• Tidak ada hasil yang ditemukan

Asset Sosial berbentuk Hubungan Sosial Nelayan dengan

Dalam dokumen ASSET-ASSET SOSIAL PADA KOMUNITAS NELAYAN (Halaman 100-108)

BAB VI BENTUK-BENTUK ASSET SOSIAL YANG DAPAT

6.1 Hubungan Sosial

6.1.1 Asset Sosial Berbasis Hubungan Kerja

6.1.1.4 Asset Sosial berbentuk Hubungan Sosial Nelayan dengan

ikan adalah pandega, anggota keluarga, dan bakul. Terdapat pula pihak lain yang membantu sebelum dan sesudah proses penangkapan yaitu jasa angkut peralatan dan jasa angkat-turun perahu ke laut (tagog). Tagog merupakan pihak yang tidak kalah pentingnya dalam proses kegiatan produksi. Tagog bertugas

memindahkan perahu di pantai yaitu menaikkan perahu dari air ke darat atau sebaliknya menurunkannya dari darat ke air. Tagog ini bekerja dalam bentuk kelompok. Satu kelompok tagog terdiri dari 8 orang. Di antara sesama

tagog telah dibagi berdasarkan wilayah dan mereka harus selalu siap bekerja

kapanpun diperlukan para nelayan yang hendak melaut. Setiap kelompok tagog menangani sekitar 30 perahu. Tagog ini mendapatkan upah secara harian, setelah nelayan selesai menjual ikannya di TPI.

Hubungan yang terjalin antara nelayan dengan tagog banyak yang hanya sebatas hubungan kerja saja. Hubungan lain dapat terjalin karena antara tagog dan nelayan adalah bertetangga atau hanya sekedar mengenal satu sama

lain. Penghasilan tagog juga dipengaruhi oleh musim saat banyak nelayan yang melaut, sehingga asset sosial ini digunakan pada saat normal serta yang telah menjalin hubungan pertemanan pula.

Kelompok-kelompok tagog ini hanya terdapat pada sekitar Pantai Pandanarang yang kebanyaka n adalah kelompok nelayan Pandanarang yang juga tinggal di sekitar pantai tersebut. Diperlukannya tagog oleh para nelayan pandanarang karena lokasi tempat meletakkan kapal mereka adalah di tepi pantai dan jenis kapal yang terdapat di lokasi tersebut juga bukan jenis kapal besar namun kebanyakan adalah perahu jukung fiber. Apabila perahu tidak diangkut ke pinggir pantai, pada saat air pasang perahu jukung para nelayan dapat terbawa hanyut ke laut. Oleh karena itu, dalam hubungan ini kedua pihak sama -sama membutuhkan. Dimana para nelayan membutuhkan jasa angkut untuk menyelamatkan perahunya dan para tagog juga membutuhkan penghasilan untuk menopang kelangsungan hidup rumahtangga mereka. Sehingga

keduanya saling mempertukarkan sesuatu yang dibutuhkan oleh masing-masing pihak.

Dalam kelompok tagog terdapat uang kas yang disisihkan dari penghasilan kelompok per hari. Uang tersebut digunakan untuk membeli peralatan untuk keperluan mengangkut kapal, misalnya tali dan beberapa potong kayu atau bambu. Selain itu, uang kas juga dapat dipinjam oleh seorang tagog yang masuk dalam kelompok tersebut. Misalnya seorang tagog meminjam karena membutuhkan biaya untuk berobat karena sedang sakit. Hasil uang kas tersebut juga dikumpulkan dalam setahun yang kemudian setiap Lebaran (Hari Raya Idul Fitri) akan dibagikan kepada anggota masing kelompok. Seorang nelayan akan memberi upah lima persen dari penghasilan yang diperoleh dari penjualan hasil tangkapan kepada sekelompok tagog yang mengangkut perahunya dalam sekali melaut. Besarnya prosentase tersebut ditentukan oleh tagog dan nelayan serta telah menjadi kesepakatan bersama yang dijalankan oleh seluruh kelompok tagog di Pantai Pandanarang ini.

6.1.1.5 Asset Sosial Hubungan Sosial Pedagang Besar (Depot) dengan Pedagang Kecil (Bakul)

Pedagang basar (depot) merupakan agen penjualan ikan yang menerima ikan dari pedagang kecil maupun dari hasil tangkapannya sendiri. Sedangkan pedagang ikan kecil merupakan pedangan ikan yang memperoleh ikan dari nelayan secara langsung kemudian menjualnya kepada seorang depot maupun langsung ke konsumen umum lainnya bahkan kepada pedagang ikan emberan14. Seorang bakul di wilayah Kelurahan Cilacap kebanyakan adalah perempuan.

14

Seorang pedagang ikan yang menjajakan ikan ke kampung-kampung sekitar pantai dalam jumlah kecil dengan menggunakan ember dan terkadang menggunakan sepeda.

Namun ada satu seorang bakul laki-laki di wilayah Pantai Pandanarang. Hal tersebut seperti pernyataan Bapak Mj sebagai berikut :

”...kalau bakul-bakul di sini kebanyakan perempuan, menurut orang-orang kalau perempuan lebih telaten (ulet)... misalnya mendapat keuntungan 200 rupiah juga tetap akan dikejar...dan untuk tawar menawar harga juga lebiah pandai. Tapi bakul laki-laki juga ada, hanya saja jauh lebih sedikit... Kalau depot seperti saya, banyak yang suami istri atau salah satunya saja” (diterjemahkan bebas ke dalam bahasa Indonesia)

Jenis ikan yang dapat diterima oleh depot adalah ikan dengan jenis dan ukuran tertentu saja. Oleh karena itu pedagang kecil menjual ikan yang lainnya kepada pedagang ikan emberan serta konsumen umum. Seorang depot biasanya hanya menerima ikan yang memiliki harga jual tinggi misalnya bawal putih, tengiri, bawal hitam, layur, serta ikan montok untuk pasar lokal.

Hubungan yang terjalin antara depot dengan bakul adalah hubungan sosial vertikal. Depot sebagai pedagang besar menerima pasokan ikan dari bakul untuk kemudian dipasarkan kepada pembeli yang memiliki jangkauan lebih luas hingga ke luar kota bahkan ke ibukota (Jakarta). Asset sosial ini lebih banyak digunakan pada situasi normal, dimana transaksi jual beli intensif terjadi dan bakul memanfaatkan hubungan ini untuk mendapatkan pinjaman modal berdagang serta untuk memberi modal bagi para nelayan langganannya. Depot dalam menjalin hubungan dengan bakul-bakul lebih bersifat mengikat. Ikatan tersebut terlihat dalam proses transaksi yang terjalin dari waktu ke waktu yaitu seorang depot biasa memberi pinjaman atau hutang kepada para bakul untuk keperluan usahanya. Seorang bakul biasa memberi pinjaman kepada nelayan sebagai modal melaut untuk pembelian bahan bakar dan perbekalan. Untuk mendapatkan uang yang digunakan sebagai modal para nelayan serta untuk membeli ikan dari para nelayan, biasanya bakul selain meminjam pada bank

harian mereka juga meminjam kepada depot tempat mereka menjual ikan. Seorang depot biasanya bersedia memberi pinjaman, namun bagi kedua pihak hal tersebut bukan disebut pinjaman akan tetapi kasbon15. Kasbon merupakan hal yang biasa dilakukan untuk meminta uang dahulu sebelum terjadi transaksi penjualan ikan di antara keduanya. Seorang depot bisa mengerti kondisi pedagang ikan yang harus memberikan modal melaut kepada para nelayan langganannya. Selain itu, rasa kepercayaan yang telah terbangun membuat seorang depot bersedia memberikan kasbon kepada pedagang ikan. Kepercayaan tersebut terbangun dengan seringnya kedua pihak melakukan transaksi. Depot juga percaya bahwa pedagang ikan akan memberikan ikan yang berkualitas bagus serta tidak akan mengecewakan seorang depot tersebut.

Hubungan yang terjalin antara seorang depot dan pedagang ikan akan berjalan lancar serta terus bekerjasama apabila masing masing memiliki kepercayaan. Kepercayaan sangat diperlukan dalam transaksi jual beli yang berlangsung antara depot dengan pedagang ikan. Dalam kegiatan penimbangan, seorang depot harus benar-benar cermat atau tidak berbuat curang dengan mengurangi timbangan maupun perbuatan lainnya. Dengan kondisi timbangan bagus (sesuai) maka seorang depot akan mendapat kepercayaan dari para bakul yang menjual ikan kepadanya. Demikian pula bagi seorang bakul harus membangun kepercayaan dengan seorang depot. Dalam pemasokan ikan kepada depot, kondisi ikan harus benar-benar yang sesuai dengan keinginan atau ketentuan yang telah ditentukan oleh depot. Hal tersebut akan mendapat perhatian serius dari seorang depot. Adanya rasa saling percaya antara seorang depot

15

Uang pembayaran yang diminta terlebih dahulu atas barang yang diperjualbelikan seseorang penjual, walaupun barang belum diterima oleh pembeli.

dengan bakul akan dapat memajukan hubungan serta usaha pada masing-masing pihak yang bersangkutan.

Seorang depot dalam hubungan dengan komunitas nelayan sebenarnya juga mengenal para nelayan yang biasa menangkap ikan di laut dan jenis ikan yang diperoleh, namun karena ketentuan umum yang telah berlaku adalah seorang nelayan menjual ikan kepada pedagang ikan baru kemudian pedagang ikan menjual kepada depot maka depot itu sendiri tidak mau menerima langsung ikan dari nelayan. Begitu pula para nelayan, mereka tidak berani untuk menjual ikan secara langsung kepada seorang depot. Hal tersebut seperti pernyataan Bapak Mj seorang depot ikan di wilayah Sentolo Kawat sebagai berikut :

”Saya sebenarnya mengenal nelayan-nelayan di sini yang ikannya sesuai atau tidak dengan yang saya butuhkan, mereka juga tetangga saya, tapi ya...mereka tidak berani menjual ke saya... Ya...kan tidak enak sudah ada langganannya masing-masing. Saya langsung urusan dengan bakul-bakul, yang menjual ikan dalam jumlah besar...” (diterjemahkan bebas ke dalam bahasa Indonesia)

Adanya hal yang mengatur secara tidak langsung perihal pemasaran hasil laut di kawasan ini telah menumbuhkan suatu ketentuan umum. Ketentuan yang telah berlaku di wilayah tersebut membuat seorang depot, pedagang kecil, maupun nelayan sudah saling mengerti kondisi maupun hal-hal yang dapat atau tidak dapat mereka lakukan. Masing-masing peran dalam pemasaran ikan mendapat manfaat yang sesuai dengan adanya saling pengertian yang berkembang di wilayah tersebut.

6.1.1.6 Asset Sosial berbentuk Hubungan Sosial Nelayan dengan Pengasin Hubungan yang terjalin antara nelayan dengan pengasin adalah hubungan antara produsen dengan penyedia input. Nelayan sebagai pemasok ikan maupun udang, sedangkan pengasin yang mengolahnya menjadi ikan asin maupun

rebon. Seorang pengasin biasanya memi liki beberapa langganan nelayan sendiri yang selalu menjual hasil tangkapannya kepada pengasin.

Pengasin yang terdapat di Sentolo Kawat terbagi dalam tiga tingkatan yaitu pengasin sekaligus pengepul, pengasin musiman, serta penjemur musiman. Pengasin sekaligus pengepul menerima bahan baku ikan mentah dari para nelayan untuk diolah serta menerima ikan asin/rebon dari pengasin lainnya. Sedangkan pengasin musiman hanya mengasinkan ikan/menjemur rebon hanya pada musim ikan dan penjemur musiman hanya bertugas menjemurkan rebon yang di dapat dari seorang juragan pengepul dengan membeli rebon basah kemudian dijemur dan dijual kembali kepada juragan tempat penjemur tersebut mengambil rebon basah. Biasanya untuk setiap penjemuran, seorang penjemur mendapatkan selisih pembelian dan penjualan atau keuntungan sebesar 100.000 rupiah untuk setiap empat blong atau empat kwintal. Keuntungan tersebut dibagi dua dengan teman menjemurnya. Bila terjadi kegagalan dalam menjemur misalnya kurang kering atau berbau busuk karena cuaca, maka biasanya setelah dijual akan mengalami kerugian sekitar 10.000 rupiah atau lebih seperti yang pernah dialami oleh Ibu Rn seorang penjemur musiman dan rekannya. Bapak Ise seorang pengasin dan pengepul yang berhubungan langsung dengan nelayan di Sentolo Kawat memiliki sekitar 30 orang yang menjadi nelayan langganannya. Hasil laut yang di jual kepada pengasin harus sesuai dengan keinginan pihak pengasin. Selain rebon, jenis ikan yang diterima pengasin yaitu teri, layur, tiga waja, siting, bilis, tanjan, cikong, dan petek.

Dalam asset sosial berbentuk hubungan antara pengasin dan nelayan, hubungan ini dimanfaatkan pada masa normal dan kritis. Biasanya pengasin

memberikan modal kepada nelayan langganannya dalam bentuk uang yang digunakan untuk keperluan pembelian bahan bakar, alat penangkapan (jaring), serta bekal makan. Biasanya pengasin juga memberi pinjaman untuk keperluan pemenuhan kebutuhan hidup para nelayan yang membutuhkan. Seorang nelayan biasanya meminjam uang kepada pengasin, dengan konsekue nsi nelayan tersebut menjual hasil tangkapan kepada pengasin langganannya tersebut.

Kondisi perekonomian seorang pengasin juga tergantung dari sedikit banyaknya bahan baku ikan yang tersedia, yaitu tergantung pada musim ikan atau musim paceklik. Seorang pengasin biasa menimbun ikan dengan garam yang berkualitas bagus dimana produk tersebut akan bertahan ditimbun hingga satu bulan lamanya. Bapak Ise mengatakan bahwa menurunnya pembelian terhadap ikan asin adalah seitar sepuluh hari menjelang Hari Raya Idul Fitri. Untuk memperlancar usaha pengasinan ikan serta dapat memberikan hutang kepada nelayan sebagai bentuk bantuan kebutuhan hidup maupun modal melaut, seorang pengasin harus memperlancar pemasaran hasil produksi. Bapak Ise memasarkan produknya hingga ke Jakarta dan Sumatra apabila kondisi barang di wilayah Pantura sedang kosong.

Lain halnya dengan Ibu TL yang hanya mendapatkan ikan dari beberapa kapal nelayan. Ibu TL merupakan pengasin menengah yang menjual hasilnya kepada pengepul seperti Bapak Ise dan pada pasar lokal di kecamatan maupun kota-kota dekat. Bila benar-benar kesulitan memasarkan, pengasin menengah hanya bergantung pada pengasin pengepul dengan menjual ikannya pada pengepul tersebut yang tentunya dengan harga yang lebih rendah dibandingkan bila ia jual sendiri pada pembeli lainnya. Sehingga para pengasin juga mengalami

penstrataan yang sama seperti halnya nelayan dengan status yang berbeda dan pendapatan yang berbeda pula. Kedua jenis mata pencaharian tersebut juga sama -sama hidup tergantung pada sumber daya alam laut saja.

Dalam dokumen ASSET-ASSET SOSIAL PADA KOMUNITAS NELAYAN (Halaman 100-108)