• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pertumbuhan Ekonomi Menurut Lapangan Usaha

ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO APBN TAHUN 2016 DAN PROYEKSI JANGKA MENENGAH PERIODE

2.2 Asumsi Dasar Ekonomi Makro APBN Tahun 2016 .1 Pertumbuhan Ekonomi.1 Pertumbuhan Ekonomi

2.2.1.2 Pertumbuhan Ekonomi Menurut Lapangan Usaha

Dari sisi lapangan usaha, secara umum, kinerja semua sektor diperkirakan mengalami pertumbuhan yang positif di tahun 2016, seiring dengan membaiknya prospek ekonomi global yang diperkirakan meningkatkan permintaan atas produk dari Indonesia. Pembangunan infrastruktur dan perbaikan iklim investasi yang berkelanjutan juga masih menjadi pendorong dari kinerja sektoral. Selain itu, beberapa bauran kebijakan juga telah dipersiapkan guna meningkatkan kinerja pertumbuhan dari seluruh sektor usaha.

Laju pertumbuhan ekonomi dalam tahun 2016 diperkirakan ditopang terutama oleh sektor industri pengolahan, pertanian, perdagangan, dan konstruksi yang mencakup sekitar 57 persen dari total pembentukan PDB. Sektor industri pengolahan yang berkontribusi sekitar 21 persen

dari total pembentukan PDB, diperkirakan tumbuh sekitar 5,4 persen, yang didukung oleh meningkatnya permintaan pasar baik global maupun domestik seiring dengan membaiknya kinerja perekonomian dunia. Selain itu, kebijakan peningkatan belanja infrastruktur Pemerintah juga diharapkan berdampak positif pada kinerja sektor industri pengolahan pada tahun 2016. Mengingat sektor industri pengolahan merupakan sektor yang cukup strategis terkait penciptaan nilai tambah yang tinggi serta penyerapan tenaga kerja formal yang lebih besar, maka Pemerintah terus berupaya untuk mendorong peningkatan kinerja sektor ini. Upaya-upaya tersebut di antaranya: (1) pengembangan perwilayahan industri; (2) peningkatan populasi industri; dan (3) peningkatan daya saing dan produktivitas.

Pengembangan perwilayahan industri dilakukan dalam rangka pemerataan pembangunan dengan fokus pembangunan kawasan industri di luar Pulau Jawa dengan berbagai skema pendanaan antara swasta dan Pemerintah. Untuk itu, Pemerintah melakukan koordinasi dengan pemangku kepentingan dalam pembangunan infrastruktur utama, infrastruktur pendukung bagi tumbuhnya industri, dan sarana pendukung kualitas kehidupan bagi pekerja. Selanjutnya, dalam rangka meningkatkan jumlah usaha industri dilakukan melalui investasi baik dalam bentuk investasi domestik maupun investasi asing yang diarahkan pada industri pengolahan bernilai tambah tinggi, industri penghasil kebutuhan pasar domestik dan menyerap banyak tenaga kerja, industri penghasil bahan baku yang terintegrasi dengan jaringan produksi global, serta pembinaan industri kecil dan menengah agar terintegrasi dengan rantai nilai industri pemegang merek. Peningkatan daya saing dan produktivitas industri juga terus diupayakan melalui revitalisasi permesinan industri, pembinaan klaster industri, peningkatan penguasaan teknologi dan pengembangan produk baru oleh industri domestik, peningkatan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia (SDM), serta fasilitas perjanjian dan kerjasama internasional. Sementara itu, sektor pertanian yang menyumbang sekitar 13,7 persen, diperkirakan tumbuh 4,1 persen dalam tahun 2016. Dalam rangka mendukung pengembangan sektor pertanian dan seiring dengan upaya mencapai sasaran kedaulatan pangan, beberapa kebijakan yang ditempuh antara lain melalui perluasan areal tanam, optimasi dan rehabilitasi lahan kritis, penciptaan sarana dan prasarana irigasi melalui pembangunan waduk dan jaringan irigasi, pengelolaan sistem penyediaan dan pengawasan alat mesin pertanian, dan pemberian fasilitas pupuk bersubsidi. Pada tahun 2016, Pemerintah akan terus menambah pembangunan waduk baru. Selanjutnya, sektor perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor yang memiliki kontribusi sebesar 13 persen, dalam tahun 2016 diperkirakan mampu tumbuh 3,4 persen yang didorong oleh aktivitas perdagangan yang semakin meningkat, baik ekspor dan impor maupun perdagangan antarwilayah. Beberapa faktor yang diharapkan dapat mendorong meningkatnya aktivitas perdagangan tersebut antara lain terkait perbaikan sistem logistik rantai pasok nasional (prasarana jalan, pelabuhan, dan pergudangan), penurunan dwelling time,

peningkatan efisiensi dan efektivitas sistem distribusi bahan pokok, pengembangan iklim usaha

perdagangan yang lebih kondusif, dan peningkatan perlindungan konsumen.

Sektor lain yang diharapkan menyumbang cukup signifikan pada kinerja pertumbuhan ekonomi pada tahun 2016 adalah sektor konstruksi. Dalam tahun 2016, sektor konstruksi diperkirakan tumbuh sekitar 8,2 persen, terutama didorong oleh keberlanjutan percepatan pembangunan infrastruktur, yang telah dimulai sejak tahun 2015. Beberapa proyek percepatan pembangunan infrastruktur yang diharapkan dapat mendorong kinerja sektor konstruksi antara lain pembangunan konstruksi pembangkit tenaga listrik 35 GW selama lima tahun (target 4,2

GW pada tahun 2016), program pembangunan sejuta rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), serta pembangunan dan rehabilitasi waduk dan saluran irigasi.

Sementara itu, upaya peningkatan kegiatan perekonomian nasional masih dihadapkan pada terbatasnya kinerja sektor pertambangan. Dalam beberapa kuartal terakhir, sektor pertambangan mengalami pertumbuhan yang negatif akibat terbatasnya investasi baru di bidang pertambangan, serta perkembangan harga komoditas pertambangan di pasar internasional yang cenderung turun. Dalam tahun 2016, sektor pertambangan diharapkan tumbuh sebesar 0,3 persen, sejalan dengan mulai meningkatnya investasi pengolah hasil tambang (smelter).

Selanjutnya, sektor informasi dan komunikasi yang selama ini mampu tumbuh di atas 10 persen, diperkirakan akan tumbuh 9,9 persen yang didorong oleh meningkatnya kegiatan layanan data berbasis elektronik yang didukung oleh semakin banyaknya pengguna layanan seluler, broadband, layanan data, internet, dan televisi berbayar. Kebijakan pada sektor ini diarahkan pada percepatan penyediaan akses komunikasi dan informatika terutama di wilayah perbatasan negara, tertinggal, terpencil, dan terluar untuk menutup kesenjangan antarwilayah, penyediaan akses internet di wilayah nonkomersial, serta pengembangan infrastruktur internet berkecepatan tinggi (pita lebar) untuk meningkatkan daya saing.

Selain sektor-sektor unggulan tersebut di atas, beberapa sektor lain yang diharapkan dapat tumbuh stabil dan mendukung perekonomian nasional di tahun 2016 adalah sektor transportasi dan pergudangan, sektor penyediaan akomodasi dan makan minum, dan sektor jasa keuangan dan asuransi. Outlook pertumbuhan ekonomi berdasarkan penggunaan dan sektor lapangan usaha dapat dilihat pada Tabel II.2.2.

2016*

Pertumbuhan Ekonomi 5,5

Sisi Pengeluaran

Konsumsi Rumah Tangga 5,1

Konsumsi LNPRT 3,0

Konsumsi Pemerintah 5,7

PMTB 7,3

Ekspor Barang dan Jasa 2,5

Impor Barang dan Jasa 2,2

Sektor Lapangan Usaha

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 4,2

Pertambangan dan Penggalian 0,2

Industri Pengolahan 5,7

Pengadaan Listrik dan Gas 5,6

Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Daur Ulang 5,0

Konstruksi 7,0

Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 4,8

Transportasi dan Pergudangan 8,0

Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 6,0

Informasi dan Komunikasi 10,1

Jasa Keuangan dan Asuransi 5,0

Real Estate 5,3

Jasa Perusahaan 9,0

Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 2,4

Jasa Pendidikan 7,2

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 8,0

Jasa Lainnya 6,5

* Per k ir a a n

TABEL II.2.2

OUTLOOK PERTUMBUHAN PDB PENGELUARAN DAN LAPANGAN USAHA 2016 (persen, Y oY )

2.2.2 Inflasi

Kondisi ekonomi global yang diperkirakan masih menghadapi beberapa risiko menjadi salah

satu penyebab inflasi yang berasal dari faktor eksternal. Sementara itu, harga komoditas energi di pasar global diperkirakan belum akan mengalami kenaikan signifikan dibandingkan dengan tahun 2015. Faktor lain yang memengaruhi laju inflasi adalah pergerakan nilai tukar

rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. Dinamika rupiah masih akan dipengaruhi oleh faktor fundamentalnya dan kondisi stabilitas sektor keuangan global dan regional. Dengan stabilitas sektor keuangan global yang diperkirakan menuju ke titik normal pada tahun 2016, maka capital inflowemerging market akan berkurang seiring dengan membaiknya kinerja perekonomian negara-negara maju. Sementara itu, faktor eksternal dari sisi penawaran berasal dari konstelasi geopolitik global yaitu eskalasi ketegangan politik negara-negara produsen energi yang berdampak kekhawatiran pasar akan kecukupan pasokan energi. Dengan demikian, faktor imported inflation diperkirakan berperan moderat pada pergerakan laju inflasi tahun 2016. Di samping itu, pada tahun 2016 juga terdapat potensi faktor internal inflasi yang berasal dari

administered price, faktor musiman, dan iklim yang diperkirakan mendominasi pergerakan

inflasi. Kebijakan terkait harga komoditas diatur Pemerintah yang dimaksud adalah reformasi

subsidi energi antara lain tarif tenaga listrik (TTL) dan LPG, guna mengarahkan penggunaan

subsidi agar lebih efisien dan tepat sasaran. Demikian pula faktor musiman seperti panen

raya, Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) dan tahun ajaran baru sekolah, serta kondisi iklim seperti El Nino yang berpotensi memundurkan waktu tanam bahkan gagal panen karena kekeringan.

Dalam rangka pencapaian sasaran inflasi sekaligus pertumbuhan ekonomi yang inklusif, maka

diperlukan bauran kebijakan yang tetap kondusif bagi pengembangan sektor riil. Oleh karena itu, selain melalui kebijakan suku bunga dan stabilisasi nilai tukar sesuai fundamentalnya, Pemerintah juga akan berupaya untuk meminimalisasi gejolak harga komoditas bahan pangan dan energi di pasar domestik dari sisi produksi, distribusi, dan konsumsi. Upaya dari sisi produksi pada dasarnya sejalan dengan langkah-langkah Pemerintah dalam mendukung pencapaian kedaulatan pangan.

Sementara itu, upaya yang dilakukan Pemerintah dari sisi distribusi antara lain penataan jalur distribusi dan sistem logistik nasional, pembangunan pasar tradisional, pemantauan dan pengendalian harga pangan melalui operasi pasar serta penetapan dan penyimpanan bahan pokok dan barang strategis, pengendalian impor pangan melalui penegakan regulasi, serta program dukungan lain terkait dengan implementasi program pembangunan konektivitas nasional dan logistik distribusi. Adapun dari sisi konsumsi, upaya yang akan dilakukan Pemerintah antara lain percepatan penganekaragaman konsumsi pangan, penguatan pengawasan keamanan pangan, pengembangan kawasan mandiri pangan, serta promosi, advokasi, dan kampanye untuk

konsumsi ikan. Kemudian, untuk mengoptimalkan upaya pengendalian inflasi oleh Pemerintah

dalam ketiga jenis aktivitas ekonomi tersebut, maka Pemerintah juga melakukan antisipasi gangguan ketahanan pangan antara lain pengembangan asuransi pertanian, pengembangan benih yang adaptif terhadap perubahan iklim, pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT) dan penyakit hewan, serta penyaluran bantuan pangan pada saat terjadi bencana alam.

Peran Pemerintah dalam pengendalian inflasi juga tampak melalui komitmen untuk tetap

menyediakan alokasi anggaran dan dana cadangan dalam rangka menjaga ketahanan pangan dan stabilisasi harga. Tujuan jangka panjang alokasi anggaran tersebut adalah meningkatkan

produksi dan ketersediaan pasokan bahan pangan untuk mencapai ketahanan dan kedaulatan pangan nasional. Sementara tujuan jangka pendek pengalokasian dana cadangan adalah untuk mengantisipasi gejolak yang ditimbulkan oleh kelangkaan pasokan bahan pangan sebagai akibat bencana alam, gangguan distribusi baik akibat cuaca maupun aktivitas pasar, serta mendukung operasi pasar dan penyediaan beras untuk rakyat miskin.

Pemerintah terus melakukan evaluasi dan analisis untuk memilah dan memilih kebijakan

dengan pertimbangan dampak inflasi, efek psikologis dan tingkat kesejahteraan masyarakat (terutama masyarakat miskin), serta tekanan pada perekonomian demi keberlanjutan fiskal

dan pembangunan ke depan. Pemerintah menyadari bahwa faktor-faktor kepastian besaran (magnitude), waktu pelaksanaan (timing), kejelasan aturan hukum yang melandasi kebijakan, serta sosialisasi dan dukungan legislatif terhadap pelaksanaan kebijakan tersebut memiliki

dampak signifikan dalam meredam tekanan ekspektasi inflasi masyarakat. Oleh karena itu, koordinasi kebijakan fiskal, moneter dan sektor riil akan terus ditingkatkan seiring dengan semakin meningkatnya kesadaran Pemerintah daerah dalam upaya pengendalian inflasi.

Sementara dalam kaitannya dengan ekspektasi

inflasi, Pemerintah menyadari perlunya perbaikan

upaya-upaya sosialisasi kebijakan untuk lebih memberikan kepastian kepada masyarakat dan dunia usaha. Dengan memerhatikan faktor-faktor

yang memengaruhi inflasi tersebut dan kebijakan fiskal, moneter, dan sektor riil dalam pengendalian

inflasi, laju inflasi tahun 2016 diperkirakan mencapai 4,7 persen atau berada pada kisaran rentang sasaran inflasi yang telah ditetapkan

sebesar 4,0 ± 1,0 persen. Perkembangan laju inflasi

disajikan dalam Grafik II.2.6.