• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAHAN DAN METODA

Dalam dokumen EFISIENSI PENGGUNAAN PUPUK NITROGEN POSF (Halaman 55-60)

Pengembangan padi melalui pendekatan pengelolaan tanaman terpadu (PTT) dilaksanakan mulai bulan Juni 2004 sampai dengan bulan Oktober 2004 (MK. 2004) di lahan sawah irigasi Desa Telaga Langsat Kecamatan Telaga Langsat Kabupaten Hulu Sungai Selatan Kalimantan Selatan.

Dari luasan pertanaman padi dengan model PTT di lahan sawah irigasi Desa Telaga Langsat, Kecamatan Telaga Langsat sekitar 1 ha, ditanami varietas unggul baru Ciherang dengan 3 cara sistem tanam (tandur jajar 20 x 20 cm, Legowo 2 : 1 dan Legowo 4 : 1) masing-masing dengan luasan 0,3 ha. Sebagai kontrol diamati pola pertanaman padi petani tradisional. Metode yang digunakan adalah observasi dengan 3 ulangan.

Perlakuan dengan model PTT terdiri dari beberapa komponen utama seperti penggunaan bibit muda umur 15 hari setelah semai (HSS) dengan 1 – 3 bibit/rumpun, pemberian pupuk kandang dengan takaran 2 t/ha, pemberian pupuk N dilakukan berdasarkan hasil kesesuaian warna daun pada skala BWD <4, sedang pemberian pupuk P dan K ditentukan berdasarkan hasil analisis tanah. Kemudian komponen teknologi PTT lainnya adalah penggunaan varietas unggul baru Ciherang, penggunaan benih bermutu (seleksi benih dengan air garam), perlakuan benih dengan insektisida Fipronil 0,5 l/ha, penanaman padi dengan cara tegel menggunakan jarak tanam 20 x 20 cm, pengendalian gulma terpadu (herbisida + manual), pengendalian hama penyakit berdasarkan monitoring populasi hama dan perbaikan panen dan penanganan pasca panen.

Sebagai kontrol diamati pertanaman padi pola tradisional petani (non PTT).

Pemberian pupuk kandang dengan takaran sekitar 2 t/ha dilakukan sesaat sebelum pengolahan tanah terakhir. Bibit muda varietas unggul baru Ciherang berumur sekitar 15 hari setelah semai (HSS) sampai 20 HSS, ditanam 1 – 3 bibit per lubang dengan cara tanam tegel (jarak tanam) 20x20 cm. Sebagai pupuk dasar diberikan pupuk N dengan takaran 75 kg Urea/ha, 75 kg SP- 36/ha, dan 50 kg KCl/ha pada 7 hari setelah tanam dengan cara disebar merata pada areal pertanaman padi. Pupuk P dan K diberikan seluruh takaran sebagai pupuk dasar, sedang pemupukan N susulan (ke 2) diberikan lagi 75 kg urea/ha bila warna daun padi dengan bagan warna daun (BWD) pada skala <4. Pengamatan warna daun padi dengan menggunakan alat BWD dilakukan setiap 7- 10 hari setelah pemberian pupuk urea sebagai pupuk dasar dan pemberian pupuk urea susulan. Monitoring dengan alat BWD dihentikan bila tanaman padi sudah keluar malai 10 %.

Pemeliharaan tanaman dilaksanakan dengan pengendalian gulma terpadu dan pengendalian hama dan penyakit tanaman.

Pengendalian gulma dilakukan dua kali, yang pertama dilakukan pada umur sekitar 3 minggu setelah tanam dengan herbisida dan yang kedua dilakukan pada umur sekitar 6 minggu setelah tanam secara manual dengan tangan. Sedangkan pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan monitoring populasi hama secara periodik. Apabila terjadi serangan hama, maka dilaksanakan penyemprotan dengan menggunakan insektisida sesuai anjuran dan mengikuti kaidah pengendalian hama terpadu.

Parameter yang diamati dalam pengkajian ini adalah analisa tanah sebelum penanaman dan hasil padi (t/ha, k.a. 14 %). Hasil padi ditentukan dari rata-rata ubinan 2 x 5 m dengan ulangan 3 kali (pada 3 petani yang berbeda, baik model PTT maupun Non PTT).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sifat Fisik dan Kimia Tanah

Sifat fisik dan kimia tanah pada lokasi pengkajian di lahan sawah irigasi Desa Telaga Langsat, Kecamatan Telaga Langsat, Kabupaten Hulu Sungai Selatan disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Sifat fisik dan kimia tanah pada lokasi lahan sawah irigasi Desa Telaga Langsat

Kecamatan Telaga Langsat, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, MK. 2004

Sifat fisik dan kimia tanah Kandungan Kriteria

pH – H2O 4,60 Sangat masam C organik 2,24 Rendah N – Total (%) 0,23 Tinggi P – Bray I (ppm) 1,89 Rendah P – HCl 25% (mg/100 g) 12,06 Rendah K – dd (mg/100 g) 0,06 Rendah K – HCl 25% (mg/100 g) 11,11 Sedang Tekstur (%) - Pasir - Debu - Liat 12,00 27,50 60,50 - - - Sumber: Lab. Tanah BPTP Kalsel (2004)

Dari Tabel 1 diketahui bahwa kondisi kesuburan tanah pada lokasi pengkajian dilihat dari sifat fisik dan kimia tanahnya adalah termasuk kurang subur, hal ini dicirikan oleh pH yang sangat masam, bahan organik (C-organik) yang rendah, kandungan P dan K tersedia rendah. Dari hasil analisis tanah ini dapat diketahui takaran untuk pemupukan P dan K untuk tanaman padi di lokasi pengembangan padi masing-masing

adalah 75 kg SP-36/ha dan 50 kg KCl/ha (Makarim, A.K., et.al., 2003).

Teknologi Budidaya Padi Tradisional Petani

Teknologi budidaya padi secara tradisional petani yang selama ini diterapkan petani di lahan sawah irigasi Desa Telaga Langsat, Kecamatan Telaga Langsat adalah

sangat sederhana sekali, yaitu benih yang digunakan sebagian petani untuk bibit adalah benih yang berasal dari tanaman padi tahun sebelumnya. Bibit yang digunakan untuk ditanam berumur antara 20 sampai dengan 30 hari setelah semai dengan jumlah bibit sekitar 3-5 bibit/lubang dan jarak tanam sekitar 20 x 20 cm tetapi tidak teratur.

Pemupukan yang dilaksanakan tidak berimbang, yaitu hanya diberi pupuk N dan P saja, masing-masing dengan takaran 200-250 kg urea/ha dan 100-150 kg SP-36/ha, sedangkan pupuk K umumnya tidak diberikan, karena harga pupuk K cukup mahal dan petani belum memahami bahwa dengan pemupukan berimbang akan dapat meningkatkan hasil padi. Pemberian pupuk organik juga tidak dilakukan.

Pemeliharaan tanaman dalam hal ini pengendalian gulma dilakukan umumnya 2 kali secara manual dengan tangan. Sedangkan pengendalian hama dan penyakit dilakukan kalau ada serangan. Pengendalian hama

dilakukan dengan menggunakan insektisida sesuai anjuran dan untuk hama tikus umumnya hanya dilakukan dengan pengumpanan beracun (pestisida).

Karena terbatasnya tenaga kerja untuk panen, biasanya hanya tenaga kerja keluarga yang dipakai, maka masih banyak petani yang menumpuk sementara hasil panen diatas rumpun padi yang sudah dipanen, setelah selesai panen seluruhnya baru hasil panen dikumpulkan disuatu tempat khusus untuk proses perontokan padi. Perontokan padi sebagian masih ada dengan cara di pukulkan/dibanting dan di injak-injak dengan kaki.

Peningkatan Produktivitas Padi Sawah Irigasi dengan Model PTT

Pengamatan hasil padi dilakukan melalui panen ubinan 2 m x 5 m dengan 3 ulangan. Hasil pengamatan dari penerapan model PTT dengan perlakuan beberapa cara tanam disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil padi varietas unggul baru Ciherang pada berbagai cara tanam model PTT dan Non PTT (Tradisional) di sawah irigasi desa Telaga Langsat, kecamatan Telaga Langsat, kabupaten Hulu Sungai Selatan, MK. 2004

Perlakuan Cara tanam Luas tanam

(ha) Hasil Padi (t/ha GKG) Model PTT Tegel (20 cm x 20 cm) 0,3 5,30 Legowo 4 : 1 (40 x 20 x 10) cm 0,3 5,40 Legowo 2 : 1 (40 x 20 x 10) cm 0,3 5,70

Non PTT (teknologi petani) Tegel 20 x 20 cm (tidak teratur) - 3,10

Dari Tabel 2 diatas dapat diketahui bahwa hasil padi varietas unggul baru Ciherang yang tertinggi ditunjukkan oleh model PTT dengan perlakuan cara tanam legowo 2 : 1, yaitu 5,70 t/ha GKG, kemudian diikuti oleh cara tanam legowo 4 : 1, tandur jajar dengan jarak tanam 20 x 20 cm dan kontrol (cara tradisional petani) masing-masing 5,40 t/ha GKG, 5,30 t/ha GKG dan 3,10 t/ha GKG. Hasil padi dengan perlakuan model PTT ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan hasil padi teknologi petani, hal ini menunjukkan adanya peningkatan produktivitas padi yang sangat nyata.

Hasil padi model PTT dengan cara tanam legowo adalah yang paling baik, hal

ini disebabkan karena keunggulan cara tanam legowo adalah membuat semua tanaman menjadi tanaman pinggir, dimana rumpun tanaman padi yang berada dipinggir umumnya memberikan hasil padi yang lebih baik. Di lain pihak populasi tanaman dengan cara tanam legowo lebih banyak dibandingkan dengan cara tanam tandur jajar dengan jarak tanam 20x20 cm.

Hasil ini sejalan dengan hasil pengkajian model PTT di Sukamandi yang memberikan hasil padi lebih dari 8 t GKG/ha dengan R/C rasio lebih besar dari 2,0 (Puslitbangtan, 2001). Demikian pula hasil pengkajian PTT di 8 propinsi (Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat dan Sulawesi Selatan) masing-

masing pada lahan seluas 5 ha menunjukan adanya peningkatan produktivitas padi antara 7,1 % - 38,4 % dibanding teknologi petani. Hal ini sejalan dengan pernyataan oleh Gani (2002) bahwa dalam PTT komponen-komponen utamanya bersinergi sesamanya sehingga secara kombinasi akan memberikan potensi yang besar untuk kenaikan hasil padi.

Seperti dilaporkan oleh Makarim dan Irsal Las ( 2004), penerapan komponen PTT pada padi sawah di berbagai kabupaten di Indonesia ternyata menghasilkan gabah yang bervariasi dari 3 hingga 10 t/ha. Besarnya keragaan ini disebabkan oleh beragamnya kondisi lingkungan biofisik tanaman, seperti intensitas hama dan penyakit tanaman, kondisi kesuburan tanah, ketersediaan air dan tingkat pengelolaan lahan. Dari sebanyak 20 kabupaten contoh, 13 kabupaten mempunyai kisaran hasil padi antara 5-7 t GKG/ha. Dua kabupaten yaitu Deli Serdang (Sumatera Utara) dan Blitar (Jawa Timur) menghasilkan 7-8 t GKG/ha. Hanya satu kabupaten yaitu Madina (Sumatera Utara) yang melaporkan mendapat hasil 10 t GKG/ha. Sebaliknya,

hasil yang sangat rendah (3 t/ha) terjadi di Kabupaten Sambas yaitu petani yang menerapkan PTT dan non-PTT masing-masing memperoleh 3 t/ha dan 2,3 t/ha. Di lokasi ini lingkungan tanaman tidak menguntungkan, karena selain lahannya sering terkena banjir dengan kualitas air rendah (salinitas dan kadar besi tinggi), juga tingginya serangan hama dan penyakit. Hasil PTT antara 4 – 6 t/ha terjadi di 3 kabupaten, yaitu Rokan Hulu, Banjar dan Pinrang dimana ketiganya memiliki kendala kesuburan lahan, termasuk ketersediaan air yang kurang dan serangan hama dan penyakit.

Model PTT di samping meningkatkan produktivitas padi juga efisiensi usaha tani, dari pemakaian pupuk urea dapat dihemat sekitar 33%, dari yang semula 200 – 250 kg urea/ha menjadi hanya sekitar 150 kg urea/ha, demikian pula pemakaian benih dapat di hemat minimal 33 % dari yang semula 30-50 kg/ha menjadi hanya sekitar 20 kg/ha. Di lain pihak pengembangan padi dengan pola PTT ini juga dapat meningkatkan pendapatan (Tabel 3). Dari Tabel 3 diketahui bahwa keuntungan yang diperoleh dengan menggunakan model PTT cukup tinggi, yaitu Rp 3.985.000,- dengan R/C rasio sekitar 2,11

Tabel 3. Analisis kelayakan usahatani padi model PTT lengkap di lokasi pengembangan PTT di sawah irigasi, Desa Telaga Langsat, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, MK.2004.

Keterangan Jumlah Fisik Harga satuan

(Rp) Nilai (Rp) A. Penerimaan (kg) 5.400 1.400 7.560.000 B. Biaya produksi 1. benih 20 3.500 70.000 2. pupuk Urea 150 1.500 225.000 Sp 36 75 2.500 187.500 KCl 50 3.000 150.000 Pupuk kandang 2.000 100 200.000

Total biaya pupuk 832.500

3. Pestisida dan herbisida

Insektisida 45.000

Herbisida 45.000

Pagar plastik dan umpan 350.000

Total biaya pestisida dan herbisida 440.000

4. Tenaga kerja (HOK)

Penyiapan lahan 472.500

Persemaian 3 20.000 60.000

Menanam 16 20.000 320.000

Memupuk 6 20.000 120.000

Keterangan Jumlah Fisik Harga satuan (Rp)

Nilai (Rp)

Menyemprot 6 20.000 120.000

Panen dan pasca panen 45 20.000 900.000

Total biaya tenaga kerja 89 20.000 2.252.500

C. Total biaya 3.575.000

D. Keuntungan 3.985.000

E. R/C 2,11

KESIMPULAN

Pengembangan padi dengan menggunakan model PTT di lahan irigasi Desa Telaga Langsat, Kecamatan Telaga Langsat, Kabupaten Hulu Sungai Selatan memberikan produktivitas padi yang nyata dibandingkan dengan model teknologi petani. Hasil padi yang tertinggi ditunjukkan oleh cara tanam legowo 2 : 1, yaitu 5,70 t/ha GKG/ha, kemudian diikuti berturut-turut oleh cara tanam legowo 4 : 1, jarak tanam 20 x 20 cm dan model petani masing-masing 5,40 t/ha GKG dan 5,30 t/ha GKG dan 3,1 t./ha GKG. Di lain pihak pengembangan padi dengan model PTT juga dapat meningkatkan efisiensi usahatani padi, seperti pemakaian pupuk urea dapat dihemat sekitar 33%, begitu juga dengan pemakaian benih padi, sedangkan keuntungan bersih yang diperoleh dari usahatani padi cukup tinggi, yaitu Rp. 3.985.500 dengan R/C rasio sekitar 2,11

PUSTAKA

Fagi, A.M., L. Irsal, A.K. Makarim dan A. Hasanudin, 2003. Penelitian Padi Menuju Revolusi Hijau Lestari. Badan Litbang Pertanian. Jakarta.

Gani, A., 2002. Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu dan Sinergisme Komponen Teknologi. Makalah pada pelatihan tenaga pendamping. Kegiatan P3T, Balitpa, Sukamandi, 7 – 12 Maret 2002.

Hasanuddin, A. 2003. Pengelolaan Tanaman Padi Terpadu: Suatu Strategi Teknologi Spesifik Lokasi. Makalah Panduan Pelatihan Pemasyarakatan dan Pengembangan Padi Varietas Unggul Tipe Baru. Balitpa, Sukamandi, 31 Maret – 3 April 2003.

Makarim, A.K. dan L. Irsal, 2004. Terobosan Peningkatan Produktivitas Padi Sawah Irigasi Melalui Pengembangan Model Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu (PTT). Seminar Kebijakan Padi pada Pekan Padi Nasional II, 15 Juli 2004, Sukamandi.

Puslitbangtan, 2001. Pengelolaan Tanaman Terpadu: Pendekatan Inovatif Sistem Produksi Padi. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol. 23 No.2. Puslitbangtan. Badan Litbang Pertanian- Bogor.

VARIASI BUDIDAYA TERNAK KERBAU LUMPUR

Dalam dokumen EFISIENSI PENGGUNAAN PUPUK NITROGEN POSF (Halaman 55-60)