• Tidak ada hasil yang ditemukan

APLIKASI SENYAWA HYDROBENSENA RANTAI PENDEK DALAM AGRIBISNIS PETERNAKAN DI DAERAH MARJINAL

Dalam dokumen EFISIENSI PENGGUNAAN PUPUK NITROGEN POSF (Halaman 197-200)

Sumardi

PT. Indoherb Sains Medika

ABSTRAK

Senyawa hidrobensena rantai pendek tersedia melimpah di alam dengan spektrum reaktivitas yang luas serta variasi gugus aktif yang tinggi. Fungsi-fungsi yang dapat diperankan antara lain meningkatkan nafsu makan, efisiensi pakan, dan daya tahan terhadap stres, baik stres fisik maupun perubahan cuaca. Ketiga fungsi tersebut sangat diperlukan di kawasan marginal yang ketersediaan bahan pakannya terbatas dengan variasi jenis makanan kecil, serta memiliki cuaca ekstrim. Senyawa-senyawa seperti myrcene dan ocimene sangat efektif dalam meningkatkan keasaman lambung sehingga menstimulasi nafsu makan. Senyawa xanthorizol efektif mempercepat penyerapan makanan dari usus dan melepaskannya ke jaringan tubuh sehingga mempercepat “siklus lapar”. Rendahnya kadar gula dalam darah juga meningkatkan ketahanan terhadap stres. Senyawa piperine dan piperidine efektif menurunkan kadar lemak sehingga menurunkan risiko stres, sekaligus meningkatkan mutu daging. Sayangnya beberapa senyawa hidrobensena tersebut menguap pada suhu rendah, sehingga teknologi penyiapan bahan seperti pengeringan maupun ekstraksi dengan senyawa organik tidak efektif menekan kehilangannya. Teknologi pemisahan dengan diurnal suhu dan tekanan dapat menyelamatkan senyawa-senyawa tersebut selama penyiapan, dan telah berhasill diaplikasikan secara luas baik pada ternak unggas maupun ruminansia.

Kata kunci: Hidrobensena suku pendek, ternak, agribisnis, marginal.

PENDAHULUAN

Hidrobensena suku pendek tersedia melimpah di alam dengan spektrum reaktivitas yang luas. Namun senyawa- senyawa yang sudah dieksplorasi, relatif masih sangat kecil. Mengingat tingginya keragaman senyawa-senyawa hidrobensena suku pendek di alam, berbagai fungsi semestinya dapat diperankan dalam dunia peternakan. Sebagian fungsi-fungsi yang dapat diperankan antara lain adalah meningkatkan nafsu makan, efisiensi pakan, dan daya tahan terhadap stress, baik stress fisik maupun perubahan cuaca. Ketiga peranan tersebut sangat penting dalam mengembangkan usaha peternakan di daerah marginal yang ketersediaan bahan pakannya terbatas dengan variasi jenis pakan kecil, serta memiliki cuaca ekstrim.

Rasa lapar disebabkan oleh dua faktor, yaitu tingginya kepekatan asam lambung dan rendahnya kadar gula di dalam darah. Peranan pertama, adanya senyawa-senyawa hidrokarbon tertentu dalam minyak atsiri baik

dari temu ireng (Curcuma aeruginosa Roxb.) maupun temu lawak (Curcuma xanthorriza Roxb.), seperti pipene, mycene, dan ocimene, yang memiliki struktur kimia, seperti pada Gambar 1. Sesuai dengan struktur kimianya ini, senyawa-senyawa hidrobensena tersebut mudah melepaskan ion hidrogennya, dalam bentuk ion H+.

Apabila senyawa-senyawa tersebut berikatan dengan senyawa lain yang lebih kuat, seperti karbohidrat. Tahap ini terjadi saat penyerapan makanan baik di dalam lambung maupun di usus halus ternak. Tetapi bila karbohidrat yang mengikatnya bertemu dengan senyawa lain yang ikatannya lebih kuat, misalnya jaringan otot maka karbohidrat tersebut akan dilepaskan sehingga menjadi ion negatif (Spilling et al., 2004). Untuk menetralkan kembali, maka senyawa-senyawa tersebut akan mengikat hidrogen, sehingga kembali meningkatkan keasaman lambung. Akibatnya, keberadaan senyawa-senyawa tersebut memperpendek siklus keasaman lambung, yang berarti meningkatkan ”frekuensi lapar” ternak.

α-pipene β-pipene myrcene ocimene

Gambar 1. Sebagian senyawa Hidrobensena suku pendek yang berperan meningkatkan nafsu makan ternak

Di samping keempat senyawa tersebut, temu ireng dan temu lawak masih memiliki 11 senyawa aktif lain yang memiliki sifat sejenis, yaitu ar-curcumene, ar-turmerone, turmerone

(Spilling et al., 2004), eudesmol,

dehydrocurdione, curdione, curcumenol (Zwaving and Bos, 1991), curcumanolides, turmerol, curcumenone dan dehydrocurdione (Jarikasem et al., 2001). Peranan kedua adalah mempercepat pelepasan zat-zat makanan dari darah ke jaringan tubuh. Senyawa-senyawa seperti xanthorhizol dan derivat-derivatnya (Gambar 2) yang terdapat di dalam temu

lawak telah banyak didokumentasikan memperlancar peredaran darah dan penurunan konsentrasi gula dan trigliserida dalam serum darah mencit (Yasni and Imaizumi, 1991), mempercepat proses penyerapan dan pelepasan makanan ke dalam jaringan dan organ tubuh (Yasni and Yoshiie, 1993), sehingga kadar gula dalam darah segera rendah kembali. Rendahnya kadar gula dalam darah ini berarti mempercepat ”siklus lapar” pada ternak, mempercepat pertumbuhan (Tussan, 1994), dan menurunkan risiko stres (Aminah, 1996).

Gambar 2. Senyawa xanthorhizol dan derivatnya yang membantu mempercepat ”siklus lapar” ternak

Di samping xanthorhizol, senyawa- senyawa minyak atsiri lain seperti sineol, eudesmal (Mohamed et al., 2001), phellandrene, coumarin dan derivat- derivatnya (Patra and Mitra, 2005) dan curcumene (El-Antably and Soine, 2006), juga memiliki sifat yang sama. Di samping itu, curcumin yang telah dikenal luas mengefektifkan penyerapan makanan ke dalam tubuh (Ravindranath and Chandrasekhara, 2002), dengan kandungan antioksidan tinggi dan daya anti-inflamatori yang kuat (Goto et al., 2005). Contohnya adalah myrcene dan ocimene struktur molekulnya mudah melepaskan ion H+ yang dapat mengentalkan asam lambung sehingga meningkatkan rasa lapar. Xanthorizol mempercepat penyerapan makanan dan melepaskannya ke jaringan tubuh sehingga

mempercepat “siklus lapar” dan menurunkan kadar gula darah.

Sementara itu buah cabe jawa, sudah dikenal luas oleh berbagai kalangan masyarakat, baik di Jawa, India, bahkan di Eropa mengandung senyawa-senyawa baik growth stimulator maupun immuno modulator yang kuat. Di beberapa daerah seperti pesisir utara pulau Jawa, penambahan bubuk buah cabe jawa untuk minum-minuman penghangat, sudah menjadi tradisi bila menghadapi musim hujan. Demikian pula dengan ayam yang terserang tetelo di awal musim hujan, sapi yang masuk angin, kambing tidak mau makan, bahkan ibu-ibu yang habis melahirkan, minum seduhan cabe jawa dapat dipastikan segera sehat kembali. Kandungan utama buah cabe jawa adalah

minyak atsiri, tetrahydropiperic acids, piperidine, palmitic acids, piperine, 1- undecyleny 1-3-4-methylenedioxy benzene, n- isobutil-decatrans-2-trans-4-dienamide, dan sasamin (Scott et al., 2002). Cabe jawa juga mengandung senyawa golongan kuinon (Setiarini, 1996).

Piperin adalah salah satu senyawa utama cabe jawa, yang termasuk kelompok senyawa alkaloid dari golongan amida, dengan gugus penentu nitrogen. Di samping piperin, cabe jawa juga mempunyai dua senyawa amida yang lain, yaitu piperidine dan dienamida, dan satu senyawa dari golongan lignan, sasamin (Gambar 3). Senyawa aktif piperin pertama kali diisolasi dan disintesis tahun 1882 (Rugheimer 1882 op cit Dyer et al., 2004). Sampai dengan dekade 1950an, Penelitian tentang piperin masih terfokus pada kemampuannya sebagai senyawa antimikrobial (Spring and Stark, 1950 op cit Dyer, 2003). Padahal, penelitian-penelitian

selanjutnya mendapatkan bahwa sifat antimikrobial cabe jawa relatif rendah, baik terhadap bakteri gram positif maupun gram negatif (Kurdi, 1996). Dalam tiga dasa warsa terakhir memang banyak diteliti kemampuan insektisidal piperin, dan telah banyak dikembangkan piperin untuk insektisida (Miyakado and Yoshioka, 1979), bahkan ada pula yang mengembangkannya untuk pembunuh serangga (de Paula et al., 2000) maupun pengawet makanan (Velpandian et al., 2001). Namun, penggunaannya bukan dari piperine alami, melainkan hasil derivatnya, yang dapat diperoleh dari sintesis piperin. Derivat-derivat ini, pada penelitian-penelitian selanjutnya diidentifikasi sebagai kelompok amida yang baru, dengan nama pipericide untuk kelompok yang punya daya insektisidal dan dehydropipernonaline untuk kelompok yang punya daya antimikrobial yang dapat digunakan untuk mengawetkan makanan (Dyer et al., 2003).

a. Piperine (amida) b. Piperidine (amida)

Gambar 3. Struktur kimia piperine dan piperidin Serangkaian penelitian molekuler

mendapatkan bahwa piperine melebur pada suhu 1300C, memiliki pH netral dan cenderung agak asam – seperti karakteristik senyawa alkaloid umumnya (Dyer et al., 2003). Fungsi amida diperankan oleh unsur nitrogen, yang terikat dalam ikatan siklis rantai bensena, sehingga piperin tidak dapat dipisahkan dengan prosedur asam atau basa standar (Dyer and Letourneau, 1999a). Seluruh struktur molekulnya membentuk rangkaian dengan unsur hidrogen (Dyer and Letourneau, 1999b). Struktur inilah yang diduga menyebabkan piperine bersifat cenderung asam (Dyer et al., 2000). Rangkaian karbonnya berupa alisiklis dan umumnya membentuk struktur asam seperti asam sinamat, dengan fungsi amida terletak pada nitrogen yang terikat pada 5 atau 6 cincin karbonnya (Dyer et al., 2001).

Karakterisasi molekuler terhadap rantai karbon ini mendapatkan bahwa kedua tipe

cincin karbon tersebut dalam perlakuan hidrolisis menghasilkan dua ikatan rangkap

antara α-bromoakrilamida dengan

alkenilboronat (Dyer and Gentry, 2002). Oleh sebab itu selama 10 tahun terakhir, senyawa 1-alkenilboronat digunakan sebagai dasar penentuan total amida piperine (Dyer et a., 2003). Secara klasikal, perbandingan antara bromoacrylamides dengan alkenylboronates tersebut seharusnya sama, tetapi studi tentang karakterisasi fisiko kimia piperine ternyata menghasilkan sudut putar, perambatan cahaya dan indeks bias yang berbeda (Dyer et al., 2004) sehingga diduga keduanya bisa berbeda dalam komposisi molekulernya. Hasil pengujian laboratoris rasio kedua senyawa tersebut ternyata juga bervariasi menurut lokasi geografis penanaman dan umur panen (Dyer et al., 2005). Sekalipun karakterisasi molekuler kedua senyawa tersebut belum ditemukan, namun sudah jelas bahwa umur

rimpang dan lokasi penanaman berpengaruh terhadap kandungan piperin, dan turunannya.

Sayangnya senyawa-senyawa hidrobensena ini mudah menguap sekalipun

pada suhu kamar. Penyiapan bahan secara konvensional, tidak dapat menyelamatkannya. Tulisan ini menyajikan teknik pemisahan dengan diurnal tekanan pada suhu rendah dan menyajikan aplikasinya pada berbagai jenis ternak.

BAHAN DAN METODE

Pemisahan hidrobensena suku pendek dilakukan dengan teknik diurnal tekanan pada suhu rendah. Rimpang temu ireng dan temu lawak segar yang telah tua, dipanen, dicuci, selanjutnya masing-masing diparut, diperas, kemudian dipisahkan air perasan dan ampasnya. Air perasan kemudian diekstraksi dengan ambien tekanan pada suhu ambien –

200C sampai 150C, dalam kondisi tanpa

cahaya, sebagaimana didokumentasikan dalam prosedur paten No. P00200500691. Bahan aktif dipisahkan dari sisa skstraksi, untuk selanjutnya diramu dengan bahan-bahan bubuk temu lawak, bubuk temu ireng, ekstrak lempuyang wangi dan ekstrak mojo menggunakan prosedur paten No. P00200500690, kemudian dikemas dengan merk dagang Vet-i. Pengkajian dilakukan pada ternak sapi potong, sapi perah, kambing, ayam pedaging, ayam petelur, dan ayam bukan ras, di berbagai daerah sentra-sentra pemasaran Vet-i, di Jawa Tengah dan Jawa Barat.

Pengkajian pada ternak sapi potong dilakukan terhadap empat jenis sapi, yaitu Simental, Limousin, Peranakan antara sapi lokal dengan sapi asing, dan sapi Lokal, pada tiga tingkat manajemen kandang, yaitu Intensif, Semi intensif dan Tradisional. Jumlah seluruh sampel adalah 639 ekor, yang dimiliki oleh 42 peternak, di 6 kabupaten, masing-masing: Kabupaten Boyolali 8 peternak, 110 ekor; Kabupaten Temanggung, 7 peternak, 108 ekor, Kabupaten Semarang, 12 peternak 235 ekor; Kabupaten Pati, 4 peternak, 76 ekor; Kabupaten Cilacap, 2 peternak, 12 ekor; dan Kabupaten Indramayu, 9 peternak, 98 ekor. Pengamatan dilakukan terhadap pertumbuhan harian yang diamati setiap satu minggu sekali selama 12 minggu.

Pengkajian pada ternak sapi perah dilakukan di tiga lokasi, yaitu Temanggung,

50 sampel, Kopeng, 75 sampel, dan Boyolali, 76 sampel terhadap tiga tingkat laktasi, Laktasi 1, Laktasi 2, dan Laktasi 3. Pengamatan dilakukan terhadap volume susu per hari, selama satu minggu sebelum perlakuan dan rata-rata harian selama tiga minggu setelah perlakuan.

Pengkajian pada ternak kambing dilakukan pada dua macam. Pertama adalah bobot lahir anakan kambing dan pertumbuhan awal anakannya, dan kedua pertambahan berat badan harian (average daily gain, ADG) yang didapat selama 4 minggu setelah perlakuan. Pengkajian pertama, dilakukan terhadap 62 ekor kambing jenis lokal, yaitu Jawa Randu, dan 67 ekor kambing PE, pada berbagai jumlah anak saat lahir. Pengkajian ADG dilakukan terhadap 204 ekor, yang terdiri atas empat jenis kambing lokal, masing-masing: Jawa Randu, 58 ekor; Gibas Jawa, 70 ekor; Gibas Ranti, 51 ekor; dan kambing PE sebanyak 25 ekor. Lokasi pengkajian meliputi Kabupaten Wonogiri, Pati, Demak, Temanggung, Pekalongan, Brebes, dan Indramayu.

Pengkajian pada ayam ras dilakukan pada ayam pedaging dan ayam petelur. Pengkajian pada ayam pedaging dilakukan terhadap 81.597 ekor di 50 peternak tersebar di 7 lokasi, masing-masing Boja 6 peternak, Sukorejo 8 peternak, Salatiga 6 peternak, Ungaran 9 peternak, Solo 6 peternak, Kudus 7 peternak dan Pati-Jepara 8 peternak. Parameter-parameter pengkajian meliputi Berat DOC (gr), Umur Panen (hari), Bobot waktu panen (kg/ekor), persentase kematian, rasio konversi pakan (FCR) dan IP. Sementara pengkajian pada ayam petelur difokuskan pada peningkatan mutu telur, dengan parameter berat, tebal kulit dan warna telur.

Sedang pengkajian terhadap ayam buras dilakukan terhadap ayam jawa super, dengan parameter-parameter angka kematian, umur panen, total bobot pakan, bobot panen, dan FCR. Pengkajian dilakukan terhadap 1.012 ekor dengan melibatkan 9 peternak; 6 peternak untuk melaksanakan perlakuan dan tiga peternak di sekitar lokasi peternak yang melaksanakan perlakuan dalam satu kelompok. Dalam satu kelompok diambil dua peternak untuk melaksanakan perlakuan dan satu peternak sebagai kontrol.

Dalam dokumen EFISIENSI PENGGUNAAN PUPUK NITROGEN POSF (Halaman 197-200)