• Tidak ada hasil yang ditemukan

KRISIS BELA NEGARA

D. EMPAT PILAR KEBANGSAAN DAN BELA NEGARA

ter-asing karena elit politik pada “ngacir” entah kemana di saat negara membutuhkan bantuan dan pembelaan. Semangat bela negara tidak terpatri dalam diri sanubari para elit politik.

Elit politik yang seharusnya memproduksi regulasi bela nega-ra justru lari tidak membela neganega-ra. Rakyat dituntut oleh elit politik untuk membela negara, namun pada kenyataannya, elit politik yang tidak memiliki rasa bela negara. Rakyat dijadikan sebagai martir un-tuk membela negara ketika ancaman musuh akan datang. Rakyat akan dikorbankan jikalau musuh menyerang kedaulatan negara. Rakyat ke-cil yang tidak tahu apa-apa dipermainkan, diperalat, dan dikorbankan untuk kepentingan elit politik yang pada gilirannya elit politik yang akan meraup keuntungan dari pengorbanan rakyat dalam membela negara.

D. EMPAT PILAR KEBANGSAAN DAN BELA

NEGARA

Di tengah arus reformasi sekarang ini, ada salah satu prakarsa yang patut diapresiasi oleh semua pihak tentang gagasan MPR RI bersama lembaga-lembaga negara lainnya untuk mensosialisasikan “empat pi-lar kebangsaan” kepada semua komponen bangsa Indonesia. Empat pilar kebangsaan tersebut adalah: Pancasila, UUD RI 1945, Bhineka Tunggal Ika, dan NKRI. Keempat pilar kebangsaan tersebut merupakan “harga mati” yang tidak bisa diganti kapanpun, dimanapun, dan dalam kondisi apapun. Empat pilar kebangsaan ini merupakan konsensus nasional yang merupakan produk yang telah dibuat, diperjuangkan, dan dipatrikan oleh para founding fathers Indonesia sehingga harus diketahui, dipahami, dijiwai, diamalkan, dan diperjuangkan sampai kapanpun juga.

Empat pilar kebangsaan merupakan ruh bangsa Indonesia yang tidak bisa diganggu gugat oleh siapapun. Empat pilar kebangsaan merupakan soko guru kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan ber-negara yang harus terus dipupuk, ditumbuhkembangkan dan diper-tahankan dalam kondisi apapun. Empat pilar kebangsaan merupa kan jati diri bangsa Indonesia di tengah konstelasi global yang tidak di-miliki oleh negara lain selain Indonesia. Empat pilar kebangsaan meru-pakan identitas, kebanggaan dan kehormatan bangsa Indonesia yang harus dipertahankan sampai titik darah penghabisan. Empat pilar ke-bangsaan harus disosialisasikan dan dinternalisasikan ke semua ge-nerasi bangsa Indonesia sehingga dapat diterapkan dalam sendi-sendi dasar kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Empat pilar kebangsaan sangat terkait dengan bela negara. Em-pat pilar kebangsaan merupakan salah satu sarana yang daEm-pat menum-buhkembangkan semangat bela negara. Bela negara membutuhkan empat pilar kebangsaan sebagai bangunan yang kokoh sehingga akan menjadi pegangan bagi semua pihak dalam menjalankan bela negara. Materi-materi bela negara yang diajarkan dan dilatihkan kepada semua komponen bangsa harus memuat isi, esensi dan substansi empat pilar kebangsaan. Empat pilar kebangsaan harus dijadikan sebagai materi inti dalam penyelenggaraan pendidikan bela negara dan pelatihan bela negara. Materi bela negara harus mengungkapkan tentang garis-garis besar empat pilar kebangsaan yang harus dipahami oleh semua peserta pendidikan bela negara di seluruh Indonesia.

Kenyataan saat ini menunjukkan bahwa empat pilar kebangsaan masih belum dapat tersosialisasikan secara luas kepada seluruh kom-ponen bangsa. Empat pilar kebangsaan yang sangat penting bagi ke-hidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat masih mengalami hambatan dalam sosialisasi di tengah masyarakat. Selama ini memang lembaga MPR dan DPR berupaya untuk mensosialisasikan empat pi-lar kebangsaan ke semua komponen bangsa. Namun, kendala alo-kasi anggaran sosialisasi menjadi hambatan. Kendala anggaran untuk

mensosialisasikan empat pilar kebangsaan kepada semua komponen bangsa sangat minim dan terbatas.

Alokasi anggaran yang minim setiap tahunnya untuk sosialisasi empat pilar kebangsaan menjadi salah satu kendala sehingga beraki-bat pada tidak terjangkaunya sosialisasi kepada semua komponen masyarakat, khususnya masyarakat yang ada di wilayah perbatasan, pulau kecil terluar, masyarakat pedesaan, dan pedalaman. Masih ada masyarakat di wilayah perbatasan, pulau terluar, terpencil dan pedalam an yang belum tersentuh oleh sosialisasi empat pilar saan sehingga mereka tidak mengetahui tentang empat pilar kebang-saan. Hal ini tentu harus menjadi perhatian semua pihak mengingat wilayah Indonesia yang dari sabang sampai merauke sangat luas se-hingga semua masyarakat dimanapun adanya harus diberi sentuhan empat pilar kebangsaan.

Peranan dari pemerintah daerah, baik pemerintah Propinsi, Ka-bupaten dan Kota sangat penting pula dalam membantu pemerintah dan MPR dalam mensosialisasikan empat pilar kebangsaan ke semua elemen masyarakat. Pemerintah daerah, yang didalamnya terdapat Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol) atau sejenisnya harus memprogramkan berbagai kegiatan yang berhubungan dengan empat pilar kebangsaan. Tanpa bantuan pemerintah daaerah, maka sosialisasi empat pilar kebangsaan yang dicanangkan oleh pemerintah akan sia-sia dan menemui banyak kendala. Harus disadari oleh semua pihak bahwa sosialisasi empat pilar kebangsaan merupakan tanggung-jawab semua pihak, tidak hanya pemerintah pusat semata, melain-kan harus didukung oleh pemerintah daerah melalui Kesbangpol nya masing-masing.

Kenyataan selama ini menunjukkan bahwa sebagian kecil pemerintah daerah masih ada menganggap bahwa sosialisasi empat pilar kebangsaan merupakan program pemerintah pusat dan tidak terkait langsung dengan pemerintah daerah. Ini yang salah dan perlu diluruskan bahwa sosialisasi empat pilar kebangsaan merupakan

tu-gas dan tanggungjawab semua elemen bangsa sehingga membutuh-kan sinergitas dari seluruh komponen bangsa. Pemerintah daerah di era otonomi daerah dan desentralisasi sangat penting peranannya se-hingga bantuan, dukungan dan partisipasi pemerintah daerah dalam mensukseskan sosialisasi empat pilar kebangsaan sangat menentukan. Apabila kita ke berbagai daerah di seluruh Indonesia, masih sa-ngat minim kegiatan sosialisasi empat pilar kebangsaan di tengah ma-syarakat akar rumput. Jarang sekali baliho, spanduk atau baner yang dipasang di berbagai pelosok kota yang menyuarakan tentang empat pilar kebangsaan. Yang muncul justru baliho, spanduk, dan baner para penguasa daerah, para pimpinan daerah, dan para elit politik lainnya. Banyak elit politik di daerah yang justru disibukan oleh sosialisasi pribadi guna dikenal atau populer di mata masyarakat sehingga dapat terpilih kembali menjadi gubernur, bupati, walikota ataupun anggota legislatif lainnya. Mereka justru lebih memprioritaskan untuk menso-sialisasikan diri sendiri, memasarkan sosok pribadinya, dan memamer-kan kegagahannya di depan masyarakat melalui spanduk, baliho, dan baner yang terpasang di sepanjang jalan. Kepentingan sosialisasi em-pat pilar kebangsaan yang merupakan prioritas kepentingan negara justru dikalahkan dengan kepentingan pribadi, kepentingan partai dan kepentingan kelompoknya masing-masing. Inilah yang melahirkan kri-sis bela negara di tengah masyarakat Indonesia yang majemuk, plural dan komplek ini.

Para pemangku kepentingan di daerah tidak menyadari bahwa empat pilar kebangsaan merupakan obat mujarab dalam menghadapi berbagai potensi konflik yang ada di tengah masyarakat. Empat pi-lar kebangsaan masih belum menjadi prioritas bagi daerah karena mereka menganggap bahwa sosialisasi empat pilar kebangsaan tidak berhubungan langsung dengan pendapat daerah dan kesejahteraan masyarakat. Pandangan keliru para pemangku kepentingan di daerah ini terjadi karena dalam bayangan mereka bahwa keberhasilan pem-bangunan daerah sangat ditentukan oleh pendapatan daerah dan

me-ningkatnya kesejahteraan masyarakat. Mereka tidak menyadari bahwa pembangunan daerah yang dibangun tidak akan berhasil tanpa ada-nya pemahaman masyarakat terhadap nilai-nilai pembangunan yang tercermin dalam empat pilar kebangsaan. Pembangunan daerah dapat terhambat oleh berbagai konflik, ketegangan dan kekerasan di te ngah masyarakat yang semuanya itu tidak akan terjadi apabila terdapat pemahaman yang sama dari tengah masyarakat terhadap empat pilar kebangsaan.

Sudah saatnya pemerintah daaerah memberdayakan Kesbang-pol di masing-masing daerahnya untuk membuat program dan ke-giatan yang mengarah pada sosialisasi empat pilar kebangsaan dan bela negara. Tanpa adanya program dan kegiatan yang bernuansa empat pilar kebangsaan dan kegiatan bela negara, maka niscaya ma-syarakat akan apatis, cuek, dan acuh tak acuh dengan empat pilar ke-bangsaan. Kesadaran masyarakat akan empat pilar kebangsaan sebagai sarana menumbuhkan rasa bela negara harus segera dilakukan meng-ingat bangsa Indonesia sekarang ini berada di tengah pusaran global-isasi sehingga membutuhkan “filter” berupa empat pilar kebangsaan yang dapat menghadang gempuran nilai-nilai budaya global barat. Kita semua tentunya tidak menginginkan berbagai budaya warisan nenek moyang yang terdapat di berbagai daerah di Indonesia hancur dan hilang ditelah bumi karena digempur oleh budaya-budaya global barat. Sudah tugas dari kita semua, khususnya pemerintah daerah un-tuk membentengi budaya lokal dan budaya daerah melalui sosialisasi empat pilar kebangsaan.

Pemerintah daerah harus mendesain Kesbangpol menjadi agen utama dan ujung tombak di daerah dalam mensosialisasikan empat pilar kebangsaan. Kesbangpol memerankan fungsi strategis di dae-rah mengingat ormas, LSM, organisasi kepemudaan, dan berbagai tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh pemuda, dan tokoh adat be-rada dalam jalur pembinaan Kesbangpol di daerah. Kalangan ormas, LSM, tokoh agama, tokoh masyarakat, dan tokoh adat dapat dijadikan

sebagai penjuru dalam mensosialisasikan empat pilar kebangsaan di tengah masyarakat. Peran mereka sangat sentral dalam kegiatan so-sialisasi empat pilar kebangsaan sehingga dari mereka lah kemudian mengalir sosialisasi di tengah akar rumput.

Pemerintah pusat harus mendorong pemerintah daerah untuk terus tanpa henti mensosialisasikan empat pilar kebangsaan. Peme-rintah pusat harus memberi perhatian lebih terhadap daerah-daerah yang dinilai memiliki potensi kerawanan tinggi. Pemerintah pusat ha-rus membuat pemetaan terhadap daerah yang rawan konflik, daerah rawan teroris, daerah rawan separatis, dan daerah rawan lainnya se-hingga “treatment” nya antar daerah berbeda-beda karena karakteristik masyarakat di berbagai daerah berbeda-beda.

Daerah-daerah yang rawan konflik seperti Papua, Aceh, Poso, Ambon dan sekitarnya harus mendapatkan sosialisasi empat pilar kebangsaan yang intensif di tengah masyarakat. Wilayah ini harus mendapat perhatian lebih karena sering terjadi konflik, mudah disulut konflik, dan mudah diprovokasi sehingga timbul kekerasan kolektif. Oleh karena itu, sosialisasi empat pilar kebangsaan sangat penting dijadikan sebagai benteng dalam mencegah konflik, kekerasan dan kerusuhan yang berpotensi timbul di beberapa daerah ini. Pengalam-an menunjukkPengalam-an bahwa terjadinya kekerasPengalam-an dPengalam-an kerusuhPengalam-an massal sebenarnya akibat ulah dari para oknum tertentu yang memancing emosi dan memprovokasi massa untuk kepentingan politik tertentu. Masyarakat harus disadarkan dengan bela negara yang tinggi untuk tidak mudah dipengaruhi untuk kepentingan pribadi dan kelompok serta senantiasa mementingkan kepentingan negara.

Akar persoalan bela negara yang lemah di masyarakat bawah memang sudah terang benderang, yakni kemiskinan, pengangguran dan ketimpangan. Masyarakat di berbagai daerah merasa bahwa me-reka miskin, pengangguran dan merasa mendapatkan ketidakadilan dalam hidup sehari-hari dimana jurang antara si kaya dan miskin sa-ngat terasa, khususnya di era otonomi daerah yang menimbulkan

raja-raja kecil. Mereka kecewa dengan kebijakan pemerintah daerah yang dianggap tidak berpihak kepada masyarakat akar rumput sehingga mu-dah sekali bagi kelompok tertentu untuk melakukan provokasi, infil-trasi dan adu domba di tengah masyarakat. Mereka sulit sekali diminta untuk menjiwai empat pilar kebangsaan dan membela negara dite-ngah kesulitan ekonomi yang mendera mereka sehari-hari. Jangankan membela negara, membela diri saja untuk bertahan hidup kesulitan. Mereka lebih memilih mementingkan membela peut mereka dari an-caman kelaparan dibandingkan membela negara dari anan-caman musuh dari luar. Ini adalah fakta riel yang terjadi di tengah masyarakat yang sedang bergulat dan berjuang mendapatkan kemapanan ekonomi demi sesuap nasi, sehingga bela negara merupakan barang yang ma-hal bagi mereka sehingga cenderung dikesampingkan dalam kondisi perut kosong. Dalam pemikiran rakyat kecil: “Jangan Berbicara Bela Negara Dalam Perut Kosong”.

Oleh karena itu, sudah menjadi tugas dan tanggungjawab semua pihak untuk mensejahterakan masyarakat. Sulit sekali bangsa Indone-sia menguat rasa dan semangat bela negara nya di tengah kesulitan ekonomi masyarakatnya. Masyarakat akan enggan diminta membela negara di tengah kemiskinan, pengangguran dan kesusahan ekono-mi. Mereka akan lebih mementingkan kepentingan pribadi, seperti kepentingan perut mereka dibandingkan kepentingan negara. Kepen-tingan negara akan dijadikan sebagai kepenKepen-tingan kesekian kali dan bahkan tidak dipentingkan sama sekali di tengah himpitan ekonomi masyarakat yang nestapa. Empat pilar kebangsaan merupakan elemen penting dalam bela negara. Bela negara yang kokoh hanya akan terjadi di negara yang sejahtera dimana masyarakatnya tidak lagi memikirkan urusan perut masing-masing sehingga dapat diminta berkonsentrasi memikirkan kepentingan negara.

-oo0oo-A. PENDAHULUAN

S

emangat kebangsaan Indonesia mulai mengkristal dan mencapai tahapan yang baru sejak dicetuskannya Sumpah Pemuda dalam Kongres Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928. Sejak saat itu, para pemuda Indonesia bersepakat untuk berikrar tentang satu bangsa, satu bahasa dan satu tanah air Indonesia. Gugusan kepulauan Indone-sia yang terdiri dari ratusan etnis dan suku dinyatakan menjadi sebuah bangsa yang disebut bangsa Indonesia. Meskipun demikian, gagasan awal yang mendorong munculnya Sumpah Pemuda ini dapat ditelu-suri sejak lahirnya Budi Utomo pada tahun 1908.1

Komitmen nasional dalam kerangka Sumpah Pemuda kemudian menjadi dasar yang sangat kuat bagi bangsa Indonesia untuk mem-proklamirkan kemerdekaan Indonesia dari kolonialisme Barat pada tanggal 17 Agustus 1945 yang terepresentasikan oleh Soekarno dan Hatta. Sejak saat itulah, bangsa Indonesia berdiri kokoh sebagai se-buah negara bangsa atau nation state yang berdaulat dan tidak

diinter-vensi oleh pihak asing manapun.

Konsepsi kebangsaan “Bhineka Tunggal Ika” yang merupakan salah satu senyawa dari ideologi bangsa Indonesia, yakni Pancasila,

MENEROPONG BELA NEGARA

merupakan sebuah cerminan betapa Indonesia menghargai dan meng-hormati perbedaan, keragaman, dan kemajemukan dalam kerangka persatuan dan kesatuan Indonesia. Para “founding father” bangsa Indo-nesia sangat menyadari bahwa bangsa IndoIndo-nesia ini terbentuk karena didasarkan pada persamaan nasib, persamaan sejarah, dan persamaan perjuangan.2 Artinya, nasib, sejarah, dan perjuangan bangsa Indone-sia dari Sabang sampai Merauke inilah yang mendorong terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Jadi, bukan persamaan etnis, suku, agama, dan golongan yang melahirkan Indonesia.

Dalam konteks inilah, kesadaran bela negara dan semangat ke-bangsaan yang menghargai perbedaan, kemajemukan, pluralisme dan keanekaragaman harus dijunjung tinggi dan ditanamkan secara simul-tan kepada anak cucu generasi penerus bangsa Indonesia agar supaya mereka menyadari hakekat bangsa Indonesia yang luas dan bervariasi ini.3 Nasionalisme, patriotisme dan cinta tanah air harus terus dikobar-kan dalam hati sanubari setiap warga negara Indonesia sebagai modal dasar dalam memperkokoh persatuan dan kesatuan dalam bingkai NKRI.

Hal ini sangat penting mengingat saat ini ada kecenderungan di kalangan generasi penerus bangsa Indonesia mulai menipis ke-sadaran bela negara dan semangat kebangsaan dan bahkan tidak tahu makna dan hakekat dari “perbedaan dalam kesatuan” yang dilahirkan oleh bapak pendiri bangsa Indonesia ini. Maraknya konflik politik, kekerasan kolektif dan kerusuhan massal yang terjadi di Indonesia pada penghujung abad 20 ini telah mengindikasikan mulai menguat-nya gejala disintegrasi bangsa yang bermuara pada gerakan-gerakan separatisme, terorisme, radikalisme, dan anarkisme secara sporadis di beberapa daerah di Indonesia.

Realitas kehidupan berbangsa dan bernegara saat ini menunjuk-kan bahwa yang terjadi bumenunjuk-kan “wawasan kebangsaan” di kalangan sebagian besar masyarakat Indonesia, melainkan “wawasan kegloba-lan” dan “wawasan kedaerahan”. Akibatnya, yang terjadi adalah krisis

ekonomi, krisis politik dan krisis kepercayaan yang kemudian meng-ancam keutuhan bangsa. Pemahaman wawasan kebangsaan belum diimplementasikan dalam kehidupan nyata masyarakat Indonesia, se-hingga belum menghasilkan kekuatan untuk membangun keutuhan bangsa.4

Di era reformasi saat ini, kesadaran bela negara masyarakat In-donesia sedang diuji. Maraknya konflik vertikal dan horizontal yang berdimensi politik, ekonomi, dan sosial budaya yang terjadi di ber-bagai daerah menunjukkan bahwa kepentingan individu, kepentingan kelompok dan kepentingan partai lebih ditonjolkan daripada kepen-tingan bangsa dan negara. Nilai-nilai Pancasila yang mengutamakan gotong royong, musyawarah mufakat, dan tenggang rasa, cenderung diabaikan dalam kehidupan sehari-hari baik oleh para elit maupun di kalangan masyarakat5. Pancasila dipandang oleh sebagian masyarakat Indonesia sebagai ornamen dan slogan dalam setiap pidato dan ke-giatan formalistik lainnya dan kurang diaplikasikan dalam kehidupan nyata sehari-hari.

Arus globalisasi yang melanda seluruh bangsa Indonesia juga telah melunturkan semangat bela negara yang ada di tengah masyara-kat Indonesia. Pada bidang ideologi, globalisasi telah memunculkan ideologi liberalisme-kapitalisme yang dianut oleh sebagian besar negara-negara di dunia. Pada bidang politik, globalisasi mendorong munculnya isu demokrasi dan HAM yang menjadi isu global. Pada bidang ekonomi, globalisasi melahirkan pasar bebas dan perdagangan bebas yang mengintegrasikan dunia. Pada bidang sosial budaya, glo-balisasi menyebarkan nilai-nilai budaya universal (individualisme, ma- ma-terialisme, konsumerisme, hedonisme). Pada bidang pertahanan kea-konsumerisme, hedonisme). Pada bidang pertahanan kea-manan, globalisasi menciptakan ancaman baru, yakni ancaman non militer/non konvensional/non tradisional. Pada bidang ilmu penge-tahuan dan teknologi, globalisasi mendorong peralatan dunia maya (cyber space), intelijen cyber, dan spionase cyber.6

Di tengah arus globalisasi dan reformasi yang makin komplek, banyak pihak yang mempertanyakan tentang kesadaran bela negara. Bela negara merupakan salah satu wujud nasionalisme yang harus ada dalam setiap warga negara. Tanpa kesadaran bela negara yang tinggi, maka niscaya suatu bangsa akan rapuh dan bahkan kalah dalam bersa-ing dengan negara-negara lain di dunia7. Ancaman terhadap negara yang sangat komplek dan beragam, mendorong negara untuk mening-katkan kesadaran bela negara yang kuat dan kokoh terhadap seluruh warga negaranya. Bela negara yang kuat dan kokoh pada masyarakat Indonesia diharapkan dapat melahirkan persatuan dan kesatuan serta menghindarkan dari konflik.

Asumsinya, semakin tinggi bela negara yang ada dalam hati sa-nubari masyarakat Indonesia, maka semakin rendah potensi konflik yang terjadi. Demikian pula sebaliknya, semakin rendah bela negara dalam hati sanubari masyarakat Indonesia, maka semakin tinggi po-tensi konflik yang terjadi. Penulis meyakini bahwa terdapat korelasi antara bela negara dengan konflik. Artinya, berbagai konflik yang ter-jadi menunjukkan bahwa semangat dan kesadaran bela negara dari masyarakatnya rendah. Masyarakat yang kesadaran bela negara-nya tinggi, maka akan sulit diprovokasi oleh pihak-pihak tertentu untuk melakukan perilaku konfliktual yang mengarah pada kekerasan massal karena masyarakatnya akan mementingkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi, kepentingan kelompok dan ke-pentingan partai.

B. BELA NEGARA: PENGERTIAN, NILAI DAN