• Tidak ada hasil yang ditemukan

BELA NEGARA DI WILAYAH PERBATASAN

B. ARTI PENTING BELA NEGARA DI PERBATASAN

Masyarakat perbatasan sangat penting dalam kaitannya dengan bela negara. Masyarakat perbatasan yang secara geografis berdekatan de-ngan negara lain memiliki potensi untuk diberdayakan dalam aspek bela negara. Hal ini masuk akal karena apabila negara kita berperang dengan negara lain, sebagai contoh berperang dengan Malaysia mi-salnya, maka masyarakat di wilayah perbatasan akan langsung secara otomatis berhadap-hadapan dengan masyarakat Malaysia yang ada di perbatasan. Wilayah perbatasan akan menjadi medan peperangan an-tara militer kita dengan militer Malaysia sehingga sangat penting untuk diberidaya dan diberdayakan dalam konteks bela negara.

Secara geografis, masyarakat di wilayah berbaatasan sangat dekat dengan negara lain, sehingga potensi infilitrasi dan penetrasi as-ing sangat kuat terasa di wilayah perbatasan. Masyarakat Indonesia yang ada di wilayah perbatasan setiap hari bertemu, berinteraksi dan bahkan bersaudara dengan masyarakat di negara lain, misalnya Ma-laysia, Papua Nugini, dan Timor Leste sehingga rawan akan goyah rasa nasionalisme, patriotisme dan cinta tanah airnya. Masyarakat di wilayah perbatasan Kalimantan sangat rawan terkena pengaruh

Malay-sia karena secara ekonomi masyarakat MalayMalay-sia di wilayah perbatasan relatif lebih maju dan makmur dibandingkan dengan masyarakat Indo-nesia. Di perbatasan Kalimantan, masyarakat perbatasan yang berasal dari Indonesia sangat banyak tergantung kebutuhan hidupnya dari Ma-laysia, mulai dari sembilan bahan pokok, alat elektronik, alat transpor-tasi, alat informasi dan berbagai kebutuhan hidup lainnya. Masyarakat Indonesia yang ada di perbatasan banyak yang disuplai kebutuhan makanannya dari Malaysia dan bahkan merak banyak yang berbelanja kebutuhan pokok dari Malaysia, seperti masyarakat Sebatik yang lebih mudah dan murah belanja kebutuhan sehari-hari ke Tawau, Malaysia dibandingkan dengan ke Ibu Kota Kabupaten Nunukan yang mahal dan terbatas.

Hal ini tentu berbeda memang dengan perbatasan Indonesia dengan Timor Leste dan Indonesia dengan Papua Nugini. Di kedua wilayah perbatasan ini, kita masih relatif maju secara ekonomi di-bandingkan dengan kedua negara ini. Masyarakat perbatasan yang be-rasal dari Timor Leste dan Papua Nugini relatif miskin dibandingkan dengan Indonesia, bahkan banyak kebutuhan pokok sehari-hari yang suplai nya berasal dari Indonesia. Masyarakat perbatasan Timor Leste dan Papua Nugini sangat tergantung pada pasokan kebutuhan pokok dari Indonesia sehingga memang tidak terlalu mengkhawatirkan. Na-mun demikian, tetap saja yang namanya wilayah perbatasan tentu sa-ngat rawan secara ideologis dan politis, khususnya wilayah perbatasan ini banyak dilalui oleh para pelaku kejahatan transnasional dan para pelaku aksi separatisme serta terorisme yang melintas batas di jalan-jalan tikus sehingga sulit untuk dideteksi secara dini oleh aparat TNI dan Polri.

Dalam konteks ini, memang masyarakat di wilayah perbatasan harus dibekali dengan bela negara yang kuat. Masyarakat perbatasan memiliki arti penting yang sangat besar dalam konteks bela negara. Masyarakat perbatasan merupakan benteng pertahanan utama dalam melawan berbagai ancaman, berupa infiltrasi dan penetrasi asing yang

masuk ke wilayah Indonesia sehingga mengancam kedaualatan ne-gara. Masyarakat perbatasan harus diberi kesadaran akan pentingnya membela negara di wilayah perbatasan. Masyarakat perbatasan harus mampu menciptakan sistem peringatan dini dan deteksi dini secara mandiri sehingga akan dapat menangkal berbagai pengaruh asing yang masuk ke wilayah Indonesia.

Perbatasan negara yang merupakan etalase negara, jendela negara dan pintu gerbang negara harus terus ditanamkan oleh semua pihak sehingga akan tercipta pusat-pusat pertumbuhan di wilayah perbatasan sehingga akan menstimulan terwujudnya kesejahteraan masyarakat. Pendekatan kesejahteraan (prosperity approach) dan

pendekatan keamanan (security approach) harus dikedepankan secara

simultan sehingga akan mencapai sasaran yang ditentukan, yakni ter-wujudnya kesadaran bela negara yang tinggi pada seluruh lapisan ma-syarakat di wilayah perbatasan.

Pengalaman sejarah menunjukkan bahwa masyarakat per-batasan kurang mendapatkan prioritas bagi pemerintah dalam pe-nyelenggaraan pembangunan nasional. pemerintah pusat memandang bahwa masalah pembangunan di wilayah perbatasan adalah urusan pemerintah daerah, baik pemerintah daerah propinsi maupun kabu-paten/kota yang ada di wilayah perbatasan, khususnya di era otono-mi daerah dan desentralisasi, sehingga permasalahan pembangunan di wilayah perbatasan menjadi tanggungjawab pemerintah daerah. Pemerintah daerah mengatakan bahwa masalah perbatasan sangat ter-kait dengan pertahanan negara. Masalah pertahanan negara merupak-an urusmerupak-an pusat sebagaimmerupak-ana diatur dalam UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah, sehingga justru pemerintah pusat yang harus bertanggungjawab dalam mengelola pembangunan di wilayah perbatasan. Saling serang dalam konflik kewenangan ini tentunya ti-dak harus terjadi apabila semua pihak mementingkan kepentingan nasional yang lebih besar sehingga tidak sampai mengorbankan ma-syarakat di wilayah perbatasan karena adanya ego sektoral antar in-stansi pemerintah.

Terbentuknya Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan (BNPP) sangat diharapkan dapat mengelola wilayah perbatasan secara cepat, tepat, komprehensif dan terintegrasi sehingga mampu menghilangkan saling serang konflik kewenangan antar instansi dalam membangun wilayah perbatasan.BNPP diharapkan dapat berfungsi pula selain membangun aspek ekonomi, sosial, dan infrastruktur di wilayah per-batasan bersama-sama dengan pemerintah pusat dan daerah, maka harus pula memberikan nilai-nilai yang bermuatan bela negara ke-pada seluruh lapisan masyarakat di wilayah perbatasan. Sudah men-jadi tanggungjawab semua pihak untuk menciptakan kesadaran bela negara di kalangan masyarakat perbatasan sehingga akan terwujud perekonomian yang kokoh dan maju di wilayah perbatasan.

Warga negara berperan sangat penting dalam mengembangkan potensi ekonomi di wilayah batas Negara, namun pada saat ini begitu banyak permasalahan yang dihadapi warga Negara di wilayah perba-tasan khususnya di wilayah batas Negara Indonesia dengan Malay-sia di pulau Kalimantan terutama bidang soMalay-sial budaya dan ekonomi, adapun permasalahan tersebut antara lain: Kesatu adanya paradigma ’Kawasan perbatasan sebagai halaman belakang’ Paradigma pengelo-laan kawasan perbatasan di masa lampau sebagai ”Halaman Belakang” wilayah NKRI membawa implikasi terhadap kondisi kawasan perba-tasan saat ini yang tersolir dan tertinggal dari sisi sosial dan ekonomi. Munculnya paradigma ini, disebabkan oleh sistem politik dimasa lampau yang sentralistik dan sangat menekankan stabilitas keamanan. Di samping itu secara historis, hubungan Indonesia dengan bebera-pa negara tetangga pernah dilanda konflik, serta seringkali terjadinya pemberontakan-pemberontakan di dalam negeri. Konsekuensinya, persepsi penanganan kawasan perbatasan lebih didominasi pandang-an untuk mengampandang-ankpandang-an perbataspandang-an dari potensi pandang-ancampandang-an dari luar

(external threat) dan cenderung memposisikan kawasan perbatasan sebagai sabuk keamanan (security belt). Hal ini telah mengakibatkan kurangnya pengelolaan kawasan perbatasan dengan pendekatan

ke-sejahteraan melalui optimalisasi potensi sumberdaya alam, terutama yang dilakukan oleh investor swasta.2