• Tidak ada hasil yang ditemukan

KESIMPULAN DAN PENUTUP

Dalam dokumen Memperkuat Ketahanan Pangan dan Energi N (Halaman 167-172)

KETERIKATAN YANG TIDAK TERPISAHKAN

DENGAN VARIABEL TERIKAT INDEKS KEDALAMAN KEMISKINAN Variabel terikat: P1 OLS tanpa

7. KESIMPULAN DAN PENUTUP

Dari hasil estimasi, seluruh variabel bebas dan spatial lag variabel bebas memiliki tanda (positif/negatif) yang sama. Selain itu, hasil uji statistik juga menunjukkan signifikansi yang serupa. Bisa dikatakan bahwa hipotesis yang dikemukakan penulis diterima, bahwa semakin tinggi intensitas penduduk yang bekerja di sektor pertanian, semakin tinggi pula persentase penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan atau semakin besar rata-rata kesenjangan pengeluaran penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. Jadi, bisa disimpulkan bahwa hubungan asosiatif antara petani dan kemiskinan merupakan suatu hal yang nyata.

Jika sikap sebagian besar petani padi di Desa Sukatani dan Desa Buniwangi bisa dianggap sebagai representasi petani (khususnya petani padi) di Indonesia, keberlanjutan sektor pertanian Indonesia dalam kondisi terancam. Jika memang nantinya sektor ini dikuasai hanya oleh petani-petani besar, sistem pertanian di Indonesia akan mengalami perubahan yang sangat besar. Yang pertama, kebersamaan antara petani besar dan petani kecil akan hilang. Hal ini berdampak pada sosiologi petani. Kemudian, tersingkirnya petani-petani kecil akan membawa masalah baru dalam sistem ketenagakerjaan Indonesia.

Keberdayaan petani merupakan syarat perlu untuk mendukung pertanian berkelanjutan10. Secara sederhana bisa dikatakan bahwa kepemilikan modal

sosial dalam bentuk akses informasi dan kesejahteraan petani yang menjadi dasar untuk meningkatkan keberdayaan petani, menjadi sangat penting.

Hingga saat ini, salah satu persoalan utama yang dihadapi petani adalah sulitnya akses informasi. Solusi sederhana yang bisa dilakukan untuk mengeliminir hambatan ini adalah dengan membentuk organisasi petani untuk meningkatkan komunikasi antarpetani, pemberdayaan petugas penyuluh atau aparat desa sebagai penyampai informasi kepada petani. Solusi lainnya adalah meningkatkan interaksi desa-desa terpencil dengan wilayah-wilayah lain. Langkah nyata yang dapat ditempuh, di antaranya adalah memacu pertumbuhan sarana angkutan umum dan perbaikan jalan-jalan penghubung. Jika langkah tersebut dapat dijalankan, penyebaran informasi kepada petani akan lebih baik sehingga mereka tidak kehilangan modal sosialnya.

10 Lima konsep pertanian berkelanjutan adalah mantap secara ekologis, ekonomis, adil, manusiawi dan luwes. Untuk diskusi lebih lanjut, lihat “Pertanian dan Keberlanjutan” dalam buku Pertanian Masa Depan (ILEIA, 1992).

Ada contoh kasus mengenai organisasi petani, namun dengan tujuan yang berbeda yang dilakukan petani LEIA11. Mereka membentuk organisasi di lingkungan setempat, kemudian menekan agen-agen pembangunan12 agar lebih memberi perhatian pada mereka dalam pengembangan teknologi terkait dengan pertanian.

Terkait dengan kenaikan harga BBM per 1 Oktober 2005, hal itu memang tidak memukul petani-petani yang memiliki lahan relatif luas. Yang menjadi persoalan adalah sebagian besar petani hanya memiliki lahan yang kecil (di bawah 1 hektar). Pada desa yang menjadi obeservasi penelitian ini, petani harus memiliki minimal 4,7-6,7 hektar sawah supaya tidak terkena dampak negatif dari kenaikan harga BBM. Kenaikan pengeluaran untuk produksi memang bisa dikompensasi oleh kenaikan penjualan gabah. Namun, petani masih dibebani oleh kenaikan pengeluaran untuk konsumsi. Beban konsumsi tersebut tidak tertutupi oleh nilai produksi yang dihasilkan petani berlahan kecil. Langkah nyata yang bisa dilakukan untuk menyelamatkan nasib petani berlahan kecil, di antaranya adalah dengan menekan harga komponen produksi pertanian. Misalnya, memberikan subsidi pupuk, subsidi pestisida dan bantuan alat-alat pendukung pertanian.

Salah satu konsep pertanian berkelanjutan yang banyak digunakan adalah bisa berlanjut secara ekonomis. Artinya, petani bisa cukup menghasilkan untuk pemenuhan kebutuhan sendiri dan mendapatkan penghasilan yang mencukupi untuk mengembalikan tenaga dan biaya yang dikeluarkan. Keberlanjutan ekonomis ini bisa diukur bukan hanya dalam hal produk usaha tani yang langsung, namun juga dalam hal fungsi pelestarian sumber daya alam dan meminimalkan resiko (ILEIA, 1992). Technical Advisory Comitte of the CGIAR13

(TAC/CGIAR 1988) merumuskan pertanian berkelanjutan sebagai pengelolaan sumber daya yang berhasil untuk usaha pertanian guna membantu kebutuhan manusia yang berubah sekaligus mempertahankan atau meningkatkan kualitas lingkungan dan melestarikan sumber daya alam.

Jadi, jika petani (terutama petani kecil) tidak mencapai keberdayaannya, sangat dimungkinkan kalau mereka akan menyarankan anak-anak mereka untuk tidak berprofesi sebagai petani. Jika demikian yang terjadi, keberlanjutan sektor pertanian di Indonesia merupakan pertanyaan besar yang harus kita jawab. Oleh karena itu, persoalan yang dihadapi petani juga merupakan persoalan dan menjadi tanggungjawab bersama bangsa Indonesia.

8. KETERBATASAN

Penelitian ini hanya menggunakan dua desa dengan karakteristik berbeda yang ditetapkan secara apriori sebagai area pengambilan responden. Hasil penelitan ini tidak bisa digeneralisasi sebagai fakta umum yang terjadi di Jawa

11 LEIA adalah kependekan dari low-external-input agriculture. 12 Pemerintah dan pemilik modal besar.

13 CGIAR adalah kependekan dari Consultative Group on International Agricultural Research.

atau Indonesia. Namun, dapat digunakan sebagai fakta indikatif untuk mengidentifikasi permasalahan yang dihadapi petani.

Pengamatan kemiskinan hanya menggunakan data kota/kabupaten di Jawa tanpa melakukan pembedaan kelas dan jenis pekerja dalam sektor pertanian dan sektor formal. Hasil yang diperoleh juga tidak bisa langsung digunakan sebagai representasi fakta di seluruh Indonesia. Kemudian, analisis interaksi spasial juga mengabaikan terpisahnya pulau Madura dengan pulau Jawa.

DAFTAR PUSTAKA

Ananto, E. Eko (1989). Mekanisasi Pertanian dalam Usahatani Padi. Padi Buku 2. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor.

Anselin, L (1988). Spatial Econometrics: Methods and Models. Dordrecht: Kluwer. Badan Pusat Statistik (2004). Statistik Indonesia 2004. BPS.

_____. (2004). Data dan Informasi Kemiskinan: Tahun 2004. BPS.

Box, L (1987). Experimenting Cultivators: A Methodology for Adaptive Agricultural Research. Agriculutural Administration (Research and Extention) Network Discussion Paper 23. London, ODI.

Cliff, A., dan J.K. Ord (1973). Spatial Autocorrelation, London: Pion.

Feeder, G dan R. Slade (1985). The Role of Public in the Diffusion of Improved Agricultural Technology. American Journal of Agricultural Economics 67 (2): 423-8.

Grandstaff, T.B dan S.W. Grandstaf (1989). Choice of Rice Technology: A Farmer Perspective. Dalam: Korten, D.C (ed.), Community Management: Asian Experience and Perspectives. West Hartford: Kumarian, pp. 51-61.

Hendrayana, Rahcmat. Dampak Penerapan Teknologi Terhadap Perubahan Struktur Biaya dan Pendapatan Usaha Tani Padi, Balai Pengkajian dan

Pengembangan Teknologi Pertanian dalam http://bp2tp.litbang.deptan.go.id/file/wp04_12_dampak.pdf.

Manh Hung, Nguyen dan Makdissi, Paul (2004). Escaping the Poverty Trap in a Developing Rural Economy. The Canadian Journal if Economics Vol 37 No 1 (Feb 2004) pp 123-139. Blackwell Publishing.

Manwan, Ibrahim, T. Prabowo dan Mahyuddin Syam (1988). Hubungan Penelitian dan Penyuluhan dalam Penelitian Sistem Usahatani. Publikasi Sistem Usahatani di Lima Agro-ekosistem. Risalah Lokakarya Penelitian Sistem Usahatani. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian. Moene, Karl Ove (1992). Poverty and Landownership. The American Economic

Review Vol. 82 No. 1 (Mar 1992) pp 52-64. American Economic Association.

Mubyarto (2001). Prospek Otonomi Daerah dan Perekonomian Indonesia: Pasca Krisis Ekonomi. BPFE Yogyakarta.

Nazara, Suahasil (2004). Apakah Pasar Tenaga Kerja Terintegrasi Secara Spasial: Bukti dari Fenomena PHK Saat Krisis. Seminar Akademik UI I tahun 2004.

Padmo, Soegijanto (2000). Pupuk dan Petani: Studi Kasus Adopsi Pupuk oleh Petani Calauan, Laguna, Filipina. Penerbit Media Pressindo, Yayasan Adikarya IKAPI dan The Ford Foundation.

Ray, Debraj (1998). Development Economics, Princenton University Press, Princenton, New Jersey.

Reijntjes, Coen., Bertus Haverkort dan Ann Waters-Bayer (1992). Pertanian Masa Depan: Pengantar untuk Pertanian Berkelanjutan dengan Input Luar Rendah. ILEIA. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

Sachs, Jeffrey (2005). The End of Poverty: How We Can Make It Happen in Our Lifetime. Penguin Books.

Scihffman, Leon G dan Leslie L. Kanuk (2000). Consumer Behavior Seventh edition, Prentice Hall International, Inc.

Scott, CD (1997). Poverty among Small Farmers under Frei and Pinochet, 1968- 1986. Buletin of Latin American Research Vol. 16 No. 1 (1997) pp 57-69. Blackwell Publishing.

Suryaningtyas, Toto (2005). Saat Kultur Tani Kembali Diuji. Kompas halaman 60, edisi 16 Desember 2005.

Suryopratomo dkk (2005). Impor Beras; Presiden Minta Jangan Sampai Merugikan Petani. Kompas halaman 1, edisi 22 November 2005.

Susanto, Heri. Mimpi Buruk Jakarta 2014 (2006). Tempo halaman 90-92, edisi 11-17 September 2006.

Syafa’at, Nizwar dkk (2003). Analisis Ketersediaan dan Penggunaan Pupuk untuk Usaha Pertanian Padi di Jawa. Jurnal Ekonomi dan Keuangan Indonesia Vol. 51 (2), Hal. 209-223.

Widyastuti, Ratna dan Ignatius Kristanto (2005). Menipisnya Harapan Sebagai Petani Kecil. Kompas halaman 59, edisi 16 Desember 2005.

Lampiran

DEPENDENT VARIABLE: PCT_MISKIN (Persentase Penduduk Miskin)

REGRESSION

Dalam dokumen Memperkuat Ketahanan Pangan dan Energi N (Halaman 167-172)