• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

5 ETNOBIOLOGI KEKUAK DI KEPULAUAN BANGKA-BELITUNG

2) Analisis substrat

Menurut nelayan setempat, kekuak cuma biasa ditemukan hidup di dasar perairan yang berpasir putih (bukan yang berlumpur). Sebagai bukti penguatnya adalah bahwa mereka sering menemukan potongan tubuhnya dalam perut ikan-ikan pasir seperti kerisi (Nemipterus nematophorus) yang terkena pancingan, saat dibelah untuk dijadikan umpan. Sebagai konfirmasi, setelah dilakukan analisis substrat contoh tanah dasar perairan pantai pasir putih dari beberapa lokasi tangkapnya di kawasan Pebuar dan Nangkabesar, serta substrat isi perut kekuak dari Pebuar sebagai pembanding (data hasil analisis tercantum pada Lampiran 3), hasilnya menunjukkan bahwa substrat tanah pasir putih lokasi-lokasi tangkap biota ini rata-rata bertekstur sedang (Gambar 12).

Abisopelagik Atas litoral Bentik Pelagik Air pasang Litoral (intertidal) Neritik Batial Oseanik Hadal Abisal

Air surut Epipelagik

Mesopelagik Fotik Afotik Basopelagik Dalam Luar Bawah litoral 2 m 100 m 200 m 1.000 m 4.000 m

0 10 20 30 40 50 60 70 80 Pbr1 Pbr2 Pbr3 Pbr4 Pnb1 Pnb2 IPK stasiun/lokasi sampling n il ai p ro sen ta se t e kst u r L D PSH PH PS PK PKS

Gambar 12 Tekstur tanah (substrat) beberapa lokasi tangkap kekuak di Bangka

Pbr Pebuar, Pnb Nangkabesar, IPK isi perut kekuak, L liat (<2μ); D debu (2-50μ); PSH pasir sangat halus (50-100μ); PH pasir halus (100-200μ); PS pasir sedang (200-500μ); PK pasir kasar (500-1.000μ); PKS pasir kasar sekali (1.000-2.000μ)

Menurut Romimohtarto dan Juwana (2001) pada mintakat lumpur (substrat dominan liat dan debu) partikel-partikel lumpur bisa menembus dan menyumbat sistem pernapasan hewan-hewan di situ, termasuk kekuak. Selain itu kandungan oksigen pada mintakat lumpur juga rendah karena partikel-partikelnya padat, tidak meninggalkan rongga-rongga untuk oksigen sehingga tidak ada pertukarannya dengan udara. Diduga cuma jenis-jenis anggota Sipuncula tertentu lainnya saja yang masih biasa hidup atau bisa beradaptasi di situ.

Ukuran tekstur substrat habitat-habitat kekuak pun turut menentukan keberadaan dan kondisi populasinya, walau sama-sama pasir tapi jika teksturnya terlalu halus selain kekuak akan sulit melubang dan bernapas, juga menyulitkan penangkap menggalinya karena padat dan keras. Diduga hal itu pula yang membuatnya kurang subur (kecil dan kurus), seperti terjadi pada Beting/Gusong Sagu’, yang tekstur substratnya halus mirip tepung sagu kanji.

Satuan-satuan marinsekap yang biasa jadi penghalang (penghambat) kegiatan penangkapan dan peralihannya dengan pantai pasir putih, yang masih mungkin didiami kekuak meskipun sedikit, tapi secara teknis sulit ditangkapi karena komposisi tanahnya tidak cuma pasir putih adalah cadangan minor populasi kekuak. Artinya secara alamiah kelestarian populasi kekuak di situ masih terselamatkan dari pengaruh eksploitasi, karena kemampuan teknis penangkapan terbatas. Jadi, peralihan pasir putih dengan terumbu karang, mangrove dan tanah

berbatu kerikil adalah benteng terakhir konservasi jika terjadi tangkap-lebih di habitat utama (lokasi tangkap), begitupun lokasi seperti Beting Sagu’ tadi.

Dengan demikian, habitat utama kekuak (lokasi-lokasi tangkap) yang keberadaan populasinya dieksploitasi sebenarnya adalah cadangan utama populasi kekuak, jangan sampai terjadi tangkap-lebih. Jadi, keterbatasan teknis manusia dalam membuat, memakai dan mengoperasikan jenis alat tangkap, ikut menentukan keadaan habitat utama ini tersisakan sebagai cadangan populasi kekuak. Tidak cuma itu, pembatasan secara teknis juga ikut menentukan kelestarian populasi kekuak di habitat sekaligus lokasi tangkap. Kasus pemali

ngesik bisa menjadi salah satu mekanisme pembatasan teknis tadi secara tradisional (adat), meskipun masih perlu dikaji-lanjut. Tentunya, kondisi ekosistem habitatnya pun harus aman dari kerusakan akibat tambang timah.

5.3.2 Analisis etnozoologi kekuak

Pengetahuan masyarakat setempat tentang biota kekuak yang dikaji disini merupakan pengetahuan lokal terkait pemahaman/pengalaman tentang hewan ini dalam kehidupan (kegiatan) sehari-hari di lingkungan masing-masing, baik sebagai nelayan/penangkap, pengumpul/pedagang, maupun pembeli/konsumen.

5.3.2.1 Pengetahuan zoologis lokal 1) Tanda keberadaan biota

Satu-satunya tanda keberadaan kekuak di habitatnya menurut masyarakat setempat adalah adanya bentuk lubang sarang yang khas di atas permukaan tanah (dasar perairan), nelayan menyebut lubang sarang itu dengan luka’ (lokak), tapi para penangkap menyebutnya dengan mate (mata). Karena itu di kalangan warga nelayan Pebuar ada teka-teki orang tua untuk anaknya tentang kekuak, bunyinya: “Benatang apèla, cucok di matè kèna’ di jubor? (hewan apakah matanya ditusuk kenanya di dubur?). Saat itu masih dipahami jika lubang ditusuk yang kena duburnya, tapi secara ilmiah adalah kepalanya (introvert).

Dari pengetahuan nelayan/penangkap, lubang kekuak adalah bagian sarang yang tampak di atas permukaan tanah (dasar perairan) pertanda ada individunya di dalam (di bawah permukaan) tanah, bentuknya mirip jejak (bekas telapak kaki) anjing atau kucing (Gambar 13). Tanda itu terdiri dari lubang sarang dan lubang

makan. Lubang makan adalah satu/lebih lubang bekas makan kekuak (hasil aktivitas mulut dan tentakel pada introvert). Lubang sarang (sebenarnya) adalah tempat introvert keluar-masuk sarang untuk makan, ada yang masih aktif jika ditusuk dengan cucok bisa mengenai tubuh kekuak dan tertangkap, tapi yang tidak aktif lagi, biasanya kurang jelas (terhapus), jika ditusuk akan buntu (Gambar 14).

Tanda keberadaan kekuak seperti jejak anjing tadi paling umum dan relatif lebih mudah dikenalkan kepada orang awam atau penangkap pemula. Bentuknya tidak selalu sesempurna itu, lubang makan (dangkal) bisa terlihat lebih dari tiga, bisa juga kurang bahkan tidak ada (cuma ada satu lubang sarang saja), meskipun tidak lazim tapi masih bisa dikenali penangkap yang berpengalaman. Bagi orang awam cukup sulit untuk menebak/menentukan dan menghitung lubang sarang kekuak saat air laut sedang mengering ataupun tergenang di habitatnya, karena bisa tertukar dengan lubang biota lain seperti cacing (pumpun), kepiting dan siput.

Gambar 13 Tanda lubang sarang kekuak, mirip jejak anjing

Gambar 14 Sketsa bentuk umum lubang sarang kekuak

(a lubang sarang; b bekas lubang lama; c-f lubang makan)

Selain itu pada permukaan habitatnya yang sedang mengering tanda itu sering kurang jelas karena terkadang banyak tumpukan pengganggu (noise), biasanya kotorannya sendiri, kotoran cacing (pumpun), bekas galian kepiting

cucok lubang sarang lubang-lubang makan lubang biota lain lubang kekuak

lubang kekuak cucok

a b

c d e f

kecil ataupun kelomang, bisa juga bekas lubang sarangnya yang lama. Ada penangkap yang berusaha menghapus gangguan (noise) tadi dengan menyayat sedikit permukaan lubang sarang dengan pisau, agar terlihat jelas lubang sarangnya dan mudah ditusuk dengan cucok. Perbuatan ini disebut ngesik yang di Pebuar dilarang adat, termasuk pantangan (pemali’) pada kegiatan nyucok, di Nangkabesar disebut nuis, tapi larangan ini tidak ditaati oleh para penangkap.

Rekonstruksi bentuk tanda lubang sarang dengan sketsa sederhana pada Gambar 13 adalah bentuk umum yang lebih mudah dikenal. Lubang sarang (a) adalah target tusukan alat cucok. Dari cara penangkap menusuk lubang target dan menggali lubang (Gambar 15), diduga posisi lubang dan kekuak dalam tanah terentang tegak lurus atau agak miring. Bagian introvert tepat di bawah permukaan lubang sarang, badannya kira-kira ada di bawah lubang makan karena yang digali untuk merogoh kekuak adalah tanah bagian itu (Gambar 16), menurut informan, bentuknya tegak-lurus menyiku kira-kira mirip huruf ‘J’ (je besar).

Gambar 15 Urutan teknik nyucok kekuak untuk keperluan umpan

(Posisi lubang sarang kekuak, penusukan lubang dan penggalian sarang)

Pengalaman para nelayan Nangkabesar, belum pernah berhasil melihat secara jelas posisi dan bentuk lubang sarang kekuak dalam tanah. Hal itu karena saat digali (dengan cangkul/sekop) makin dalam tekstur pasir makin kasar dan

3 2 1

berair, jejaknya mudah terhapus begitu kekuak langsung kabur (bergerak-pindah cepat), sehingga sulit dibuktikan ada-tidakya hubungan antar-lubang dalam sarang. Berdasarkan fakta ini mereka tidak berani menyimpulkan bahwa setiap individu di satu sarang memiliki satu lubang saja ataukah lebih. Jika lokasi habitatnya tergenang kemungkinan hal itu benar, tapi jika sedang mengering (surut) belum tentu selalu benar. Hal ini menjadi salah satu sebab mengapa sasaran tidak kena saat lubang sarang ditusuk (nyucok).

Gambar 16 Perkiraan bentuk sarang dan posisi kekuak