• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

PERAIRAN NANGKABESAR

2) Produk umpan

Kekuak sebagai umpan untuk keperluan nelayan memancing biasa dicari sendiri, namun bagi para pemancing hobi (penggemar mancing) di Manggar (Belitung Timur) umpan itu didapat dengan membeli/memesan kepada penjual umpan. Kekuak umpan tidak dipakai setiap waktu oleh penggemar mancing, tapi cuma pada musim ikan gagok yaitu pada saat musim air keruh (angin selatan), sekitar Juni-Juli. Pada periode waktu tersebut air laut surut masih terjadi siang tapi pada pagi hari, pencari umpan masih punya cukup kesempatan untuk menangkap kekuak. Hal itu berarti umpan kekuak merupakan produk musiman.

Sebagai produk musiman dan penjualnya tidak banyak, jumlah pembelinya (konsumen) yaitu para pemancing hobi tidak banyak, sehingga jumlah kekuak yang dibutuhkan sebagai umpan pun tidak banyak, oleh karena itu harga kekuak sebagai produk umpan menjadi relatif murah, menurut persepsi pembeli ataupun penjualnya. “Murah” bagi pembeli (pemancing hobi) karena tidak perlu mengeluarkan uang terlalu mahal untuk mendapatkan produk, walau lewat tangan kedua (pengumpul/bos tepatnya penadah umpan). Penadah umpan cuma perantara antara pencari/penangkap umpan dan pembeli (pemancing lainnya), sebagai yang dituakan (dianggap pemimpin) dalam kelompok pemancing hobi, karena itu tidak mencari untung juga.

Sementara itu “murah” bagi penjual atau pencari/penangkap umpan pada Kasus Amril (Kasus I), karena dianggap kurang sebanding dengan upaya (tenaga dan waktu) yang dikeluarkan untuk mencari/menangkap kekuak, keahlian yang tidak dimiliki semua orang, lokasi tangkap jauh dan tidak nyaman, beban dan tanggungan dalam keluarga, tidak ada kuasa memutuskan harga, sehingga harga komoditasnya relatif tetap dari dulu sampai kini (kenaikan harga amat kecil). Harga dari pembeli/pemesan (pemancing hobi) lebih pas sebagai “upah” mencari umpan, meski begitu bos umpan membuatkan cucok paralon gratis untuknya.

Dengan fakta tadi bisa dikatakan pencari/penjual umpan selama ini lebih banyak berlaku “cuma menolong” para pemancing hobi, sedangkan sebaliknya tidak berlaku, meskipun seharusnya saling menolong/menguntungkan. Itu karena selama ini pencari umpan profesinya cuma ‘pengambak’ sekaligus pedagang kecil makanan/minuman di lokasi wisata (Pantai Burongmandi), dan mencari umpan

cuma sambilan (pengisi waktu luang), meski berharap suatu saat pendapatan dari umpan kekuak bisa lebih menjanjikan (menguntungkan).

Bagi pencari umpan yang lain atau pada Kasus Rusdi (Kasus II), yang lebih “enjoy” (tanpa beban) menjalani pekerjaan mencari/menangkap kekuak tidak sekedar sebagai sambilan, tapi juga sebagai hobi yang cukup menguntungkan atau “iseng-iseng berhadiah”. Oleh karena itu berapapun harga atau jumlah uang dari pembeli (pemancing hobi) sebagai ganti kekuak yang didapat, diterimanya dengan senang hati, sebagai “bonus” bagi hobinya. Atau berapa ekorpun yang ditangkap/diserahkan, harganya terserah penadah (bos) umpan atau pemancing hobi sebagai pemesan. Pencari umpan pada kasus ini tidak berharap banyak dari kekuak, karena masih punya pekerjaan pokok lain yang lebih menguntungkan dan belum punya tanggungan keluarga. Dan kasus kedua ini dampaknya kurang positif bagi kasus pertama, karena kondisi (latar belakang) kedua pencari umpan yang berlawanan.

Pencari umpan Kasus I biasa melayani pesanan umpan kekuak untuk penadah umpan (Nursyam) sampai 50 ekor sehari, tapi harga per ekornya maksimal cuma Rp 1.000,- dan masih tetap segitu juga harganya sudah beberapa tahun belakangan ini. Sementara pada Kasus II tidak mematok harga khusus, dengan memesan Rp 5.000,- sudah bisa dapat kekuak cukup banyak darinya (kira-kira 10 ekor, seember kecil), dan selebihnya (di luar jumlah pesanan) diberikan gratis olehnya. Harga tersebut sebetulnya masih terjangkau pembeli (pemancing hobi) dan relatif menguntungkan penjual (pencari/ penangkap umpan), apapun kondisinya, karena skala pemanfaatan masih amat kecil dan tidak kontinu tiap saat melainkan musiman saja (tiap tahun).

Selain itu, jika dibandingkan dengan kekuak sebagai produk pangan, nilai harga komoditasnya sebagai produk umpan relatif masih lebih tinggi (mahal), padahal kekuak untuk umpan tidak ada masalah dengan mutunya, cacat akibat penangkapan pun tidak apa-apa, yang penting lebih segar lebih baik. Artinya, jika kekuak sebagai produk umpan ini skala pemanfaatannya lebih besar, sebenarnya keuntungan yang bisa didapat produsen umpan (pencari/penangkap umpan) akan relatif lebih tinggi, asalkan harganya tidak dipermainkan oleh penadah, pengumpul atau pedagang.

Jika pengembangan hobi mancing gagok di Manggar menjadi kegiatan wisata (rekreasi) dan olahraga mancing lebih meluas ke berbagai lapisan masyarakat dan tempat-tempat lainnya, akan mendorong tumbuhnya industri umpan, paling tidak untuk skala mikro (rumah tangga) dengan fasilitas simpan-dingin yang memadai dan pengemasan yang baik. Peragaman (diversifikasi) produk umpan kekuak, bervariasi dengan kelebihan produksi penangkapan komersial di Bangka, bisa diragamkan harganya sesuai mutu/kondisi kekuak dan tujuan umpan (diversifikasi komoditas). Misalnya ada produk umpan tanpa jeroan belum atau sudah dibalik dan produk umpan dengan jeroan (belum dibalik).

Masalah sering turunnya harga komoditas kekuak segar di Pebuar akibat kelebihan produksi, bisa dijual ke tempat lainnya sebagai umpan. Begitupun untuk produksi kekuak di Nangkabesar yang semula cuma dijual kering untuk pangan, ada alternatif untuk dijual basah/segar sebagai umpan, apalagi daerah ini merupakan salah satu tujuan wisata mancing di Bangka. Penyediaan kekuak sebagai umpan disana merupakan alternatif baru sumber pendapatan potensial bagi warganya (nelayan dan penangkap kekuak) dengan harga cukup/lebih menguntungkan daripada sebelumnya.

7.3.3.2 Pola pemasaran dan peran pengumpul

Pola pemasaran kekuak kering yang umum belakangan ini di Bangka, ada sedikit perbedaan untuk skala besar antara dua kasus utama yaitu Pebuar dan Nangkabesar. Dari segi produk (mentah), pada kasus Pebuar yang dipasarkan produk basah/segar dan kering, tapi pada kasus Nangkabesar cuma yang kering.

Kekuak basah dan kering di Pebuar, pada umumnya dikumpulkan seorang pengumpul (tengkulak) untuk dijual ke pedagang di pasar, sebagian kecil dijual penangkap langsung ke pedagang di pasar. Di Nangkabesar sebagian besar kekuak kering dikumpulkan bos utama (pengumpul I, Aliyanto), lalu disetor ke pengumpul II (di Pebuar, Arpan) baru kemudian dijual ke pedagang di pasar. Sebagian kecil penangkap di pulau itu menjualnya kepada pengumpul lain yang menjual langsung ke pedagang di pasar, atau langsung kepada pedagang di pasar. Konsumen di kota hanya membelinya di toko pedagang di pasar, bukan langsung kepada penangkap/pengumpul di sentra produksi (Gambar 80).

Gambar 80 Rantai pemasaran kekuak kering dan cara pembayaran pengumpul

(k kontan, t tunda, P pedagang, C pengumpul/kolektor)

Pada kasus Pebuar kekuak basah dan kering yang disetorkan penangkap dibayar kontan (tunai) oleh pengumpul masing-masing. Pada kasus Nangkabesar untuk sistem satu pengumpul setoran kekuak kering juga dibayar kontan, tapi untuk sistem dua pengumpul baru dibayarkan sepulang kekuak disetor kepada pengumpul II. Tidak tunainya pembayaran (tunda) oleh pengumpul I (pengumpul utama,) di pulau itu karena kurang modal untuk membeli jumlah kekuak yang amat besar (anak buahnya banyak), berbeda dengan pengumpul kecil yang sedikit anak buahnya sehingga bisa membayar kontan. Pembayaran tunai biasanya tanpa catatan, jika ada pun cuma sekedar dan segera dibuang. Pada pembayaran tunda (tidak kontan), pengumpul I punya catatan cukup lengkap dan disimpan lama sampai pelunasan, tapi setelah itu biasanya anak buah cenderung enggan menangkap lagi, atau menangkap tapi hasilnya disetor kepada pengumpul lain (pengumpul kecil) yang membayar tunai.

Catatan pengumpul I (utama, Aliyanto) di Nangkabesar tentang setoran para penangkap kekuak anak buahnya cuma lengkap untuk data pada musim tangkap 2006 dan 2008, yang 2005 tidak lengkap, dan yang 2007-2010 tidak ada (Gambar 81, 82, dan Lampiran 5, diolah). Dia mencatat yang terkumpul pada

Para penangkap Pebuar

PASAR

Para pembeli

Para penangkap Nangkabesar C I C II k k t PASAR C C Para pembeli k P P P P P

2005 ada 29.700 ekor, 2006 ada 46.256 ekor dan 2008 ada 53.366 ekor. (Pengumpul II, sekaligus pengumpul I kasus Pebuar, Arpan) sempat mencatat pada 2005 ada 21.545 ekor dari penangkap Pebuar, berarti lebih sedikit dari yang ditampung pengumpul I di Nangkabesar). Dari sini terungkap, pengumpul I sekaligus utama kekuak di Nangkabesar mengarahkan penangkapan tidak harus dua tahun sekali. Jika sedang panen cengkeh, sebagian besar penangkap (anak buahnya) diarahkan memetik cengkeh saja, termasuk pada 2010.

Data kekuak kering Pebuar 2005

0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7 R8 R9 R10

periode minggu ruap (R)

ju mla h ( e k o r) semua ukuran

Data kekuak kering Nangkabesar 2005

0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7 R8 R9 R10

periode minggu ruap (R)

ju mla h ( e k o r) semua ukuran

Gambar 81 Data kekuak kering 2005 Pebuar dan Nangkabesar

(Sumber: Arpan & Aliyanto, diolah)

Pengumpul I (utama) menguasai penjualan sebagian besar kekuak kering dari pulau ini (kira-kira 75%-90%), sisanya dikuasai pengupul lain (kecil) yang membayar kontan setoran penangkap tapi tanpa catatan. Pengumpul lain ini juga menampung kekuak skala kecil saat pengumpul I (utama, besar) tidak mau menampung (konsentrasi pada panen cengkeh), totalnya kira-kira 10%-25% dari

Maret April Mei Juni Juli

713 172 1.736 3.035 7.557 7.207 1.025 1.100 Total: 21.545 ekor 4.700 3.300 4.700 7.300 9.700 Total: 29.700 ekor

total tampungan pengumpul I. Penentuan tahun untuk musim panen kekuak (skala besar) ini tergantung pengumpul I (Aliyanto) dalam membaca dinamika di lapangan, panen kekuak bisa ditunda tetapi panen cengkeh tidak bisa.

Data kekuak kering Nangkabesar 2006

0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7 R8 R9 R10

periode minggu ruap (R)

ju m lah ( e ko r) D/BS C B A Super

Data kekuak kering Nangkabesar 2008

0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000 R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7 R8 R9 R10

periode minggu ruap (R)

ju m lah ( e ko r) D/BS C B A Super

Gambar 82 Data kekuak kering 2006 dan 2008 Nangkabesar

(Sumber: Aliyanto, diolah; Kelas cm: Super >65; A 61-65; B 56-60; C 51-55; D 46-50; BS <46)

Terungkapnya kegiatan penangkapan kekuak komersial skala besar (jumlah penangkap amat banyak) di Nangkabesar yang tidak harus setahun sekali ini dari data catatan Aliyanto sebagai pengumpul utama, menyingkap rahasia pemanfaatan kekuak di pulau ini tetap berulang/berlanjut dari musim ke musim (tahun ke tahun). Bahkan, selain jumlah produksi kekuak keringnya lebih banyak, ukurannya pun bisa maksimal (jauh lebih panjang). Padahal, pola zonasi tangkapnya tumpang-tindih (kurang menjamin kelestarian populasi kekuak) dan dilanggarnya pemali ngesik pada gawe nyucok, yang keduanya berdampak pola

1.310 3.248 6.262 6.789 5.011 6.189 6.190 5.458 2.851 2.948

Maret April Mei Juni Juli

Total: 46.256 ekor kelas 1.418 9.601 5.755 12.656 3.258 6.716 5.389 8.573

Maret April Mei Juni Juli

Total: 53.366 ekor