Penyesuaian Diri Peserta Didik Berasal Dari Keluarga Bercerai Di Kelas VIII MTsN Langsat Kadap Kabupaten Pasaman Timur
By:
Helmiza Fitra*
Rici Kardo, M.Pd**
Citra Imelda Usman, M.Pd.,Kons***
*Student
** lecturers 1
*** lecturers 2
Program Studi Bimbingan dan Konseling, STKIP PGRI Sumatera Barat
ABSTRACT
This research is motivated by the problems that the researchers found in the field where their learners who come from divorced families are emotionally uncontrolled, aloof, less open to others, and anxious not to continue their education. The purpose of this study was to describe the adjustment of learners come from divorced families in class VIII MTsN Langsat Kadap Kabupaten Pasaman Timur. The research of this is done with a qualitative descriptive approach. The research result is seen from (1) personal adjustment, namely the discovery of learners who are less able to adjust to friends in the environment around the school, (2) social adjustment, namely the discovery of disadvantaged learners in attitude as well as interact with friends and teachers at school. The results of this study recommended to students, teachers BK, homeroom and subject teachers, parents, program manager BK study and further research in order to pay more attention to students who come from divorced families.
Keyword : Adjustment Pendahuluan
Individu adalah makhluk yang unik dan dinamik, tumbuh dan berkembang, serta memiliki keragaman kebutuhan, baik dalam jenis, tataran (level), maupun intensitasnya.
Keragaman cara individu dalam memenuhi kebutuhannya menunjukkan adanya keragaman pola penyesuaian diri individu.
Bagaimana individu memenuhi kebutuhannya akan menggambarkan pola penyesuaian dirinya. Proses pemenuhan kebutuhan ini pada hakikatnya merupakan proses penyesuaian diri.
Menurut Fahmi, 1977 (Desmita, 2014:191) menjelaskan bahwa: Pengertian luas tentang proses penyesuaian terbentuk sesuai dengan hubungan individu dengan lingkungan sosialnya, yang dituntut dari individu tidak hanya mengubah kelakuannya dalam menghadapi kebutuhan-kebutuhan
dirinya dari dalam dan keadaan di luar, dalam lingkungan dimana dia hidup, akan tetapi juga dituntut untuk menyesuaikan diri dengan adanya orang lain dan macam- macam kegiatan mereka.
Sifat dinamik dari perilaku individu memungkinkannya mampu memperoleh penyesuaian diri yang baik. Penyesuaian diri itu sendiri bersifat dinamik dan bukan statik.
Bahkan menurut Hollander, 1981 (Desmita, 2014:191) “Sifat dinamis (dynamism) ini menjadi kualitas esensial dari penyesuaian diri”. Penyesuaian terjadi kapan saja individu menghadapi kondisi-kondisi lingkungan baru yang membutuhkan suatu respon. Penyesuaian diri juga tampil dalam bentuk menyesuaikan kebutuhan psikologis seseorang dengan norma-norma budaya.
Penyesuaian mencakup belajar untuk menghadapi keadaan baru melalui perubahan dalam tindakan atau sikap.
Sepanjang hidupnya individu akan
mengadakan perubahan perilaku, karena memang dia dihadapkan pada kenyataan dirinya maupun lingkungannya yang terus berubah. Seringkali penyesuaian diri dimengerti sebagai kemampuan individu untuk menyamakan diri dengan harapan kelompok. Individu yang sehat semestinya mampu memahami harapan kelompok tempat individu yang bersangkutan menjadi anggotanya dan melakukan tindakan yang sesuai dengan harapan tersebut. Penyesuaian diri dipahami sebagai mengatur kembali ritme hidup atau jadwal harian. Orang yang memiliki penyesuaian diri yang baik adalah orang yang mampu mengelola dirinya menghadapi perubahan-perubahan yang terjadi. Penyesuaian diri juga sering dipahami sebagai belajar hidup dengan sesuatu yang tidak dapat diubah.
Membahas tentang penyesuaian diri, menurut Schneiders, 1984 (Ali, 2014:173)
“Penyesuaian diri dapat ditinjau dari tiga sudut pandang, yaitu: penyesuaian diri sebagai adaptasi (adaptation), penyesuaian diri sebagai bentuk konformitas (conformity), dan penyesuaian diri sebagai usaha penguasaan (mastery)”. Tiga sudut pandang tersebut sama-sama memaknai penyesuaian diri. Akan tetapi sesuai dengan istilah dan konsep masing-masing memiliki penekanan yang berbeda-beda. Setiap individu memberikan reaksi yang berbeda dalam menghadapi situasi tertentu sesuai dengan proses pendekatan yang digunakannya.
Menurut Fatimah (2010:195) “Tidak selamanya individu akan berhasil dalam melakukan penyesuaian diri”. Hal itu disebabkan adanya rintangan atau hambatan tertentu yang menyebabkan ia tidak mampu melakukan penyesuaian diri secara optimal.
Proses penyesuaian diri sangat dipengaruhi oleh aspek pribadi dan sosial dimana dalam kedua aspek tersebut proses penyesuaian diri saling mempengaruhi antara diri pribadi dan sosial. Penyesuaian pribadi merupakan kemampuan seseorang menerima keadaan dirinya dan menampilkan serta menyatakan siapa dirinya sebenarnya dan penyesuaian sosial terjadi dalam lingkup hubungan sosial di tempat individu hidup dan berinteraksi yang di dalamnya mencakup anggota keluarga, masyarakat, sekolah dan teman sebaya. penyesuaian dalam bidang pribadi dan sosial. Penyesuaian pribadi dilihat dari
tidak bisanya peserta didik dalam menjalin hubungan yang baik serta tidak mampu bertindak objektif yaitu yang ditandai dengan adanya kegoncangan dalam diri peserta didik, emosi, kecemasan, ketidakpuasan, dan keluhan terhadap nasib yang dialaminya, sedangkan penyesuaian sosial mencakup kematangan emosional, intelektual, sosial dan tanggung jawab.
Jadi, penyesuaian diri adalah suatu proses yang mencakup respon mental dan tingkah laku, dimana individu berusaha untuk dapat berhasil mengatasi kebutuhan- kebutuhan dalam dirinya, ketegangan- ketegangan, konflik-konflik dan frustasi yang dialaminya, sehingga terwujud tingkat keselarasan atau harmonis antara tuntutan dari dalam diri dengan apa yang diharapkan oleh lingkungan dimana ia tinggal. Dalam penyesuaian diri peserta didik terdapat beberapa bentuk penyesuaian diri, salah satunya di lingkungan sekolah. Salah satu bentuk penyesuaian diri yang sulit dilakukan di lingkungan sekolah adalah penyesuaian diri peserta didik yang berasal dari keluarga yang mengalami perceraiaan. Menurut Murdock, 1965 (Lestari, 2013:3) menguraikan bahwa “Remaja terlahir dalam keluarga yang berbeda-beda, tidak semua remaja dapat merasakan kehangatan dan perhatian dari keluarga yang utuh atau harmonis, adapun remaja harus mengalami hidup dalam keluarga yang tidak utuh atau hidup dalam keluarga yang mengalami perceraian”.
Perceraian adalah putusnya ikatan suami-isteri yang telah sepakat untuk menjalani kehidupan secara bersama dalam bingkai pernikahan. Menurut Hurlock, 1992 (Prayitno, 2002:75) “Perceraian dari pasangan pernikahan pada dasarnya merupakan titik tertinggi dari penyesuaian perkawinan yang buruk, dan terjadi bila antara suami istri sudah tidak mampu lagi mencari cara-cara penyelesaian masalah yang dapat memuaskan kedua belah pihak”.
Menurut Judith Wallerstein (Prayitno, 2002:80) menemukan bahwa “Ketika pertama orang tua bercerai, anak mereka yang masih muda cenderung cemas, mereka merasa bertanggung jawab terhadap perceraian, terganggu tidur, cepat marah, ketakutan, agresif dan menyendiri”.
Ditambahkan oleh Hetherington (Prayitno, 2002:80) “Perceraian berakibat langsung
terhadap rendahnya penampilan akademik dan berbagai masalah perkembangan sosial dari anak yang orang tua mereka bercerai”.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa perceraian dapat mengganggu proses penyesuaian diri peserta didik dengan lingkungan dimana peserta didik tersebut berada. Menurut Booth, 1996 (Santrock, 2007:33) “Penyesuaian diri remaja yang berasal dari keluarga bercerai, memang sedikit memperlihatkan penyesuaian diri yang buruk seperti temperamen serta perkembangan kepribadian yang kurang baik”. Anak-anak dan remaja yang orangtua nya bercerai memperlihatkan penyesuaian diri yang buruk. Menurut Cherlin, 1991 (Santrock, 2007:33) “Apabila tingkat pemicu timbulnya masalah dari perilaku-perilaku bermasalah dapat dikendalikan, perbedaan penyesuaian diri remaja pada keluarga yang bercerai dan keluarga yang tidak bercerai akan berkurang”.
Berdasarkan hasil wawancara yang dilaksanakan dengan 4 orang wali kelas VIII serta dengan 5 orang peserta didik yang dilaksanakan pada 18 November 2015, maka diperoleh keterangan bahwa penyesuaian diri peserta didik yang berasal dari keluarga bercerai memiliki perbedaan cara penyesuaian diri dengan peserta didik dari keluarga utuh, kepribadian yang ditampilkan peserta didik dari keluarga bercerai tersebut antara lain yaitu adanya peserta didik yang berasal dari keluarga bercerai memiliki emosi yang tidak terkendalikan, ditemukan peserta didik yang sering mengeluh terhadap kehidupan keluarganya, adanya peserta didik yang mengatakan tidak mempunyai potensi atau kemampuan dalam dirinya, merasa cemas tidak bisa melanjutkan pendidikan, ditemukannya peserta didik yang kurang bersahabat dengan teman sebaya, kurangnya sikap empati yang dimiliki oleh peserta didik yang berasal dari keluarga bercerai, ditemukannya peserta didik dari keluarga bercerai yang suka menyendiri dan tidak terbuka terhadap orang lain, adanya peserta didik yang berasal dari keluarga bercerai acuh terhadap pelajaran serta jarang terlibat dalam partisipasi kelompok belajar, seringnya peserta didik yang berasal dari keluarga bercerai tidak mengikuti tata tertib sekolah dan membuat masalah di lingkungan sekolah.
Bertitik tolak dari permasalahan tersebut dapat dilihat dari kenyataannya bahwa banyak peserta didik yang berasal dari keluarga bercerai menunjukan perilaku yang tidak baik untuk kehidupannya sebagai peserta didik. Hal demikianlah yang menjadi pusat permasalahan dari peneliti, bahwa dari hasil wawancara dengan 4 orang wali kelas dan 5 orang peserta didik terdapat beberapa proses penyesuaian diri yang salah yang ditampilkan oleh peserta didik dari keluarga bercerai. Hal tersebut lah yang membuat peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “ Penyesuaian Diri Peserta Didik Berasal Dari Keluarga Bercerai di Kelas VIII MTsN Langsat Kadap Kabupaten Pasaman Timur“.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mendapatkan informasi mengenai:
1. Bagaimana penyesuaian diri peserta didik berasal dari keluarga bercerai dilihat dari penyesuaian pribadi.
2. Bagaimana penyesuaian diri peserta didik berasal dari keluarga bercerai dilihat dari penyesuaian sosial.
Berdasarkan tujuan dari penelitian di atas, maka fokus penelitian dalam penelitian ini yaitu:
1. Penyesuaian diri peserta didik berasal dari keluarga bercerai dilihat dari penyesuaian pribadi.
2. Penyesuaian diri peserta didik berasal dari keluarga bercerai dilihat dari penyesuaian sosial
.
Metode Penelitian
Jenis Penelitian dalam Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Menurut Yusuf (2005:83) penelitian deskriptif adalah
“Penelitian yang bertujuan mendeskripsikan secara sistematis, faktual dan akurat mengetahui fakta-fakta dan sifat populasi tertentu atau mencoba menggambarkan secara detail”. Menurut Afifuddin & Saebeni (2012:57) metode penelitian kualitatif adalah:
Metode penelitian yang digunakan untuk meneliti kondisi yang objek yang alamiah, (lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti merupakan instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (gabungan), analisis data yang
bersifat induktif dan hasil peneliti kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi.
Menurut Poerwandari, 1987 (Afifuddin
& Saebeni, 2012:130) penelitian kualitatif adalah “Penelitian yang menghasilkan dan mengolah data yang sifatnya deskriptif seperti transkripsi wawancara, catatan lapangan, gambar, foto, rekaman, video dan lain-lain”. Arikunto (2010:185) berpendapat bahwa penelitian kualitatif adalah “Suatu penelitian yang dilakukan secara intensif terinci dan mendalam terhadap suatu organisasi dan lembaga atau gejala tertentu.
Ditinjau dari wilayahnya maka penelitian kasus hanya meliputi daerah atau subjek yang sempit. Tetapi ditinjau dari sifat penelitian kasus lebih mendalam”.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang dilakukan terhadap fenomena yang dialami oleh seseorang, satu peristiwa, atau kelompok yang terbatas untuk mengungkap secara mendalam suatu situasi atau objek dalam bentuk kata-kata atau bahasa. Dalam penelitian ini yang akan diungkap oleh peneliti adalah bentuk penyesuaian diri peserta didik yang berasal dari keluarga bercerai.
Adapun tempat atau lokasi penelitian ini adalah di MTsN Langsat Kadap Kabupaten Pasaman Timur. Alasan peneliti memilih tempat ini karena fokus masalah yang akan diteliti ditemukan pada peserta didik kelas VIII di MTsN Langsat Kadap Kabupaten Pasaman Timur.
Informan kunci dalam penelitian ini berjumlah 3 orang yaitu peserta didik yang berasal dari keluarga bercerai dan 3 orang informan tambahan yaitu 1 orang guru BK kelas VIII, Dan 3 orang teman dari peserta didik yang berasal dari keluarga bercerai dengan melakukan teknik pengumpulan data yaitu wawancara.
Hasil Dan Pembahasan
1. Penyesuaian Diri Peserta Didik Berasal Dari Keluarga Bercerai Dilihat dari Penyesuaian Pribadi
a. Hubungan yang Baik
Berdasarkan hasil penelitian bahwa peserta didik berasal dari
keluarga bercerai kurang mampu dalam berinteraksi dengan baik, baik itu dengan peserta didik yang lain, guru maupun lingkungan sekitar.
Peserta didik berasal dari keluarga bercerai belum mampu untuk menciptakan hubungan yang baik dikarenakan peserta didik tersebut lebih senang menyendiri dan menarik diri dari lingkungan sekitar.
Menurut Sundari (2005 :40)
“Hubungan yang terlihat baik antara individu yang satu dengan yang lain ditandai dengan”:
1. Bisa dan mampu memenuhi kebutuhan , tanpa melebihkan yang satu dan mengurangi yang satu.
2. Tidak mengganggu individu lain dalam memenuhi kebutuhan dan sejenisnya.
3. Bisa dalam bertanggung jawab terhadap masyarakat dimana ia berada (saling menolong secara positif)
Penyesuaian diri sebagai usaha manusia untuk mencapai keharmonisan pada dirinya dan lingkungannya. Memenuhi kebutuhan yang tidak berlebihan, tidak merugikan orang lain dan wajib menolong orang lain yang membutuhkan.
Jadi berdasarkan kesimpulan di atas hubungan yang baik dengan lingkungan sekitar perlu untuk diaplikasikan antara individu yang satu dengan yang lain agar tercipta suasana dan hubungan yang harmonis.
b. Mampu Bertindak Objektif
Berdasarkan hasil penelitian bahwa peserta didik berasal dari keluarga bercerai menyatakan dirinya kurang mampu dalam menunjukkan bagaimana dirinya seharusnya, apa kelebihan dan kemampuannya serta kurang mampu dalam bertindak objektif sesuai dengan kondisi diri yang sebenarnya.
Dalam kehidupan sehari-hari, penyesuaian diri merupakan suatu persyaratan penting bagi terciptanya
kesehatan mental dan jiwa individu.
Banyak individu yang tidak mampu mencapai kebahagiaan dalam hidupnya karena ketidakmampuannya dalam menyesuaikan diri, baik dalam kehidupan keluarga dan dalam lingkungan sekolah pada umumnya.
Tidak jarang pula ditemui orang- orang mengalami depresi disebabkan oleh kegagalan mereka untuk menyesuaikan diri dengan kondisi yang pernah tertekan. Sehubungan dengan hal ini menurut Kartono, 1974 (Fatimah, 2010:90) “Mental yang sehat adalah kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan diri sendiri, dengan masyarakat, dan dengan lingkungan dimana ia hidup.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa individu harus bisa melakukan penyesuaian diri yang baik supaya individu tersebut dapat bertindak secara objektif agar kehidupan individu tersebut dapat berjalan dengan baik.
2. Penyesuaian Diri Peserta Didik Berasal dari Keluarga Bercerai Dilihat dari Penyesuaian Sosial
a. Kematangan Emosional
Berdasarkan hasil penelitian, bahwa peserta didik berasal dari keluarga bercerai kurang memiliki kematangan emosional. Namun sebelum pertama keadaan tersebut dialaminya, peserta didik berasal dari keluarga bercerai sedikit mampu dalam mengendalikan emosinya dengan baik, akan tetapi setelah perpisahan orangtuanya terjadi, ia menjadi sulit untuk mengontrol dirinya sendiri, ia menjadi mudah tersinggung, mudah marah dan perasaannya menjadi berubah-ubah.
Menurut Sundari (2005 :43)
“Penyesuaian yang positif ditandai dengan tidak adanya ketegangan emosi, bila individu menghadapi problema, emosinya tetap tenang, tidak panik, sehingga dalam memecahkan problema dengan menggunakan rasio dan emosinya terkendali”. Dalam kehidupan sehari- hari manusia selalu melakukan penyesuaian diri agar tercapai
keseimbangan ditandai dengan tidak adanya ketegangan emosi yaitu bila individu menghadapi problema, emosinya tetap tenang, tidak panik, sehingga dalam memecahkan problema dengan menggunakan rasio dan emosionalnya terkendali.
Berdasarkan pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa seseorang harus bisa mengendalikan emosinya dengan baik, agar tidak terjadi problema yang membuat seseorang tersebut jatuh dan tidak bisa untuk berfikir dan bertindak secara rasional.
b. Kematangan Intelektual
Berdasarkan hasil penelitian, bahwa peserta didik berasal dari keluarga bercerai kurang memiliki kematangan intelektual, peserta didik berasal dari keluarga bercerai kurang memahami maksud dan tujuan yang sebenarnya baik untuk dirinya, bahkan peserta didik tersebut tidak bisa terbuka untuk mengenal lingkungan sekitar.
Menurut sundari (2005 :43)
“Seseorang yang dikatakan mampu
menggunakan kematangan
intelektualnya dengan baik adalah seseorang yang mampu memecahkan masalah tidak menggunankan mekanisme psikologis, mampu untuk melakukan pertimbangan rasional yang mengarah dari masalah yang dihadapi secara langsung dengan segala akibatnya, serta mampu belajar ilmu pengetahuan yang mendukung apa yang dihadapi sehingga dengan pengetahuan itu dapat digunakan menanggulangi timbulnya problem dan mampu untuk membandingkan pengalaman sendiri maupun pengalaman orang lain”.
Jadi berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan pengetahuan sangat diperlukan oleh seseorang, agar seseorang tersebut dapat memahami maksud dari orang lain.
c. Kematangan Sosial
Berdasarkan hasil penelitian, bahwa peserta didik berasal dari keluarga bercerai memiliki jiwa sosial yang kurang bagus, peserta didik tersebut kurang peduli dengan teman-
temannya dan memilih untuk menyendiri dan tidak terlalu memikirkan lingkungan sekitarnya.
Menurut Sundari (2005 :41) “Sosial atau masyarakat merupakan kumpulan individu, keluarga, masyarakat dan lain-lainya”. Agar terjadi keharmonisan dalam lingkungan sekitar, maka harus ada kesadaran dari diri sendiri untuk bisa bertindak sesuai dengan penyesuaian diri yang efektif dalam kematangan sosial:
1) Adanya kesanggupan
mengadakan relasi yang sehat terhadap masyarakat.
2) Adanya kesanggupan bereaksi secara efektif dan harmonis terhadap lingkungan sosial ditempat individu itu berada.
3) Kesanggupan menghargai hak dan kepentingan antar individu.
4) Adanya simpati terhadap kesejahteraan oranglain, berupa memberi pertolongan pada orang lain, bersikap jujur, cinta, kebenaran, rendah hati dan sejenisnya.
Dari uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa penyesuaian diri individu memerlukan kematangan sosial agar tercipta kehidupan yang saling tolong menolong dan saling membantu antara individu yang satu dengan yang lainnya.
d. Tanggung Jawab
Berdasarkan hasil penelitian, bahwa peserta didik berasal dari keluarga bercerai kurang mampu dalam mengemban tanggung jawab yang seharusnya ia jalankan, bahkan peserta didik tersebut kurang memiliki kesadaran akan tugas dan terlalu bergantung kepada orang lain terhadap tugas yang menyangkut dirinya.
Menurut Desmita (2014 :195) “ Tanggung jawab merupakan aspek yang penting dimiliki oleh individu, karena akan membuat individu memiliki sikap produktif untuk mengembangkan diri, melakukan perencanaan dan melaksanankannya secara fleksibel, memiliki sikap
altruisme, empati, bersahabat dalam interpersonal, memiliki kesadaran akan etika dan hidup jujur, memiliki perilaku dari segi konsekuensi atas dasar sistem nilai serta mampu dalam bertindak independen.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa tanggung jawab sangat diperlukan agar individu mampu menyesuaiakan diri dengan lingkungan sekitar dengan baik.
Kesimpulan dan Saran
Berdasarkan hasil penelitian maka dapat dikemukakan kesimpulan sebagai berikut:
1. Penyesuaian diri peserta didik berasal dari keluarga bercerai dilihat dari penyesuaian pribadi adalah peserta didik berasal dari keluarga bercerai kurang mampu menyesuaikan diri dengan teman-teman dan lingkungan sekitar sekolah, peserta didik kurang mampu berkomunikasi dan berinteraksi dengan teman serta guru, peserta didik cenderung minder, serta menarik diri dari lingkungan sekitar sekolah, sehingga peserta didik berasal dari keluarga bercerai kurang disenangi oleh peserta didik yang lain karena kurang pandai dalam bergaul.
2. Penyesuaian diri peserta didik berasal dari keluarga bercerai dilihat dari penyesuaian sosial adalah peserta didik berasal dari keluarga bercerai kurang mampu dalam bersikap baik serta berinteraksi dengan teman dan gurunya di sekolah, sehingga baik itu teman dan guru kurang menyenangi sikap peserta didik tersebut, dan akibatnya peserta didik tidak bisa membangun keakraban dengan teman dan guru. Akan tetapi peserta didik berasal dari keluarga bercerai sedikit mampu dalam menunjukkan sikap simpati terhadap teman yang bernasib sama dengan dirinya, itu terlihat ketika peserta didik merasa sedih jika ada teman yang menceritakan keadaan yang sama dengannya dan dia mendengarkan dengan baik.
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka penelitian ini menyarankan kepada berbagai pihak yang terkait sebagai berikut:
1. Bagi Peserta Didik
Agar peserta didik belajar berinteraksi dengan teman, guru maupun lingkungan sekitar, kemudian peserta didik mampu dalam berfikir positif supaya tidak terjadi kesalahpahaman yang mengakibatkan peserta didik menarik diri dari lingkungan sekitar yang seharusnya bisa dijadikan sebagai tempat peserta didik belajar mengenal banyak hal.
2. Bagi Guru Bimbingan dan Konseling Guru BK hendaknya lebih memperhatikan sikap dan perilaku peserta didik berasal dari keluarga bercerai di sekolah, agar peserta didik tersebut tidak salah dalam mengartikan sikap orang di sekelilingnya, guru BK bukan hanya bertanggung jawab dalam hal keadaan atau masalah dari peserta didik, akan tetapi guru BK bertanggung jawab terhadap apa yang dilakukan peserta didik di lingkungan sekolah, kemudian memberikan arahan dan masukan kepada peserta didik berasal dari keluarga bercerai agar mampu berinteraksi dan bersosialisasi dengan baik.
3. Bagi Wali Kelas dan Guru Mata Pelajaran
Wali kelas dan guru mata pelajaran hendaknya memperhatikan peserta didik berasal dari keluarga bercerai di kelas, sehingga tidak ada interaksi yang kurang baik antara peserta didik berasal dari keluarga bercerai dengan peserta didik lainnya didalam kelas sehingga peserta didik berasal dari keluarga bercerai mampu untuk menyesuaikan dirinya dengan lingkungan sekitar.
4. Orang Tua
Agar orangtua bisa lebih memperhatikan keadaan dan tingkah laku anaknya di rumah, lebih memberikan perhatian dan kasih sayang agar anaknya tidak merasa kekurangan kasih sayang walaupun hanya tinggal dengan orangtua tunggal.
5. Pengelola Program Studi Bimbingan dan Konseling
Sebagai bahan masukan untuk meningkatkan mutu lulusan dalam mengaplikasikan ilmu di lapangan dan agar selalu berusaha mempersiapkan
tenaga konselor yang professional serta siap membantu permasalahan kliennya.
6. Bagi Peneliti Selanjutnya
Agar dapat dijadikan pedoman dan sumber informasi untuk melakukan penelitian selanjutnya dengan variabel yang berbeda.
Kepustakaan
Afifudin & Beni Ahmad Saebeni. 2012.
Metode Penelitian Kualitatif.
Bandung: Pustaka Setia.
Ali, Muhammad & Muhammad Asrori.
2014. Psikologi Remaja. Jakarta:
Bumi Aksara.
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan Praktik) Edisi Revisi. Yogyakarta:
Rineka Cipta.
Desmita. 2014. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Fatimah, Enung. 2010. Psikologi Perkembangan. Bandung: Pustaka Setia
.
Lestari, Sri. 2013. Psikologi Keluarga.
Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Prayitno, Elida & Erlamsyah. 2002.
Psikologi Keluarga. Padang:UNP.
Santrock, Jhon W. 2007. Remaja. Jakarta:
Erlangga.
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D.
Bandung: Alfabeta.
Sundari, Siti. 2005. Kesehatan Mental.
Jakarta: Rineka Cipta
Yusuf, A. Muri. 2005. Metodologi Penelitian. Padang: UNP Press