• Tidak ada hasil yang ditemukan

KABUPATEN TEMANGGUNG

Dalam dokumen EFISIENSI PENGGUNAAN PUPUK NITROGEN POSF (Halaman 139-144)

Subiharta, Tati Herawati, dan Miranti D. Pertiwi Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah

ABSTRAK

Pengkajian dengan tujuan untuk memperbaiki kinerja produktivitas ternak domba telah dilakukan di Desa Canggal, Kecamatan Kledung, Kabupaten Temanggung dari bulan Januari sampai dengan Desember 2005. Kajian menggunakan 48 ekor induk dan 12 pejantan domba ekor tipis yang dipelihara oleh 12 orang petani. Untuk peningkatan kinerja produktivitas diintroduksikan teknologi perkawinan (mencampur pejantan dengan induk siap kawin), pemberian pakan konsentrat 2 minggu sebelum melahirkan pada induk bunting tua dan 1,5 bulan setelah melahirkan. Selain itu diintroduksikan penyekatan kandang untuk memisahkan domba sesuai status fisiologinya. Hasil kajian menunjukan jumlah kelahiran sebelum dan sesudah introduksi tidak berbeda yaitu 1,4 kg. Tipe kelahiran tunggal maupun kembar juga tidak berbeda, masing-masing 56% (tunggal), 44% (kembar) sebelum ada introduksi teknologi dan 55%(tunggal), 45%(kembar) setelah adanya introduksi teknologi. Perbaikan teknologi berpengaruh terhadap bobot lahir, pertambahan bobot badan harian (PBBH) pra sapih dan lepas sapih serta jarak beranak dan jumlah kematian pra sapih. Bobot lahir, PBBH pra dan lepas sapih, jarak beranak serta kematian pra sapih sebelum perlakuan masing-masing adalah 1,8 kg, 63 g, 42 g, 10 – 12 bulan dan 47%, sedang setelah introduksi teknologi bobot lahirnya naik menjadi 2 kg, PBBH pra dan lepas sapih naik masing-masing 65 g dan 48 g, jarak beranak berkurang menjadi 7,22 bulan dan jumlah kematian pra sapih turun menjadi 27%. Kesimpulan kajian ini perbaikan teknologi dapat meningkatkan bobot lahir, PBBH pra dan lepas sapih, memperpendek jarak beranak dan menekan mortalitas.

Kata kunci: Domba ekor tipis, perkawinan, kelahiran, sapih dan lahan kering.

PENDAHULUAN

Populasi ternak domba di Jawa Tengah pada tahun 2004 sebesar 1.948.084 ekor selama tiga tahun terakhir mengalami kenaikan sebesar 1,24% dan populasi tertinggi ada di Kabupaten Temanggung yaitu sebesar 212.202 ekor (Dinas Peternakan Provinsi Jawa Tengah 2005), karena didukung oleh sumber daya alam (pakan). Selain itu dalam program (PFI3P) komoditas yang dipilih petani adalah ternak domba (Komunikasi langsung dengan Proyek Implementasi Unit Kabupaten Temanggung 2006). Petani mengusahakan ternak domba sebagian besar memilih untuk tujuan bibit (menghasilkan anak).

Pemilihan ternak domba oleh petani untuk peningkatan pendapatan dapat dimengerti karena ternak domba memiliki prolifikasi yang tinggi, artinya memiliki potensi beranak lebih dari satu ekor dan aktivitas reproduksinya terjadi sepanjang tahun. Namun demikian, kenyataan di lapangan menujukan bahwa perkembangan populasi sangat lambat sebagai akibat kematian anak yang tinggi (50%) dan jarak

beranak yang lama (10 – 12 bulan) (Wiloeto et al., 2000). Kematian anak yang tinggi maupun jarak beranak yang lama diduga akibat sistem perkawinan yang kurang mendapat perhatian peternak maupun kualitas pakan yang rendah. Saran dari Sudaryanto et al. (1994), bahwa untuk daerah yang pakan hijauannya kurang memadai diperlukan pakan tambahan (konsentrat) untuk menjamin kualitas dan kuantitas pakan yang diperlukan. Melengkapi saran Sudaryanto, Ginting et al. (1995) dan Mathius et al. (1995) menyarankan agar induk domba pra bunting, bunting tua dan laktasi diperlukan pakan tambahan untuk menyiapkan kopndisi induk dan perkembangan anak sejak janin sampai pra sapih.

Berdasarkan pada potensi ternak yang ada di Kabupaten Temanggung dan hasil – hasil penelitian sebelumnya maka dilakukan kajian perbaikan teknologi pada ternak domba yang ada di Desa Canggal, Kecamatan Kledung, Kabupaten Temanggung.

BAHAN DAN METODE

Kajian dilakukan di Desa Canggal, Kecamatan Kledung, Kabupaten Temanggung

dari bulan Januari sampai dengan Desember 2005, menggunakan ternak domba ekor tipis hasil introduksi Balai Penelitian Sayuran (BALITSA) pada tahun 2004 sebanyak 48 ekor induk dan 12 ekor jantan. Ternak tersebut di pelihara oleh 12 orang petani dalam kandang kelompok secara model petani tanpa adanya pakan tambahan, tidak ada pemisahan berdasarkan status fisiologinya, dan ternak jantan diikat di kandang.

Teknologi yang diintroduksikan dalam kajian ini adalah perbaikan budidaya, sistem perkawinan, dan teknologi pakan serta penyekatan kandang sesuai dengan status fisiologisnya (pejantan, induk bunting, menyusui dan fase pertumbuhan). Teknologi perkawinan ternak domba pada kajian ini ternak jantan dengan betina siap kawin dicampur selama 40 – 50 hari, setelah tidak menunjukkan tanda-tanda birahi ternak betina dipisah dari pejantan. Sedang teknologi pakan diintroduksikan pakan konsentrat 2 minggu sebelum melahirkan dan 1,5 bulan setelah melahirkan. Pakan konsentrat diberikan 1% dari berat badan. Pakan konsentrat diberikan pada pagi hari sebelum pakan hijauan diberikan. Susunan dan kandungan nutrisi pakan konsentrat disajikan pada Tabel 1. Variabel yang diamati pada kajian ini adalah jenis dan jumlah hijauan pakan, jumlah dan tipe kelahiran, bobot lahir, bobot sapih, jarak beranak dan jumlah kematian. Analisis menggunakan persentase, tabel dan gambar.

Tabel 1. Susunan bahan dan kandungan nutrisi pakan konsentrat

Uraian Prosen (%) Komposisi bahan - Onggok singong - Bungkil kelapa - Bungkil kapuk - Mineral - Garam Kandungan nutrisi - bahan kering - Protein kasar - Serat kasar - TDN 49,5 34,6 13,9 1,0 1,0 88,86 11,20 15,73 80,97 HASIL DAN PEMBAHASAN Pakan Hijauan Ternak Domba

Dilihat dari jumlah hijauan pakan yang diberikan oleh peternak di Desa Canggal sudah cukup berlebih yaitu 6,08 kg/ekor/hari (Tabel 2). Rata-rata kebutuhan pakan ternak domba adalah 10 % dari bobot badan, pada kajian ini rata-rata bobot badan induk 27,8 kg dan pejantan bobotnya 29,7 kg yang berarti kebutuhan pakan hiajauan basah antara 3 – 4 kg/ekor/hari. Ternyata pemberian pakan hijauan oleh peternak melebihi dari kebutuhan karena pada saat kajian sedang musim hujan sehingga pakan melimpah, selain itu peternak memberikan pakan berlebih dengan harapan sisanya dapat dijadikan kompos.

Tabel 2. Jumlah dan jenis hijauan pakan ternak domba

Jenis hijaun Jumlah (kg/ekor/hari) Persentase (%)

Rumput

- Rumput gajah - Brachiaria

- Rumput lapang (cakar ayam, mele dan grinting) Legum - Kaliandra - Daun pisang 1,24 1,25 2,69 0,3 0,6 20,3 20,4 44,1 5,4 9,8 Jumlah 6,08 100

Kinerja Reproduksi Ternak Domba

Selama 1 tahun pengamatan telah terjadi kenaikan jumlah pejantan dewasa satu ekor dan induk turun 3 ekor. Terjadinya kenaikan pejantan 1 ekor karena ada satu ekor anak jantan yang sudah siap mengawini di pakai

sebagai pejantan oleh peternak lain, sedang pengurangan 3 ekor induk karena mati.

Jumlah anak sekelahiran antara sebelum dan sesudah perbaikan tidak berbeda yaitu 1,4 ekor. Hal ini dapat dijelaskan bahwa induk untuk materi kajian sebelum dan sesudah

0,0 2,0 4,0 6,0 8,0 10,0 12,0 (kg) lahir 2 mg 1bln 2bln 3bln 4bln 5bln umur

Perkembangan Bobot Badan Anak Domba

Jantan Betina introduksi sama. Jumlah anak sekelahiran

hasil kajian ini termasuk rendah, dibanding dengan kajian Wiloeto et al. (2000) yang rata- rata mencapai 1,67 ekor. Jumlah anak sekelhiran dipengaruhi oleh kualitas bibit (induk).

Tipe kelahiran (anak tunggal) lebih banyak dibanding anak yang lahir kembar baik sebelum maupun sesudah perbaikan teknologi masing-masing 56% (tunggal), 44% (kembar) sebelum introduksi teknbologi dan 55% (tunggal), 45% (kembar) setelah perbaikan teknologi. Tipe kelahiran dipengaruhi oleh genetik sehingga introduksi teknologi budidaya tidak berpengaruh terhadap tipe kelahiran. Anak yang lahir kembar pada kajian ini lebih baik dibanding kajian Wiloeto et al. (2000), dimana anak yang lahir kembar hanya berkisar 32,5% - 33,33%.

Perbaikan teknologi budidaya ternak berpengaruh terhadap bobot lahir yaitu 1,8 kg/ekor sebelum introduksi, dan terjadi kenaikan sebesar 0,2 kg/ekor atau menjadi 2 kg/ekor setelah ada perbaikan teknologi. Bobot lahir kajian Wiloeto et al. (2000) berkisar anatara 1,23 – 1,38 kg/ekor (model petani) setelah ada perbaikan pakan bobot lahir naik berkisar antara 1,49 – 1,67 kg/ekor. Bobot lahir selain dipengaruhi oleh genetik juga oleh kualitas dan kuantitas pakan induk bunting. Seperti dilaporkan oleh Siregar et al. (1988) bahwa masa kritis pemeliharaan induk sapi adalah 30 hari sebelum lahir dan 70 hari setelah beranak. Menurut Ensminger (1976) untuk induk sapi yang kurus perlu pakan tambahan 2,25%, induk sedang 2,0% dan induk dengan kondisi baik 1,75% dari bobot badan. Analog terjadi pada induk domba yang sedang bunting tua dan menyusui. Kenaikan bobot lahir pada ternak domba setelah introduksi pakan berarti kualitas pakan sebelumnya masih kurang, walaupun secara kuantitas yang diberikan oleh peternak sudah lebih (Tabel 2).

Perbaikan teknologi, juga berpengaruh terhadap PBBH pra maupun lepas sapih. Pertambahan bobot hidup harian pra sapih maupun lepas sapih masing-masing 63 g dan 48 g (sebelum perbaikan) setelah ada perbaikan teknologi PBBH pra sapih menjadi 65 g dan PBBH lepas sapih menjadi 48 g. Hasil penelitian Sutama et al. (1988) melaporkan bahwa domba ekor tipis yang

mendapat perlakuan tambahan pakan PBBH berkisar antara 80 – 100 g. Pertambahan bobot anak sampai umur 5 bulan diilustrasikan dalam grafik batang di bawah ini.

Gambar 1. Grafik batang pertambahan bobot badan

Jarak beranak lebih singkat setelah adanya perbaikan teknologi yaitu 218 hari atau 7,22 bulan yang sebelumnya berkisar antara 11 – 12 bulan. Ternyata jarak beranak sebelum introduksi teknologi tidak berbeda jauh dengan hasil kajian Wiloeto et al. (2000) yaitu berkisar 10 – 12 bulan dan setelah ada perbaikan pakan turun menjadi 8 bulan. Jarak beranak dipengaruhi oleh sistem perkawinan dan pakan. Pada pemeliharaan petani ternak jantan diikat di dalam kandang sehingga kesulitan dalam mengawini, walaupun dicampur dengan induk. Pejantan dilepas sewaktu-waktu untuk mengawini. Pengikatan pejantan dimaksudkan oleh peternak agar pejantan tidak mengganggu ternak yang lain. Menurut Wiyono et al. (1998) penambahan pakan penguat dapat memperbaiki kondisi badan ternak sapi. Lebih lanjut Wiyono et al. (1998) menyampaikan bahwa estrus (birahi) dipengaruhi oleh kondisi dan bobot badan. Analog terjadi pada induk domba.

Jumlah kematian anak pra sapih cukup tinggi yaitu 47% namum setelah ada perbaikan teknologi turun menjadi 27%. Pada kondisi pemeliharaan yang kurang baik kematian anak pra sapih mencapai 12 – 50% (Sutama et al., 1988; Anggraeni et al, 1995). Kematian anak pada kajian ini termasuk tinggi, kematian anak pra sapih dianjurkan untuk usaha ternak domba kurang dari 10%. Tingginya kematian anak pra sapih pada kajian karena selama pengkajian ada 3 ekor induk yang sifat keindukannya kurang baik karena tidak mau menyusui anaknya setelah melahirkan. Walaupun sudah dicoba dengan

susu pengganti namun tidak dapat menolong. Selain itu ada anak yang terperosok di antara

alas kandang yang menyebabkan kematian juga.

Tabel 3. Kinerja reproduksi ternak domba pola pengkajian

Parameter introduksi teknologi Sebelum Introduksi teknologi Sesudah

Jumlah ternak (ekor) - Pejantan - Induk

Jumlah anak sekelahiran (ekor) Tipe kelahiran (%)

- Tunggal

- Kembar 2

Rata-rata bobot lahir (kg) PBBH Pra-sapih (g) PBBH Lepas sapih (g) Rata-rata jarak beranak (bln) Kematian anak pra-sapih (%)

12,0 46,0 1,4 56,0 44,0 1,8 63,0 42,0 11-12 47,0 13,0 43,0 1,4 55,0 45,0 2,0 65,0 48,0 7,22 27,0 KESIMPULAN

Dari hasil kajian ini dapat disimpulkan bahwa jumlah pemberian pakan ternak domba oleh peternak Desa Canggal melebihi kebutuhan, walaupun dilihat dari kualitas masih rendah, terbukti setelah diberi pakan tambahan dapat meningkatkan bobot lahir dan pertambahan bobot badan harian anak pra sapih. Introduksi teknologi perkawinan dan pakan dapat memperpendek jarak beranak, sedang introduksi pakan konsentrat dan pemisahan anak sesuai dengan status fisiologinyaq dapat meningkatkan bobot lahir PBBH pra maupun lepas sapih dan dapat menekan angka kematian anak pra sapih.

PUSTAKA

Anggraeni, D., R.S.G. Sianturi, E. Handiwirawan dan B. Setiadi. 1995. Dampak perbaikan tatalaksana pemeliharaan terhadap produktivitas induk kambing dan domba di pedesaan. Pros. Seminar Nasional Sains dan Teknologi Peternakan, Ciawi-bogor, pp.: 374 – 379

Disnak Provinsi Jateng, 2005. Buku Statistik Peternakan. Dinas Peternakan Propinsi Jawa Tengah.

Ensminger. 1976. Beef Cattle Science (Animal Agricultur Series). The Interstate Printers and Publisher, Inc. Damille, Illionis.

Ginting, S.P., Subandriyo, M.D. Sanchez dan K.R. Pond. 1995. Respon induk domba terhadap berbagai pakan tambahan yang diberikan selama akhir kebuntingan dan awal laktasi. Pros. Sains dan Teknologi Peternakan. Balai penelitian Ternak. Bogor. Hal. 156-160.

Mathius, I.W., B. Haryanto, I. Inounu, A Wilson dan M. martawidjaja. 1995. Studi tatalaksana pemberian pakan dankebutuhn pakan induk domba prolific pada fase pra-bunting. Laporan Hasil Penelitian Ternak Ruminansia Kecil. Balai Penelitian Ternak. Bogor. 155-162. Siregar, A. R, P. Situmorang, J. Bestari, Y.

Sani dan R. H Matondang. 1998. Pengaruh Flushing Pada Sapi Induk Peranakan Onggole di Dua Lokasi yang Berbeda Ketinggiannya pada Program IB di Kab Agam. Prosiding Seminar Nasional dan Veteriner. Puslitbang Peternakan. Buku Jilid I. Bogor.

Sudaryanto, B., I. Inounu dan B. Haryanto. 1994. Pemberian berbagai macam bahan konsentrat pada domba betina calon bibit dengan tipe kelahiran berbeda. Pros. Seminar Sains dan Teknologi Peternakan. Balai Penelitian Ternak. Bogor. Hal. 403-410.

Sutama, I-K., T.N. Edey and I.C. fletcher. 1988. Studies and reproduction in Javanese Thin Tail ewes. Aust. J. Agric. Res. 39: 703-711.

Wiloeto, D., U. Nuschati, Subiharta, B. Budiharto, K. Sutama, Suharno, Prawoto, FL. Maryono. 2000. Pengkajian sistim usahatani ruminansia kecil pada eko regional lahan kering di Jawa Tengah. Laporan hasil kegiatan BPTP Jawa Tengah.

Wiyono, D.B, K. Maksum, M. A. Yusran, D. E. Wahyono dan L. Affandi. 1998. Tampilan Kodisi Badan, Pertumbhan Sapi Potong Dara dan Kejadian Estrus Pertama di Peternakan Rakyat. Prosiding Seminar Nasional dan Veteriner. Puslitbang Peternakan. Buku Jilid I. Bogor.

UPAYA PENINGKATAN KESESUAIAN LAHAN DAN PRODUKTIVITAS

Dalam dokumen EFISIENSI PENGGUNAAN PUPUK NITROGEN POSF (Halaman 139-144)