• Tidak ada hasil yang ditemukan

BANGSA MANDIRI, PEDULI DAN BERSAHABAT

Dalam dokumen Memperkuat Ketahanan Pangan dan Energi N (Halaman 183-185)

MEMPERKUAT KETAHANAN ENERGI DAN PANGAN NASIONAL DALAM ERA PERSAINGAN GLOBAL

BANGSA MANDIRI, PEDULI DAN BERSAHABAT

Globalisasi telah mengakibatkan barang, jasa, kapital dan informasi bebas bergerak melalui semua batas negara di dunia. Disamping memberikan kemudahan untuk memperoleh informasi, globalisasi juga menambah ketidakpastian. Cara terbaik untuk menghadapi ketidakpastian, seperti mendaki gunung yang sulit, adalah “kemandirian dan rasa kebersamaan”.

Syarat suatu bangsa untuk bisa unggul adalah mau belajar dan mempunyai tekad untuk mandiri, peduli akan nasib sesama bangsanya dan bersahabat dengan bangsa lain. Tujuan Boedi Oetomo dengan pendidikannya adalah untuk mandiri yaitu mengurangi ketergantungan kepada orang lain. Bung Karno mengajarkan Berdikari dan Gotong Royong serta Politik Bebas Aktif. Gandhi mengajarkan Swadesi (Mandiri) dan Ahimsa (tanpa kekerasan) serta all men are brothers (semua manusia bersaudara).5 Perlu disadari bahwa ide Swadesi

Mahatma Gandhi maupun ide Berdikarinya Bung Karno tidak berarti kita anti asing. Swadesi dan Berdikari menginginkan kerjasama dengan pihak asing, tetapi dalam kesetaraan. Kita harus menghormati mereka sebagai tamu seperti yang dianjurkan Nabi: “Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaknya memuliakan tamu”.

Adam Smith, bapak pasar bebas, mengajarkan Self Interest (memajukan diri) dan Self Restraint (pengendalian diri dengan memikirkan orang lain). Moral pengendalian diri tersebut perlu didukung oleh peraturan hukum dan peradilan, pengembangan pendidikan serta pengembangan nilai sosial dan budaya sehingga masyarakat mampu membangun social virtues (kebajikan sosial)nya.6

Jepang maju sejak Restorasi Meiji tahun 1866 dan ketetapan pendidikan pada tahun 1872 dengan diberlakukan sistem pendidikan Amerika yang mengutamakan pengertian yang menggantikan sistem hafalan. Kemudian, pengaruh Barat menjadi sangat kuat, sehingga terjadi pemberontakan kaum Samurai, yang mengakibatkan terbunuhnya mereka (diceritakan dalam film The Last Samurai), termasuk guru Kaisar (dimainkan Ken Watanabe). Akibatnya, Kaisar menyadari kesalahannya dengan mengatakan: ”Kita menginginkan kemajuan dan modernisasi, tetapi kita tidak boleh lupa siapa kita dan dari mana kita berasal”. Samurai bukan berarti ahli pedang, tetapi berarti ”mengabdi”. Pada 1879, Pemerintah Jepang mulai menekankan pendidikan moral untuk mengoreksi pengaruh Barat yang meliputi pengekangan diri, kemandirian, kesabaran, rasa

tanggung jawab, rasa solidaritas, terima kasih, rasa cinta alam, jiwa beragama, pentingnya dimensi spiritual dan aturan-aturan sosial tradisional.4

Bangsa Cina yang berusaha membuat apa-apa sendiri sekarang membanjiri dunia dengan “Made in Cina”. Bangsa Korea bersemboyan ”Beat Japanese everywhere”. Waktu penulis mendaki Kala Pattar (5.545 m) di Himalaya April 2007, terdapat 15 orang Korea diatas 55 tahun (yang tertua 75 tahun) mau mendaki Everest, karena beberapa tahun sebelumnya seorang Jepang (70 tahun) berhasil mendaki puncaknya (8.848 m). Mereka bersemboyan: ”Age is nothing but numbers”.

Suatu bangsa yang tidak punya niat dan percaya (beriman) untuk unggul, tidak akan unggul, persis seperti seorang pelajar yang tidak berniat menjadi juara kelas. Berniat dan percaya saja tidak cukup, dia harus berjuang dengan antusias dengan belajar dan mengamalkan serta berdoa (meminta) dan bersabar (menerima) tentunya. Enthusiasm berasal dari en theo yang berarti Tuhan di dalam (diri). Apabila suatu perjuangan sesuai dengan kehendak-Nya maka tidak ada yang tidak mungkin.

Seharusnya Indonesia beruntung dengan kenaikan harga minyak dan harga pangan karena kita mempunyai beragam energi dan lahan yang luas. Yang diperlukan adalah mengurangi pemakaian BBM dengan menggunakan energi lain, misalnya untuk listrik dengan batubara, gas dan panasbumi, untuk transportasi dengan BBG dan biodiesel, untuk memasak dengan LPG dan gas kota. Sedangkan pengembangan energi perdesaan (biodiesel, bioenergy dan

microhydro) dimungkinkan oleh investasi dengan pinjaman berbunga rendah dari Pemerintah. Dengan diversifikasi kita bisa menghemat biaya energi sampai 60%. Alangkah baiknya, jika penghematan energi tersebut digunakan untuk memberdayakan orang miskin sehingga tidak menjadi miskin lagi.

Untuk meningkatkan efektifitas penggunaan lahan, baik untuk energi maupun pangan, diperlukan peraturan untuk mengenakan pajak pada lahan-lahan yang menganggur. Akibatnya, orang-orang kaya yang tinggal di kota pemilik lahan tersebut akan mengurus lahannya di perdesaan dengan memperkerjakan penduduk desa. Apabila yang mengusahakan lahan tersebut orang kota maka pengusahaan lahan tersebut akan lebih efektif karena mereka memiliki dana serta pengetahuan tentang pasar dan teknologi. Akibatnya, penduduk desa tidak perlu mencari pekerjaan ke kota.11

Makalah ini akan membahas usaha untuk memperkuat ketahanan energi dan pangan nasional dalam era persaingan global. Energi akan dibahas terlebih dahulu, kemudian baru pangan serta ditutup dengan kesimpulan dan saran.

ENERGI

Walaupun cadangan minyak dunia meningkat dari 1.049 miliar barel pada akhir 1996 menjadi 1.208 miliar barel di akhir 2006 (BP Statistics 2007),1 tetapi

karena permintaan minyak terutama dari Cina dan India yang meningkat sangat pesat, ditambah ketidakstabilan politik di Timur Tengah mengakibatkan harga minyak meroket melebihi 100 dolar per barel. Akibatnya, minyak menjadi mahal dibandingkan energi lain.

Sebagai perbandingan biaya listrik (bahan bakar dan pembangkit) dari batubara (US$ 70/ton) adalah 6 sen dolar per kWh, gas (US$ 6/MMBTU) serta panas bumi 8 sen dolar per kWh dan dari BBM (Rp. 8.000/liter) sekitar 26 sen dolar per kWh. Ibaratnya kalau saat ini kita memakai BBM maka sama dengan naik Mercy, sedangkan kalau memakai yang lain sama dengan naik busway. Mohon disadari bahwa Indonesia bukan negara kaya. Tidak bijaksana apabila kita masih menggantungkan penggunaan energi kepada minyak. Bahkan Iran yang kaya dengan minyak (cadangan terbukti 137,5 miliar barel dan produksi 4,3 juta barel per hari pada 2006), berusaha untuk mengunakan nuklir untuk listrik, BBG untuk transportasi dan gas kota untuk memasak. Iran berusaha untuk mengekspor minyak sebanyak mungkin karena hal tersebut adalah yang paling menguntungkan. Demikian pula Norwegia, walaupun Negara tersebut memproduksikan minyak sebesar 2,8 juta barel per hari pada tahun 2006 pemakaian domestiknya hanya 200 ribu barel per hari, yaitu hanya untuk transportasi. Negara ini menggunakan tenaga air untuk listrik dan untuk memasak menggunakan listrik.1

TABEL 1.

Dalam dokumen Memperkuat Ketahanan Pangan dan Energi N (Halaman 183-185)