• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERSEN ANGGARAN KESEHATAN

direklasifikasi dari fungsi pelayanan umum menjadi fungsi kesehatan

PEMENUHAN 5 PERSEN ANGGARAN KESEHATAN

Pada tahun 2009, Pemerintah bersama-sama DPR menerbitkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun

2009 tentang Kesehatan. Salah satu poin penting yang diatur dalam UU kesehatan tersebut adalah pemenuhan alokasi anggaran kesehatan sebesar 5 persen untuk pusat dan 10 persen untuk daerah

dari total anggaran APBN/APBD Provinsi/Kabupaten/Kota setiap tahunnya di luar gaji pegawai

sebagaimana ketentuan Pasal 171 ayat (1) dan ayat (2).

Dalam APBN, metode perhitungan anggaran kesehatan mengikuti perhitungan anggaran pendidikan, dengan pendekatan tematik. Dengan pendekatan tematik tersebut, anggaran kesehatan selain memerhitungkan alokasi dalam Belanja Pemerintah Pusat (Belanja K/L dan Non K/L) juga memperhitungkan alokasi dari Transfer ke Daerah dan Dana Desa maupun pengeluaran Pembiayaan,

sebagai berikut:

1. Belanja K/L

a. K/L yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang kesehatan, maka seluruh alokasi/pagunya dihitung sebagai anggaran kesehatan. K/L tersebut meliputi Kementerian Kesehatan, BKKBN, dan BPOM.

b. K/L Lainnya, yang alokasi/pagunya sebagian dipergunakan untuk program/kegiatan terkait

kesehatan seperti memiliki rumah sakit/menyediakan pelayanan kesehatan.

2. Belanja Non K/L

Belanja non K/L yang terkait dengan kesehatan, yaitu anggaran untuk iuran jaminan kesehatan nasional PNS/TNI/Polri, veteran, penerima pensiun, serta jaminan kesehatan pejabat negara

pada pos belanja pegawai (jaminan pelayanan kesehatan) dan cadangan bidang kesehatan untuk program JKN pada pos belanja lain-lain.

3. Transfer ke Daerah dan Dana Desa

Anggaran Kesehatan yang bersumber dari Transfer ke Daerah dan Dana Desa adalah DAK Bidang Kesehatan, DAK Bidang Keluarga Berencana, serta sebagian dari Dana Otonomi Khusus Papua (sesuai dengan ketentuan dari UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua, Pasal 36 ayat 2), yang diperhitungkan 15 persen dari Dana Otsus Provinsi Papua

dan Papua Barat. 4. Pembiayaan

Negara (PMN) yang terkait dengan bidang kesehatan. Dalam tahun 2015, terdapat PMN kepada BPJS Kesehatan untuk program Dana Jamsos Kesehatan, yang diperhitungkan sebagai anggaran

kesehatan.

Dalam penggunaan, metode perhitungan tersebut sebenarnya masih terdapat potensi beberapa

komponen yang terkait dengan anggaran kesehatan yang belum diperhitungkan sebagai anggaran kesehatan. Beberapa komponen tersebut, antara lain alokasi anggaran untuk air minum, sanitasi, dan persampahan.

Dalam APBN Tahun 2016, dengan tekad dan komitmen untuk melaksanakan amanat UU Nomor

36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, maka untuk pertama kalinya Pemerintah memenuhi anggaran

kesehatan hingga mencapai sebesar 5 persen dari belanja Negara. Hal ini tercermin dari alokasi

anggaran kesehatan dalam APBN Tahun 2016 yang mencapai Rp104,8 triliun meningkat cukup

signifikan (Rp30,0 triliun) dari alokasi dalam APBNP tahun 2015. Perkembangan alokasi anggaran

kesehatan dalam tahun 2015-2016 disajikan dalam tabel berikut ini.

Pemenuhan anggaran kesehatan sebesar 5 persen dari APBN, dengan didukung program yang lebih efektif dan luas, untuk mencapai: (a) meningkatnya status kesehatan dan gizi ibu dan anak; (b) meningkatnya pengendalian penyakit; (c) meningkatnya akses dan mutu pelayanan kesehatan dasar dan rujukan terutama di daerah terpencil, tertinggal dan perbatasan; (d) meningkatnya cakupan pelayanan

kesehatan universal melalui Kartu

Indonesia Sehat (KIS) serta kualitas dan keberlanjutan pengeloaan SJSN Kesehatan (dari sisi demand dan supply), termasuk perbaikan kebijakan dan regulasinya;

serta (e) terpenuhinya kebutuhan tenaga

kesehatan, obat dan vaksin secara merata.

Pemenuhan alokasi anggaran kesehatan sebesar 5 persen dari belanja negara tersebut

mengurangi ruang gerak fiskal Pemerintah

dalam mendukung pelaksanaan berbagai program prioritas pembangunan yang

lain. Hal ini mengingat anggaran belanja

negara masih didominasi oleh belanja-belanja yang sifatnya wajib atau mengikat, seperti belanja pegawai, belanja barang operasional, kewajiban pembayaran bunga utang, dan juga alokasi yang diwajibkan peraturan perundang-undangan (anggaran pendidikan, transfer ke daerah, dan dana desa). Untuk itu diperlukan pengelolaan

fiskal yang lebih hati-hati. Adapun sasaran

dari anggaran kesehatan dalam tahun 2016 antara lain adalah sebagaimana tercermin pada tabel berikut ini.

2015 2016

APBNP APBN I. Anggaran Kesehatan melalui Belanja Pemerintah Pusat 63,5 82,7

A. Anggaran Kesehatan pada Kementerian Negara/Lembaga 56,7 70,4 1. Kementerian Kesehatan 51,3 63,5 2. Badan POM 1,2 1,6

3. BKKBN 3,3 3,9

4. Kementerian Negara/Lembaga lainnya 0,9 1,5 B. Anggaran Kesehatan pada Non K/L 6,8 12,2 1. Jaminan Pelayanan Kesehatan 5,4 5,4 2. Cadangan Program Jaminan Kesehatan Nasional 1,4 6,8 II. Anggaran Kesehatan melalui Transfer ke Daerah dan Dana Desa 7,8 22,1 A. DAK Kesehatan dan Keluarga Berencana 6,8 20,9 B. Perkiraan Anggaran Kesehatan dari Dana Otsus Papua 1,1 1,2 III. Anggaran Kesehatan melalui Pengeluaran Pembiayaan 3,5

-3,5 -Total Anggaran Kesehatan 74,8 104,8 Total Belanja Negara 1.984,1 2.095,7 Rasio Anggaran Kesehatan thd Belanja Negara (%) 3,8 5,0 Sumber : Kementerian Keuangan

ANGGARAN KESEHATAN, 2015 - 2016 (triliun rupiah)

Komponen

Penyertaan Modal Negara kepada BPJS Kesehatan

Uraian Target

1 meningkatkan persentase persalinan di

fasilitas pelayanan kesehatan 77 persen 2 meningkatkan persentase anak usia 0-11

bulan yang mendapat imunisasi dasar lengkap

91,5 persen 3 menurunkan prevalensi kekurangan gizi

(underweight) pada anak balita 18,3 persen

4 jumlah kecamatan yang memiliki minimal satu puskesmas yang tersertifikasi akreditasi

700 Kecamatan 5 jumlah puskesmas yang minimal memiliki

5 jenis tenaga kesehatan 2.000 Puskesmas 6 jumlah penduduk miskin dan tidak mampu

yang terdaftar sebagai peserta PBI melalui JKN/Kartu Indonesia Sehat (KIS)

92,4 juta jiwa 7 persentase obat yang memenuhi syarat 92,5 persen

No

Fungsi Pariwisata dan Ekonomi Kreatif

Dalam APBN Tahun 2016, alokasi anggaran untuk fungsi pariwisata dan ekonomi kreatif

sebesar Rp7.432,7 miliar. Jumlah tersebut menunjukkan peningkatan sebesar 97,4 persen jika dibandingkan dengan alokasinya pada APBNP tahun 2015 sebesar Rp3.765,5 miliar.

Arah kebijakan dan langkah-langkah yang ditempuh Pemerintah dalam rangka melaksanakan fungsi pariwisata dan ekonomi kreatif pada tahun 2016 antara lain: (1) penguatan sinergitas dan keterpaduan pemasaran dan promosi lokasi destinasi pariwisata; (2) peningkatan kualitas destinasi pariwisata (termasuk destinasi pariwisata baru); (3) peningkatan dan pengembangan industri pariwisata; (4) penguatan sumber daya dan teknologi ekonomi kreatif; (5) penguatan industri kreatif; (6) peningkatan akses pembiayaan bagi industri kreatif; (7) peningkatan apresiasi dan akses pasar di dalam dan luar negeri bagi industri kreatif. Arah kebijakan tersebut diharapkan dapat mengoptimalkan pembangunan sektor pariwisata guna memberikan multiplier effect yang signifikan terhadap perkembangan perekonomian.

Sasaran pembangunan yang ingin dicapai dari fungsi pariwisata dan ekonomi kreatif pada tahun

2016, diantaranya yaitu: (1) tercapainya devisa di sektor pariwisata sebesar Rp172,8 triliun; (2) tercapainya kontribusi bidang pariwisata terhadap PDB sebesar 5 persen; (3) tercapainya

jumlah kunjungan wisatawan mancanegara sebesar 12 juta orang dan wisatawan Nusantara sebanyak 260 juta kunjungan; (4) penambahan tenaga kerja dari sektor ekonomi kreatif dan menciptakan pertumbuhan orang kreatif menjadi start-up usaha baru.

Fungsi Agama

Alokasi anggaran pada fungsi agama dalam APBN Tahun 2016 sebesar Rp9.785,1 miliar, menunjukkan peningkatan sebesar 41,4 persen apabila dibandingkan dengan alokasinya dalam APBNP tahun 2015 sebesar Rp6.920,5 miliar.

Selanjutnya, arah kebijakan dan langkah-langkah yang akan ditempuh Pemerintah dalam rangka melaksanakan fungsi agama pada tahun 2016 antara lain: (1) meningkatkan pemahaman, penghayatan, pengamalan, dan pengembangan nilai-nilai keagamaan; (2) meningkatkan kerukunan umat beragama; (3) meningkatkan pelayanan kehidupan beragama; (4) meningkatkan kualitas penyelenggaraan ibadah haji; (5) meningkatkan tata kelola pembangunan bidang agama. Sasaran yang ingin dicapai pada tahun 2016 melalui alokasi anggaran fungsi agama diantaranya yaitu: (1) meningkatnya kualitas pemahaman dan pengamalan ajaran agama, kualitas pelayanan kehidupan beragama, serta harmoni sosial dan kerukunan hidup umat beragama;

(2) kualitas penyelenggaraan ibadah haji dan umrah yang transparan, efisien, dan akuntabel

yang ditunjukkan dengan meningkatnya indeks kepuasan jemaah haji sebesar 84,0 persen pada tahun 2016.

Fungsi Pendidikan

Dimensi pembangunan manusia yang salah satu prioritasnya adalah sektor pendidikan dengan

melaksanakan Program Indonesia Pintar merupakan penjabaran dari cita kelima dan cita

kedelapan dari Nawa Cita (Agenda Pembangunan Nasional-RPJMN 2015-2019). Pemerintah

dalam APBN Tahun 2016 mengalokasikan anggaran fungsi pendidikan sebesar Rp150.090,0

miliar atau 11,3 persen dari total belanja pemerintah pusat yang digunakan untuk mendukung pelaksanaan Program Indonesia Pintar tersebut.

Alokasi anggaran fungsi pendidikan tersebut digunakan Pemerintah untuk menempuh kebijakan yang diarahkan pada: (1) melaksanakan dan meningkatkan kualitas wajib belajar dua belas tahun

yang merata; (2) meningkatkan akses, kualitas, relevansi, dan daya saing pendidikan tinggi;

(3) meningkatkan profesionalisme dan pembenahan distribusi guru dan tenaga kependidikan serta jaminan hidup dan fasilitas pengembangan keilmuan dan karir bagi guru di daerah

khusus; (4) meningkatkan akses dan kualitas pendidikan anak usia dini (PAUD) dan pendidikan

masyarakat; (5) memantapkan pelaksanaan sistem pendidikan nasional; (6) meningkatkan

efisiensi dan efektivitas manajemen pelayanan pendidikan; (7) meningkatkan akses dan kualitas

pelayanan pendidikan (baik pendidikan umum maupun pendidikan agama) untuk mengurangi kesenjangan taraf pendidikan antarwilayah, antarjenis kelamin, dan antarkelompok sosial-ekonomi; dan (8) memperluas dan meningkatkan pemerataan pendidikan menengah yang berkualitas.

Sasaran yang ingin dicapai pada tahun 2016 melalui alokasi anggaran pada fungsi pendidikan yaitu meningkatnya taraf pendidikan penduduk, yang ditunjukkan dengan: (1) meningkatnya angka partisipasi pendidikan yang ditunjukkan oleh meningkatnya:

(a) angka partisipasi PAUD; (b) angka partisipasi kasar (APK) SD/MI dari 110,77 pada tahun 2015 menjadi 111,14 persen pada tahun 2016; (c) APK SMP/MTs dari 102,80 pada tahun 2015 menjadi 104,47 persen pada tahun 2016; (d) APK SMA/MA/SMK/Sederajat dari 82,42 pada

tahun 2015 menjadi 85,51 persen pada tahun 2016; (e) APK Pendidikan Tinggi dari 29,84 pada tahun 2015 menjadi 31,31 persen pada tahun 2016; (2) meningkatnya rata-rata lama sekolah penduduk usia diatas 15 tahun menjadi 8,5 tahun; (3) meningkatnya rata-rata angka melek aksara penduduk usia di atas 15 tahun; (4) meningkatnya Prodi Pendidikan Tinggi minimal terakreditasi B menjadi 58,8 persen; (5) meningkatnya persentase sekolah yang berakreditasi

minimal B masing-masing menjadi: (a) SD/MI menjadi 76,5 persen; (b) SMP/MTs menjadi 71,8 persen; (c) SMA/MA menjadi 79,1 persen; (6) meningkatnya persentase kompetensi keahlian SMK berakreditasi minimal B menjadi 56,6 persen; (7) menurunnya kesenjangan partisipasi

pendidikan antarkelompok masyarakat antara lain ditunjukkan dengan tercapainya rasio APK

antara 20 persen penduduk termiskin dan 20 persen penduduk terkaya pada jenjang SMP/ MTs dan SMA/SMK/MA masing-masing menjadi 0,87 dan 0,58; (8) meningkatnya jaminan

hidup dan fasilitas pengembangan ilmu pengetahuan dan karir bagi guru yang ditugaskan di daerah khusus.

BOKS II.4.4