• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAN NASIONALISME

C. RADIKALISME ETNIS MEREMBET KE RADIKALISME TERORIS

Pada masa awal-awal reformasi, radikalisme dan militansi yang mere-bak di Indonesia adalah radikalisme etnik. Hal ini ditandai dengan berbagai kekerasan kolektif dan kerusuhan sosial di Sampit, Poso, dan Ambon. Selanjutnya, radikalisme etnik ini kemudian menjalar pada radikalisme kesukuan, golongan, dan agama. Akhirnya, gejala dis-integrasi bangsa menjadi fenomena penting yang mendapat perhatian serius waktu itu. Bentuk-bentuk radikalisme etnik ini telah menelan korban ratusan, dan bahkan ribuan nyawa melayang.

Saat ini, radikalisme etnik untuk sementara waktu meredup digeser oleh radikalisme teroris. Menguatnya radikalisme teroris ini dalam konteks Indonesia telah ada secara dominatif sejak terjadinya rentetan peristiwa pengeboman di berbagai Gereja pada malam

Na-tal, peledakan bom di Atrium Senin, pengeboman Masjid Istiqlal, dan bom di Kedubes Filipina di Jakarta. Puncak dari rangkaian aksi penge-boman ini adalah tragedi bom di Legian, Kuta, Bali, I2 Oktober 2002 lalu yang menewaskan lebih dari I80 orang tewas dan 300 orang luka berat ringan, yang kemudian disusul dengan berbagai aksi teroris di berbagai wilayah Indonesia saat ini.

Sebagai bangsa yang menjunjung tinggi kemanusiaan dan ke-beragaman, sudah sepatutnya jika kita semua mengutuk berbagai aksi radikalisme teroris yang selama ini menghantui bangsa Indonesia. Biar bagaimanapun juga, dampak dari radikalisme teroris yang menjangkiti berbagai kelompok dan gerakan sosial sangat bertentangan dengan ni-lai-nilai kemanusiaan dan norma-norma keagamaan. Meskipun tujuan dari kelompok-kelompok radikalisme teroris ini ingin menegakkan hukum dan keadilan Tuhan, tapi cara-cara yang mereka pergunakan telah melanggar hukum dan keadilan Tuhan itu sendiri.

Disamping itu, yang perlu dipegang teguh adalah bahwa teror-isme dan segala bentuknya jangan disangkutpautkan dengan agama. Kecenderungan radikalisme teroris terletak pada individu atau per-sonel masing-masing. Bahkan secara lugas dapat dikatakan bahwa para pelaku tindak teroris itu adalah manusia-manusia yang tidak be-ragama dan tidak bertuhan. Sebab, manusia yang bebe-ragama tidak akan melakukan perbuatan biadab seperti itu.

Semakin menguatnya gejala radikalisme teroris di Indonesia saat ini tentunya akan berdampak pada terjadinya benturan-benturan antar berbagai kelompok masyarakat dengan pemerintah. Di samping itu, isu-isu terorisme telah mempengaruhi proses penciptaan dan pengem-bangan pluralitas budaya dan manusia. Tatanan sosial masyarakat, yang ketika meletup reformasi bercerai-berai dan ingin ditransformasi dalam wadah multikulturalisme, akan mengalami hambatan serius apabila isu terorisme semakin mempengaruhi struktur sosial masyara-kat.

Konsepsi multikulturalisme yang intinya menekankan pada pe-ngakuan dan penghormatan terhadap kebhinekaan dan perbedaan yang selama ini akan dikembangkan dalam konteks kebangsaan In-donesia akan berhadapan secara tajam dengan isu-isu terorisme yang berkembang akhir-akhir ini. Dikatakan demikian karena radikalisme teroris yang disinyalir menghinggapi sebagian kelompok-kelompok dan gerakan-gerakan sosial masyarakat tidak mengenal akan perbe-daan dan kebhinekaan.

Perspektif terorisme tidak mengedepankan pada kebersamaan dan pluralisme, melainkan hanya menekankan pada uniformitas yang monolitik. Selain itu, terorisme tidak memprioritaskan pada upaya-upaya dialog, melainkan langsung pada tindak kekerasan yang mem-bahayakan. Hal ini sangat bertentangan dengan perspektif multikul-turalisme yang mendasarkan diri pada saluran dialog, kebersamaan, kemanusiaan, penghormatan antar manusia, dan pengakuan akan per-bedaan.

Bagaimanapun juga, kita semua tidak menginginkan bangsa ini menjadi bangsa yang memiliki cap “Republik Teror”. Oleh karena itu,Tragedi bom Bali harus dijadikan momentum yang tepat untuk menyadarkan kepada bangsa Indonesia bahwa isu-isu terorisme akan sangat membahayakan semangat multikulturalisme di tengah-tengah kehidupan sosial masyarakat. Terorisme adalah musuh baru multikul-turalisme.

Melihat betapa bahayanya permasalahan terorisme di Indonesia ini terhadap persatuan bangsa dan pengembangan multikulturalisme yang sedang dibangun, maka perlu diupayakan sebuah strategi untuk menangkalnya secepat mungkin. Salah satu cara yang efektif untuk itu adalah langkah penguatan masyarakaat sipil (civil sosiety) yang ada

dalam masyarakat Indonesia. Seluruh komponen masyarakat sipil mu-lai dari partai politik, Lembaga Swadaya Masyarakat, Organisasi So-sial, Organisasi Keagamaan, Komunitas Intelektual Kampus, Masyara-kat Pers dan komponen masyaraMasyara-kat lainnya harus senantiasa bersatu

padu, saling berdialog, tukar informasi dan merapatkan barisan demi cegah tangkal praktek terorisme.

Konsolidasi masyarakat sipil ini sangat penting mengingat saat ini negara sebagai unit politik formal tidak mampu lagi memberikan rasa aman dan kedamaian pada rakyatnya dari ancaman terorisme. Struktur negara seperti Eksekutif (Birokrasi dan aparat penegak hukum: Polri, Kejaksaan, TNI), Legislatif (MPR/DPR) dan Yudikatif (Lembaga Peradilan) telah gagal dalam menciptakan tertib sosial masyarakat. Padahal, tujuan utama dibentuknya negara adalah kontrak sosial dari seluruh elemen masyarakat untuk secara bersama mendelegasikan kekuasaan kepada negara untuk menciptakan kondisi yang kondusif bagi interaksi hak dan kewajiban antar individu dalam masyarakat.

Merebaknya aksi-aksi terorisme telah menggangu dan meram-pas hak hidup dan hak untuk aman dari rakyat. Sudah selayaknya bagi rakyat menuntut rezim penguasa berkait dengan terganggunya hak-hak mereka. Tidak berhenti disitu saja, segenap elemen masyarakat harus mengonsolidasi diri demi keamanan masing-masing dari anca-man terorisme.

Penguatan masyarakat sipil bisa dilakukan secara nyata dengan saling tukar informasi, saling dialog, saling bekerjasama sehingga akan tercapai suatu kesepakatan dan gerakan moral sosial yang kuat se-hingga persatuan dan kesatuan bangsa bisa terjaga. Selain itu, de ngan ditumbuhkembangkan budaya dialog, diskusi, dan tukar informasi masing-masing komponen masyarakat akan mendorong percepatan timbulnya budaya multikulturalisme yang selama ini ingin dikem-bangkan secara bersama.