai wibawa yang tegas namun tidak meninggalkan kelembutan dan keanggunannya dalam memecahkan persoalan ketertiban umum.
SARAN
Mengakhiri penulis dan skripsi ini.
Penulis menyerahkan beberapa hal sebagai berikut:
1. Sebaiknya, Satuan Polisi Pamong Praja di Kota Padang terus tetap melakukan melakukan operasi terhadap pekat, (penyakit masyarakat) agar kota padang terlihat aman, tentram dan rapi.
2. Mengingat terbatasnya kemampuan penulis dalam mengelola data.
Diharapkan rekan-rekan pembaca bisa memahami fokus penelitian tentang bagaimana munculnya Polisi Pamong di Kota Padang serta bagaimana perkembangan satpol PP dalam pelaksanaan tugasnya.
DAFTAR PUSTAKA A. Arsip/Dokumen
Dokumen Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Padang tahun 1999-2014 Peraturan Daerah Kota Padang Nomor 11
Tahun 2005 Tentang Keamanan dan Ketertiban Masyarakat pasal 8 ayat 1 Peraturan Daerah No 11 tahun 2005 Tentang
Pengawasan dan Penertiban Peraturan Daerah dilakukan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP)
Peraturan Mentri Dalam Negeri No 10 tahun 1962 Tentang Kesatuan Polisi Pamong Praja
Peraturan Mentri Dalam Negeri No 26 Tahun 2010 Tentang Ketentuan Umum Satpol PP
Peraturan Pemerintah No 32 tahun 2004 tentang pedoman Satuan Polisi Pamong
6 Praja (Satpol PP) Peraturan Daerah Kota Padang
Peraturan Wali Kota Padang No 52 tahun 2014 Tentang Penjabaran Tugas Pokok Dan Fungsi Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP)
Undang-undang No 5 tahun 1974 pasal 86 Tentang Kedudukan Polisi Pamong Praja
Undang-undang No 32 tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah dan Susunan Organisasi Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP)
B. Buku
Anwar, 2007. Manajemen Pemberdayaan Perempuan (Perubahan Sosial Melalui Pembelajaran Vocational Skill Pada Keluarga Nelayan), Bandung : Alfabeta Brunetta R Wolfman, 1989. Peran Kaum
Wanita. Yogyakarta : Kanisius
Gontschalk, louis, 2006. Penelitian Sejarah.Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama
Hasan Alwi, 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarat : Balai Pustaka Jane C Ollenburger, dkk, 2002. Sosiologi
Wanita (Cetakan Kedua), Jakarta : Rineka Cipta
Kuntowijoyo, 1994. Metodologi Sejarah.
Yogyakarta : PT.Tiara Wacana yogya Munandar, Utami, 1985. Emansipasi Dan
Peran Ganda Wanita indonesia suatu tinjauan/psikologis. Jakarta : Universitas Indonesia Press
Salim Hairus, 2009. Polisi Pamong Praja dan Reformasi Sektor Keamanan. Jakarta : IDSPS Press
Sartono Kartodirdjo, 1993. Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah Jakarta : Gramedia Pustaka Utama Soleh, Chobit, 2001. Pamong Praja dalam
Perspektif Sejarah : CV Citra Utama C. Skripsi :
Cici Febriani “Perkembangan Satuan Polisi Pamong Praja di Kota Padang 1999- 2008” Skripsi (Padang : Program Studi Pendidikan Sejarah STKIP PGRI Sumatera Barat 2011) Cica Kusendang “Peranan Panti Sosial Karya
Wanita Andam dalam Merehabilitas Pekerja Seks Komersial (PSK) di Sumatera Barat 1980-2006” Skripsi (Padang : Program Studi Pendidikan
Sejarah STKIP PGRI Sumatera Barat 2008)
Fitri Amalia “Kekerasan Satuan Polisi Pamong Praja dan Dinas Pasar terhadap Pedagang Kaki Lima di Pasar Raya” Skripsi (Padang : Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Padang 2001)
Yonnaeriska “Upaya dan Kendala Satuan Polisi Pamong Praja dalam Pengalaman Prostitusi di Kota Padang” Skripsi (Padang : Fakultas Ilmu Sosial Universitas Andalas 2009)