• Tidak ada hasil yang ditemukan

ADA KISAH DI CIKASUNGKA Alfira Maya Jelita

Dalam dokumen MENABUR BAKTI MENEBAR KARYA (Halaman 105-113)

pulalah yang akan datang, Begitu juga sebaliknya”

ADA KISAH DI CIKASUNGKA Alfira Maya Jelita

Malas KKN

Halo, perkenalkan nama saya Alfira Maya Jelita, teman-teman biasa memanggil saya Fira. Saya adalah mahasiswa Jurusan Ilmu Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Berbicara mengenai KKN sebenarnya sudah menjadi tanggungan beban yang cukup dipikul lama oleh seorang mahasiswa. Setelah semester 6 berakhir, maka kewajiban KKN pun siap menanti. Dan saya adalah salah satu dari sekian banyak mahasiswa yang merasa keberatan dengan program ini. Hal ini berawal dari persepsi bahwa saya akan jauh dari rumah dan tempat-tempat yang dikunjungi setiap hari. Bukan Cuma itu, rutinitas yang akan di jalani selama KKN juga bukanlah rutinitas maupun aktivitas yang biasa dilakukan seorang mahasiswa pada umumnya.

Angkatan saya yaitu 2013 bisa dikatakan sebagai penanda babak baru dari kancah program KKN di UIN Jakarta. Banyak kebijakan-kebijakan baru yang dikeluarkan mengenai program KKN yang akan diselenggarakan. Berbeda dengan kebijakan pada tahun-tahun sebelumnya, di mana semua mahasiswa bebas untuk memilih siapa teman sekelompok nya dan bahkan desa yang akan mereka tinggal selama satu bulan lamanya. Pada tahun KKN saya semuanya benar-benar berbanding terbalik. Keanggotaan kelompok beserta lokasi KKN akan ditentukan oleh universitas – dalam hal ini pihak yang berwenang adalah LP2M (Lembaga Pusat Pengabdian Masyarakat). Ada satu lagi kebijakan yang berbeda, biasanya LPPM akan menempatkan satu kelompok di satu desa, tetapi sekarang terdapat tiga kelompok yang akan ditempatkan dalam satu desa.

Perubahan kebijakan ini pada awalnya mendapat reaksi yang cenderung negatif dari mahasiswa. Saya sendiri juga sempat merasa kecewa dengan hal ini dikarenakan merasa tidak diberi kebebasan. Akan tetapi, saya mencoba untuk melihat hal ini dari sisi positifnya, yakni mahasiswa hanya perlu mengikuti regulasi yang ada tanpa perlu repot-repot mencari kelompok dan desa lokasi KKN. Meskipun demikian, hal ini menjadi salah satu faktor yang membuat saya membayangkan bahwa akan tidak

82 | Menabur BAKTI Menebar KARYA

mengenakannya KKN itu. Jauh dari rumah, jauh dari semua fasilitas yang biasa digunakan, sulit untuk kemana-mana dan sebagainya.

Pada hari pertama pembekalan, hari itu juga lah hari di mana saya bertemu dengan teman-teman sekelompok saya untuk yang pertama kalinya. Saya mencoba membaur dan bercengkrama dengan mereka. Setelah hari itu, kami memutuskan untuk mengadakan rapat KKN setiap satu kali seminggu. Dan setiap minggu itu pula hubungan kami tidak mengalami kemajuan yang berarti. Bertemu hanya untuk sekedar membicarakan hal-hal terkait KKN sehingga hubungan kami tidak terlalu dekat. Dari sini, muncullah kendala lain yang terlintas di pikiran saya. Saya takut saya tidak akan akrab dengan mereka ketika program KKN di laksanakan selama satu bulan. Pada saat itu, terlalu banyak spekulasi dan bayangan buruk yang saya khawatirkan.

Mungkin itu beberapa keluh kesah saya sebelum program KKN berlangsung. Kegundahan, kegelisahan, kekhawatiran terhadap semuanya tidak akan berjalan sesuai rencana semakin menambah beban dan kesan buruk terhadap KKN. Eh tapi tunggu dulu, hal-hal yang sudah saya ceritakan di atas merupakan persepsi awal saya selama proses persiapan KKN berlangsung. Intinya, impresi awal saya terhadap KKN adalah buruk!. Namun, Setelah sekian lama proses persiapan, akhirnya hari-H pun tiba. Saya dan teman-teman berangkat ke Desa Cikasungka untuk memulai ‘hidup baru’ selama satu bulan penuh lamanya. Dan kemudian, dari sinilah banyak kisah istimewa tak terlupakan yang terjadi antara saya dengan teman-teman seperjuangan saya.

Teman Rasa Keluarga

Baiklah, pada bagian ini saya akan menceritakan segelimang cerita yang terjalin selama KKN berlangsung. Seperti yang sudah saya jelaskan sebelumnya bahwa first impression saya sangat jelek dengan hal-hal yang berkaitan dengan KKN, terutama soal pencocokan saya dengan teman-teman anggota satu kelompok yang telah ditentukan universitas. Akan tetapi, semua itu sangat berbanding terbalik setelah hari pertama KKN dimulai.

Pada awalnya, kelompok saya beranggotakan 11 orang. Akan tetapi, terdapat satu orang yang bernama Humaira Azzahra terpaksa mengundurkan diri dari program KKN reguler dan sebagai gantinya ia mengikuti program KKN internasional di Cina. Humaira adalah sekretaris

Sepenggal Kisah Pengabdian Kami Di Cikasungka | 83 utama di kelompok kami, dan saya adalah wakil sekretarisnya. Setelah kepergian Humaira ke Cina, otomatis, jabatan sekretaris jatuh ke tangan saya. Dan jujur, hal tersebut sempat membuat saya kehilangan arah seperti tidak tahu harus melakukan apa.

Bagi saya, suatu jabatan merupakan amanah dan memerlukan tanggung jawab yang besar, jadi tidak bisa dianggap remeh. Ketakutan saya yang paling besar pada saat itu adalah ketidakmampuan saya untuk mengemban tugas-tugas saya sebagai sekretaris dengan baik. Terlebih lagi dengan kepergian Humaira yang terbilang tiba-tiba sehingga saya tidak sempat di-briefing dulu, maka jadilah saya kehilangan arah. Dengan keadaan kelompok yang terbilang menjadi sedikit kacau, saya mencoba untuk berpikir positif dan meminta dukungan dari teman-teman satu kelompok. Dan ternyata? Mereka menerima saya dengan sangat baik dan saya menjadi semangat lagi. Sungguh membangkitkan semangat saya jika mengingat hal tersebut.

Ada banyak kisah yang terjadi selama KKN berlangsung, mulai dari cerita-cerita sedih, lucu sampai cerita yang menyenangkan. Masing-masing dari kami mempunyai karakteristik masing-masing dan unik. Iqbal misalnya, si pak ketua yang selalu formal dan sangat serius ketika berbicara dan sangat khas dengan ucapan “iya dong”-nya. Ada juga Denny, sang fotografer kami, sangat khas dengan ucapan “alaahh” dan “aduuh”. Denny dapat dikatakan sepaket dengan Rafiqi atau yang lebih sering dipanggil dengan qiqi, mereka sudah seperti anak kembar bagi saya karena kemana-mana selalu berdua. Qiqi dikenal sebagai orang dengan muka datar dan tidak memiliki ekspresi ketika berbicara, ditambah dengan logat madura nya yang masih kental semakin menambah kelucuan ketika melihatnya berbicara.

Ada juga bang Hodari, ia adalah yang tertua di antara kami. Bang Hodari memiliki paras dan sifat yang mencerminkan seorang jenderal atau seorang anggota militer yang memang cita-citanya. Ada satu hal unik, meskipun berwajah garang, bang Hodari pintar melukis dan bisa menyanyi. Ya, hanya terdapat empat orang laki-laki di kelompok kami, oh dan dia juga sudah menikah dan bahkan sudah punya anak. Pada awalnya saya merasa komposisi antara perempuan dan laki-laki di kelompok saya sangat tidak berimbang karena jauh lebih banyak perempuannya. Saya khawatir banyak program kerja akan sulit direalisasikan karena kurangnya tenaga laki-laki. Tapi sekali lagi, persepsi saya dipatahkan setelah bertemu dan berinteraksi

84 | Menabur BAKTI Menebar KARYA

langsung dengan mereka secara intensif selama sebulan. Mereka semua sangat menyenangkan dan baik kepada saya. Dan hal ini membuat saya menjadi termotivasi dan semangat mengabdi kepada masyarakat.

Lanjut ke teman-teman perempuan di kelompok KKN, kami berjumlah enam orang. Saya sendiri dikenal sebagai duta kopi di antara teman-teman saya, dan sangat menyukai kucing. Teman-teman saya menjuluki title tersebut kepada saya karena saya memang yang paling rajin minum kopi di antara yang lain. Kemudian Irma, si ibu bendahara yang paling cantik di antara kami. Anak asli Ciputat, dan sering jadi bahan bercandaan di kelompok. Kemudian ada Chika, ia yang paling galak dan bawel tentang segala hal di antara kami. Kemudian Rohmah, biasa dipanggil mamah. Sama seperti bang Hodari, mamah juga sudah menikah. Kemudian Azka, biasa kami panggil neng Azka karena ia bersuku Sunda. Azka adalah orang yang paling kekanakan dan sering jadi bahan bercandaan di kelompok seperti Irma. Yang terakhir ada indah, ia dikenal dengan anak yang paling pendiam dan tertutup dari semuanya. Kami semua memiliki satu kesamaan, yaitu suka minum kopi. Jadi secara tidak langsung, kopi memiliki andil besar untuk mempererat jalinan pertemanan di antara saya dan teman-teman satu kelompok saya ini.

Ada cerita lucu jika membicarakan soal kopi. Jadi, ada satu produk kopi baru di pasaran, dan saya belakangan memang selalu minum kopi tersebut. Teman-teman saya yang masih belum tau tentang kopi tersebut saya anjurkan untuk mencoba meminumnya, dan semuanya suka! Kami menjuluki kopi tersebut dengan sebutan “kopi enak”, begitu kami menyebutnya. Ketika salah seorang di antara kami ada yang ingin minum ngopi, ada percakapan yang unik, yakni “ngops lah” yang artinya ayo kita ngopi sama-sama, dan yang lain akan menjawab “kuy” yang berarti iya – dasar bahasa anak zaman sekarang. Satu lagi hal yang tidak akan terlupakan oleh saya. Awalnya saya khawatir jika teman-teman saya tidak suka kopi dan saya tidak punya teman ngopi bareng, tetapi ternyata hampir semuanya suka kopi. Teman sejawat penikmat kopi saya adalah Irma, Azka dan Denny, kami berempat adalah orang-orang yang paling suka kopi di antara yang lainnya. Hal ini tentu menjadi kenangan yang berharga untuk saya nantinya.

Seiring berjalannya waktu, kami semakin dekat walaupun terkadang bentrok karena ada permasalahan yang terkait dengan kegiatan KKN.

Sepenggal Kisah Pengabdian Kami Di Cikasungka | 85 Semua konflik yang terjadi justru malah menjadi lem perekat bagi kami untuk bisa mengenal lebih jauh satu sama lain. Saya merasa sangat bersyukur mengenal dan mendapatkan mereka sebagai teman satu kelompok KKN. Teman-teman saya sering bercerita tentang permasalahan yang terjadi di internal kelompok KKN mereka. Dan kebanyakan bermasalah pada teman satu kelompok mereka. Tetapi saya sangat bersyukur karena di kelompok saya, tidak pernah ada yang namanya konflik pertemanan di antara kami.

Banyak hal yang muncul ke permukaan tentang sifat dan karakteristik individu diri kami masing-masing. Iqbal si pak ketua misalnya, ia dikenal sebagai orang yang sangat formal dan serius, tetapi ternyata orangnya lucu dan bisa diajak bercanda. Ada juga bang Hodari, kesan pertama saya ketika bertemu dengannya adalah menakutkan karena mukanya yang sangar seperti preman. Tetapi ternyata, orangnya sangat lucu dan berwawasan sangat luas.

Walaupun awalnya canggung, tapi canda gurau, saling curhat dan lain-lain malah membuat kami sangat dekat. Saya seperti merasa mendapatkan keluarga baru. Kesan pertama saya kepada mereka setelah beberapa hari dan minggu tinggal satu atap dengan mereka ternyata salah. Mereka semua adalah teman kelompok terbaik yang pernah saya dapatkan. Saya sangat bersyukur karena bisa mengenal mereka semua. Mereka adalah teman namun kami menganggap diri kami dan kelompok KKN SOLARITY adalah sebuah keluarga yang saling menyayangi dengan segala cerita. Dan sekali lagi, kekhawatiran saya di awal pun kembali terpatahkan.

The Story of Cikasungka

Pertama kali saya mengetahui lokasi KKN yang sudah ditentukan oleh universitas yakni Desa Cikasungka, saya langsung mencari info dan melakukan sedikit riset via internet. Dan ternyata Desa Cikasungka adalah desa terbesar di Tangerang. Desa yang terdiri dari 4 dusun ini sangat luas. Berkoordinasi dengan dua kelompok lainnya yaitu kelompok 197 dan 198 yang sama-sama ditempatkan di Desa Cikasungka, kami mencoba untuk menjalin kerjasama dan komunikasi untuk menguak kondisi lingkungan dan sosial di desa ini.

Saat pertama kali melakukan survei lokasi, saya cukup kaget karena akses dari Jakarta ke desa ini ternyata sangat mudah, cukup naik kereta dari Stasiun Pondok Ranji ke Stasiun Cikoya hanya membutuhkan waktu

86 | Menabur BAKTI Menebar KARYA

sekitar kurang lebih 1 jam. Ketika saya mengetahui hal ini saya sangat bersyukur karena akses yang ternyata sangat mudah, berbeda dengan kebanyakan teman-teman saya yang ditempatkan di desa-desa yang cukup jauh dengan akses yang sulit. Kesan pertama yang saya dapatkan adalah desa ini cuacanya sangat panas. Ketika sampai di sana, kami disambut oleh sejumlah perangkat desa dan langsung bertemu dengan Kepala Desa Cikasungka di kediamannya. Sambutan mereka sangat hangat dan sangat welcome kepada kami. Oleh karena itu, tidak sulit bagi kami untuk mendekatkan diri dengan masyarakat di sana. Selain itu, kami juga sempat berkeliling desa untuk melihat-lihat keadaan desa. Dan ternyata, desa ini sudah terbilang cukup maju. Hal ini terbukti dengan sudah masuknya minimarket di sana.

Setelah survei, tiga kelompok Cikasungka melakukan rapat koordinasi terkait pembagian wilayah konsentrasi yang akan dijadikan lokasi pengabdian kepada masyarakat. Dan kami sepakat untuk menjadikan dusun 3 sebagai wilayah konsentrasi KKN SOLARITY. Dan ketika pertama kali saya tiba di sana, dusun 3 ini sudah tidak dapat dikatakan sebagai desa. Kami meninggali sebuah rumah yang terletak di suatu perumahan di dalam desa, yaitu perumahan di Taman Adiyasa. Hal ini menambah kesan dusun 3 yang jauh dari lingkungan perdesaan. Masyarakat di sana sudah terbilang cukup maju, dan hal ini sebenarnya sempat membuat saya dan teman-teman kebingungan.

Saya tinggal di rumah milik Kepala Dusun yang letaknya di samping rumah beliau. Pada awalnya kami menyambut baik hal ini, tetapi dengan kehadiran kami yang sangat dekat dengan beliau, kami dituntut banyak untuk selalu berpartisipasi di semua kegiatan yang beliau adakan. Kami sempat merasa risih dan merasa dikekang di sana, tetapi kami tetap berusaha untuk fokus menjalankan program kerja yang sudah kami rancang jauh-jauh hari. Meskipun demikian, kami merasa sangat tertolong dan sangat berterimakasih kepada beliau yang telah membimbing kami selama melakukan program KKN di sana.

Di samping itu, ada satu hal yang sangat saya sayangkan. Kebersihan air di wilayah dusun 3 cukup buruk. Airnya tidak cukup jernih untuk dijadikan sebagai sumber kehidupan di sana. Airnya berminyak sehingga tidak jarang saya hanya mandi satu kali dalam sehari, karena kulit saya yang terbilang sensitif dengan air yang tidak bersih. Selain itu, kami tinggal sangat dekat dengan warga sekitar. Jadi setiap hari saya dan teman-teman

Sepenggal Kisah Pengabdian Kami Di Cikasungka | 87 pasti bersosialisasi dengan masyarakat di sana. Kesan yang saya dapatkan adalah mereka semua baik-baik dan ramah-ramah, salah satu ciri khas masyarakat Indonesia yang masih melekat ada di Desa Cikasungka. Walaupun belakangan kami mengetahui bahwa terdapat masalah internal di dalam struktural desa yang membuat adanya gap antar tokoh masyarakat di sana.

Revolusi Mental

Berbicara tentang posisi saya selama tinggal di Desa Cikasungka, khususnya di dusun 3. Saya merasa ada gap antar masyarakat. Taman Adiyasa termasuk sebagai wilayah yang paling maju dibandingkan dengan wilayah-wilayah lain di Desa Cikasungka. Keadaan ekonomi dan tingkat kesejahteraan masyarakat juga terlihat senjang. Hal ini membuat gap semakin besar, bukan hanya dalam hal interaksi masyarakat, tetapi juga dalam hal ekonomi. Saya ingin melakukan suatu perubahan di Desa Cikasungka. Terutama soal perbaikan komunikasi dan silaturrahmi antar perangkat desa dan masyarakat. Saya pikir, semuanya harus dimulai dari diri sendiri. Menurunkan ego adalah hal yang paling penting untuk mewujudkan perdamaian. Dan sayangnya, hubungan antar perangkat desa terutama di dusun 3 sangat terasa. Jika saya adalah salah satu masyarakat Desa Cikasungka, saya rasa akan melakukan suatu upaya mediasi untuk menyelesaikan masalah, tetapi apalah daya saya hanya seorang mahasiswi yang sedang melakukan kewajiban saya untuk mengabdi pada masyarakat.

Kehidupan masyarakat juga menjadi sorotan tersendiri bagi saya. Tingkat kebersihan air merupakan salah satu tolak ukur tingkat kesehatan masyarakat. Air yang kurang bersih saya rasa harus ditanggulangi. Saya dan kawan-kawan memang membantu untuk menyusun proposal yang akan diajukan kepada pemerintah untuk memperbaiki sanitasi air di Desa Cikasungka, namun saya rasa itu belum cukup. Hal-hal yang saya rasakan tersebut saya pikir perlu dijadikan sebagai acuan evaluasi setiap individu Desa Cikasungka demi kebaikan bersama. Kekompakan untuk menyelesaikan suatu masalah sangat diperlukan. Untuk itu, perbaikan diri dan introspeksi diri harus dimulai dari diri sendiri. Revolusi mental adalah salah satu kunci utama yang dibutuhkan masyarakat Desa Cikasungka untuk membangun desa mereka menjadi lebih maju lagi.

Bagi saya pribadi, pengalaman pengabdian Kuliah Kerja Nyata untuk masyarakat adalah suatu kenangan tersendiri yang telah memberikan saya

88 | Menabur BAKTI Menebar KARYA

pengalama yang sangat berharga dan tidak dapat dilupakan. Saya diajarkan untuk belajar sabar, memecahkan masalah, manajemen waktu, disiplin, bersosialisasi dengan orang lain dan pertemanan melalui KKN ini. Pada akhirnya, bayangan buruk KKN yang saya miliki di awal adalah suatu kesalahan. Saya belajar hidup dengan keluarga baru di lingkungan yang juga baru. Terima kasih saya ucapkan kepada seluruh pihak yang terlibat, khususnya untuk teman-teman KKN SOLARITY yang sudah saya anggap seperti keluarga sendiri. Saya diajarkan untuk hidup sebagai seorang rakyat biasa dengan impian membangun desa dan negara dengan menggantung cita-cita dan impian setinggi-tingginya. Bagaimanapun juga, KKN bukan hanya sekedar mengabdi dan mengamalkan ilmu yang kita punya, tetapi juga momen di mana kita berproses kembali dengan ilmu-ilmu baru yang didapatkan. Sekarang saya punya keluarga baru dengan segudang romantika kisah tersendiri yang tidak akan pernah saya lupakan.

Terima kasih Cikasungka, atas pengalaman dan keluarga baru yang saya miliki sekarang, saya menjadi lebih bersemangat menatap masa depan cerah dan menanti untuk membangun bangsa dan negara ke arah yang lebih baik ke depannya.

Sepenggal Kisah Pengabdian Kami Di Cikasungka | 89 3

SOLARITY UNTUK CIKASUNGKA

Dalam dokumen MENABUR BAKTI MENEBAR KARYA (Halaman 105-113)