• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pilar dan Bentuk Modal Sosial

Dalam dokumen ASSET-ASSET SOSIAL PADA KOMUNITAS NELAYAN (Halaman 39-45)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.3 Pilar dan Bentuk Modal Sosial

Trust atau kepercayaan bagi sebagian analis sosial disebut sebagai bagian

tak terpisahkan dari modal sosial dalam pembangunan yang menjadi “ruh” dari modal sosial. Trust merupakan salah satu elemen yang terdapat dalam modal sosial. Trust membawa konotasi aspek negosiasi harapan dan kenyataan yang dibawakan oleh tindakan sosial individu-individu atau kelompok dalam kehidupan kemasyarakatan. Ketepatan antara harapan dan realisasi tindakan yang ditunjukan oleh individu atau kelompok dalam menyelesaikan amanah yang diembannya, dipahami sebagai tingkat kepercayaan. Tingkat kepercayaan akan tinggi, bila penyimpangan antar harapan dan realisasi tindakan, sangat kecil. Sebaliknya, tingkat kepercayaan menjadi sangat rendah apabila harapan yang diinginkan tak dapat dipenuhi oleh realisasi tindakan sosial (Dharmawan, 2002).

Kepercayaan terbagi atas tiga klasifikasi aras, yaitu :

1. Kepercayaan pada aras individu dimana kepercayaan merupakan bagian dari moralitas dan adab yang selalu melekat pada karakter setiap individu. Kepercayaan pada aras ini terbentuk bila seseorang dapat memenuhi harapan orang lain sesuai janji (promise keeping) sesuai yang telah disepakati. Hal ini menunjukkan adanya nilai mengemban amanah.

2. Kepercayaan pada aras kelompok dan kelembagaan yang menjadi karakter moral kelompok dan institusi. Kepercayaan pada aras ini termasuk regulasi dan beragam bentuk agreed institutional agreement yang digunakan dalam rangka menjaga amanah di tingkat group sosial secara efektif.

3. Kepercayaan pada sistem yang abstrak seperti ideologi dan religi yang membantu setiap individu dalam mengoperasikan kepercayaan dalam hubungan bermasyarakat (Dharmawan, 2002).

Dharmawan (2002) dengan merujuk pada pendapat Mollering (2001), maka trust mempunyai enam fungsi penting yaitu : (1) Kepercayaan dalam arti

confidence yang merupakan ranah psikologi individual sebagai sikap yang akan

mendorong seseorang dalam mengambil keputusan setelah menimbang resiko yang akan diterima. Ketika orang lain mempunyai sikap yang sama maka tindakan ini akan memperoleh legitimasi kolektif; (2) Kerja sama yang menempatkan trust sebagai dasar hub ungan antar individu tanpa rasa saling curiga; (3) Penyederhanaan pekerjaan yang memfungsikan trust sebagai sumber untuk membantu meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerja kelembagaan-kelembagaan sosial; (4) Ketertiban dimana trust sebagai inducing behaviour setiap individu untuk menciptakan kedamaian dan merendam kekacauan sosial; (5) Pemelihara kohesivitas sosial yang membantu merekatkan setiap komponen sosial yang hidup dalam komunitas menajdi kesatuan; (6) trust sebagai modal sosial yang menjamin struktur sosial berdiri secara utuh dan berfungsi secara operasional serta efisien.

Narayan (1999) dikutip oleh Dharmawan (2002) menilai bahwa trust adalah salah satu essential contributor factor yang mempengaruhi tingkat

kesejahteraan suatu masyarakat dan secara signifikan membantu terciptanya harmoni kehidupan sosial dan integrasi sosial (a unity in diversity). Untuk itu, dia menganggap penting adanya institusi formal dan informal yang menjamin trust agar berfungsi secara operasional.

Menurut Dharmawan (2002), kelembagaan informal yang bisa menumbuhkan trust adalah: (1) Interpersonal relations, yakni hubungan-hubungan sosial dalam masyarakat yang telah terbina sejak lama. (2) Norms and

values, yang dikukuhkan bersama -sama serta diyakini dan ditaati oleh masyarakat.

(3) Social sanctions, yang mengikat orang atau kelompok agar tak berbuat semaunya. Sedangkan pada sisi kelembagaan formal, trust akan tumbuh bila fungsi-fungsi organisasi ikut menyumbang “energi” bagi tumbuh dan berkembangnya atmosfer moralitas trust dalam masyarakat. Fukuyama (2001) menyebutkan bahwa modal sosial dalam membangun ikatan sosialnya dilandasi oleh “trust” (kepercayaan), sehingga modal sosial akan bermakna lebih menjadi aset sosial yang dikuasai dan dioperasionalkan oleh sistem sosialnya. Pada akhirnya ikatan-ikatan sosial yang terbentuk dari dibangunnya kepercayaan akan membentuk jaringan ikatan sosial yang merupakan infrastruktur komunitas yang dibentuk secara sengaja.

2.3.2 Social Networking (Jejaring Sosial)

Jaringan sosial atau social networking merupakan elemen penting dalam pengembangan masyarakat, termasuk dalam perancangan strategi penanggulangan kemiskinan di tingkat lokal. Barnes dalam Kusnadi (2000) menyatakan bahwa setiap individu dapat memasuki berbagai kelompok sosial yang tersedia di masyarakat. Mereka dapat menjalin ikatan-ikatan sosial berdasarkan unsur

kekerabatan, ketetanggaan, dan pertemanan. Ikatan sosial tersebut dapat berlangsung di antara mereka yang memiliki status sosial ekonomi yang setara maupun tidak setara.

Menurut Kusnadi (2000), berdasarkan status sosial ekonomi individu yang terlibat dalam suatu jaringan, terdapat dua jenis hubungan sosial, yaitu hubungan sosial horizontal dan hubungan sosial vertikal.

1. Hubungan sosial horizontal dibangun oleh individu-individu yang berstatus sosial relatif sama. Mereka memiliki kewajiban dan sumberdaya yang relatif sama, contohnya hubungan tolong menolong. Jaringan horisontal terdiri atas jaringan kerabat, jaringan campuran kerabat dan tetangga.

2. Hubungan sosial vertikal dibangun oleh individu-individu yang tidak memiliki status sosial ekonomi yang setara, baik kewajiban maupun jenis sumberdaya yang dipertukarkannya. Contoh jaringan vertikal adalah hubungan patron klien. Jaringan vertikal ini terdiri atas jaringan kerabat, jaringan tetangga, jaringan campuran tetangga dan teman.

Jaringan sosial bisa dibentuk karena berasal dari daerah yang sama, kesamaan kepercayaan politik atau agama, hubungan genealogis, dan lain-lain. Akan tetapi yang terpenting adalah bahwa jaringan sosial tersebut diorganisasikan menjadi sebuah institusi yang memberikan perlakuan khusus terhadap mereka yang dibentuk oleh jaringan untuk mendapatkan modal sosial dari jaringan tersebut. Jaringan sosial bukanlah suatu pemberian alami dan harus dibangun melalui investasi strategi yang diorientasikan pada pelembagaan (institutionalization) hubungan kelompok (Portes, 1998).

Keterkaitan individu dalam hubungan sosial merupakan pencerminan diri sebagai makhluk sosial. Setiap individu memiliki kemampuan berhubungan sosial yang berbeda-beda kualitas, kuantitas, dan interaksinya. Hubungan tersebut membentuk jaringan sosial yang merefleksikan terjadinya pengelompokkan sosial dalam masyarakat. Pengertian jaringan sosial ini mengacu pada hubungan sosial yang teratur, konsisten dan berlangsung lama (Kusnadi, 2000).

2.3.3 Social Norms (Norma-norma Sosial)

Norma masyarakat merupakan elemen penting untuk menjaga agar hubungan sosial dalam suatu sistem sosial (masyarakat) dapat terlaksana sesuai dengan yang diharapkan. Supaya hubungan antar manusia di dalam suatu masyarakat terlaksana sebagaimana diharapkan, maka dirumuskanlah norma -norma masyarakat. Mula-mula -norma--norma tersebut terbentuk secara tidak sengaja. Namun lama -kelamaan norma-norma tersebut dibuat secara sadar (Soekanto, 1990).

Modal sosial dibentuk dari norma -norma informal berupa aturan-aturan yang sengaja dibuat untuk mendukung terjadinya kerja sama di antara dua atau lebih individu. Norma yang dimaksud bisa berbentuk aturan tertulis atau nilai-nilai kejujuran, sikap menjaga komitmen, pemenuhan kewajiban, ikatan timbal balik dan yang lainnya. Norma yang membentuk modal sosial dapat bervariasi dari hubungan timbal balik antara dua orang teman sampai pada hubungan kompleks dan kemudian terelaborasi menjadi doktrin. Selain dibentuk oleh aturan-aturan tertulis misalnya dalam organisasi, dalam menjalin kerjasama dalam sebuah intraksi sosial juga terkait dengan nilai-nilai tradisional. Nilai-nilai yang dimaksud misalnya kejujuran, sikap menjaga komitmen, pemenuhan kewajiban,

ikatan timbal balik dan yang lainnya. Nilai-nilai sosial seperti ini sebenarnya merupakan aturan tidak tertulis dalam sebuah sistem sosial yang mengatur masyarakat untuk berperilaku dalam interaksinya dengan orang lain (Fukuyama, 2001).

Norma yang berkembang dalam masyarakat berfungsi sebagai petunjuk masyarakat dalam menjalani kehidupan bermasyarakat. Aturan tersebut memiliki kekuatan yang mengikat sehingga dapat menjadi pengontrol tingkah laku individu dalam berinteraksi dalam suatu masyarakat. Tingkatan kekuatan mengikat yang disebutkan di atas terdapat pula pada komunitas nelayan. Dalam kegiatan perikanan dari waktu penangkapan hingga cara-cara menangkap ikan, para nelayan memiliki aturan yang harus diikuti oleh masyarakat setempat. Ada waktu-waktu tertentu nelayan dilarang menangkap ikan dan ada saatnya nelayan untuk menangkap ikan.

Uphoff (2000) dalam Iqbal (2004) mendeskripsikan beberapa komponen modal sosial yang umumnya sudah berjalan di masyarakat, beberapa di antaranya adalah:

1. Hubungan sosial yang berfungsi sebagai jaringan, merupakan hubungan pertukaran dan kerjasama yang melibatkan materi dan non-materi. Hubungan ini memberi keuntungan satu dengan yang lainnya.

2. Norma, yaitu aturan-aturan yang berlaku dalam suatu masyarakat yang disepakati dan dipatuhi bersama .

3. Kepercayaan, aktifitas sosial dimana kepercayaan menjadi dasar hubungan. Dari kepercayaan ini kemudian dikembangkan untuk mewujudkan keinginan bersama.

4. Solidaritas, yaitu norma untuk saling menolong satu dengan yang lainnya, baik dalam hal kebutuhan ekonomi maupun kebutuhan sosial. Juga menyangkut sikap kesetiaan pada kelompok yang menjadi pilar penting dalam solidaritas.

5. Kerjasama, di daerah pedesaan, elemen ini sangat terlihat dala kehidupan mereka. Misalnya gotong-royong dalam banyak kegiatan masyarakat dan bentuk lainnya yang bersifat kerjasama.

Dalam dokumen ASSET-ASSET SOSIAL PADA KOMUNITAS NELAYAN (Halaman 39-45)