• Tidak ada hasil yang ditemukan

KKN-KU TAK BERLIMIT KUOTA KENANGAN Muhammad Iqbal

Dalam dokumen MENABUR BAKTI MENEBAR KARYA (Halaman 161-170)

tapi apa daya waktu menuntun ku pergi”

KKN-KU TAK BERLIMIT KUOTA KENANGAN Muhammad Iqbal

Awal Pertemuan

KKN-ku, kadang nyentrik tapi menawan. Kadang fanatik tapi sarat pengalaman. Begitulah rangkaian kata yang dapat menggambarkan seluruh kenangan tak terlupakan dari perjalanan menempuh mata kuliah paling sensasional mahasiswa semester akhir bernama Kuliah Kerja Nyata.

Di saat orang mengatakan sedia payung sebelum hujan, kupikir memang tepat dan benar tuturnya. Karena itu Hari Pembekalan KKN sangat kunantikan dan begitu kuharapkan untuk mengetahui perihal apa saja yang perlu kupersiapkan sebelum menunaikan pengabdian ke masyarakat. Benar saja hari yang kutunggu pun tiba. Semangatku menggebu-gebu dan dengan harapan dapat menyimak seluruh pemaparan materi yang disampaikan, saya berinisiatif untuk duduk paling depan. Namun harapan itu pupus seketika setelah pihak panitia menginformasikan bahwa para peserta harus duduk berdasarkan kelompok yang sudah dibagikan. Memang jauh beberapa hari sebelumnya telah diumumkan peserta sekelompok dan terpilihlah saya di kelompok yang sekarang menjadi kenangan manis lambang pengabdian, Kelompok 199. Kala itu di ruang aula yang disesaki peserta, kelompok kami mengambil tempat di deretan kedua paling belakang. Ini berarti harapan untuk memperhatikan saksama seluruh pemaparan materi sirna.

Duduklah saya di deretan berisikan 11 kursi yang telah disiapkan. Satu per satu anggota kelompok kami datang, hingga lengkaplah yang datang hari itu sebanyak 9 orang. Ada 2 orang yang berhalangan hadir, yang kemudian terdeteksi bernama Hodari dan Indah. Seperti biasa, berawal keakraban kami dengan berkenalan. Saya sangat ingat kala itu ada dua cewek yang menyerahkan buku catatannya untuk dituliskan nama satu persatu. Hebat, mereka sangat bersahabat kupikir. Mereka mengerti apa yang saya dan lainnya bersama inginkan, sekretaris berinisiatif. Dari buku itu terpampanglah nama-nama kami lengkap dengan identitas masing-masing. Ku perhatikan nama-namanya satu per satu. Ada Alfira, Humaira, Chika, Rohmah, Azka, Rafiqi, Denny, plus saya tentunya, Iqbal.

Usai perkenalan, acara pun segera dimulai. Memang waktunya ngaret dari waktu yang dikabarkan, tapi tidak mengapa, mungkin inilah

138 | Menabur BAKTI Menebar KARYA

penampakan asli keindonesiaan. Kami menyimak pemaparan materi dengan khidmat. Walaupun suara dari jauh kedengaran agak sayup-sayup kemayu, kami semua sangat antusias menangkap informasi yang disampaikan. Terpampang jelas wajah-wajah penuh penasaran dari peserta seisi gedung aula. Tak terkecuali kami yang memang duduk di deretan dekat pintu gerbang.

Usai sudah pemaparan materi yang secara keseluruhan mengabarkan bagaimana kita memberdayakan masyarakat (community development). Saya sendiri akhirnya mempunyai sedikit gambaran tentang KKN berikut dengan kegiatan-kegiatan dan tujuannya. Namun itu saja belum cukup tanpa kekompakan anggota kelompok. Kekompakan adalah tonggak kesuksesan kegiatan yang mau di jalankan. Karena itu kami segera diarahkan untuk membuat kelompok-kelompok kecil berisikan anggota kelompok masing-masing. Di sinilah awal kami membangun kebersamaan. Duduk lesehan di pojok aula megah itu, saya merasakan jiwa pendekatanku bergelora. Hingga saat ini, yang jauh menjadi dekat, yang sudah dekat agak lebih merapat. Tanpa banyak membuang waktu, sesuai permintaan panitia segera saja kami memilih ketua yang bertanggung jawab mengatur kelompok. Saya ditunjuk sebagai ketua dan Humaira sebagai sekretaris. Perbincangan pun dilanjutkan dengan ritme yang kadang serius tapi tak berdasar, kadang lepas tapi masih menyimpan gusar. Hingga akhirnya kami menutup pertemuan pertama dengan berfoto ria khas anak muda.

Persiapan Pra-KKN

Pertemuan demi pertemuan menghiasi hari-hari pra-KKN. Saya sangat bersemangat mengikuti semua pertemuan yang memang sudah terjadwalkan. Jadwal mengharuskan kami berkumpul setiap senin sore di Taman Rindang Landmark UIN. Diskusi pertama kita membahas struktur kepengurusan kelompok. Saya tetap ditunjuk sebagai ketua dan setiap dari kita mendapatkan posisi masing-masing. Teman-teman menerima posisinya tersebut tanpa banyak berkeluh kesah. Ini memungkinkan program berjalan lancar karena kita menerima pengembanan tugas dengan senang hati, pikirku. Pertemuan kedua kita fokus untuk menentukan nama kelompok, identitas kami yang menjadi penyatu semangat dan tujuan dari kegiatan KKN ini. Setiap kita menentukan nama-nama dan begitu juga dengan saya. Saya memilih nama “SOLARITY” yang merupakan singkatan langsung dari Solidarity and Charity. Solidarity mengandung makna

Sepenggal Kisah Pengabdian Kami Di Cikasungka | 139 kekompakan tim yang merupakan sumber kekuatan pertama untuk mewujudkan kepedulian dan pengabdian kita kepada desa yang dituju. Charity memiliki arti bahwa setiap anggota tim menyumbangkan jiwa dan raganya untuk masyarakat setempat. Itulah filosofi nama ‘SOLARITY” usulanku. Teman-temanku yang lain juga mengusulkan nama-nama yang tak kalah unik dan menarik, diantaranya ada “Firework”. Namun karena suatu alasan setelah berdiskusi nama “SOLARITY” menjadi identitas kelompok, kelompok 199.

Pertemuan-pertemuan selanjutnya berlangsung aman dan lancar. Diskusi kami tidak hanya di pertemuan tatap muka, namun juga lewat aplikasi Whatsapp. Kita berdiskusi seputar materi yang perlu dipersiapkan menjelang keberangkatan ke tempat pengabdian. Namun ada satu hal yang mengganjal, lagi-lagi hubungannya dengan waktu. Kami selalu kurang bisa hadir on time untuk memulai rapat kelompok. Kadang terlambat dua puluh menit kadang satu jam. Anehnya kami sama-sama mengerti dan memahami satu sama lain. Nampaknya budaya ini sudah menjadi maklumat bersama untuk terus dipupuk dan disuburkan lintas generasi. Dari sisi lain, budaya terlambat telah menjadi kekompakan tersendiri dari kelompokku, kompak untuk sama-sama datang terlambat.

Hari-hari berlalu, saya semakin penasaran dengan tempat atau desa tujuan binaan KKN ku. Hingga suatu hari diumumkanlah nama-nama desa per kelompok berikut dengan nama dosen pembimbing. Tentu bukan hal kebetulan bahwa kami mendapatkan desa di Kecamatan Solear yang hampir mirip dengan nama kelompok, SOLARITY. Apalagi setelah mengetahui nama desa yang dituju adalah Cikasungka, tentu nama depan Cika menjadi panggilan kebanggaan kawanku, si Chika Cintya Ayu. Bukan kebetulan, bukan juga kesengajaan. Lantas ini bisa dikatakan kecocokan. Iya, kecocokan kami untuk ditempatkan di Desa Cikasungka, Kecamatan Solear.

Segera setelah nama tempat diumumkan, saya kembali aktif melewati pertemuan dengan rapat-rapat kecil membahas persiapan yang perlu dilakukan. Namun karena tempat yang dituju sudah jelas, kami mengatur jadwal untuk meninjau langsung keadaan desa. Saya membentuk tim survei yang terdiri dari setiap orang dari anggota kelompok. Artinya semua kita sekelompok berhak datang survei untuk mengetahui suasana dan kondisi langsung masyarakat dan lingkungan setempat. Dengan begitu akan ada banyak hal yang didapatkan per individu berwujud catatan yang perlu

140 | Menabur BAKTI Menebar KARYA

dilakukan dan dikembangkan dari kondisi yang sudah ada. Saya juga menjalin hubungan dengan kelompok lain se desa perihal keberangkatan survei hingga akhirnya berangkatlah saya beserta kawan-kawan sekelompok dan kelompok lain se desa dengan menggunakan sepeda motor.

Waktu tempuh dari Ciputat ke Cikasungka adalah 2 jam dengan menggunakan sepeda motor. Setelah 2 jam di jalan, sampailah saya bersama teman-teman di kantor desa setempat. Saya menyampaikan perihal tujuan kedatangan dan pihak desa memberikan respons positif dengan menyambut baik kedatangan itu. Setelah meminta izin untuk melakukan survei saya pun berkeliling desa dengan dipandu pihak desa. Sekarang penasaranku terpenuhi. Saya bisa melihat-lihat langsung desa binaan KKN ku. Hatiku lega bercampur haru. Lega karena rasa penasaranku hilang, haru karena saya bisa mencicipi kembali suasana desa. Saya rindu suasana desa, tempatku dilahirkan dan dibesarkan. Ingin saya berbuat sesuatu untuk tempatku dilahirkan. Barangkali KKN ini adalah pembelajaran awal yang bisa kudapatkan sebelum saya benar-benar berkecimpung dalam urusan membangun desa saya kelak.

Kegiatan survei beberapa kali saya lakukan dengan harapan bisa mendapatkan pengetahuan dan pandangan mendalam terhadap kondisi dan suasana setempat. Saya datang dan bergaul dengan masyarakat. Mereka bercerita tentang desanya dan memang itu yang kuinginkan. Dari cerita-cerita itulah saya mengambil aksi kebijakan terkait program yang di jalankan nantinya. Beberapa survei berlalu dan masih saja kurang memuaskan, hingga bertemulah dengan orang yang sangat menarik perhatianku, Pak Toto namanya. Beliau adalah seorang kepala dusun yang sudah berpengalaman dalam berbagai macam kegiatan sosial. Orangnya sudah berumur tapi semangatnya tak kalah muda dengan kami yang masih muda. Beliau rela mendampingiku berkeliling desa dan juga memperkenalkanku dengan tokoh masyarakat setempat. Beliau seolah mengerti betul kebutuhan kami sebagai mahasiswa KKN yang haus informasi sebelum beraksi.

Pak Toto menjelaskan detail mengenai keadaan lingkungan masyarakat daerah kepemimpinannya. Saya sendiri menawarkan program kerja dan beliau langsung mengiyakan program tersebut. Karena memang menurut beliau program kerja tersebut sudah mewakili kebutuhan masyarakat setempat. Namun, beliau juga menawarkan kegiatan-kegiatan

Sepenggal Kisah Pengabdian Kami Di Cikasungka | 141 yang kiranya dapat diimplementasikan. Bagiku ini juga tidak bisa diabaikan dan bahkan penting dikarenakan beliau adalah orang desa setempat yang memang lebih tau keadaan masyarakatnya.

Pak Toto juga menyediakan tempat tinggal kepada kami. Setelah bernegosiasi, istrinya, Bu Auliya, yang juga tidak kalah enerjik bersedia menyediakan makanan kepada kami dengan bayaran ala kadarnya.

Survei telah saya lewati. Namun kini ada satu kendala, saya kehilangan seorang sekretaris, Humaira. Dia ikut program AISEC di China. Ini membuat program KKN regulernya dibatalkan dan diganti dengan KKN Internasional. Terus terang saya merasa kehilangan karena memang selama ini dia sangat aktif membantu kelancaran kegiatan. Namun apa dikata, dia telah pergi. Kini tinggallah saya bersama sembilan orang kawan seperjuanganku berusaha melanjutkan misi pengabdian ini. Selanjutnya kendali sekretaris dipegang oleh kawanku, Alfira, anak FISIP yang memang cukup berbakat.

Mulai KKN

Hari KKN pun tiba. Ini berarti untuk satu bulan ke depan saya akan menjalankan tugas pengabdian masyarakat, tugas suci yang patut dijunjung oleh setiap mahasiswa. Setelah menjalani acara pembukaan oleh Pak Rektor saya bergegas untuk berangkat. Adalah sahabat dan teman diskusi hangatku, Hodari, mengatur pemberangkatan barang-barang keperluan dengan menggunakan mobil temannya. Singkat cerita berangkatlah kami ke desa dengan mengusung misi perubahan. Saya bersama Hodari dan dua orang sahabatku, Denny dan Rafiqi, menggunakan sepeda motor. Sedang kawan-kawan perempuanku yang karena kewajarannya butuh pengamanan maksimal, berangkat dengan menggunakan commuter line.

Tibalah saya di Desa Cikasungka, sebuah desa dengan sejuta kepala keluarga. Iya begitulah sebutannya, karena memang desa ini memiliki jumlah penduduk yang bisa dikatakan fantastis untuk dapat disebut sebagai sebuah desa. Selain itu luas daerahnya juga layak dijadikan satu kecamatan. Tapi saya serta teman-temanku tiba dengan membawa benih perubahan, benih yang bisa menyulap hamparan luas menjadi tempat bernaungnya para penerus kejayaan.

Kami mengisi hari pertama di desa dengan mengatur dan membereskan rumah. Setelah itu jatuh terlelap karena memang keringat kelelahan sudah membasahi kain lap. Malam pun tiba, kami bersilaturahmi

142 | Menabur BAKTI Menebar KARYA

ke rumah Pak Toto yang memang tempatnya bersebelahan dengan rumah kontrakan kami. Kami dipersilahkan masuk dan duduk di teras rumahnya. Pak Toto suka bercerita, menurut penuturannya beliau siap bercerita panjang lebar berjam-jam asalkan kami bersedia mendengarnya. Kami memperkenalkan diri kami sekaligus merincikan program kerja kami. Hingga tidak terasa hembusan angin tengah malam membuai mata setiap kami yang merindukan lelap. Saya termasuk orang yang fokus mendengar setiap kalimat yang keluar dari mulut Pak Toto. Ini membuatku sedikit betah meneruskan perbincangan. Namun isyarat salah satu temanku untuk menghentikan obrolan malam itu sudah dapat menggerakkan tubuhku bangkit pamit lalu pulang.

Ketukan pintu pagi itu membangunkanku dari tidur malam pertamsaya di desa. Pak Toto sudah bangun untuk membangunkan kami dan masyarakat desanya untuk pergi ke masjid menjalankan shalat Subuh. Bagiku ini adalah ajang melatih bangun pagi lebih awal. Selama ini saya bangun pukul 04.45 dan karena tinggal di asrama saya bangun secara teratur setiap harinya. Kali ini ketokan pukul 04.00 itu menjadi awal babak baru dalam sejarah bangun tidurku. Seandainya saya bangun jam segitu pasti lebih banyak hal yang bisa kulakukan. Namun nyatanya selama di desa hanya hitungan jari yang dapat membangunkanku jam segitu. Memang sulit mengubah kebiasaan.

Hari-hari di minggu pertama saya dan teman-temanku memperbanyak silaturrahmi dengan masyarakat setempat. Saya melewati hari-hari dengan mengunjungi rumah-rumah perangkat desa dan tokoh-tokoh masyarakat desa setempat. Bertegur sapa dengan mereka yang di jalan, bapak-bapak di warung-warung, dan ibu-ibu yang sedang menggorengkan pisang goreng adalah kegiatan yang lebih banyak kulalui di minggu pertama. Mereka tersenyum gembira mendengar kabar kedatangan kami. Ada juga berkeluh kesah menceritakan nasib sialnya tak kunjung akhir. Bagiku ini semua adalah pemulaan bagi kehidupan bermasyarakat sesungguhnya. Harus kuakui memang banyak yang kudengar, banyak yang kupahami, banyak yang saya lakukan pelajaran baru dari mereka yang hidup di pelataran desa.

Program kerja pertama yang saya lakukan adalah mengajar anak-anak mengaji di Masjid Darussalam. Para santri terdiri dari anak-anak lelaki dan perempuan. Pengurus DKM Masjid Darussalam merasa cukup terbantu dengan adanya pengajaran ini karena bisa mengurangi beban guru yang

Sepenggal Kisah Pengabdian Kami Di Cikasungka | 143 memang jumlahnya terbatas. Saya sendiri sangat menikmati pengajian ba’da Maghrib ini. Anak-anak begitu antusias mendengarkan cerita-cerita spiritualku. Saya menjadi begitu akrab dengan mereka walau kusadari kelak akan berbekas kenangan dan kerinduan yang maha sangat.

Kegiatan selanjutnya adalah terjun ke sawah. Saya membantu proses panen warga desa setempat. Bagiku memanen padi bukan lagi hal yang langka karena memang di kampung sering diajak untuk memanen di sawah. Saya sendiri memiliki sawah dan memiliki sedikit keahlian dalam menggarap sawah hingga memanennya. Namun saya melihat perbedaan yang besar di sini, orang-orang masih memanen manual. Sedang kami di sana sudah menggunakan mesin. Singkatnya, kegiatan memanen yang kami beri nama program kerja bakti kerja pertanian ini menjadi ajang pertukaran informasi dan skill persawahan.

Ada juga kegiatan yang dikhususkan untuk menyambut tujuh-belasan. Ini sangat menarik karena banyak hal yang dapat kulakukan untuk mendekati warga. Acaranya mulai dari menghias jalan-jalan dengan bendera, persiapan paduan suara, lomba tumpeng, mengisi acara malam renungan, hingga pawai di hari kemerdekaan. Bagiku ini sungguh suatu hal yang istimewa karena bisa merasakan langsung setiap kegiatan untuk memperingati kemerdekaan. Apalagi sambutan hangat dari Pak Hasanudin, kepala desa setempat yang menambah semangat kemerdekaan semakin bergelora.

Banyak juga kegiatan-kegiatan lain yang dapat kami bagikan bersama warga setempat. Di antaranya adalah penyuluhan koperasi syariah, pengadaan taman baca, kelas motivasi, penyuluhan pengembangan ekonomi kreatif, melukis, revitalisasi posyandu desa, pengenalan lingkungan bersama PAUD, senam sehat bersama masyarakat, menanam TOGA, membangun gapura, dan masih banyak lagi yang lain. Harus kami akui bahwa program kerja kami memang banyak dan di luar perkiraannya sebelumnya. Karena program kerja itu banyak yang sifatnya aksidental. Hebatnya kami tidak mempunyai kendala dengan masalah keuangan karena memang banyak kegiatan yang berjalan tanpa butuh pengeluaran dana. Intinya, program jalan uang aman.

Dari kegiatan-kegiatan tersebut, saya dapat merasakan sendiri antusiasme warga mendukung pelaksanaan. Mereka dengan senang hati mau membantu. Bapak-bapak kadang ikut mencangkul di hari penanaman TOGA. Ibu-Ibu ceria gembira membuat kue gembus olahan singkong.

144 | Menabur BAKTI Menebar KARYA

Anak-anak bersorak riuh ketika malam tujuh belasan. Bisa dibayangkan, saya sampai tidak dapat berkata apa-apa setelah tampil bersama teman-teman menyanyikan lagu-lagu kebangsaan dengan para warga. Mereka sangat menikmati penampilan kami walaupun latihan vokal hanya berjalan sehari. Percaya diriku di dunia olah vokal tumbuh subur setelah KKN, pikirku. Muncul bakat-bakat terpendam ke permukaan setelah menjalani masa-masa pengabdian.

Banyak hal yang terukir manis dan lalu begitu saja. Sebut saja kenangan bersama anak-anak di lingkungan rumah. Mereka bermain dan berlari tak kunjung usai. Mereka tertawa lepas tanpa beban. Merekalah penyemangat pagi hari-hari KKN-ku. Merekalah pengukir senyum dikala wajahku diliputi mendung. Saya menyimpan tanda tanya besar tanpa membutuhkan jawaban, akankah hari-hari ini akan terulang lagi? Saya ingin menikmatinya lagi.

Di sisi lain, saya bisa merasakan hangatnya kebersamaan. Ada saja canda tawa yang memecahkan hawa sepi. Saya begitu tertarik mendengarkan gaya bicara Irma, yang katanya khas anak Ciputat. Saya begitu terpukau oleh alunan kata-kata Arabia yang terlontar dari mulut Azka, mahasantri alumni pesantren bergengsi. Saya rindu ketelatenan pekerjaan rumah Rohmah, seorang mahasiswi asal Madura yang baru saja melepas masa lajang. Saya rindu kehangatan seperti ini. Mungkin suatu saat akan terulang kembali. Bukankah berharap adalah awal dari kepastian? Terus terang saya ingin mengulanginya lagi.

KKN Berakhir

Waktu berlalu begitu cepat. Tidak terasa masa satu bulan pengabdian sudah bertemu senja. Bagiku dari pengalaman yang kudapatkan, KKN ini bukanlah pengabdian. KKN ini adalah penyatuan. Iya, penyatuan antara sesama manusia dengan ladang studi yang berbeda. Kadang saya belajar, warga mengajar. Kadang warga belajar, saya mengajar. Ini bukan masalah formal atau nonformal, ini adalah masalah metode pengajaran. Saya banyak mendapatkan asupan teori, mereka banyak mendapatkan praktikum pasti. Bagiku, pengabdian itu melihat ke bawah dengan berdiri di atas. Tapi penyatuan adalah berdiri sejajar dengan tidak melebihi batas wajar. Penyatuan ide, penyatuan gagasan dan penyatuan tindakan serta penyatuan kehendak bagiku melebihi pengabdian.

Sepenggal Kisah Pengabdian Kami Di Cikasungka | 145 Itulah kenangan KKN-ku yang takkan kulupakan, kenangan yang hanya menyisakan pilu oleh rindu yang menghantam. Ingin saya kembali, tapi apa daya waktu menuntunku pergi. Wassalam.

146 | Menabur BAKTI Menebar KARYA

“Satu ons praktik lebih berharga daripada

Dalam dokumen MENABUR BAKTI MENEBAR KARYA (Halaman 161-170)