• Tidak ada hasil yang ditemukan

HAMA PENYAKIT UTAMA

Dalam dokumen EFISIENSI PENGGUNAAN PUPUK NITROGEN POSF (Halaman 68-74)

(The resistance of red hot chili varieties with different fertilizer doses upon primary pest-diseases attack).

Nila Wardani

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Lampung

ABSTRAK

Daerah dataran tinggi Sukau, Lampung Barat merupakan salah satu sentra produksi cabai merah di Propinsi Lampung. Dalam lima tahun terakhir produksi cabai di kawasan tersebut cenderung menurun. Salah satu penyebabnya adalah tingginya intensitas serangan hama penyakit. Untuk mengatasi permasalahan tersebut dilakukan uji ketahanan beberapa varietas cabai merah dengan takaran pemupukan berbeda terhadap serangan hama penyakit. Pengkajian dilakukan dari Oktober 2003 sampai Mei 2004. Rancangan percobaan adalah acak kelompok (RAK) dalam susunan perlakuan faktorial dengan tiga ulangan. Faktor pertama adalah varietas (V) yang terdiri atas (1) Taro H, (2) Lado H, (3) Laris L, (4) CK Sumatera L, (5) Tiron L, (6) TM 3044 L, dan (7) Perosa L. Faktor kedua adalah 5 takaran pemupukan, yaitu (P1) 250 kg Urea + 300 kg ZA + 600 kg SP-36 +300 kg KCl Tabur + 140 kg NPK 15:15:15 + 500 kg Dolomit, (P2) 250 kg Urea + 750 kg Dolomit, (P3) 250 kg Urea + 250 kg SP-36 + 300 kg ZA + 250 kg KCl Tabur + 1.000 kg Dolomit, (P4) 270 kg pupuk lengkap SBN dan (P5) 300 kg pupuk lengkap SBN. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa hama utama yang menyerang adalah Thrips dan lalat buah. Serangan hama Thrips terendah ditemukan pada Varietas CK Sumatera. Serangan lalat buah ditemukan pada semua varietas dan semua tingkat pemupukan. Serangan tertinggi ditemukan pada varietas sultan diikuti varietas TM 3044. Penyakit utama yang menyerang adalah virus kuning dan antraknos. Terhadap serangan virus kuning, varietas lado memiliki ketahanan yang lebih baik dibanding varietas lain, diikuti varietas TM 3044 dan taro. Intensitas serangan tertinggi ditemukan pada varietas perosa. Dari hasil analisis ditemukan interaksi antara berbagai vareitas dan takaran pemupukan terutama terhadap ketahanan serangan antraknos. Interaksi terbaik adalah antara varietas taro dengan P1. Serangan antraknos tertingggi ditemukan pada varietas Sultan.

Kata kunci : hama penyakit, cabai merah, dosis pupuk

ABSTRACT

Upland of Sukau, West Lampung district is one of red hot chili farm center in Lampung Province. In the last 5 years, the chili yield here, tend to decline. The main reason was high pest-diseases attack intensity. To cope with the problem was conducted a trial of the resistance of several varieties of red hot chili with different fertilizer doses upon pest-diseases attack. The trial was carried out from October 2003 to May 2004. The trial design used randomized complete block design (RCBD) with 4 replications. The 1st factor was variety i.e. Taro, Lado, Laris, CK Sumatera, Sultan, TM 3044, and Perosa. The 2nd factor were; P1) farmer manner, 250 kg/ha urea, 300 kg/ha ZA, 600 kg/ha SP-26, 300 kg/ha KCl, and 140 kg/ha NPK 15:15:15; P2) fertilizing based on soil chemical analysis interpretation, 750 kg/ha dolomite and 250 kg/ha urea: P3) Balitsa’s recommendation, 150 kg/ha urea, 300 kg/ha ZA, 250 kg/ha SP-36, 250 kg/ha KCl and, 1000 kg/ha dolomite: P4) using complete fertilizer of suburin (N-P-K-Mg-S-Ca, TE:16.12.15.4.3.5.1) 270 kg/ha: P5) using complete fertilizer of suburin 310 kg/ha. The observing result showed that the main pest found were Thrips dan fruit fly. The lowest attack of Thrips was found on CK Sumatra variety. Fruit fly attack was found on all varieties and fertilizer doses. The highest attack was on sultan followed by TM 3044. The primary diseases attacking were yellow virus and anthracnose. Lado red hot chili was more resistence on yellow virus compared to others followed by sultan and taro. While the highest attack was found on perosa. Analysis result showed that was occured an interaction between varieties and fertilizer doses for resistance on Anthracnose attack. The best interaction was between taro and fertilizer treatment P1. The highest Anthracnose attack was observed on sultan.

PENDAHULUAN

Di Indonesia Cabai merah mempunyai arti ekonomi penting dan menduduki tempat kedua setelah sayuran kacang-kacangan (Samsuddin, 1980). Cabai (Capsicum annum L) merupakan salah satu sayuran penting yang dibudidayakan secara komersial di daerah tropika. Di Indonesia cabai dikonsumsi sebagian penduduk pada berbagai tingkat sosial. Konsumsi cabai sebagian besar digunakan untuk penyedap masakan, bahan baku industri, dan obat-obatan, sehingga kebutuhan cabai meningkat dari tahun ke tahun.

Komoditas ini merupakan salah satu komoditas unggulan Propinsi Lampung (Napitupulu, 2002). Cabai merah banyak diusahakan di lahan kering baik dataran tinggi maupun dataran rendah. Hasil identifikasi kesesuaian lahan dan agroklimat (agroeco- logical zone) menunjukkan luas lahan kering yang sesuai untuk pengembangan komoditas sayuran di Lampung sekitar 120 ribu hektar (LPTP Natar, 2000). Optimalisasi pemanfaatan lahan kering tersebut dapat dilakukan melalui penyediaan teknologi spesifik lokasi dan dukungan pemerintah daerah dalam pengembangan infrastruktur.

Dalam periode 1989-2003, perkembangan luas panen tanaman cabai menurun sekitar 1,6%/tahun sedangkan produksi dan produktivitas meningkat masing-masing sebesar 7,5 dan 8,6%/tahun (BPS Lampung, 1990-2004). Data tersebut juga menunjukkan besarnya fluktuasi produksi cabai di propinsi Lampung yaitu berkisar dari 10.000 sampai 30.000 ton/tahun. Besarnya fluktuasi ini mengindikasikan teknologi budidaya sampai pascapanen yang digunakan petani belum dapat mengatasi permasalahan biotik, abiotik, maupun fluktuasi harga cabai.

Banyak OPT yang berasosiasi dengan tanaman cabai, baik yang bersifat hama maupun penyakit. Hama-hama utama tanaman cabai antara lain : Spodoptera sp, kutu daun, thrips, kutu kebul, lalat buah dan lain-lain (Setiawati, 2003). Penyakit utama yang ditemukan pada pertanaman cabai antara lain: layu bakteri, damping off, bercak bakteri, antraknos, virus kuning dll (Duriat, 2003).

Teknologi, komponen, taktik atau cara pengendalian hama yang tersedia untuk

digunakan dalam mengendalikan hama dan penyakit cabai. Beberapa komponen pengendalian yang dapat diterapkan pada tanaman cabai merah antara lain adalah penggunaan varietas tahan, pengelolaan ekosistem, pengendalian hayati mekanis, penggunaan perangkap dan insektisida (Setiawati. 2003).

Banyak varietas cabai merah yang dibudidayakan di Indonesia, baik varietas lokal (OP) atau hybrida. Varietas-varietas cabai yang dilepas di Indonesia sampai tahun 2001 antara lain: untuk varietas lokal (OP) adalah varietas Tombak, Cemeti, Tampar, Keriting Bukit tinggi, Laris, Tanjung dan Lembang. Varietas hybrida F1 yang dilepas antara lain: Nenggala, Prabu, Maraton, Gada, Krisna, Salero, Taro, Lado, CTH-01, Arimbi (Anonim, 2001).

Setiap varietas mempunyai keunggulan tersendiri , mulai dari potensi produksi, daya adaptasi maupun ketahanan terhadap hama dan penyakit. Khusus untuk penyakit virus kuning yang dikenal dengan penyakit bulai, beberapa varietas mempunyai ketahanan yang berbeda-beda, tetapi sampai saat ini belum ada varietas cabai yang benar-benar dianggap tahan terhadap serangan virus kuning. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari ketahanan beberapa varietas cabai merah dengan beberapa dosis pupuk yang berbeda.

BAHAN DAN METODE

Pengkajian dilakukan di Desa Buay Nyerupa, Kecamatan Sukau, Lampung Barat Bulan Oktober 2003 sampai Mei 2004. Rancangan percobaan di lapangan menggunakan Rancangan Acak Kelompok dengan susunan perlakuan secara faktorial (5 x 7) yaitu 5 cara pengolahan hara tanah dan 7 varetas cabai merah. Perlakuan diulang sebanyak 4 kali. Untuk satu ulangan (satu bedeng) terdapat enam belas tanaman.

Tujuh varietas cabai merah yang diuji adalah : 1) Taro, 2) Lado, 3) Laris, 4) CK Sumatera, 5) Sultan, 6) TM 3044, dan 7) Perosa.

Untuk 5 dosis pemupukan perlakuannya adalah sebagai berikut :

1. P1 : Cara petani, yaitu penggunaan Urea : 250 kg/ha, ZA 300 kg/ha, SP36 600 kg/ha, KCl 300 kg/ha, dan NPK 15:15:15 140 kg/ha.

2. P2 : Pemupukan berdasarkan interpretasi analisa kimia tanah, Dolomit 750 kg/ha dan Urea 250 kg/ha

3. P3 : Rekomendasi Balai Penelitian Sayuran Urea 150 kg/ha, ZA 300 kg/ha, SP 36 250 kg/ha, KCl 250 kg/ha, Dolomit 1 ton/ha.

4. P4 : Penggunaan pupuk majemuk

lengkap suburin 270 kg/ha

5. P5 : Penggunaan pupuk majemuk

lengkap suburin 310 kg/ha.

Lengkapnya perlakuan dan pelaksanaan kegiatan dapat dilihat pada Hafif dan Wardani (2005).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari hasil pengamtan tampak bahwa terdapat dua hama utama yang menyerang semua varietas cabai yaitu Thrips dan lalat buah, sedangkan penyakit utama yang

ditemukan adalah penyakit virus kuning dan antraknos.

Hama utama Thrips

Thrips menyerang tanaman sepanjang tahun, serangan hebat umunya terjadi pada musim kemarau. Serangga dewasa bersayap seperti jumbai (sisir), sedangkan nimpa tidak bersayap . Warna tubuh nimpa kuning pucat, sedangkan serangga dewasa berwarna kuning sampai coklat kehitaman. Panjang tubuh berkisar 0,8 – 0,9 mm. Daur hidup berkisar antara 7-12 hari (Kalshoven. 1981). Gejala serangan hama ini adalah permukaan bawah daun yang terserang berwarna keperakan dan daun mengeriting atau berkerut. Intensitas serangan dapat mencapai 87% (Sastrosiswojo dan Basuki. 2002).

Tabel 1. Rata-rata persentase serangan hama trips ditemukan pada tujuh jenis cabai merah yang dipupuk dengan lima takaran pemupukan di Kecamatan Sukau, Lampung Barat.

Rata-rata persentase tanaman terserang hama trips pada takaran pemupukan Varietas P1 P2 P3 P4 P5 Taro 20,02 b 23,03 b 21,00 b 22,12 b 23,41 b Lado 29,00 b 20,32 b 22,12 b 21,87 b 24,40 b Laris 25,94 b 24,23 b 29,01 b 25,01 b 20,21 b CK Sumatra 03,20 a 08,35 a 10,32 a 04,15 a 10,00 a Sultan 20,91 b 21,10 b 28,30 b 24,71 b 20,64 b TM 3044 19.21 b 20,31 b 17,21 b 25,00 b 18,21 b Perosa 30,00 b 19,10 b 29,90 b 19,12 b 27,50 b

Ket : Angka rerata yang diikuti huruf sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf 5%

Dari data di atas terlihat bahwa pada umumnya perlakuan pupuk tidak berpengaruh pada tingkat serangan hama thrips. Perbedaan nyata terlihat pada jenis varietas yang digunakan. Tampak bahwa varietas CK Sumatera merupakan varietas yang paling rendah mendapat serangan hama thrips. Untuk varietas lainnya persentase serangan boleh dikatakan hampir sama dan tidak berbeda nyata.

Lalat buah (Bactrocera dorsalis)

Hama dominan lainnya yang ditemukan pada pengkajian ini adalah lalat buah. Hampir semua varietas dan semua tingkat pemakaian pupuk terserang hama ini. Dalam pengkajian ini tampak bahwa varietas Sultan mendapat serangan tertinggi menyusul varietas TM 3044, namun varietas lainnya tidak berbeda nyata antara satu sama lain.

Rata-rata tingkat serangan lalat buah pada mangga bervariasi dari 0,67 – 70%, belimbing bisa mencapai 90-100%, pada cabai berkisar

antara 20-25%. Kerusakan akibat serangan lalat buah berkisar antara 12-20% pada musim kemarau dan pada musim hujan dapat mencapai 100% (Untung et al., 1980).

Varietas Sultan merupakan varietas cabai merah besar yang disenangi oleh lalat buah untuk meletakkan telurnya karena mempunyai permukaan buah yang lebih luas dan tekstur buah yang lembut. Diameter buah pada varietas tanjung dua dapat mencapai 2 cm, dengan permukaan buah yang relatif halus sangat mendukung untuk berkembangnya lalat buah. Disamping itu tingkat kepedasan dari varietas ini juga relatif kurang dibandingkan dengan varietas lainnya diduga juga penyebab utama besarnya serangan lalat buah pada varietas ini. Setelah lalat meletakkan telurnya, kemudian larva akan berkembang dalam buah dan mengakibatkan buah busuk dan rontok, karena serangga betina memiliki

alat peletak telur (ovipositor) yang cukup tajam dan kuat hingga dapat menembus kulit buah muda. Aktivitas serangga dewasa kebanyakan pada siang hari dan seringkali terangsang oleh visualisasi warna, terutama warna kuning (Vargas et al., 1991). Sehingga serangan tampak meningkat tajam pada saat buah sudah mulai masak.

Pada varietas hibrida terlihat bahwa varietas Perosa, merupakan varietas hibrida yang paling sedikit terserang lalat buah. Sedikitnya serangan pada varietas ini diperkirakan karena struktur buahnya yang panjang dan langsing serta agak bergelombang mengakibatkan lalat buah kesulitan untuk meletakkan telurnya. Di samping itu daging buahnya tampak relatif lebih keras dibandingkan dengan varietas yang lain (Tabel 2).

Tabel 2. Rata-rata persentase buah terserang lalat buah pada tujuh jenis cabai merah yang dipupuk dengan lima takaran pemupukan di Kecamatan Sukau, Lampung Barat.

Rata-rata persentase Tanaman Terkena serangan lalat buah Pada Takaran Pemupukan Varietas P1 P2 P3 P4 P5 Taro 12,76 a 11,34 a 10,00 a 17,15 a 18,23 a Lado 17,00 a 17,90 a 15,00 a 18,80 a 20,44 a Laris 15,90 a 14,75 a 19,06 a 15,45 a 10,90 a CK Sumatra 13,12 a 20,13 a 11,86 a 18,10 a 19,00 a Sultan 30,14 b 31,15 b 38,15 b 28,68 b 33,30 b TM 3044 20.34 ab 21,72 ab 21,50 ab 25,00 ab 23,57 ab Perosa 10,30 a 19,69 a 19,00 a 12,62 a 17,50 a

Angka rerata yang diikuti huruf sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf 5%

Penyakit Utama Virus kuning

Dari pengkajian ini tampak bahwa semua varietas pada semua tingkat pemakaian pupuk mendapat serangan yang tinggi dari penyakit virus kuning (>50%) (Tabel 3). Tanaman cabai yang terserang akan menunjukkan gejala daun keriting dan berwarna kuning. Tanaman yang telah terserang umumnya akan mengalami stagnasi dalam pertumbuhannya (Agrios, 1996). Akibat serangan virus ini pada cabai dapat menurunkan produksi sampai mencapai 90% (BPTP Lampung, 2003). Gejala tanaman terserang penyakit dimulai dengan daun muda/pucuk cekung dan mengkerut dengan warna mosaik ringan. Kemudian gejala berlanjut dengan seluruh daun berwarna kuning cerah, bentuk daun

berkerut dan cekung dengan ukuran lebih kecil, dan pertumbuhan terhambat.

Pengamatan pertumbuhan tanaman menunjukkan bahwa varietas Lado memiliki ketahanan yang lebih dari varietas lain, yaitu dengan pertumbuhan yang lebih baik, diikuti dengan varietas TM 3044 dan Taro. Sedangkan varietas Perosa memiliki pertumbuhan yang sangat terhambat Kondisi serangan pada awal pertumbuhan juga berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan tanaman selanjutnya. Tanaman cabai yang terserang pada awal pertumbuhan mengalami gangguan pertumbuhan yang lebih berat dari pada bila tanaman terserang pada umur yang lebih tua. Umumnya virus menyebabkan penurunan fotosintesa melalui penurunan jumlah

chlorofil per daun, penurunan efisiensi klorofil dan penurunan pertumbuhan daun. Virus biasanya menyebabkan penurunan jumlah zat pengatur tumbuh (hormon) pada tumbuhan, dan peningkatan zat penghambat tumbuh (Harrison, 1985).

Tampak juga bahwa dengan pemakaian pupuk yang lebih banyak yaitu perlakuan P1 serangan penyakit ini juga lebih kecil, hal ini kemungkinan karena pemakaian pupuk yang

lebih akan lebih mampu untuk meningkatkan daya tahan dan ketegaran tanaman sehingga tanaman lebih tahan terhadap serangan penyakit virus kuning ini. Pengamatan ini dilakukan pada saat tanaman mulai berproduksi (75 HST), namun pada akhir masa produksi (100 HST) semua tanaman sudah terserang penyakit virus kuning (Hafif dan Wardani, 2005)

Tabel 3. Persentase tanaman terinfeksi penyakit kuning pada tujuh jenis cabaimerah yang dipupuk dengan lima takaran pemupukan di Kecamatan Sukau, Lampung Barat.

Jumlah Tanaman Terkena Penyakit Kuning (%) Pada Takaran Pemupukan

Varietas P1 P2 P3 P4 P5 Taro 90,62 a 96,87 a 100,00 a 87,50 a 98,44 a Lado 100,00 a 81,25 ab 95,31 a 96,87 a 98,44 a Laris 85,94 ab 84,37 ab 89,06 a 95,31 a 90,63 a CK Sumatra 53,12 c 78,12 b 71,87 b 78,12 b 60,06 c Sultan 60,94 c 81,25 ab 78,12 b 54,68 c 70,31 b TM 3044 70.31 b 70,31 b 71,87 b 75,00 b 93,75 a Perosa 70,31 b 79,69 b 59,37 c 90,62 a 87,50 ab

Ket : Angka rerata yang diikuti huruf sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf 5%

Antraknose

Penyakit kedua dominan yang ditemukan adalah antraknos. Penyakit antraknose selain mampu menurunkan hasil kuantitas dan kualitas cabai di lapangan juga mampu menurunkan kualitas hasil di penyimpanan. Kehilangan hasil di lapangan karena penyakit ini mencapai sekitar 75% (Kusandriani dan Permadi, 1996). Seleksi varietas yang tahan terhadap penyakit antraknose sangat membantu dalam meningkatkan produksi cabai baik kualitas maupun kuantitasnya.

Dari hasil pengkajian tampak bahwa varietas Taro paling sedikit terserang panyakit ini, terutama untuk perlakuan pupuk P1 sampai P4. Dan varietas Sultan merupakan varietas yang paling tinggi terserang penyakit ini (Tabel 4). Struktur cabai yang besar merupakan salah satu kemungkinan relatif tingginya serangan penyakit antraknos pada varietas ini. Namun demikian secara keseluruhan tingkat serangan penyakit ini termasuk rendah.

Tabel 4. Persentase tanaman terinfeksi penyakit antraknosa pada tujuh jenis cabai merah yang dipupuk dengan lima takaran pemupukan di Kecamatan Sukau, Lampung Barat.

Jumlah Tanaman Terkena Penyakit Kuning (%) Pada Takaran Pemupukan Varietas P1 P2 P3 P4 P5 Taro 4,30 a 6,83 a 3,00 a 7,50 a 8,44 ab Lado 8,00 ab 11,25 ab 12,21 ab 6,87 a 8,40 ab Laris 15,94 b 14,25 b 19,06 b 15,11 b 10,61 ab CK Sumatra 13,12 ab 8,12 ab 8,12 ab 8,11 ab 10,00 ab Sultan 20,14 c 21,25 c 18,15 c 14,21 ab 20,31 c TM 3044 10.31 ab 11,31 ab 11,87 ab 15,00 b 13,75 ab Perosa 10,32 ab 9,69 ab 9,12 ab 9,62 ab 7,50 a

KESIMPULAN

Hama utama yang menyerang adalah thrips dan lalat buah. Varietas CK Sumatera merupakan varietas yang paling rendah mendapat serangan hama thrips. Serangan lalat buah terdapat pada semua varietas dan semua tingkat pemakaian pupuk. Varietas Sultan mendapat serangan tertinggi menyusul varietas TM 3044.

Penyakit utama yang menyerang pada 7 varietas adalah penyakit virus kuning dan antraknose. Terhadap serangan penyakit virus kuning, varietas Lado memiliki ketahanan yang lebih baik dari varietas lain diikuti dengan varietas TM 3044 dan Taro. Sedangkan varietas Perosa memiliki pertumbuhan yang sangat terhambat dan tingkat serangan tertinggi dari virus kuning. Dari hasil pengkajian terlihat bahwa interaksi antara varietas Taro dengan beberapa tingkat pemupukan (P1 sampai P4) paling sedikit terserang panyakit antraknos. Sementara serangan antraknose tertinggi ditemukan pada varietas Sultan.

PUSTAKA

Anonim. 2001. Buku Deskripsi Varietas Tanaman Hortikultura. Direktur Perbenihan, Ditjen Bina Produksi Hortukultura.

Agrios, G. N. 1996. Ilmu Penyakit Tumbuhan. Edisi ke-tiga. Gajah mada Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)

Lampung. 2003. Laporan Tahunan Pengeolaan Tanamn Terpadu Pada Usahatani

Cabai di Lampung. 47 halaman. Biro Pusat Statistik. 2004. Lampung Dalam

Angka tahun 2003/2004.

Duriat, A. S. 2003. Penyakit virus kuning keriting sedang menyerang cabai secara luas. Trubus ASD.

Harrison, B. D. 1985. Advances in Gemini virus research. Annu. Rev. Phytopathol 23, 55-82.

Hafif, B, dan N. Wardani. 2005. Pengkajian pengelolaan hara tanah dan ketahanan varietas cabai merah di daerah endemis

kutu kebul. Jurnal Agrotropika Vol X No.1. hal 45-50.

Kalshoven, L G E. 1981. The pests of crops in Indonesia. Revised and translated by van der laan. Jakarta : Ichtiar Baru van Hoeve. 710p.

Kusandriani, Y, dan A. H, Permadi. 1996. Pemuliaan Tanaman cabai. Dalam teknologi produksi cabai merah. Balitsa Lembang. Badan Litbang. V. 22-35 LPTP Natar. 2000. Studi Karakterisasi Sosial

Ekonomi Aghroekosistem Wilayah Lampung. Laporan Akhir Penelitian. LPTP Natar, Bandar Lampung. 71 hal.

Napitupulu, T. E. M. 2002. Evaluasi Pengembangan Buah-Buahan di Wilayah Barat (Sumatera). Ditjen Bina Produksi Hortikultura, Direktorat Tanaman Buah, Disampaikan Pada Pertemuan Koordinasi Keterpaduan Pengembangan Sentra Produksi Wilayah Sumatera, Medan 29 September-1 Oktober 2002. 33 hal.

Samsuddin, H.S. 1980. Bertanam cabai. Bina Cipta. Majalengka. Jakarta.

Setiawati. 2003. Pengenalan dan pengendalian hama penting pada tanaman cabai merah. Materi TOT Litkaji PTT Cabai Merah. 26 halaman.

Sastrosiswojo, S dan R.S. Basuki. 2002. Identifikasi, karakterisasi dan penanggulangan masalah-masalah kritis pembangunan sayuran. Laporan APBN 2002. 37 hal.

Untung K, K. Ananda, Santianawati, Siswandono, S widodo. 1991. Usaha mengukur besarnya hambatan peningkatan produksi sayuran dan buah- buahan oleh serangan lalat buah (Tepritidae, Diptera) di Jawa Timur. Laporan Proyek Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Dp3M, Dirjen PT Depdikbud RI, 48 hal.

Vargas RI, J.D. Stark, J. Prokopy, T.A. Green. 1991. Response of oriental fruit fly (Diptera:Tepritidae) and associated Parasitoid (Hymenoptera:Braconidae) to different color spheres. J. Econ. Entomol 84 (5) : 1503 – 1507.

PROFIL USAHATANI DAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU CABAI

Dalam dokumen EFISIENSI PENGGUNAAN PUPUK NITROGEN POSF (Halaman 68-74)