• Tidak ada hasil yang ditemukan

BELA NEGARA DI WILAYAH PERBATASAN

A. SINERGITAS KOMPONEN BANGSA

Bela negara merupakan semangat seluruh warga negara untuk men-cintai tanah air Indonesia yang dilandasi oleh Pancasila dan UUD NRI 1945. Bela negara harus dimiliki oleh semua warga negara Indonesia dimanapun, sampai kapanpun dan siapapun. Bela negara merupakan modal dasar bagi bangsa Indonesia mencapai cita-cita sebagaimana yang tertuang dalam pembukaan UUD NRI 1945. Tanpa bela negara maka bangsa Indonesia tidak akan dapat berdiri kokoh. Tanpa bela negara maka bangsa Indonesia akan rapuh dan mudah goyah oleh hempasan arus globalisasi, pasar bebas dan perdagangan bebas.

Bela negara akan mampu memupuk rasa persatuan dan kesatuan bangsa. Bela negara akan mampu menangkal lunturnya nasionalisme yang saat ini terjadi pada bangsa Indonesia oleh gempuran budaya global barat yang sangat merasuk dalam sendi-sendi dasar kehidupan manusia Indonesia. Bela negara dapat didesain untuk melindungi jati diri dan identitas bangsa yang kian lama kian mengalami degradasi karena masuknya budaya asing sehingga menggerus budaya lokal dan

AGENDA BESAR BELA NEGARA

budaya nasional yang selama ini kita pupuk dan kita kembangkan se-cara bersama-sama.

Bela negara dapat pula dijadikan sebagai “filter” bagi ancaman separatisme, terorisme, dan radikalisme yang marak akhir-akhir ini. Bangsa Indonesia di era reformasi sangat terkoyak dan dipenuhi de-ngan aksi konflik, kekerasan dan kerusuhan yang membahayakan per-satuan bangsa sehingga perlu didorong untuk menumbuhkan sema-ngat bela negara yang tinggi. Semua warga negara harus diwajibkan mementingkan kepentingan negara di atas kepentingan kelompok, golongan dan partainya. Aksi-aksi kekerasan dan kerusuhan yang ter-jadi di berbagai daerah merupakan wujud nyata bahwa bela negara bangsa Indonesia masih lemah.

Dalam rangka meningkatkan bela negara di seluruh lapisan komponen bangsa, maka diperlukan kerjasama, komunikasi, dan koordinasi antar stakeholder terkait. Tanpa adanya kerjasama antar komponen bangsa maka semangat bela negara akan sulit digelorakan dari Sabang sampai Merauke. Semangat bela negara sangat ditentukan keberhasilannya oleh sinergitas antar komponen bangsa. Semua pihak harus saling bahu membahu menumbuhkan semangat bela negara, melalui berbagai penyuluhan bela negara, pendidikan bela negara dan pelatihan bela negara.

Selama ini kita semua mengetahui bahwa hampir seluruh instansi pemerintah baik di pusat maupun di daerah melaksanakan ber bagai program dan kegiatan bela negara dengan sasaran semua komponen bangsa, khususnya masyarakat lapisan bawah. Namun demikian, ber-bagai program dan kegiatan tersebut dilakukan secara sendiri-sendiri, kurang terprogram, kurang terintegrasi, dan kurang komprehensif. Hal ini terjadi karena tidak adanya kerjasama, koordinasi, komunikasi dan sinergitas antar instansi pemerintah dalam menyelenggarakan bela negara kepada semua komponen bangsa.

Pemerintah pusat, mulai dari Kementerian Dalam Negeri, Ke-menterian Pertahanan, KeKe-menterian Koordinator Politik, Hukum dan

Keamanan, Bappenas, BNPT, BNPP, DPR, MPR dan berbagai lemba-ga, instansi, dan kementerian lainnya memiliki program dan kegiatan yang terkait dengan peningkatan semangat bela negara. Alokasi ang-garan digelontorkan secara besar-besaran untuk meningkatkan bela negara ke berbagai daerah setiap tahunnya. Hal ini memang sudah ba-gus dan baik apabila dilihat dari komitmen untuk meningkatkan bela negara dengan adanya program dan kegiatan yang dianggarkan setiap tahunnya. Namun demikian, program dan kegiatan yang diselengga-rakan masih belum sepenuhnya terfokus dan terintegrasi sehingga ter-kesan jalan sendiri-sendiri, sporadis, dan parsial.

Di daerah juga hampir sama dimana pemerintah daerah, baik propinsi maupun kabupaten/kota sangat bagus komitmennya untuk meningkatkan bela negara di daerahnya masing-masing. Pemerintah daerah melalui Kesbangpol nya masing-masing selalu membuat pro-gram dan kegiatan yang terkait dengan peningkatan bela negara, mu-lai dari program sosialisasi empat pilar kebangsaan, sosialisasi bela negara, pelatihan pendidikan kewarganegaraan bagi guru-guru, so-sialisasi kerukunan antar umat beragama, dan berbagai program dan kegiatan lainnya yang berbau bela negara. Namun demikian, program dan kegiatan ini terkesan masih belum menyentuh ke semua lapisan masyarakat. Masih banyak ormas, LSM, OKP di berbagai daerah yang merasa bahwa sosialisasi bela negara yang dilakukan oleh Kesbangpol Pemda masih belum merata ke seluruh lapisan masyarakat di tingkat akar rumput. Hal ini tentunya perlu mendapatkan perhatian semua pi-hak, khususnya pemerintah daerah yang tahu betul kondisi dan karak-ter wilayahnya masing-masing.

Dalam kaitan ini, sangat penting dilakukan sinergi antara peme-rintah pusat dan pemepeme-rintah daerah dalam menyelenggarakan pro-gram bela negara di berbagai daerah sesuai dengan kondisi wilayah dan karakteristik masyarakanya masing-masing. Pemerintah pusat me-lalui lemhanas misalnya harus membuat modul pendidikan, pelatihan dan penyuluhan bela negara secara berbeda kepada semua lapisan

masyarakat. Harus diberikan materi dengan penekanan yang berbeda antar daerah karena memang masing-masing daerah memiliki karakter khusus sehingga modul peningkatan bela negara juga harus berbeda.

Sebagai contoh, modul bela negara untuk masyarakat Papua dan Papua Barat tentu harus berbeda dengan modul bela negara un-tuk masyarakat di wilayah Jawa Tengah, Jawa Timur dan Jawa Barat. Me ngapa harus berbeda? Karena masyarakat Papua dan Papua Barat secara pendidikan masih relatif rendah sehingga perlu modul bela ne-gara dengan gaya bahasa yang simpel dan mudah dipahami mereka. Selain itu, secara historis, masyarakat Papua dan Papua Barat pernah mengalami perjalanan sejarah yang sedikit berbeda dengan wilayah lain di Indonesia dimana sampai dengan saat ini masih ada gerakan separatis yang tergabung dalam OPM. Selanjutnya, penekanan modul bela negara nya juga harus dirancang secara khusus agar supaya bisa dipahami, dihayati dan diamalkan oleh seluruh masyarakat Papua.

Dalam konteks ini, perlu ditekankan bahwa modul bela negara harus dirancang oleh pemerintah pusat sebagai leading sector yang

dengan melibatkan pemerintah daerah masing-masing. Secara umum, modul bela negara muatannya semua sama berisi tentang persatuan dan kesatuan bangsa, nasionalisme, cinta tanah air, dan wawasan ke-bangsaan. Namun, dalam modul tersebut perlu ada penekanan ma-sing-masing untuk tiap-tiap daerah. Sebagai misal adalah modul bela negara dibuat secara terperinci dimana terdapat modul bela negara untuk daerah konflik, modul bela negara untuk daerah rawan, modul bela negara untuk daerah aman, dan lain sebagainya. Bahkan, perlu pula misalnya modul bela negara untuk daerah perbatasan, modul bela negara untuk daerah pulau kecil terluar, modul bela negara un-tuk daaerah pesisir, modul bela negara unun-tuk daerah pedalaman, dan lain sebagainya. Modul-modul bela negara ini harus didesain sesuai dengan kondisi wilayah, karakter masyarakat, dan struktur sosial buda-ya masbuda-yarakat setempat sehingga pasti akan mengena kepada semua lapisan masyarakat.

Modul bela negara harus dirancang dengan melibatkan ber bagai pakar dari berbagai perguruan tinggi, ahli dari berbagai lembaga, serta melibatkan unsur TNI dan Polri sehingga akan terwujud modul bela negara yang komprehensif, kongkret, dan riel. Selama ini banyak ma-syarakat yang merasakan dan menyatakan bahwa sosialisasi bela ne-gara terkesan membosankan, monoton, dan monologis, dimana peserta penyuluhan bela negara kadangkala ngantuk dan kurang bersemangat mengikuti penyuluhan bela negara. Ha ini terjadi karena modul bela negaranya ditulis dengan sangat abstrak, tidak disertai dengan contoh-contoh kasus, bahasa yang tinggi terkesan seperti bahasa dewa-dewa yang sulit membumi alias “down to earth” sehingga dianggap oleh masyarakat terkesan elitis, politis, dan jauh dari realistis.

Diperlukan modul bela negara yang disajikan secara kongkret, riel, dan aplikabel sehingga dapat dipahami oleh masyarakat secara jelas dan nyata. Bahasa yang digunakan dalam modul juga harus baha-sa yang mudah dipahami oleh masyarakat bawah. Metode penyuluh-an, pendidikan dan pelatihan bela negara juga harus bersifat dialogis, interaktif dan “having fun” sehingga semua lapisan masyarakat tidak tegang, tidak ngantuk, dan tidak membosankan. Berbagai metode pelatihan yang bersifat monoton harus diubah dimana para peserta pelatihan harus dirancang sebagai pemain utama dalam pelatihan bela negara, diberikan game atau permainan yang terkait dengan bela negara, terdapat simulasi atau praktek langsung yang berhubungan dengan bela negara sehingga semua pihak dapat aktif dalam pelatihan bela negara.

Kementerian pendidikan dan Kebudayaan RI juga harus melaku-kan sinergi dengan Dinas Pendidimelaku-kan dan Kebudayaan di Propinsi dan Kabupaten/Kota untuk melakukan berbagai program untuk mendesain silabus, SAP dan GBPP dalam kurikulum pendidikan kewarganegaraan yang diajarkan setiap tahunnya kepada semua murid di tingkat dasar, menengah dan atas. Para guru pendidikan kewarganegaraan berperan penting dalam mensosialisasikan bela negara kepada semua murid

se-jak dini. Sekolah-sekolah di berbagai daerah merupakan motor peng-gerak yang sangat efektif untuk mensosialisasikan bela negara secara dini kepada murid-murid di berbagai sekolah yang ada di Indonesia.

Sosialisasi bela negara yang termuat dalam pelajaran Pendidik-an KewargPendidik-anegaraPendidik-an di setiap sekolahPendidik-an mulai dari SD, SMP dPendidik-an SMA atau yang sederajat sangat strategis untuk dilakukan secara rutin dan intensif. Oleh karena itu, peran guru-guru PKN sangat potensial untuk diberdayakan dalam rangka menumbuhkan semangat bela negara ke-pada para murid. Pemerintah daerah yang didalamnya ada Dinas Pen-didikan dan Kebudayaan harus menyelenggarakan semacam pelatih-an, pendidikpelatih-an, dan penyuluhan kepada semua guru-guru di sekolah melalui supervisi dari Kemendikbud tentang muatan materi bela ne gara yang harus diajarkan secara dini dalam pendidikan kewarga negeraan sehingga semua murid mampu memahami, menghayati, dan menga-malkan nilai-nilai bela negara.

Muatan materi PKN di setiap daerah juga tentu berbeda-beda, dimana ada penekanan untuk daerah-daerah tertentu, seperti daerah Propinsi Nanggoe Aceh Darusalam (NAD), Propinsi Papua, Propinsi Papua Barat, dan Propinsi Maluku. Di ketiga propinsi ini tentunya ma-ter muatan bela negara harus ditekankan secara kuat karena banyaknya pengaruh asing dan provokasi dari pihak-pihak tertentu yang kadang-kala mengaburkan sejarah. Dalam pelajaran PKN di ketiga wilayah ini, perlu dibuat secara hati-hati dan diajarkan secara jelas tentang sejarah Indonesia dalam menghadapi penjajah bersama-sama dengan para pahlawan nasional lainnya sehingga dapat melakukan “counter” ter-hadap provokasi pihak tertentu yang berusaha membuat sejarah lain yang bertentangan dengan kenyataan yang terjadi selama ini. Jangan sampai pelajaran PKN dijadikan sebagai ajang bagi pihak-pihak ter-tentu untuk mengaburkan sejarah Indonesia dan memutarbalikan fakta sejarah yang justru mendeskreditkan bangsa Indonesia. Oleh karena itu, pelajaran PKN yang diajarkan oleh para guru PKN harus benar-benar selektif dan diajarkan secara benar-benar dan bertanggungjawab.

Kementerian Agama juga harus melakukan sinergi dengan pemerintah daerah, MUI, dan berbagai lembaga keagamaan lainnya dalam memasukan muatan materi bela negara ke dalam struktur pen-didikan di lembaga penpen-didikan yang bernaung di bawah Kementerian Agama. Berbagai pondok pesantren yang tersebar di seluruh Indone-sia yang mengajarkan pendidikan agam kepada semua santrinya harus mengajarkan muatan materi bela negara kepada santrinya. Lembaga pondok pesantren harus didesain oleh Kementerian Agama dan Kan-wil Agama di daerah untuk mengajarkan nilai-nilai bela negara yang komprehensif kepada para santrinya masing-masing.

Kementerian Agama harus menjalin kerjasama dan sinergi de-ngan MUI untuk membuat rancade-ngan kurikulum di pondok pesantren, khususnya silabus, SAP dan GBPP materi PKN yang didalamnya ter-dapat muatan materi bela negara. Bela negara mutlak harus diajarkan kepada para santri sehingga para santri tidak hanya dibekali tentang ilmu-ilmu agama, melainkan juga dibekali dengan nilai-nilai bela negara yang berbasiskan kepada nilai-nilai keindonesiaan. Para dai, ustazd dan kyai yang mengajarkan mata pelajaran PKN di berbagai pondok pesantren harus diberi arahan, pembekalan dan penyuluhan tentang materi bela negara yang harus diajarkan setiap mengajar di depan santri. Para santri harus diberi pemahaman tentang nilai-nilai bela negara sehingga selain memahami nilai agama, maka santri juga memahami nilai-nilai bela negara.

Menjadi tugas berat pemerintah ke depan bersama dengan in-stansi terkait lainnya untuk menciptakan pembelajaran bela negara yang dapat diterima oleh semua kalangan secara “having fun” dimana terdapat permainan, game, simulasi dan semacam “outbound” bela negara yang justru lebih manjur dan lebih menyerap dalam hati sanu-bari seluruh bangsa Indonesia, dibandingkan dengan teori-teori yang sifatnya normatif dan pelajaran di kelas yang terkesan membosankan di kalangan para remaja dan anak-anak sekolah. Metode pembelajaran bela negara yang efektif namun mengena harus diterapkan sehingga

akan dapat memberikan kenyamanan bagi para peserta pelatihan bela negara.

Semua itu bisa terjadi dan terwujud apabila terdapat rajutan si-nergi antara berbagai pihak terkait dalam melaksanakan penyeleng-garaan bela negara yang dilakukan secara simultan dan sinergis. Ber-bagai pihak, khususnya pemerintah pusat dan pemerintah daerah harus bahu membahu melakukan kerjasama, koordinasi, komunikasi, dan sinergi untuk menumbuhkan semangat bela negara di semua level komponen bangsa. Persatuan dan kesatuan antar komponen bangsa sangat pen ting dalam menumbuhkan semangat bela negara yang di-dalamnya terdapat nilai-nilai nasionalisme, patriotisme, wawasan ke-bangsaan dan rasa cinta tanah air.