• Tidak ada hasil yang ditemukan

direklasifikasi dari fungsi pelayanan umum menjadi fungsi kesehatan

PROYEKSI TAHUN 2016

Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) utamanya Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2014 diselenggarakan oleh Badan Pengelola Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan sebagaimana amanat Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS. Tujuan utama program JKN adalah memberikan jaminan agar setiap peserta dan/atau anggota keluarganya memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi

kebutuhan dasar kesehatan yang mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif,

termasuk obat dan bahan medis yang selanjutnya dapat meningkatkan kualitas hidup agar menjadi lebih produktif.

Kepesertaan dalam program JKN dikelompokkan ke dalam segmentasi Penerima Bantuan Iuran(PBI) yang meliputi fakir miskin dan orang tidak mampu serta Bukan PBI yang meliputi

Pekerja Penerima Upah (PPU), Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP).PPUmeliputi PNS, TNI, POLRI, Pejabat Negara, Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri (PPNPN) dan pegawai badan usaha swasta/BUMN/BUMD. PBPU meliputi pekerja diluar hubungan kerja atau peserta mandiri. BP meliputi investor, pemberi kerja, penerima pensiun, veteran dan perintis kemerdekaan. Sampai dengan 31 Desember 2014, jumlah peserta program JKN telah

universal health coverage sesuai road map SJSN Kesehatan. Perkembangan peserta program JKN tersaji dalam tabel berikut.

Sumber utama pendanaan penyelenggaraan program JKN berasal dari iuran (kontribusi premi) peserta, yakni PBI yang dibayar oleh Pemerintah, PPU baik pekerja pemerintah maupun swasta ditanggung bersama oleh pemberi kerja dan pekerja, sedangkan PBPU dan BP dibayar seluruhnya

oleh peserta yang bersangkutan, kecuali untuk penerima pensiun PNS, TNI, POLRI, Pejabat Negara ditanggung bersama oleh Pemerintah dan penerima pensiun serta peserta iuran veteran ditanggung oleh Pemerintah. Akumulasi dana iuran peserta program JKN (Dana Jaminan Sosial/DJS Kesehatan)

tersebut sebagian besar dimanfaatkan untuk mendanai pelayanan kesehatan yang telah digunakan oleh pesertanya. Sampai dengan tahun 2014, realisasi pendapatan baik dari iuran maupun hasil

investasi lebih kecil dari biaya pelayanan kesehatan sehingga terdapat defisit. Kondisi ini diperkirakan juga akan terjadi pada tahun 2015. Hal ini terutama disebabkan oleh banyaknya peserta PBPU yang

mendaftarkan diri sudah dalam keadaan sakit, sehingga rasio klaim kelompok peserta ini cenderung lebih tinggi dari kelompok lainnya. Rasio klaim peserta program JKN disajikan dalam tabel berikut.

Akumulasi dana iuran JKN sebagian besar digunakan untuk mendanai manfaat jaminan kesehatan. JKN mengadopsi managed care sehingga manfaat yang berupa pelayanan kesehatan diberikan

oleh fasilitas kesehatan (Faskes) yang menjalin kerjasama dengan BPJS Kesehatan. Sebagai kompensasinya, Faskes menerima pembayaran dari BPJS Kesehatan yang dilakukan dengan Kapitasi (Faskes Primer) dan INA-CBGs (Faskes Lanjutan). Akumulasi dana iuran juga dimanfaatkan

untuk mendanai biaya operasional BPJS (terdiri atas biaya personel dan biaya nonpersonel) serta pembentukan cadangan.

Dalam penyelenggaraan program JKN terdapat beberapa tantangan, antara lain:

1. Tingginya pemanfaatan pelayanan kesehatan (rasio klaim) peserta PBPU/Pekerja Mandiri dan

tidak diimbangi dengan tingkat kepatuhan pembayaran iuran (kolektibilitas).

2. Masih rendahnya partisipasi langsung dari Pekerja Penerima Upah (PPU) sektor swasta dan

masyarakat umum yang sehat untuk ikut mendaftar dalam program JKN.

s.d 31 Des 2014 Proy eksi 2015 T arget 2016 1 PBI-APBN 86,4 88,2 92,4 2 PBI-APBD 8,8 11,5 19,2 3 PPU-Pemerintah 14,2 15,1 15,8 4 PPU-Badan Usaha 10,1 39,7 59,9 5 PBPU 9,1 14,6 22,9 6 BP 4,9 5,2 6,6 133,4 174,4 216,8 Sumber : BPJS Kesehatan KEPESERTAAN PROGRAM JKN, 2014-2016

No. Segm en Peserta

Jum lah Peserta (Juta Jiwa)

Total

Uraian PBPU Non-PBPU Total

1. Jumlah peserta (jiwa) 9.052.859 124.370.794 133.423.653 2. Iuran Peserta (Miliar Rp) 1.885,4 38.834,4 40.719,9 3. Biaya Pelkes (Miliar Rp) 11.640,3 31.018,4 42.658,7

Rasio klaim (%) 617,4% 79,9% 104,8%

Sumber : BPJS Kesehatan

3. Jumlah dan penyebaran fasilitas kesehatan belum merata serta jumlah dan kualitas SDM

bidang kesehatan perlu ditingkatkan untuk mengimbangi pertumbuhan permintaan pelayanan kesehatan.

Untuk menjawab tantangan dan kendala di atas sekaligus menjaga keberlanjutan penyelenggaraan

program JKN dan likuiditas DJS Kesehatan, Pemerintah dan BPJS Kesehatan bersama-sama telah

melakukan langkah-langkah perbaikan. Untuk itu, Pemerintah menempuh beberapa kebijakan antara lain:

1. Meningkatkan kuantitas dan kualitas fasilitas kesehatan baik fasilitas kesehatan tingkat pertama/ FKTP (a.l Puskesmas) maupun fasilitas kesehatan tingkat lanjutan/FKTL (a.l ruang rawat inap

kelas III dan tempat tidur Rumah Sakit).

2. Memperkuat dan meningkatkan peran Puskesmas dan FKTP sebagai gate keeper untuk

memastikan sistem rujukan berjenjang berjalan dengan optimal.

3. Meningkatkan jumlah, penyebaran, dan kompetensi SDM Kesehatan (a.l Dokter, Perawat) dan

obat-obatan/bahan medis agar dapat menjangkau seluruh wilayah.

4. Memberikan Penyertaan Modal Negara (PMN) kepada BPJS Kesehatan pada tahun 2014 sebesar

Rp500 miliar (sebagai modal awal) dan dalam APBNP tahun 2015 sebesar Rp5.000 miliar

untuk memperkuat likuiditas BPJS Kesehatan (termasuk cadangan pembiayaan DJS Kesehatan

sebesar Rp1.540,0 miliar).

5. Melakukan penyesuaian besaran iuran peserta program JKN secara berkelanjutan. Di mana

dalam APBN Tahun 2016 direncanakan dilakukan penyesuaian iuran peserta PBI menjadi sebesar Rp23.000/popb dengan sasaran 92,4 juta jiwa.

Selanjutnya, BPJS Kesehatan bersama Pemerintah telah melakukan tindakan khusus antara lain: (1) Pengendalian biaya Jaminan Kesehatan baik dari aspek regulasi maupun

operasional; (2) Pemberian kontribusi surplus BPJS Kesehatan tahun 2014 kepada DJS

Kesehatan; (3) Penurunan dana operasional; (4) Pemberian dana talangan BPJS Kesehatan

ke DJS Kesehatan; (5) Peningkatan rekrutmen peserta dari masyarakat yang sehat. Di sisi lain, diharapkan tingkat kesadaran dan pemahaman masyarakat atas pentingnya program JKN

yang dibangun berdasarkan azas kemanusiaan, manfaat, keadilan sosial, dan prinsip asuransi sosial dapat meningkat sehingga pada akhirnya universal health coverage program JKN dapat dicapai. Program JKN sebagai program pemeliharaan kesehatan yang akan mencakup seluruh rakyat Indonesia perlu terus dijaga keberlanjutannya. Untuk mencapai harapan tersebut, BPJS Kesehatan harus menerapkan praktek-praktek pengelolaan yang baik, antara lain dengan terus memperkuat

fungsi pelayanan di FKTP, menerapkan sistem layanan berjenjang secara tertib dan optimal, meningkatkan jumlah RS swasta yang bekerja sama, serta melakukan evaluasi menyeluruh atas pelaksanaan layanan kesehatan. Di samping itu, dari aspek keuangan perlu diterapkan praktikum

pengelolaan keuangan yang cermat dan hati-hati yang didukung dengan sistem pemantauan yang handal. Sementara itu, Pemerintah akan terus berupaya untuk mencukupi ketersediaan dan peningkatan mutu dan kualitas fasilitas kesehatan dan tenaga medis secara merata di seluruh wilayah

Indonesia, serta meningkatkan akurasi data peserta PBI. Selain itu, kegiatan promotif, preventif,

dan edukatif tetap terus ditingkatkan terutama terkait dengan pola hidup sehat.

4.1.2 Anggaran Belanja Pemerintah Pusat Menurut Organisasi

Dalam pengelolaan keuangan negara setidaknya terdapat tiga pihak yang memiliki peran vital,

yaitu Menteri Keuangan selaku Chief Financial Officer (CFO) atau Bendahara Umum Negara

Nasional /Kepala Bappenas selaku Chief Planning Officer (CPO) yang bertugas merencanakan arah pembangunan dan mendesain kebijakannya, serta Menteri/Pimpinan lembaga selaku

Chief Operational Officer (COO) yang bertugas membantu Presiden dalam menjalankan program dan kegiatan untuk mencapai tujuan bernegara. COO pada dasarnya melaksanakan tugas sesuai dengan rencana pembangunan yang telah disusun bersama dengan CPO dengan alokasi anggaran sebagaimana telah dibahas dengan CFO.

Sejalan dengan fungsi tersebut, anggaran belanja pemerintah pusat sebagai bagian dari belanja negara secara umum dikelompokkan dalam dua bagian: (1) anggaran yang dialokasikan melalui

bagian anggaran (BA) K/L dengan menteri/pimpinan lembaga selaku Pengguna Anggaran; dan (2) anggaran yang dialokasikan melalui BA BUN yang dialokasikan melalui Menteri Keuangan

selaku Bendahara Umum Negara.

Berdasarkan struktur K/L yang berlaku pada tahun 2016, jumlah BA K/L adalah 87 bagian

anggaran yang terdiri dari 34 kementerian dan 53 lembaga. Sementara itu, BA BUN terkait belanja pemerintah pusat terdiri atas: (1) BA BUN Pengelolaan Utang Pemerintah (BA 999.01);

(2) BA BUN Pengelolaan Hibah (BA 999.02); (3) BA BUN Pengelolaan Belanja Subsidi (BA 999.07); (4) BA BUN Pengelolaan Belanja Lainnya (BA 999.08); (5) BA BUN Pengelolaan

Transaksi Khusus (BA 999.99).

Dari anggaran belanja pemerintah pusat dalam APBN Tahun 2016 sebesar Rp1.325.551,4 miliar, anggaran yang dialokasikan melalui K/L mencapai 59,2 persen atau Rp784.125,7 miliar.

Sementara 40,8 persen atau Rp541.425,7 miliar dialokasikan melalui BA BUN (belanja

non-K/L) sebagaimana disajikan dalam Tabel II.4.2.

Penjelasan lebih lanjut atas rencana anggaran belanja K/L dan rencana anggaran belanja BUN

akan diuraikan sebagai berikut.

4.1.2.1 Bagian Anggaran Kementerian Negara/Lembaga

Berdasarkan arah kebijakan dan sasaran-sasaran strategis yang akan dicapai pada tahun 2016 dan keberlanjutan upaya yang telah dimulai tahun 2015 serta mempertimbangkan masalah dan tantangan yang akan dihadapi, Pemerintah telah menyusun Rencana Kerja Pemerintah (RKP)

Tahun 2016, dengan tema: “Mempercepat Pembangunan Infrastruktur untuk Memperkuat Fondasi Pembangunan yang Berkualitas”.

Sebagai penjabaran dari tema RKP di atas, diidentifikasi sektor-sektor prioritas yang tertuang

dalam tiga dimensi pembangunan dan kondisi perlu sebagai berikut.

2015 2016

APBNP APBN

I. 795.480,4 784.125,7 -1,4%

II. 524.068,6 541.425,7 3,3%

1.319.549,0 1.325.551,4 0,5%

Sumber: Kementerian Keuangan

Jumlah Uraian

Belanja K/L

TABEL II.4.2

BELANJA PEMERINTAH PUSAT, 2015-2016 (Miliar Rupiah)

Selisih thd APBNP 2015

(%) Belanja Non K/L

RKP tahun 2016 merupakan penjabaran tahun kedua dari Rencana Pembangunan Jangka

Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 yang merupakan keberlanjutan upaya yang telah

dimulai tahun 2015. Untuk mendukung pencapaian target-target dalam RKP tahun 2016

dan penyelenggaraan pemerintahan, kebijakan penyusunan rencana anggaran belanja K/L

ditetapkan sebagai berikut:

1. Mempertahankan tingkat kesejahteraan aparatur pemerintah dengan memerhatikan tingkat inflasi untuk memacu produktivitas dan peningkatan pelayanan publik;

2. Melanjutkan kebijakan efisiensi pada belanja barang operasional (termasuk moratorium

pembangunan gedung pemerintah, pengendalian perjalanan dinas, konsinyering, dan kebijakan sewa/leasing kendaraan dinas operasional);

3. Mendukung pelaksanaan program pembangunan seperti infrastruktur konektivitas,

kedaulatan pangan, energi, kemaritiman, dan pariwisata;

4. Peningkatan kualitas pelayanan pada Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), baik dari sisi demand maupun supply;

5. Peningkatan kualitas pendidikan yang difokuskan pada perbaikan sarana dan prasarana pendidikan serta kemudahan akses pendidikan;

6. Peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui program bantuan sosial yang lebih tepat

sasaran, termasuk perluasan cakupan penerima bantuan tunai bersyarat menjadi 6 juta KSM. Sejalan dengan upaya peningkatan kualitas belanja negara, kebijakan belanja K/L dalam

tahun 2016 akan diarahkan untuk mendukung upaya tersebut melalui: (1) Perbaikan kualitas perencanaan untuk mempertajam kualitas belanja; (2) Perbaikan kualitas manajemen dan administrasi perencanaan, penganggaran dan pelaksanaan anggaran, termasuk melalui

penyempurnaan KPJM dan penataan arsitektur dan informasi kinerja (ADIK).

Besaran anggaran belanja K/L dalam APBN Tahun 2016 telah menampung kebutuhan untuk

biaya operasional antara lain belanja pegawai yang meliputi pembayaran gaji dan tunjangan (termasuk gaji dan tunjangan bulan ketigabelas), serta menampung anggaran yang sifatnya

3 DIMENSI PEMBANGUNAN

DIMENSI PEMBANGUNAN MANUSIA

DIMENSI PEMBANGUNAN SEKTOR UNGGULAN

DIMENSI PEMERATAAN & KEWILAYAHAN KONDISI PERLU Kepastian dan Penegakan Hukum Keamanan dan Ketertiban Politik & Demokrasi

Tata Kelola & RB Pendidikan Kesehatan Perumahan Antarkelompok Pendapatan Antarwilayah: (1) Desa, (2) Wilayah Pinggiran, (3) Luar Jawa, (4) Kawasan Timur Kedaulatan Pangan

Kedaulatan Energi & Ketenagalistrikan

Kemaritiman Pariwisata dan Industri

Mental / Karakter

BAGAN II.4.1

STRATEGI PEMBANGUNAN NASIONAL

mandatory seperti pendanaan program SJSN dan anggaran pendidikan. Selain itu, dalam APBN Tahun 2016, Pemerintah mengalokasikan anggaran kesehatan sebesar 5 persen dari belanja negara (sebagai komitmen pemerintah untuk melaksanakan amanat Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan) yang sebagian dilakukan melalui penambahan

alokasi belanja K/L di bidang kesehatan. Dalam upaya mengoptimalkan dan menyelaraskan pelaksanaan desentralisasi fiskal, besaran belanja K/L tersebut juga telah memperhitungkan pengalihan sebagian belanja K/L (termasuk sebagian dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan)

ke alokasi transfer ke daerah.

Selanjutnya, dalam menyusun belanja K/L tahun 2016, Pemerintah tetap memerhatikan

prinsip-prinsip akuntabilitas dan good corporate governance melalui tahapan proses penganggaran

yang memerhatikan evaluasi pelaksanaan anggaran tahun-tahun sebelumnya, kebutuhan

penyelenggaraan pemerintahan dan prioritas pembangunan sebagaimana telah digariskan dalam RKP tahun 2016, serta melibatkan pihak-pihak yang terkait dengan proses perencanaan dan

penganggaran. Dengan demikian diharapkan anggaran yang direncanakan sudah memenuhi prinsip efisien, efektif, dan akuntabel.

Sejalan dengan upaya untuk mendukung tercapainya sasaran-sasaran pokok RKP tahun 2016,

serta memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan, anggaran belanja K/L tahun 2016

sebesar Rp784.125,7 miliar. Jumlah tersebut lebih rendah Rp11.354,7 miliar atau 1,4 persen bila dibandingkan dengan APBNP Tahun 2015 sebesar Rp795.480,4 miliar. Alokasi belanja tersebut menurut sumber dana disajikan sebagaimana Tabel II.4.3.

Selanjutnya, rencana anggaran beserta sasaran yang akan dicapai akan dielaborasi lebih lanjut ke dalam empat kelompok besar bidang, yaitu Bidang Perekonomian, Bidang Pembangunan

Manusia dan Kebudayaan, Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, serta Bidang Kemaritiman.

Secara persentase, komposisi belanja untuk empat kelompok bidang tersebut terhadap total

belanja K/L tahun 2016 dapat dilihat pada Grafik II.4.1.

No. Sumber Dana APBN TA 2016

1 Rupiah Murni 678.465,8

2 Pagu Penggunaan PNBP 23.118,4

3 Pagu Penggunaan BLU 33.740,5 4 Pinjaman Luar Negeri 29.942,9 5 Hibah Luar Negeri 1.470,9 6 Pinjaman Dalam Negeri 3.710,0

7 SBSN 13.677,2

784.125,7

Sumber : Kementerian Keuangan

TABEL II.4.3

BELANJA KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA