• Tidak ada hasil yang ditemukan

KRISIS BELA NEGARA

C. ELIT POLITIK DAN BELA NEGARA

Berbicara tentang elit politik dan bela negara memang sebuah pembi-caraan yang menarik. Para elit politik yang seharusnya memiliki wa-wasan yang luas, pengetahuan yang mendalam, dan pengalaman yang hebat dibidang politik, pemerintahan, dan kebangsaan, sudah saatnya dikedepankan dalam menghadapi krisis bela negara. Para elit politik inilah yang sudah saatnya menjadi garda terdepan dalam mening-katkan bela negara di tengah kehidupan masyarakat. Ditangan para elit politik inilah kemajuan bangsa Indonesia dipertaruhkan. Mereka yang menjadi elit politik merupakan supra struktur politik yang mem-produksi kebijakan dan aturan perundang-undangan sehingga merah

birunya negeri ini saat ini sangat ditentukan oleh elit politik yang ada di lingkungan eksekutif dan legislatif baik di pusat maupun di daerah. Dalam perspektif teori elit, dinyatakan secara jelas bahwa elit adalah segelintir atau minoritas orang yang menguasai mayoritas ma-syarakat. Elit adalah sekelompok orang yang terdidik, terlatih, dan terampil dari aspek ilmu pengetahuan, teknologi, relasi, dan jaringan pendanaan sehingga mampu mempengaruhi massa dalam jumlah yang besar. Elit memiliki “power’ yang dapat menggerakan orang ke-manapun dia mau. Elit politik sangat strategis pengaruh, kewenangan, dan legitimasinya di tengah masyarakat, sehingga sangat baik untuk di-gerakkan dalam meningkatkan semangat bela negara. Sumber-sumber daya yang dimiliki oleh para elit politik sudah saatnya diberdayakan untuk menumbuhkan semangat bela negara, cinta tanah air, wawasan kebangsaan dan patriotisme di tengah masyarakat.

Posisi elit politik sebenarnya sangat berpengaruh dalam me-numbuhkan semangat kebangsaan, rasa nasionalisme, dan cinta tanah air. Namun, bagaimana kiprah elit politik saat ini? Dalam menjawab pertanyaan ini maka tidak bisa langsung dijawab secara cepat. Perlu kehati-hatian karena memang ada sebagian elit politik yang memang memikirkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan prib-adi, kelompok dan partainya. Namun tidak sedikit para elit politik di era reformasi saat ini yang justru lebih mementingkan kepentingan pribadi, kepentingan keluarga, kepentingan golongan, dan kepenting-an partainya di atas kepentingkepenting-an bkepenting-angsa dkepenting-an negara.

Tanpa mengurangi kredibilitas dan integritas para elit politik yang saat ini duduk di pemerintahan dan di DPR, lazim diketahui para sebagian besar elit politik kita justru bergelimang dengan harta tanpa memikirkan kepentingan rakyat. Para elit politik hanya menjual janji tanpa memberikan bukti. Berjanji untuk tidak korupsi namun dalam kenyataannya jelas-jelas melakukan korupsi milyaran dan bahkan trili-unan rupiah. Negara benar-benar ditipu oleh para elit politik. Negara dibohongi oleh para penguasa. Negara dikhianati oleh para pemilik

kekuasaan di negeri ini. Para elit politik justru memandang jabatan bu-kan sebagai amanah, melainbu-kan sebagai kesempatan untuk mengeruk harta, mengejar kepentingan pribadi dan menguasai segala sumber daya pemerintahan. Para elit politik tidak sadar bahwa uang hasil ko-rupsi adalah uang rakyat yang seharusnya dikembalikan kepada rakyat melalui berbagai fasilitas dan pemberian bantuan kepada masyarakat miskin.

Dalam catatan pemberantasan korupsi, sudah tidak terhitung para elit politik melakukan korupsi. Mereka terbukti di pengadilan melakukan praktek korupsi bersama “konco-konconya”. Para elit poli-tik di lingkungan pemerintahan, mulai dari camat, bupati, walikota, gubernur, sampai dengan menteri melakukan tindak pidana korupsi. Belum lagi elit politik yang ada di lingkungan parlemen, seperti ang-gota DPRD tingkat propinsi dan kabupaten/kota serta angang-gota DPR RI yang sudah jelas-jelas melakukan praktek korupsi sehingga menim-bulkan antipati masyarakat terhadap para elit politik. Para elit politik yang seharusnya menjadi panutan, suritauladan, dan role model bagi semua komponen masyarakat justru melakukan tindakan melanggar etika dan melanggar hukum.

Perilaku korupsi para elit politik tentu saja telah mengkhianati negara. Negara telah dibohongi dan ditipu oleh para elit politik. Elit politik menggunakan “jargon” untuk kepentingan rakyat dan negara dalam setiap tindakan dan perilakunya, namun dalam kenyataannya jauh dari kepentingan negara dan rakyat. Perilaku korupsi telah meno-dai semangat bela negara yang didengung-dengungkan oleh para bapak pendiri bangsa ini. Sudah saatnya para elit politik menyadari kesalahan yang dilakukan selama ini dan melakukan semacam “taubat nasuha” agar jangan sampai terulang kembali perilaku melanggar hu-kum, seperti melakukan tindak pidana korupsi. Hendaknya para elit politik malu terhadap rakyat yang berada dalam kondisi kemiskinan namun tetap peduli dengan negara dan mementingkan kepentingan negara apabila negara membutuhkan rakyat untuk membela.

Dalam budaya masyarakat Indonesia yang ketimuran dan me-megang teguh etika moral, sangat tidak pantas apabila para elit poli-tik menampilkan perilaku yang tidak bermoral dengan melakukan tindak pidana korupsi yang merugikan negara dan rakyat. Para elit politik tidak mampu mengembangkan budaya malu (quilt culture) dan budaya salah (shame culture). Budaya malu dan budaya salah su-dah saatnya ditumbuhkan, dikembangkan, dan digelorakan kedalam kehidupan riel sehari-hari di tengah masyarakat sehingga akan men-jadi ruh dalam etika bernegara, berbangsa dan bermasyarakat. Para elit politik harus malu kepada rakyat Indonesia yang meskipun dalam kondisi kekurang an, melarat dan kekurangan, namun ketika harkat, martabat, dan kedaulatan Indonesia dihina oleh bangsa lain, maka seluruh rakyat kompak dan marah serta siap untuk membela negara dari berbagai ancaman musuh. Elit politik yang memiliki pengalaman, pengetahuan, dan sumber daya malah “kabur” tidak membela negara dan justru ketakutan asetnya hilang sehingga lebih memilih membela asetnya dibandingkan membela negaranya. Sebuah ironi yang sulit dibayangkan terjadi di negeri kita tercinta.

Para elit politik pandai beretorika, pandai bermanis muka, pan-dai berpidato, dan panpan-dai membuat pencitraan di depan rakyat. Me-lalui media massa, baik media cetak dan media elektronik, mereka melakukan pencitraan dengan jargon-jargon kepentingan rakyat, ke-pentingan bangsa, dan keke-pentingan negara. Mereka mengklaim mem-bela negara, memmem-bela bangsa, dan memmem-bela rakyat. Mereka mengaku cinta tanah air, memiliki semangat nasionalisme, dan terpatri ruh pa-triotisme. Namun, dalam kenyataannya, mereka dalam berpikir, ber-tindak, berbuat dan berperilaku sangat jauh dari apa yang diharapkan. Mereka justru merampok uang negara, mementingkan kepentingan pribadi, dan melakukan pengkhianatan terhadap negara.

Negara yang dalam perkembangannya harus diperkuat, dikukuh-kan, dan ditumbuhkembangkan menjadi organisasi yang kokoh justru dirusak, dinodai, dan dikhianati oleh segelintir elit politik. Negara

yang seharusnya dibela mati-matian oleh para elit politik justru diting-galkan ketika negara membutuhkan pembelaan di tengah ancaman asing dalam arus globalisasi, pasar bebas dan perdagangan bebas.