• Tidak ada hasil yang ditemukan

lingkungan VI Kelurahan Pasar

DI PROVINSI SUMATERA UTARA

VI.1. Analisis Fluktuasi Perkembangan Kerukuan di Sumatera Utara

Perkembangan gambaran data kerukunan di Sumatera Utara yang dikutip peneliti dari berbagai instansi, baik pemerintah maupun non pemerintah, dari regional maupun nasional menunjukkan fakta bahwa kondisi kerukunan di Sumatera Utara yang berlangsung selama ini telah mengalami fluktuasi, data setara Institude sejak 2008 hingga 2013 menunjukkan fluktuasi yang signifikan, tingkat tertinggi yang artinya dalam kondisi tidak rukun terjadi pada tahun 2011 yakni sebanyak 24 peristiwa, tetapi bisa turun drastis menjadi 3 peristiwa di tahun 2012. Demikian juga dengan laporan setara institude, begitu tingginya kasus intoleransi di Sumatera Utara bahkan sampai menembus 85 kasus di tahun 2013. Sedangkan surveri kerukunan nasional sejak 2007 hingga 2015 ini, tercatat baru sekali dilakukan survei nasional yakni di tahun 2013, hasil survei tersebut mengatakan bahwa kondisi kerukunan di Sumatera Utara “cukup Harmonis”

153 Tentang Fluktuasi kerukunan versi Setara Institude, Mengapa fluktuasi tersebut mengalami kondisi yang significant? Tidak ada faktor tunggal untuk menjawab pertanyaan ini, tetapi dimungkin, berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa informan selama penelitian, setidaknya hal ini diupayakan para tokoh agama semampunya untuk melokalisir permasalahan sehingga tidak berdampak luas.

Sumber : diolah Sabam Manurung, 2015

Data Aliansi Sumut Bersatu (ASB) empat tahun terahir mencatat terjadi fluktuasi yang tinggi akan intoleransi di Sumatera Utara, dapat juga dilihat dalam publikasi ASB bahwa di tahun 2011 terjadi 63 peristiwa intoleransi di Sumatera Utara. Hal ini diangap mampu memberi warning kepada instansi kepala daerah baik tingkat kabupaten/kota dan provinsi di serta semua elemen masyarakat, pemangku moral, majelis-majelias agama, dan pemuka adat yang tersebar di Sumatera Utara untuk bertindak menangani intoleransi di Sumatera Utara.

0 5 10 15 20 25 tahun 2008 2009 2010 2011 2012 2013 0 13 8 15 24 3 15

Sebaran Laporan KBB Setara Institude di Provinsi Sumatera Utara 2008 Hingga 2013

154 Sumber : diolah Sabam Manurung, 2015

Dari data tercantum diatas baik dari Setara Institude dan ASB peneliti menganggap bahwa Sumatera Utara berada pada rawan intoleransi, hal ini setidaknya didasari dari dinamika sosial, banyaknya suku, agama, etnik dan berbagai isu sara yang berkembang di masyarakat sehingga Sumatera Utara punya potensi besar akan terjadinya intoleransi di Sumatera Utara. Untuk itu selain diperlukannya kedewasaan untuk mampu menahan diri, dan saling memahami diatara masyarakat Sumatera Utara dalam bermasyarakat yang notabene berbeda agama, sangat diperlukan peran pemerintah untuk bertindak terhadap berbagai masalah keagamaan yang belum selesai, serta diperlukan peran strategis para tokoh agama yang notabene lebih dekat ke umatnya, agar menyebarkan pengajaran yang positif, tidak membenci saudara yang berbeda agama, melainkan malah menghargai dan terbuka terhadap masyarakat yang berbeda agama. selain itu tokoh adat dan tokoh masyarakat agagnya dapat diandalkan dalam upaya menjalankan aturan berdasarkan adat-istiadat yang mengajarkan kesetaraan dan kebersamaan diatara masyarakat yang berbeda iman tetapi satu kesatuan dalam adat. 0 50 100 Tahun 2011 2012 2013 2014 63 63 85 55

Jumlah Intoleransi Sumut pulikasi ASB 2015

155 Selajutnya pada tahun 2013 dilakukan Survei kerukunan nasional oleh badan litbang dan diklat Puslitbang Kehidupan Keagaman kementrian agama republik Indonesia tahun 2013. Selengkapnya pada gambar berikut

Sumber Balitbang. Keagamaan Kemenag. RI 2013

Dari gambar sebaran indeks kerukunan diatas, Provinsi Sumatera Utara berada pada jenjang skor/nilai indeks 3,7. Berdasarkan indeks kerukunan yang telah ditetapkan sebelumnya, Sumatera Utara berada pada kondisi “kondusif bagi terciptanya kerukunan hubungan antar umat beragama”, dan berdasarkan sebutan nilai indeks Sumatera Utara berada pada kondisi “Cukup Harmonis”.

Analisis peneliti memaparkan bahwa ada tiga pendekatan yang dapat menggambarkan kondisi fluktuasi indeks kerukunan umat beragama di provinsi Sumatera Utara dalam tujuh tahun terahir, baik dari setara institude ASB dan

156 Survei kerukunan nasional. dari analisis yang dilakukan didapati perbedaan pendekatan latar belakang dan metode penelitian dalam melakukan penelitian, peninjauan atau proses publikasi. Pertama dari segi latar belakang bahwa baik ASB dan Setara Institute bergerak dari adanya masalah, adanya pristiwa atau tepatnya adanya kasus pelanggaran, selanjutnya kasus tersebut didata, direduksi dan dipublikasikan, sedangkan survei kerukunan nasional oleh balitbang RI tidak bergerak dari kasus pelanggaran tetapi melakukan survei langsung ke masyarakat hingga ke kecamatan, dengan tolak ukur kuesioner yang disebar ke masyarakat yang belum tentu di daerah kecamatan yang dipilih tersebut adalah daerah yang penyumbang konflik agama. kedua metode penelitian yang dilakukan juga berbeda, dari setara Institude dan ASB meneliti menggunakan metode penelitian kualitatif, sedangkan proses survei kerukunan yang dilakukan balitbang keagamaan RI menggunakan metode penelitian kuantitatif, tetulah hasil metode penelitian kualitatif akan mengalami perbedaan dengan hasil penelitian metode kuantitatif. Tetapi kendatipun demikian peneliti tidak menyalahkan data-data yang telah dipublikasikan oleh lembaga tersebut, tetapi peneliti menerima dan menganggap data tersebut merupakan valid dan berlaku adanya.

“Rentan”

Berdasarkan beberapa pertimbangan gambaran dari data fluktuasi yang ada, peneliti menilai bahwa kondisi kerukunan di Provinsi Sumatera Utara saat ini berada pada kondisi “rentan”, dengan dasar pemikiran, yakni karena Sumatera Utara ini rentan akan konflik dan rawan intoleransi, karena dinamika sosial kemasyarakatan dan jumlah penduduk yang sangat besar di provinsi ini dimungkinkan besarnya ancaman konflik dan diskriminasi atau masalah yang

157 membawa-bawa agama yang serta-merta bisa saja mencuat, atau bisa saja timbul dari konflik-konflik yang selama ini dilokalisir tetapi bisa saja tiba-tiba meledak ke publik, dan masih tingginya kasus penolakan, pembongkaran, dan masalah lainnya mengenai rumah ibadah di Provinsi ini, tetapi di lain kesempatan juga masyarakat Sumatera Utara sudah makin dewasa dalam menanggapi isu dan Provokasi, mereka tidak mudah disulut dan diadu domba oleh pribadi maupun kelompok yang melakukan provokasi dan malah masyarakat sudah sadar bahwa tidak ada seorangpun yang diuntungkan selain provokator itu sendiri, alasan ini didapat berkaca dari konflik dan demonstrsi yang terjadi di gedung DPRD di tahun 2009 yang membuat ketua DPRD Sumut meninggal dunia. Alasan lain adalah masih dijunjung tingginya budaya adat dan istiadat oleh masyarakat yang tersebar di Sumatera Utara, serta upaya para tokoh agama dalam membina umatnya masing-masing agar tetap mejaga kerukunan, serta juga peran tokoh lintas agama yang tergabung dalam FKUB, baik Provinsi dan kabupaten kota. Hal inilah yang menjadi “pengimbang”. Tetapi kendatipun kondisi kerukunan di Sumatera Utara dihiasi dengan faktor pendukung dan penghambat, tetap saja kondisi ktidakrukunan di Sumatera Utara ini berada pada kondisi “rentan” karena kondisi yang ada memastikan bahwa Sumatera Utara punya potensi besar akan terjadinya ketidakrukunan.

VI.2. Analisis Kinerja Forum Kerukunan Umat Beragama Provinsi