• Tidak ada hasil yang ditemukan

dan pengakuan-Nya atas realitas manusia

DALAM PERSPEKTIF PSIKOLOGI HUMANISTIK

A. Makna Manusia Ideal dalam Perspektif Rogers

2. Aktualisasi Diri

Pribadi yang self actualization (teraktualisasikan dirinya) adalah pribadi yang mengalami keutuhan diri, gairah, dan tanpa pamrih secara penuh dengan konsentrasi penuh dan kekhusuan total. Momen seperti ini seseorang merasakan menjadi sosok insan yang utuh dan penuh,240 tidak

lagi dibelenggu oleh kebutuhan-kebutuhan duniawi (basic needs)241 serta

tidak lagi tertekan oleh perasaan cemas, perasaan risau, tidak aman, tidak terlindungi, sendirian, dan tidak dicintai, dan tercerabut dari akarnya, karena telah dibebaskan dari belenggu tersebut demi meraih meta-motivasi (metamotivation), yaitu meraih nilai yang lebih tinggi dan bernilai bagi dirinya yang tidak bisa merosot menjadi nilai yang lebih rendah, yang hanya sekedar berperan sebagai alat (instrumental).242

aman (safety needs) berupa merasa aman (to feel secure) dan terlindung (safe), jauh dari bahaya (out of danger); Tingkat ketiga ialah kebutuhan akan rasa memiliki dan rasa cinta (belongingnees and love needs) berupa berafiliasi dengan orang lain (to affiliate with others), diterima (be accepted), dan memiliki (belong); Tingkat keempat adalah kebutuhan akan penghargaan (esteem needs) berupa berprestasi (to echieve), berkompentensi (competent), dan mendapatkan dukungan (gain approval) dan pengakuan (recognition); Tingkat kelima ialah kebutuhan kognitif (cognative needs) berupa mengetahui (to know), memahami (understand), dan menjelajahi (explore); Tingkat keenam adalah kebutuhan estetik (aesthetic needs) berupa keserasian (symmetry), keteraturan (order), dan keindahan (beauty); Tingkat ketujuh ialah kebutuhan aktualisasi diri (self actualization needs) berupa mendapatkan kepuasan diri (to find self fulfillment) dan menyadari potensinya (realize one’s potential). Atkinson,

Introdaction, Jilid 2, 318. Syamsu Yūsuf dan A. Juntika Nurihsan merupakan dua pakar psikologi dalam negeri yang menganut versi kedua ini. Yūsuf, Teori, 157.

239 Maslow, Motivation, 22.

240 Abraham Harold Maslow, The Farther Reaches of Human Nature (New

York, The Viking Press, 1973), 45. Selanjutnya disebut Maslow, The Farther.

241 Teori hierarki kebutuhan Maslow tersusun dari kebutuhan dasar (basic needs) sampai kebutuhan tertinggi (metamotivation). Atkinson, Introdaction, Jilid 2, 318.

242 Charles WCrapps, An Introduction to Psychology of Religion, Terjemahan

AM. Harjana, Dialog Psikologi dan Agam (Yogyakarta, Kanisius, 1993), 162. Selanjutnya disebut Crapps, Dialog.

Pribadi yang teraktualisasikan dirinya sebagai sosok diri yang telah menggunakan dan memanfaatkan bakat (talent), kapasitas-kapasitas, potensis-potensi diri, dan lain sebagainya. Figur semacam ini telah memenuhi kebutuhan dan melakukan yang terbaik bagi dirinya.243

Aktualisasi diri244 terjadi pada saat manusia telah bergerak naik dari

hierarki kebutuhan ke arah hierarki keberadaan.245 Dengan kata lain

aktualisasi diri (self actualization) merupakan predikat yang dilekatkan kepada orang tertentu, yaitu orang yang superior atau menjadi manusiawi secara penuh. Tidak semua orang berbakat yang produktif berhasil memenuhi gambaran dan memiliki kesehatan psikologis, kematangan, kesehatan mental ataupun aktualisasi diri. Pendifinisian tersebut ditetapkan oleh Maslow setelah melakukan penelitian kepada beberapa tokoh publik dan penting dalam sejarah, seperti Abraham Lincoln, Thomas Jefferson, Albert Einstens, Elleanor Roosevelt, Jane Addams, William Jams, Albert Schweitzer, Aldous Hoxley, Benedict de Spinoza, dan lain-lain.246

Meskipun aktualisasi diri bukan mutlak milik Maslow, tetapi dia menilai bahwa kebutuhan ini merupakan kebutuhan “payung” yang di dalamnya terkandung 17 meta-kebutuhan yang tidak tersusun secara hierarki, melainkan saling mengisi, yaitu 1. Kebenaran, 2. Kebaikan, 3. Keindahan/Kecantikan, 4. Keseluruhan (Kesatuan/Integrasi), 5. Dikhotomi-Transendensi, 6. Berkehidupan (berproses, berubah tetap, tetap pada esensinya), 7. Keunikan, 8. Kesempurnaan (perfection), 9. Keniscayaan, 10. Penyelesaian, 11. Keadilan, 12. Keteraturan, 13. Kesederhanaan, 14. Kekayaan (banyak variasi, majemuk, tidak ada yang tersembunyi, semua sama penting), 15. Tanpa susah payah (santai, tidak

243 Maslow, Motivation, 126.

244 Konsep kebutuhan aktualisasi diri (need forself actualization) sebenarnya

bukan hal yang baru di dunia psikologi dan bukan semata-mata milik Maslow. Tokoh-tokoh lain yang juga muncul dengan konsep serupa antara lain adalah Carl Gustav Jung dengan konsep self archetype, Alfred Adler berupa konsep creative power of the self, Karen Horney dengan konsep self realization, dan Carl Rogers berupa konsep evolution and growth of the self. Jika berbagai kebutuhan tidak terpenuhi oleh seseorang, maka pada dirinya akan terjadi meta-patologi seperti: apatisme, kebosanan, putus asa, tidak punya rasa humor, keterasingan, mementingkan diri sendiri, kehilangan selera, dan sebagainya. Sarwono, Berkenalan, 171, dan Wilcox, Personality, 299.

245 Crapps, Dialog, 163.

tegang), 16. Bermain (fun, recreation, humor), 17. Mencukupi diri sendiri.247

Pencapaian proses diri seseorang diukur pada saat manusia menentukan pilihan (choice). Pada suatu saat dalam tahapan hidupnya manusia dihadapkan pada dua pilihan yang harus dia tentukan: menipu atau jujur, peduli atau acuh, berbuat baik atau buruk. Saat itulah manusia akan ditentukan oleh hasil pilihannya. Ia akan menentukan pilihan maju

(progression choice) atau pilihan mundur (regression choice). Apabila ia

menentukan pilihan mundur, maka berarti ia selangkah menjauhi aktualisasi diri. Manakala dia menentukan pilihan maju, berarti selangkah dia mendekati aktualisasi diri. Dengan demikian, dari sisi ini, dapat dipahami, bahwa

aktualisasi diri adalah wujud perkembangan dan penemuan jati diri serta mekarnya potensi dan kapasitas yang ada pada diri manusia.248 Maslow

menyebutnya dengan ṭe growing tip (pucuk yang tumbuh mekar).249

Orang yang teraktualisasikan dirinya (self actualized) memiliki sifat-sifat dalam banyak hal mirip dengan nilai-nilai serta cita-cita yang diajarkan oleh agama-agama besar, seperti transendensi diri, leburnya kebenaran, kebaikan, dan keindahan, sedekah kepada orang lain, kearifan, kejujuran, kesahajaan, transendensi atas motivasi-motivasi yang bersifat pribadi dan mementingkan diri, mengorbankan hasrat-hasrat “rendah” demi hasrat-hasrat “luhur”, berkurangnya permusuhan, kekejaman, dan sifat-sifat merusak, serta meningkatnya persahabatan, kebaikan hati, dan sebagainya.250

Watak seorang yang teraktualisasikan dirinya terlihat pada ciri-cirinya yang positif, yaitu:

1. Kemampuannya melihat realita hidup secara jernih, melihatnya secara realistis dan objektif, bukan didasarkan kepada kehendaknya sendiri. Kemampuan ini menjadikannya tajam untuk mengenali yang palsu, curang, dan kepribadian yang tidak jujur, artinya mampu menilai orang dengan tepat dan efisien.251 Ia tidak bersikap

emosional, justeru bersikap obyektif terhadap hasil-hasil pengamatannya dan tidak membiarkan harapan-harapan dan

247 Sarwono, Berkenalan, 171.

248 Maslow, The Farther, 45, dan Crapps. Dialog, 163. 249 Goble, The Third Force, 19 dan 24.

250 Goble, The Third Force, 31. 251 Maslow, Motivation, 128.

hasrat pribadi menyesatkan persepsinya.252 Dalam pengertian, bahwa ia hanya melakukan sesuatu yang memang seharusnya dilakukan, tidak dilandasi oleh kepentingan-kepentingan tertentu yang bersifat sesaat.

Kecerdasan yang dimilikinya dapat menilai orang secara tepat dan mendalam hingga dapat membedakan antara kepura-puraan dan tipuan dengan yang nyata dan asli.253 Bahkan lebih dari itu dengan keampuhan persepsinya dapat meramalkan peristiwa-peristiwa yang bakal terjadi secara jitu serta berkemampuan menembus dan melihat realitas-realitas tersembunyi, serba membingungkan secara lebih gesit dan tepat.254 Artinya ia mempersepsi realita secara efisien dan

mampu menghadapi ketidakpastian,255 serta lebih tegas dan

mempunyai pemikiran (notion) yang lebih jernih atau jelas tentang yang benar (right) dan salah (wrong).256

2. Perhatian penuh atau berorientasi pada masalah. Pada umumnya orang yang teraktualisasi dirinya memusatkan perhatiannya pada persoalan-persoalan di luar dirinya, bukan pada egonya.257 Ia

memiliki misi dan tugas kehidupan yang seyogyanya dipenuhi, serta mempunyai persoalan pokok yang bersifat falsafi dan etik di luar dirinya yang menyedot perhatian dan energi, walaupun tugas tersebut tidak disukainya, tetapi dinilai menjadi bagian dari tanggung jawab atau kewajibannya terhadap kehidupan sosial.258 Hal ini lahir dari kemampuannya berkonsentrasi pada tugas yang harus dikerjakannya dengan melupakan kepentingan pribadi.259

Sikap tersebut ditopang sepenuhnya oleh cakrawala dan wawasan berfikir yang luas dengan pandangan hidup dalam suatu kerangka acuan yang menyeluruh dan paradigma jauh ke depan, serta mempunyai arti penting dalam kehidupan sosial dan interpersonal.260

252 Goble, The Third Force, 26. 253 Boeree, Personality, 258. 254 Goble, The Third Force, 26. 255 Atkinson, Introdaction, Jilid 2, 402. 256 Goble, The Third Force, 26. 257 Maslow, Motivation, 133. 258 Maslow, Motivation, 134. 259 Goble, The Third Force, 28. 260 Maslow, Motivation, 134.

3. Orang yang teraktualisasikan dirinya selalu kreatif,261 mengingat kreativitas (creativity) merupakan ciri universal yang dimilikinya.262

Sifat-sifat yang dihubungkan dengan kreativitas adalah fleksibilitas, spontanitas, keberanian, siap berbuat kesalahan, keterbukaan, dan kerendahan hati.263 Kreativitasnya dalam banyak hal mirip dengan

kreativitas anak-anak yang tidak dimanja,264 terutama mereka yang

belum mengenal rasa takut kepada cemoohan orang banyak, mereka mampu melihat berbagai hal dengan jernih, tidak disertai prasangka.265 Motivasinya mewujudkan keberadaan diri

mendorongnya melakukan pilihan maju, B-psikologi (

B-Psychology), yang mengungkapkan kekuatan-kekuatan batin,

memberi keleluasaan untuk pemenuhan diri yang spontan, serta percaya kepada kemampaun dan pemahaman peibadi.266

Sesungguhnya kreativitas (creativity) membutuhkan keberanian, kemampuan bertahan, keteguhan mengabaikan kritikan dan cercaan, serta handal untuk menolak suatu budaya penyeragaman.267 Watak kreatifnya melahirkan keberanian mencoba hal-hal yang baru meski berhadapan dengan sesuatu yang membahayakan, ia tidak bertahan pada cara-cara yang aman.268 Lebih jauh ia berani mengukuhkan

gagasan barunya hingga terkesan sebagai kenekatan, suatu lompatan ke depan sendirian, pemberontakan, dan tantangan. Kendati muncul rasa takut dalam dirinya, tetapi perasaan tersebut diatasinya agar terbuka kemungkinan ke arah penciptaan. Alhasil, sekalipun ia rendah hati dalam arti terbuka terhadap gagasan-gagasan dan cepat mengakui ketidaktahuan atau kesalahannya, namun ia teguh pendirian dengan gagasan barunya kendati gagasannya menuntut pengorbanan popularitasnya.269 Dengan kata lain ia memiliki

261 Atkinson, Introdaction, Jilid 2, 402.

262 Maslow, Motivation, 142. Secara definitif Maslow menyatakan bahwa

kreativitas menjadi ciri universal bagi setiap orang yang teraktualisasikan dirinya. Goble, The Third Force, 27.

263 Goble, The Third Force, 27. 264 Maslow, Motivation, 142 dan 160. 265 Goble, The Third Force, 27. 266 Crapps, Dialog,163. 267 Goble, The Third Force, 28. 268 Atkinson, Introdaction, Jilid 2, 402. 269 Goble, The Third Force, 28.

keberanian melakukan sesuatu yang tidak populer manakala mempunyai pandangan yang tidak sejalan dengan opini publik.270

4. Self actualized memilki sifat relatif spontanitas dalam perilaku, kejiwaan, pikiran, dan kata hatinya. Hal ini ditandai oleh kesederhanaan, dan kewajaran, serta tidak menyukai sikap yang dibuat-buat atau memaksakan kehendak.271 Ia memilih untuk

menjadi diri sendiri ketimbang kasak-kusuk mengikuti orang lain atau memilih hal-hal yang bersifat artifisial.272 Tindakannya

cenderung bersifat spontan dalam pemikiran dan tingkah laku, jujur, menghindari kepura-puraan dalam penampilan,273 lebih ekspresif,

apa adanya, serta polos.274 Namun terbuka dengan adanya

keragaman atau perbedaan individual dan etnis,275 meski

menyangkut hal-hal yang bersifat superfisial, seperti kelas sosial, tingkat pendidikan, agama, latar belakang kebangsaan, dan penampilan,276 bahkan menentang kebudayaan yang tidak sejalan

dengan pandangannya, walaupun tidak bermaksud anti konvensional.277

5. Seorang yang mengaktualisasikan diri tidak mempersoalkan dikotomi antara baik dan buruk, ia senantiasa konsisten untuk memilih dan menyukai nilai-nilai luhur, dan dengan mudah melakukannya.278 Apa yang di masa lalu telah dianggap sebagai

polaritas atau dikotomi bagi orang-orang yang tidak sehat secara psikologis, sementara bagi orang yang mengaktualisasikan diri masalah dikotomi dapat diselesaikan, polaritas dapat disirnakan, dan banyak hal yang berlawanan yang dikira bersifat intrinsik justeru bergabung dan tumbuh menjadi satu dengan lainnya, membentuk kesatuan (unities).279

Upaya menyelesaikan persoalan dikotomi merupakan karakter positifnya, karena ia lebih cenderung berusaha mengatasi

270 Atkinson, Introdaction, Jilid 2, 402. 271 Maslow, Motivation, 132.

272 Boeree, Personality, 259.

273 Atkinson, Introdaction, Jilid 2, 402. 274 Goble, The Third Force, 28. 275 Boeree, Personality, 260. 276 Goble, The Third Force, 32. 277 Atkinson, Introdaction, Jilid 2, 402. 278 Goble, The Third Force, 30. 279 Maslow, Motivation, 149.

dikotomi yang ada ketimbang menerimanya sebagai sesuatu yang tidak terelakkan, terutama antara yang spiritual dan yang fisikal, kepentingan pribadi dan masyarakat, yang maskulin dan feminin, dan sebagainya.280

Pertentangan lama antara perasaan dan pikiran, antara nalar dan naluri, antara kognisi dan konasi baginya sudah tidak terjadi lagi (menghilang), bahkan menjadi lebih sinergi ketimbang antagonistis. Demikian pula dikotomi antara mementingkan diri sendiri dan tidak mementingkan diri sendiri lenyap sama sekali, karena pada dasarnya setiap perbuatan yang dilakukannya adalah memuat kepentingan diri sendiri sekaligus kepentingan orang lain. Tugas tidak dapat dipertentangkan dengan kesenangan, dan pekerjaan dengan permainan mengingat tugas baginya menyenangkan, dan pekerjaan merupakan permainan.281 Dikotomi semacam ini memang selalu

dirasakan hanya oleh orang yang tidak konsisten terhadap diri sendiri, sedangkan bagi yang mencapai aktualisasi diri keadaan tersebut merupakan proses sinergi (process of synergy).282

6. Pribadi yang teraktualisasikan dirinya relatif mandiri terhadap lingkungan fisik dan sosialnya. Karena kuatnya motivasi untuk berkembang dengan sempurna, dan terbebas dari motivasi yang tidak sempurna, Ia tidak tergantung pada dunia luar, orang lain, kebudayaan, atau cara untuk mencapai tujuan, dengan kata lain secara umum, ia tidak tergantung pada pemuasan diri oleh faktor luar (extrinsic satisfaction). Akan tetapi ia tergantung sepenuhnya pada potensi dan sumber daya diri sendiri yang menunjang perkembangan dan kelangsungan pertumbuhannya.283 Meskipun ia

seorang yang individualistis, tetapi ia-pun seorang yang lebih sosial, lebih bersahabat, dan lebih cinta pada sesama. Ia lebih dikendalikan oleh perintah batin dan fitrah sendiri, serta oleh kebutuhan alamiah daripada oleh lingkungan. Karakternya ini menyebabkan ia tidak bersikap mendua (ambivalent) kepada orang lain, tidak cemas, dan tidak bermusuhan kepadanya, serta tidak memerlukan sanjungan dan kasih sayangnya. Dengan kata lain, ia merupakan sosok pribadi yang memiliki kemerdekaan psikologis (psychological freedom).284

280 Boeree, Personality, 261. 281 Maslow, Motivation, 149. 282 Goble, The Third Force, 30. 283 Maslow, Motivation, 135-136. 284 Goble, The Third Force, 31.

Keberadaannya tersebut melahirkan sikap berpegang teguh dengan opini cemerlangnya kendati berbeda dengan ide yang menjadi arus publik.285 Hal ini disebabkan adanya keinginan orang yang sehat

secara psikologis adalah identik dengan apa yang dipandang benar dan masuk akal, sehingga ia tidak banyak membuang-buang waktu dan tenaga untuk melindungi diri dari dirinya sendiri, serta tidak takut terhadap hasratnya sendiri, kehendak hatinya sejalan dengan pertimbangan akal sehat.286

Kondisi psikologis seperti itu menjadikan imbalan, kehormatan, hadiah dan penghargaan, popularitas, prestise, serta kasih sayang dari pihak lain kurang terlalu penting baginya.287 Karakternya yang

bebas menjadikan pandangan-pandangannya jelas mengenai yang benar dan salah, yang didasarkan atas pengalamannya sendiri, bukan pada penerimaan buta atas wahyu agamawi.288

7. Demokratis yang mendalam merupakan watak yang dimiliki oleh orang yang teraktualisasikan dirinya. Ia mampu menjalin tali persahabatan (friendly) dengan orang-orang yang memiliki karakter yang cocok tanpa memandang perbedaan kelas, tingkat pendidikan, keyakinan politik, kebangsaan, atau warna kulit.289 Artinya

persahabatannya melampaui sekat-sekat politik, ekonomi, kepercayaan, dan kebangsaan.290 Lebih dari itu ia tidak merasakan

sama sekali perbedaan tersebut, yang bagi rata-rata orang menilainya begitu wajar dan penting.291

Watak demokratisnya diwujudkan pula dalam rasa segan dan rasa hormat.292 Misalnya ia merasa mungkin belajar dari siapa saja yang

dapat mengajarkan sesuatu kepadanya, tanpa memperhatikan bagaimana sifat orang tersebut. Hubungan belajarnya membuka tabir martabat yang terlihat dari luar, status, prestise, dan yang semacamnya, inilah sifat rendah hati yang dimilikinya.293

285 Maslow, Motivation, 136. 286 Goble, The Third Force, 29. 287 Maslow, Motivation, 136. 288 Goble, The Third Force, 31. 289 Maslow, Motivation, 139. 290 Goble, The Third Force, 32. 291 Maslow, Motivation, 139. 292 Boeree, Personality, 260.

293 Maslow lebih jauh menyatakan bahwa sifat rendah hatinya melahirkan

kesadaran akan sedikitnya pengetahuan yang dipunyainya dibandingkan dengan apa yang dapat diketahuinya dan yang diketahui orang lain. Oleh sebab itu ia tidak perlu

Selain itu dengan watak demokratiknya ia memiliki rasa kekeluargaan (human kinship) kepada orang lain, seperti kepekaan sosial, simpati, dan perikemanusiaan, yang dilengkapi etika yang kuat.294 Ia dalam kehidupan sehari-hari jarang memperlihatkan

kekalutan (chaos), kebingungnan (confusion), tidak konsisten

(inconsistency), atau konflik-konflik (conflict) yang berlaku pada

kebanyakan orang. Individu ini sedemikian etis dan mempunyai standar moral yang pasti serta berbaut benar,295 meskipun etika

tersebut lebih bersifat spiritual, jarang yang bersifat religius dalam pengertian umum.296 Apabila agama dirumuskan dalam arti perilaku

sosial, maka setiap orang yang teraktualisasikan dirinya dengan sifat tersebut sebagai orang yang beragama, termasuk yang ateis. Akan tetapi jika secara lebih konservatif istilah agama digunakan untuk menekankan unsur supranaturnya dan kekolotan agama (kebiasaan-kebiasaan yang lebih umum), maka sedikit sekali darinya yang beragama.297

8. Dalam melakukan hubungan sesama manusia pribadi yang mengaktualisasikan diri (self actualizing) memiliki hubungan persaudaraan yang mendalam,298 tetapi sifat hubungannya lebih

interpersonal ketimbang kebanyakan orang dewasa lainnya.299

Hubungannya dengan pihak lain memang mendalam, tetapi biasanya terbatas dengan sejumlah kecil orang. Lingkaran persahabatan dekatnya biasanya sempit, ia cenderung berhubungan erat dengan mereka yang memiliki kemampuan setaraf, karena ia superior dalam karakter, kapasitas, dan bakat.300

Tidak jarang pribadi yang mengaktualisasikan diri, setidaknya menarik banyak pengagum (admirres), sahabat (friends), murid

berpura-pura bersikap penuh hormat dan rendah hati kepada orang yang dapat mengajarkan sesuatu yang tidak diketahuinya atau kepada orang yang mempunyai keterampilan yang tidak dimilikinya. Maslow, Motivation, 139.

294 Boeree, Personality, 260. 295 Maslow, Motivation, 141. 296 Boeree, Personality, 260. 297 Maslow, Motivation, 139. 298 Goble, The Third Force, 32. 299 Maslow, Motivation, 139.

300 Goble, The Third Force, 32. Maslow menyatakan bahwa orang-orang dari

golongan elite, memilih sahabat-sahabat mereka dari golongan elite pula, tetapi elite ini dilihat dari segi watak, kapasitas, dan bakat, bukan dari aspek keturunan, bangsa, nama, keluarga, umur, kemudaan, ketenaran, atau kekuasaan. Maslow, Motivation, 139.

(disciples), atau pemuja (worshipers), kendati hubungan antar mereka cenderung berat sebelah atau sepihak. Para pengagumnya acapkali banyak melakukan tuntutan melebihi dari yang dapat diberikannya, bahkan sering melampaui batas yang wajar, namun ia baik hati dan menyenangkan kepada mereka, sehingga apabila mencoba menghindar, maka dilakukannya dengan cara yang seluwes mungkin.301

Ia sedemikian toleran terhadap kekurangan-kekurangan orang lain, tetapi ia membenci ketidakjujuran (dishonesty), kebohongan (lying), penipuan (cheating), kekejaman (cruelty), dan kemunafikan

(hypocrisy). Berang menghadapi sesuatu yang nyata-nyata tindak

kejahatan adalah ciri universal baginya.302

Kecenderungan untuk melakukan hubungan interpersonal dan saling memahami ini terwujud ketika seseorang termotivasi oleh

B-Values.303 Hubungan-hubungan yang dikembangkannya bermanfaat

bagi dirinya sendiri dan orang lain, baik berupa hubungan persahabatan (frienship relationship), perkawinan (marriage

relationship), maupun berupa hubungan antara orang tua dengan

anak (parent-child relationship). Hubungan-hubungan tersebut tidak pernah bercorak eksploitatif mengingat ia menaruh penghargaan besar terhadap dirinya dan orang lain.304

Pribadi yang mengaktualisasikan diri selalu berbaik hati, setidaknya bersikap sabar kepada hampir setiap orang. Ia memiliki rasa cinta dan mesra kepada anak-anak dan mudah tersentuh oleh mereka, bahkan ia iba kepada seluruh umat manusia,305 karena rasa cintanya

sebagai suatu keadaan yang dimengerti secara mendalam dan diterima sepenuh hati,306 yang didasarkan pada B-love, cinta

terhadap adanya pihak yang dicintai.307 Hal ini menjadikannya

301 Maslow, Motivation, 140. 302 Goble, The Third Force, 32-33.

303 B-Values (being Values) adalah motif perkembangan manusia yang

mengarah pada nilai-nilai kebaikan, seperti kebenaran, kesempurnaan, keadilan, kesederhanaan, sifat penuh makna, ketertiban, keindahan, dan nilai-nilai positif lainnya, yang juga diistilahkan oleh Maslow sebagai metamotivation. Crapps, Dialog, 162-163.

304 Erinc Fromm (1900-1980) menyatakan bahwa cinta diri atau penghargaan

diri yang sejati adalah selaras, bukannya bertentangan dengan cinta kepada orang lain. Goble, The Third Force, 33.

305 Maslow, Motivation, 140. 306 Goble, The Third Force, 40. 307 Maslow, Motivation, 156.

mempunyai kadar konflik yang rendah dalam dirinya. Ia tidak berperang melawan dirinya sendiri, pribadinya menyatu. Kepercayaan (trush), kebaikan (goodness), dan keindahan (beauty) saling berhubungan sedemikian eratnya, bahkan telah lebur menjadi satu kesatuan dalam dirinya, sehingga ia lebih banyak memiliki energi untuk tujuan-tujuan yang produktif.308

9. Kehidupan bagi pribadi yang mencapai aktualisasi diri diapresiasinya dengan mendalam309 dan dinikmatinya, bukan karena

ia bebas dari segala derita, kesedihan dan kesulitan melainkan disebabkan oleh kemampuannya mengambil manfaat dari hidup dan memnghargai kehidupan.310 Lebih dari itu ia mempunyai kapasitas

yang istimewa, segar, dan tidak dibuat-buat dalam mengapresiasi kepentingan dasar kehidupan dengan rasa kagum, senang, takjub, bahkan dengan kegembiraan yang meluap-luap, kendati membosankan bagi orang lain.311

Baginya kehidupan ini tidak ada yang terasa usang, sehingga ia tidak mudah dihinggapi oleh rasa bosan, putus asa, malu, atau rasa tidak menentu, malah justeru sebaliknya ia peka terhadap keindahan dunia ini, lebih percaya diri, dan merasakannya dengan santai.312 Pola

hidup seperti ini mendatangkan keberkahan, dan terbiasa dengan berkah (blessing) dalam kehidupan merupakan salah satu pembangkit yang baik dan penting untuk mengatasi kejahatan, tragedi, dan penderitaan manusia.313

Orang yang mencapai aktualisasi diri menikmati kehidupan secara menyeluruh dan segala aspeknya dihadapi dengan praktis, sedangkan kebanyakan orang merasakan nikmatnya hidup ini terbatas pada saat mencapai kemenangan, prestasi, atau puncak pengalaman yang tidak menentu.314 Dengan kata lain ia

mengapresiasi dan merasakan nikmat hidup karena kesadarannya

308 Goble, The Third Force, 29. 309 Atkinson, Introdaction, Jilid 2, 402. 310 Goble, The Third Force, 35. 311 Maslow, Motivation, 136. 312 Goble, The Third Force, 35.

313 Hal ini diyakini oleh Maslow. Maslow, Motivation, 137. 314 Goble, The Third Force, 35.

yang kuat akan berkah (blessing) dan selalu berterima kasih (gratitude).315

10. Ketinggian kemampuan seorang yang mencapai aktualisasi diri tidak menjadikannya tinggi hati dan besar kepala, melainkan ia rendah hati

(humility) dan gemar mendengarkan orang lain dengan penuh

kesabaran, serta mengakui dengan tulus bahwa dirinya tidak mengetahui segalanya, dan menilai orang lain mempunyai kemampuan dan kemauan untuk mengajarinya tentang sesuatu.316

Kerendahan hatinya menjadikannya bersikap hormat kepada siapa-pun hingga sulit diperoleh kecenderungannya memberikan rasa hormat dalam porsi tertentu kepada setiap orang hanya karena keberadaannya sebagai individu yang manusiawi.317

Selanjutnya rasa hormatnya melahirkan rasa simpati dan kasih sayang yang mendalam kepada sesama yang berujung kepada terwujudnya perhatian yang sungguh-sungguh akan kesejahteraan umat manusia,318 atau keterikatan dengan kemanusiaan.319 Oleh karena itu ia mempunyai keikhlasan (genuine desire) untuk membantu umat manusia. Seolah-olah mereka adalah anggota dari