• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dasar Teori Sosiologi dari Modal Sosial

Dalam dokumen ASSET-ASSET SOSIAL PADA KOMUNITAS NELAYAN (Halaman 28-37)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Dasar Teori Sosiologi dari Modal Sosial

2.1.1 Pembentukan Sistem Sosial menurut Perspektif Teori Pertukaran Teori pertukaran (exchange theory) didasarkan pada norma resiprositas. Di sini ada posisi sejajar di antara dua pihak, dimana sumberdaya dipertukarkan. Sumberdaya tersebut ialah nilai, norma, struktur, dan materi. Nilai dan norma merujuk kepada aturan-aturan yang kemudian disepakati bersama. Struktur merujuk kepada pola-pola tindakan yang telah disetujui bersama. Sedangkan materi merujuk kepada pertukaran benda-benda di antara mereka (Agusta, 2005). Proses dasar pertukaran menggambarkan pentingnya perspektif untuk menganalisis bagaimana pola-pola organisasi sosial dibangun, dipelihara, berubah, dan rusak (Turner et al. 1998).

Manusia dalam melakukan pertukaran mengejar barang-barang material, tetapi mereka juga menukarkan sumberdaya non-material seperti perasaan (sentiment), jasa (services), dan simbol-simbol (symbols). Sesuatu yang dipertukarkan tidak hanya terdiri dari uang, tetapi juga komoditas lain meliputi persetujuan (approval), penghargaan (esteem), kerelaan (compliance), cinta (love), kasih sayang (affection), dan barang-barang non material lainnya (Turner et al. 1998). Beberapa orang mempunyai “modal” untuk memberikan hadiah bagi yang lain, apakah dari surplus makanan mereka, uang, sebuah kode moral, maupun kualitas kepemimpinan yang dihargai (Turner et al. 1998). Manusia tidak hanya

berfikir dengan cara-cara yang kompleks, pikiran mereka merupakan perasaan dan dibatasi oleh banyak kekuatan-kekuatan sosial dan kultural.

Frazer mengakui bahwa pola sosial dan struktural yang melambangkan budaya tertentu mencerminkan alasan (motive) ekonomi pada manusia dalam pertukaran barang-barang sebagai usaha memenuhi kebutuhan ekonomi dasar mereka. Meskipun penjelasan Frazer secara spesifik yang telah ditemukan masih sangat kurang bagi generasi ahli antropologi selanjutnya, terutama Bronislaw Malinowski dan Claude Lévi-Strauss, teori pertukaran modern dalam sosiologi suatu konsep yang sama dari organisasi sosial yaitu 1) Proses pertukaran merupakan hasil usaha seseorang untuk mewujudkan kebutuhan dasar, 2) Saat keterlibatan itu menghasilkan keuntungan, proses pertukaran menimbulkan pola interaksi, 3) Pola-pola interaksi seperti itu tidak hanya memenuhi kebutuhan individu, tetapi juga memaksa beberapa struktur sosial baru yang dapat muncul kemudian (Turner et al. 1998).

Blau mengemukakan bahwa “kebutuhan untuk membalas manfaat/keuntungan yang diterima agar dapat berlanjut dengan menerima jasa mereka sebagai sebuah ‘mekanisme awal’ interaksi sosial”. Blau mengemukakan beberapa prinsip pertukaran implisit, yaitu:

1. Rationality Principle: lebih banyak keuntungan yang diharapkan seseorang dari orang lainnya dalam pemancaran sebuah aktivitas khusus, lebih memungkinkan mereka untuk memancarkan aktivitas tersebut.

2. Reciprocity Principles: lebih banyak orang tukar-menukar hadiah dengan yang lainnya, lebih memungkinkan terjadi kewajiban timbal balik untuk muncul dan menjadi pedoman pertukaran berikutnya di antara mereka.

Lebih banyak kewajiban timbal balik dari hubungan pertukaran telah terganggu, lebih cenderung menghilangkan kelompok-kelompok adalah sanksi-sanksi negatif gangguan norma resiprositas itu.

3. Justice Principles: hubungan pertukaran tidak dapat dipungkiri lagi, mungkin mereka menjadi diperintah oleh norma -norma “pertukaran adil”. Norma-norma yang kurang adil terealisasi dalam pertukaran, lebih cenderung menghilangkan kelompok-kelompok adalah sanksi secara negatif terhadap gangguan norma -norma itu.

4. Marginal Utility Principle: banyak hal (rewarded) yang diharapkan telah diperoleh dari keluaran aktivitas khusus, aktivitas yang kurang berguna dan tidak mungkin menghasilkan hal ini.

5. Imbalance Principle: yang lebih stabil dan seimbang beberapa hubungan pertukaran antara unit-unit sosial, lebih menekankan hubungan pertukaran lainnya menjadi tidak seimb ang dan tidak stabil (Turner et al. 1998). Pandangan Blau tentang organisasi sosial pada level organisasi mikro dan makro, proses yang sama pada kedua level pertukaran: (1) atraksi sosial, (2) pertukaran hadiah (rewards), (3) kompetisi untuk kekuatan, (4) perbedaan, (5) ketegangan ke arah integrasi, dan (6) ketegangan ke arah pertentangan. Dia melihat bentuk dasar pertukaran banyak memiliki persamaan, tanpa memperhatikan apakah unit-unit tersebut terkait dalam pertukaran individu-individu atau unit-unit kolektif organisasi. Tentu saja ada beberapa perbedaan antara pertukaran di antara unit-unit individu dan organisasi, dan tercantum pula dasar dari bagan organisasi sosial Blau (Turner et al. 1998).

Dalam membahas kelompok, konsep penting dari teori pertukaran ialah tindakan bersama (collective action). Kelompok dipandang sebagai wujud dari tindakan bersama. Pada dasarnya orang-orang yang bertindak dalam satu kelompok sedang berbagi atau bertukar pengalaman. Dalam proses ini mereka sedang membentuk norma kelompok dan masyarakat. Dalam kaitan perolehan keuntungan bersama di antara mereka, maka dikembangkan keuntungan (manfaat) yang secara spesifik merujuk kepada individu yang telah memberikan pengorbanan (cost). Hal yang sama juga berlaku pada sanksi yang diberikan kepada individu yang melanggar aturan bersama. Hal ini disebut prinsip selective

benefits and sanctions (Agusta, 2005).

Penjelasan di atas menerangkan mengenai landasan teori pertukaran dan bagaimana pertukaran antar individu dapat terjadi beserta mo tivasi-motivasi yang mendasarinya. Kaitan teori pertukaran dengan modal sosial yang menjadi kajian utama dalam penelitian ini dapat dilihat dari sebuah hubungan sosial. Dalam perspektif teori pertukaran, seseorang membangun jaringan sosial karena ada sesuatu yang harus dipertukarkan. Hubungan pertukaran dapat terjadi antar orang perorangan atau antar kelompok. Setiap manusia untuk dapat bertahan hidup serta untuk memenuhi kebutuhan hidup berupa kebutuhan ekonomi maupun sosialnya dengan melakukan pertukaran. Manusia saling mengisi kekosongan (kekurangan) dengan melakukan pertukaran. Dalam pertukaran antara orang yang satu dengan yang lainnya atau suatu kelompok dengan kelompok lainnya menciptakan suatu hubungan (jaringan sosial). Melalui pertukaran yang terus menerus berlangsung tersebut solidaritas sosial antar individu atau kelompok yang berinteraksi dapat

terbangun. Solidaritas sosial merupakan salah satu komponen dalam modal sosial yang berfungsi sebagai perekat dalam suatu komunitas.

Hubungan sosial (jejaring sosial) yang dilandasi oleh kepercayaan antar individu di dalamnya dapat terwujud dan berlangsung dengan baik karena masing-masing individu mengetahui aturan atau norma -norma yang harus mereka taati dalam berinteraksi dengan yang lain. Ketiga pilar ya ng terdapat dalam modal sosial yaitu jaringan sosial, kepercayaan, dan norma -norma sosial berfungsi secara bersama-sama dan saling melakukan pertukaran atau melengkapi. Jalinan antar individu tersebut membentuk jaringan dalam bentuk luas yang tergambar dalam sistem sosial. Ketiga pilar modal sosial tersebut berfungsi sebagai perekat hubungan sosial yang terdapat dalam suatu sistem sosial. Suatu sistem sosial akan berjalan dengan baik tanpa kekacauan apabila unsur-unsur didalamnya termasuk individu yang terlibat dalam melakukan pertukaran baik dalam bentuk material mupun non-material mengikuti norma yang berlaku dan dilandasi oleh kepercayaan yang terjalin di antaranya keduanya.

Dalam suatu hubungan atau jaringan sosial (social networking) diperlukan aturan (norms) yang berfungsi sebagai pedoman individu-individu dalam berinteraksi. Hubungan sosial dapat terjalin apabila di dalam hubungan tersebut didasari oleh kepercayaan (trust). Apabila dalam suatu hubungan sosial tidak lagi terdapat kepercayaan, maka aktivitas di dalamnya tidak dapat berjalan dengan baik dan menimbulkan kekacauan sistem sosial yang telah terbentuk. Ketiga pilar tersebut bersama modal lainnya saling berhubungan dalam suatu sistem sosial. Hal tersebut dapat digambarkan dalam bagan sebagai berikut:

Gambar 1. Pertukaran dalam Sistem Sosial

(Sumber : Dibangun berdasarkan konseptualisasi penulis dengan diadaptasi dari Dharmawan, 2002)

Perspektif Teori Pilihan Rasional

Dalam tradisi sosiologi, pembahasan tentang pertimbangan biaya (cost) dan reward (ganjaran) dalam perilaku sosial dibahas secara khusus dalam teori pilihan rasional (rational choice theory). Secara sepintas saja bisa diketahui bahwa perspektif teori ini memiliki kemiripan dengan prinsip-prinsip yang dipakai dalam pertukaran ekonomi. Faktanya, teori pilihan rasional saat ini memang lebih dikenal luas di kalangan para pengikut aliran teori pertukaran (exchange theory). Dengan kalimat lain, teori pilihan rasional mengadopsi pendekatan ilmu ekonomi dalam menjelaskan prilaku sosial sebagai peristiwa-peristiwa pertukaran. Dalam perspektif ini perilaku orang akan dilihat berdasarkan kemampuannya

Jejaring Sosial (Social Networking) Kepercayaan (Trust) Norma Sosial (Norms) MODAL SOSIAL

Karakteristik Sistem Sosial Kemasyarakatan

menentukan Modal Fisik Modal Finansial Modal Alam Modal Manusia

mempertimbangkan cost dan reward dari pilihan tindakan yang akan dilakukannya. Sebuah tindakan hanya bisa disebut rasional jika penghargaan yang didapat lebih besar dari biaya yang dikeluarkan. Kalau sebuah tindakan menghasilkan penghargaan, maka kemungkinan besar tindakan yang sama akan diulang. Oleh George Homans ini dirumuskan dalam Proposisi Keberhasilan (The

success proposition)3.

Agusta (2005) mengambil empat analogi teori pengambilan keputusan rasional dari ekonomi neo-klasik. Pertama, individualisme metodologis. Teori ini menjelaskan tindakan aktor dalam hubungannya dengan penyusunan sistem sosial yang melingkupinya. Sistem tersebut mempengaruhi tindakan aktor. Dalam tindakannya secara individual, aktor berperan secara rasional. Kombinasi tindakan aktor-aktor tersebut di dalam suatu institusi sosial kemudian mempengaruhi sistem. Kedua, prinsip maksimisasi atau optimisasi aktor. Lebih jauh lagi, aktor merupakan manusia yang dituntun oleh tujuan. Sekali tujuan tersebut diketahui, manusia akan meraihnya dengan cara yang paling efisien. Oleh sebab itu dipersyaratkan tujuan tersebut bertingkat. Demikian pula aturan, cara, atau jalan untuk meraih tujuan itupun hierarkis. Preferensi di antara kedua hierarki tersebut menghasilkan tindakan ekonomis atau efisien (Polanyi, 2003). Ketiga, konsep optimum sosial (biasa pula disebut Pareto optimum) merujuk kepada keadaan di mana seseorang tidak bisa lagi memaksimalkan keuntungan tanpa merugikan pihak lain. Optimisasi ini berlangsung dalam interaksi dari tingkatan sistem ke tingkatan individual, dan sebaliknya dari tingkatan individual ke tingkatan sistem sosial. Keempat, konsep kesetimbangan sistem, dalam konsep kesetimbangan

3

http://hikmat.atspace.org/page2/mini_kata/tulisan/pilihanrasional.html. Pilihan Rasional. Diakses tanggal 16 Mei 2006 pukul 20.15.

sistem ini tindakan aktor benar-benar tidak bisa lagi menentukan sistem. Hal ini disebabkan aktor tidak memiliki insentif untuk berubah.

Menurut Agusta (2005), teori pengambilan keputusan rasional juga mengambil empat elemen dari sosiologi. Pertama, meraih kegunaan justru dengan memberikan kontrol kepada aktor lain. Sumber daya adalah sesuatu yang menarik perhatian dan yang dapat dikontrol oleh aktor. Dalam kondisi informasi yang langka, maka kepastian hasil suatu tindakan menjadi minimal. Oleh karena itu aktor mempercayakan tindakan mengontrol ini kepada pihak lain. Pada saat itulah ia percaya, atau tepatnya menciptakan kepercayaan (trust), kepada pihak lain. Implikasinya terletak pada perubahan otoritas. Selanjutnva, keefektifan norma tergantung pada kemampuan melaksanakan konsensus itu. Kedua, modal sosial

(social capital). Modal sosial ialah aspek informal dari organisasi sosial yang mampu mendukung seorang aktor atau kelompoknya untuk memperoleh sumberdaya produktif. Ketiga, lahirnya hak dari masyarakat. Sejauhmana suatu tindakan tergolong rasional dalam suatu konteks sosial tergantung kepada distribusi hak di sana. Dengan demikian hak tersebut diperoleh dari proses sosial lebih lanjut, sebagai hasil tindakan yang menguntungkan atau untuk kepentingannya sendiri maupun kelompoknya. Keempat, kelembagaan, yang memainkan dua peranan. Kelembagaan tersebut mengagregatkan tindakan-tindakan individu untuk membentuk sistem sosial. Di samping itu, kelembagaan juga menerjemahkan kebutuhan sistem sosial ke dalam tindakan-tindakan individu. Sesuai dengan tingkat kesulitan perolehan sumberdaya pada masing-masing masyarakat, maka di sana akan ditemukan kelembagaan yang berbeda dalam rangka memperoleh sumberdaya tersebut.

Dalam perspektif pilihan rasional, tindakan seseorang dalam berinteraksi dengan orang lain serta dalam menentukan setiap tindakan yang akan dilakukannya ditentukan dengan menyusun secara hierarkhi beberapa pilihan dan kemudian akan ditentukan yang menurutnya paling rasional (bermanfaat). Seseorang akan membangun suatu jaringan apabila dengan tergabung dalam jaringan tersebut dapat diperoleh manfaat baginya. Dalam perspektif ini, seseorang atau rumahtangga akan membangun suatu jaringan untuk memenuhi kebutuhannya, bila modal sosial (jaringan) dianggap sebagai aset yang lebih bermanfaat dan mudah dilakukan dibandingkan dengan pilihan (modal) lainnya.

Dalam studi ini, teori pertukaran dan pilihan rasional digunakan dalam menganalisis setiap hal yang ditemuka n di lapangan. Penulis berusaha untuk memahami asset dan modal sosial nelayan di pedesaan dan melihat perannya dalam sistem kehidupan komunitas nelayan. Sistem penghidupan (livelihood

system) adalah kumpulan dari strategi nafkah yang dibentuk oleh individu,

kelompok maupun masyarakat di suatu lokalitas. Strategi nafkah adalah taktik dan aksi yang dibangun oleh individu ataupun kelompok dalam rangka mempertahankan kehidupan mereka dengan tetap memperhati kan eksistensi infrastruktur sosial, struktur sosial dan sistem nilai budaya yang berlaku. Pemilihan strategi nafkah akan sangat ditentukan oleh rasionalisme yang dianut oleh aktor-nafkah dalam memanfaatkan sumberdaya yang tersedia di hadapannya (Dharmawan, 2006).

Dalam dokumen ASSET-ASSET SOSIAL PADA KOMUNITAS NELAYAN (Halaman 28-37)