• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

PERAIRAN NANGKABESAR

2) Kebiasaan konsumsi

Gambar 61 Tembilok di kayu bakau (1), tembilok segar (2), langsung makan (3)

(court.Trans7 2007)

2) Kebiasaan konsumsi

Menurut warga setempat khususnya di Bangka, pada umumnya kekuak dikonsumsi sebagai kekuak kering yang diolah dulu, biasanya digoreng sebagai keripik. Sebelum digoreng dipotong-potong kira-kira 5 cm atau disimpul pita satu per satu (Gambar 62). Menggorengnya dalam kuali berisi minyak goreng cukup

2 3

panas, potongan kekuak lebih dulu ditaruh dalam sendok kerawang, lalu dicelupkan dalam minyak dan diangkat segera (karena cepat hangus). Setelah dituskan dan mulai garing, bisa langsung dinikmati sebagai cemilan, sambil minum teh atau kopi.

Gambar 62 Kekuak kering mentah

(Inzet: kekuak kering goreng simpul)

Keripik kekuak yang digoreng dengan simpul pita selama ini diolah dan dijual di toko para pedagang Tionghoa di kota Pangkalpinang. Cara menggoreng keripik simpul pita ini kurang aman, badan kekuak bisa meletus dan memercikkan minyak panas, meskipun kedua ujungnya sudah dipotong dulu. Sedangkan cara menggoreng keripik dengan potongan kecil-kecil dijamin aman, karena tanpa ikatan dan berlubang sehingga tidak akan meletus. Bagi pedagang kekuak di toko/pasar, pengolahannya menjadi keripik goreng, adalah salah satu strategi untuk mengatasi penyimpanan kekuak kering yang sudah terlalu lama (belum terjual), agar tidak terbuang percuma.

Kebiasaan orang Melayu di Pebuar dan Nangkabesar, kekuak kering juga dinikmati seperti ikan teri sebagai lauk makan nasi atau cemilan. Biasanya dipotong-potong kira-kira 5 cm dulu lalu dioseng-oseng dengan kacang tanah atau ditumis kering. Bumbunya irisan cabai rawit dan bawang merah, bisa ditambah merica, cabai merah, bawang putih dan gula pasir. Penggemar dari etnik Tionghoa di Bangka biasa menambahkan kekuak kering saat membuat mie, bubur ayam, capcay dan sayur sop.

Kekuak segar mentah apalagi hasil ngerangkang, setelah jeroannya dibuang, dibalik dan dicuci-bersih dengan air laut, bisa langsung dimakan, tampak lebih kaku, tidak seperti kekuak segar hasil nyucok (lemas/lembek). Menurut penangkap, kekuak segar rasanya manis dan gurih seperti susu, lebih

manis ketimbang udang segar. Biasanya dimakan iseng-iseng saat menangkap, atau sebagai lauk makan nasi di lokasi tangkap di sela-sela penangkapan (rehat), apalagi ada sambalnya (Gambar 63).

Gambar 63 Kekuak segar (1), dimakan mentah langsung (2) atau sebagai lauk (3)

Menurut warga setempat kekuak lebih nikmat jika diolah (dimasak) ketika masih segar (basah), dengan beragam cara seperti: digoreng, direbus, ditumis, dipepes (dipais), atau dimasak gulai, asam pedas dan lain-lain; tergantung selera dan resep masakan khas setempat, seperti memasak sotong, kerang atau jenis ikan lainnya. Yang paling digemari masyarakat setempat khususnya di Belinyu (Bangka Induk) dan Pebuar (Bangka Barat) adalah kekuak segar panggang.

Cara panggang khas Belinyu dengan melilitkannya pada lidi atau kayu/bambu (panggang lilit) persis memanggang tembilok (Gambar 64). Cara panggang khas Pebuar dengan penusuk tangkai resam, tusukannya unik dan disebut panggang kelup, yaitu separuh panjang badan kekuak dimasukkan ke dalam seolah-olah berlapis dua (Gambar 65). Kekuak panggang kelup dianggap matang jika bagian dalam sudah mulai “menendang” keluar. Rasanya juga ganda, yang di luar agak kering, gurih dan agak alot tapi yang di dalam agak basah, lebih manis dan mudah digigit (empuk).

Ada kebiasaan unik masyarakat setempat (Melayu dan Seka’) yaitu sebelum kekuak dimasak, setelah dipotong-potong dibaluri dulu dengan pucuk (daun muda) pohon kendu (kenduduk). Alasannya agar kekuak yang dimasak lebih empuk (tidak alot), lebih enak dan tidak akan sakit perut setelah memakannya. Kebiasaan itu juga dilakukan pada kekuak segar yang dimakan mentah sebagai rujak ataupun lauk, yang terkadang dicocol dengan sambal asam, sambal terasi atau garam-cabai.

2 3

Gambar 64 Tembilok panggang-lilit khas Belinyu (1 cara lilit; 2 cara panggang)

(court. Trans7 2007)

Gambar 65 Kekuak panggang-kelup khas Pebuar (1 cara kelup; 2 cara panggang) Membaluri kekuak dengan daun/pucuk kendu (Rodhomyrtus tomentosa) atau keremuntingen (di Bangka) yang rasanya kelat (Gambar 66), berkebalikan dengan kebiasaan orang Belitung memakan buah-buah liar yang rasanya sepat (kelat) seperti buah siselen (Syzygium rostratum) dan rukam (Flacourtia rukam) (Fakhrurrozi 2001). Buah-buah itu dicocol/dikocok dulu dengan garam, sepatnya hilang, manisnya bertambah. Rasa sepat dalam bahan makanan karena adanya tanin (asam tanat), biasanya ikut memberi cita-rasa (Winarno 1997). Larutan tanin dalam air bisa diendapkan dengan asam mineral atau garam (Robinson 1995).

Gambar 66 Pohon kendu atau keremuntingen

(Inzet: buah kendu)

2 1

2 1

Kekuak segar setelah dicuci dengan air laut, untuk dirujak dibaluri pucuk kendu dulu, atau jika direbus bumbunya pucuk daun kendu dan garam (serta bahan lain seperti bawang merah dan cabai rawit), rasa masin pada kedua macam makanan ini akan berkurang, justru manisnya bertambah. Penggunaan rempah berupa daun-daun kelat sebagai rempah adalah kebiasaan masyarakat Bangka. Jika membuat sayur darat atau sayur keladi dibumbui pucuk idat (Syzygium incarnatum), rasa gatalnya hilang dan kuahnya terasa manis meski tanpa gula.

Kebiasaan tadi mirip kebiasaan orang Sunda menambahkan biji pisang batu atau buah lobi-lobi (Flacourtia inermis) agar rujak tutuk terasa lebih segar. Atau menggulung pucuk pepaya dan pucuk jambu monyet (Anacardium occidentale) untuk lalaban, dicocol sambal terasi atau garam-cabai, sehingga hilang rasa pahit (papain) dan sepat (tanin) kedua daun itu dan terasa manis. Selain karena taninnya mengendap, diduga juga terbentuk glikosida yang rasanya manis karena bereaksi dengan garam, dan tanin bisa melunturkan getah. Larutan daun samak (Syzygium lepidocarpa) yang kelat (biasa untuk menyamak) dipakai orang Belitung untuk membersihkan getah yang menempel pada bulu-bulu burung yang terkena jerat pulut (Fakhrurrozi 2001).

Setelah menyantap kekuak yang dibumbui daun kendu tidak akan sakit perut karena kandungan taninnya, yang bisa aktif sebagai antioksidan (Robinson 1995). Selama ini pucuk dan buah tanaman kendu biasa dipakai penduduk setempat sebagai obat sakit perut dan diare atau mencret (Fakhrurrozi 2001). Buah matangnya disukai anak-anak, jika kebanyakan bisa sembelit. Uji sampel pucuknya pada penelitian ini menunjukkan nilai kadar taninnya 6,13%, tapi pengaruhnya membuat empuk (mengurangi kealotan) kekuak perlu diuji-lanjut.

Kebiasaan kaum ibu setempat memberi makan anaknya olahan kekuak kering atau segar bisa membaguskan kulitnya atau menyembuhkan koreng dan gatal, bisa dijelaskan dari kandungan kolagennya. Jika dimasak berkuah seperti direbus/disop, kekuak akan susut dan lebih alot. Kealotan itupun terbukti dari kuat/tahannya umpan kekuak saat dipakai mancing di laut. Keduanya pertanda kandungan kolagen kekuak.

Adanya kolagen pada kekuak bisa dijelaskan dari banyaknya serat pembuat tekstur dagingnya baik, khususnya saat baru ditangkap dengan rangkang

dan dibalik. Serat-serat itu saat dicuci banyak terlepas, khususnya ditangkap dengan cucok. Uji sederhana dengan memanaskan potongan kekuak dan serat-serat lepas tadi dalam air sampai hampir mendidih pada penelitian ini membuatnya susut, dan makin susut saat air mendidih. Penyusutan karena pemanasan pada suhu tertentu (suhu susut) adalah ciri kolagen (Man 1997). Kolagen dibuat gelatin dari tulang ikan tuna (Nurilmala et al. 2006), dipakai pada produk pangan dan obat untuk kesehatan kulit.