• Tidak ada hasil yang ditemukan

5.1.1.1.1.2 Dana Alokasi Umum

DAU merupakan dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan kepada daerah dengan

tujuan pemerataan kemampuan keuangan antardaerah untuk mendanai kebutuhan daerah

dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Sesuai ketentuan UU Nomor 33 Tahun 2004, besaran DAU Nasional ditetapkan sekurang-kurangnya 26 persen dari PDN neto.

Penghitungan alokasi DAU kepada daerah dilakukan dengan menggunakan formula yang terdiri atas alokasi dasar (AD) dan celah fiskal (CF). Alokasi DAU yang dihitung berdasarkan CF merupakan komponen ekualisasi kemampuan keuangan antardaerah, karena CF mencerminkan selisih antara kebutuhan fiskal dengan kapasitas fiskal masing-masing daerah.

Dalam APBN tahun 2016, besaran DAU yang dialokasikan kepada provinsi dan kabupaten/ kota dihitung berdasarkan:

1. alokasi dasar (AD), yang dihitung atas dasar jumlah gaji PNSD, mencakup gaji pokok

ditambah dengan tunjangan keluarga, dan tunjangan jabatan sesuai dengan peraturan

penggajian pegawai negeri sipil serta mempertimbangkan kebijakan terkait penggajian dan kebijakan terkait pengangkatan CPNSD; dan

2. celah fiskal (CF), yaitu selisih antara kebutuhan fiskal dan kapasitas fiskal.

Kebutuhan fiskal daerah merupakan kebutuhan pendanaan daerah untuk melaksanakan fungsi layanan dasar umum. Setiap kebutuhan pendanaan daerah untuk melaksanakan fungsi layanan dasar umum diukur berdasarkan perkalian antara total belanja daerah rata-rata dengan penjumlahan dari perkalian masing-masing bobot variabel dengan Indeks Jumlah Penduduk, Indeks Luas Wilayah, Indeks Kemahalan Konstruksi, Indeks Pembangunan Manusia, dan Indeks Produk Domestik Regional Bruto per Kapita.

• Jumlah penduduk;

Jumlah penduduk merupakan variabel yang mencerminkan kebutuhan akan penyediaan layanan publik di setiap daerah. Indeks jumlah penduduk dihitung dengan rumus:

• Luas wilayah

Luas wilayah merupakan variabel yang mencerminkan kebutuhan atas penyediaan sarana dan prasarana per satuan wilayah. Indeks luas wilayah dihitung dengan rumus:

IKK merupakan cerminan tingkat kesulitan geografis yang dinilai berdasarkan tingkat kemahalan harga prasarana fisik secara relatif antardaerah. Dengan kata lain IKK adalah angka indeks yang menggambarkan perbandingan tingkat kemahalan konstruksi suatu daerah terhadap daerah lainnya. Indeks Kemahalan Konstruksi dihitung dengan rumus:

• Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

IPM merupakan variabel yang mencerminkan tingkat pencapaian kesejahteraan penduduk atas layanan dasar di bidang pendidikan dan kesehatan. IPM dihitung dengan rumus:

• Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

PDRB merupakan cerminan potensi dan aktivitas perekonomian suatu daerah yang dihitung

berdasarkan total seluruh output produk bruto suatu daerah. Indeks PDRB per kapita dihitung

dengan rumus:

Kapasitas fiskal daerah merupakan sumber pendanaan daerah yang berasal dari:

a. pendapatan asli daerah (PAD);

b. DBH Pajak; dan

c. DBH SDA.

Guna memenuhi kebutuhan data dasar untuk perhitungan alokasi DAU, pada tahun 2016 digunakan data sebagai berikut:

1. Gaji PNSD yang didasarkan pada data gaji PNSD tahun 2015 dari Pemerintah Daerah yang

dihimpun oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

2. Formasi PNSD yang didasarkan pada data formasi PNSD 2015 dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB).

3. Jumlah Penduduk yang didasarkan pada data jumlah penduduk tahun 2015 dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).

4. Luas Wilayah yang didasarkan pada data luas wilayah darat tahun 2015 dari Kemendagri, dan data luas wilayah perairan/laut tahun 2015 dari Badan Informasi Geospasial (BIG). 5. IKK yang didasarkan pada data IKK tahun 2015 dari Badan Pusat Statistik (BPS).

6. IPM yang didasarkan pada data IPM tahun 2014 dari BPS.

7. PDRB per kapita yang didasarkan pada data PDRB tahun 2014 dari BPS, dan jumlah penduduk yang didasarkan pada data jumlah penduduk tahun 2014 dari Kemendagri. 8. Total Belanja Daerah Rata-rata (TBR) yang didasarkan pada data TBR tahun 2014 dari

Pemerintah Daerah yang dihimpun oleh Kemenkeu.

9. PAD yang didasarkan pada data PAD tahun 2014 dari Pemerintah Daerah yang dihimpun oleh Kemenkeu.

IPM daerahi

rata-rata IPM secara nasional

IPM daerahi =

IKK daerahi

rata-rata IKK secara nasional

10. DBH Pajak yang didasarkan pada data DBH Pajak tahun 2014 dari Kemenkeu. 11. DBH SDA yang didasarkan pada data DBH SDA tahun 2014 dari Kemenkeu.

Berdasarkan formulasi dan data dasar yang dipergunakan untuk perhitungan DAU, agar DAU dapat lebih efektif untuk meningkatkan kemampuan keuangan daerah, dan sekaligus

mengurangi ketimpangan fiskal antardaerah (horizontal imbalance), kebijakan DAU tahun

2016 diarahkan untuk:

1. Menerapkan formula DAU secara konsisten melalui pembobotan AD, komponen Kebutuhan

Fiskal, dan komponen Kapasitas Fiskal.

2. Menetapkan besaran DAU Nasional sebesar 27,7 persen dari Pendapatan Dalam Negeri (PDN) neto yang ditetapkan dalam APBN, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

3. Meningkatkan pemerataan kemampuan keuangan antardaerah (sebagai equalization grant)

yang ditunjukkan oleh Indeks Williamson yang paling optimal, melalui pembatasan porsi alokasi dasar, dan mengevaluasi bobot variabel kebutuhan fiskal dan kapasitas fiskal, dengan arah mengurangi ketimpangan fiskal antardaerah.

4. Menetapkan besaran DAU yang bersifat final (tidak mengalami perubahan), dalam hal terjadi

perubahan APBN yang menyebabkan PDN Neto bertambah atau berkurang.

Dalam rangka meningkatkan fungsi DAU sebagai equalization grant, dalam formulasi

perhitungan DAU, proporsi CF diupayakan lebih besar dari AD, dengan membatasi proporsi AD terhadap pagu DAU. Makin kecil peran AD dalam formula DAU, maka makin besar peran formula berdasarkan CF, sehingga DAU memiliki peran besar dalam mengoreksi ketimpangan fiskal antardaerah. Adanya penguatan peran CF dalam formula DAU, dapat menghasilkan tingkat pemerataan yang lebih baik dengan penggunaan tolok ukur kesenjangan fiskal. Adapun proporsi

dan bobot untuk perhitungan DAU 2016 adalah sebagaimana disajikan dalam Tabel II.5.3.

Dengan memerhatikan arah kebijakan DAU tersebut, dan target pendapatan dalam negeri dalam APBN tahun 2016 sebesar Rp1.820.514,1 miliar, dikurangi dengan rencana penerimaan negara yang dibagihasilkan kepada daerah sebesar Rp429.319,7 miliar, maka besaran PDN neto dalam APBN tahun 2016 adalah Rp1.391.194,4 miliar. Penerimaan negara yang dibagihasilkan sebagai pengurang dalam perhitungan PDN neto tersebut terdiri dari penerimaan PPh Pasal 21 dan PPh Pasal 25/29 WP sebesar Rp146.200,3 miliar, penerimaan PBB sebesar Rp19.408,0 miliar, penerimaan Cukai Hasil Tembakau sebesar Rp139.817,8 miliar, penerimaan SDA Migas

PROVINSI KAB./KOT A

ALOKASI DASAR 30-40% 40-49%

CELAH FISKAL: 60-7 0% 51 -60%

KEBUTUHAN FISKAL

-INDEKS JUMLAH PENDUDUK 29-30% 29-30% -INDEKS LUAS WILAYAH 1 2-1 6% 1 2-1 5% -INDEKS IKK 26-28% 27 -29% -INDEKS INVERS IPM 1 5-1 9% 1 5-1 9% -INDEKS PDRB 1 0-1 3% 1 0-1 3% KAPASITAS FISKAL

-PAD 7 0-1 00% 60-1 00% -DBH PAJAK 7 0-1 00% 60-1 00% -DBH SDA 7 0-1 00% 60-1 00% Sumber: Kementerian Keuangan

BOBOT VARIABEL PENGHIT UNGAN DAU T AHUN 2016

BOBOT VARIABEL

sebesar Rp78.617,4 miliar, penerimaan SDA Pertambangan Mineral dan Batubara sebesar Rp40.820,2 miliar, penerimaan SDA Kehutanan sebesar Rp3.030,3 miliar, penerimaan SDA Perikanan sebesar Rp693,0 miliar, dan penerimaan SDA Panas Bumi sebesar Rp732,8 miliar. Berdasarkan besaran PDN neto tersebut, maka dalam APBN tahun 2016, pagu DAU nasional dialokasikan sebesar 27,7 persen dari PDN neto, atau mencapai Rp385.360,8 miliar. Jumlah tersebut, secara nominal lebih tinggi Rp32.473,0 miliar jika dibandingkan dengan pagu DAU dalam APBNP tahun 2015 sebesar Rp352.887,8 miliar. Dari pagu DAU dalam APBN tahun 2016 tersebut, yang dibagikan untuk provinsi sebesar Rp38.536,1 miliar (10 persen dari total DAU nasional), dan yang dibagikan untuk kabupaten/kota sebesar Rp346.824,8 miliar (90 persen dari total DAU nasional).

5.1.1.1.2 Dana Transfer Khusus

Dana Transfer Khusus merupakan dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kegiatan tertentu yang menjadi urusan daerah, baik

kegiatan yang bersifat fisik maupun nonfisik. Dana Transfer Khusus lebih bersifat specific grant

yang penggunaannya diarahkan untuk mendanai kegiatan tertentu yang menjadi kebutuhan daerah dan prioritas nasional, dan/atau yang merupakan amanat dari peraturan perundang-undangan. Untuk itu, Dana Transfer Khusus yang terdiri atas Dana Alokasi Khusus Fisik dan Dana Alokasi Khusus Nonfisik dalam APBN tahun 2016 dialokasikan sebesar Rp208.931,3 miliar. Pada tahun 2016, kebijakan Dana Transfer Khusus diarahkan untuk:

1. Mendukung implementasi Nawa Cita, khususnya cita ketiga: membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka NKRI, cita kelima: meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia, cita keenam: meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional, dan cita ketujuh: kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor domestik.

2. Mendukung percepatan pembangunan infrastruktur publik daerah.

3. Mendukung pemenuhan anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari belanja negara dan anggaran kesehatan sebesar 5 persen dari belanja negara, dengan tetap menjaga lingkungan hidup dan kehutanan.

4. Mengakomodasi usulan kebutuhan dan prioritas daerah dalam mendukung pencapaian

prioritas nasional (proposal based).

5. Memperkuat kebijakan afirmasi untuk mempercepat pembangunan daerah tertinggal, perbatasan, dan kepulauan.

6. Mempercepat pengalihan anggaran belanja K/L, terutama anggaran dekonsentrasi dan tugas pembantuan, yang mendanai urusan yang sudah menjadi kewenangan daerah ke DAK. 7. Merealokasi dana transfer lainnya, yaitu dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), dana

Tunjangan Profesi Guru (TPG) Guru PNSD, dana Tambahan Penghasilan Guru PNSD (Tamsil), dan dana Proyek Pembangunan Daerah dan Desentralisasi (P2D2) ke Dana Alokasi Khusus Nonfisik.