• Tidak ada hasil yang ditemukan

9  Jika dalam belajar mengimplementasikan 4 Jalur untuk Memperoleh Pengetahuan

Dalam dokumen prosiding semnas mipa uny 2012 (Halaman 39-44)

model Royce (lihat gambar 3!), maka hubungan antara jalur, sifat, dan hasil belajarnya dapat dijelaskan pada tabel 2 berikut ini :

Tabel 1. Hubungan antara Jalur, Sifat, dan Hasil dalam Belaj ar

J

Jaalluurr

SSiiffaatt

B

Beellaajjaarrnnyyaa

H

HaassiillBBeellaajjaarrnnyyaa

CCoonnttoohhKKeeggiiaattaann// M Meettooddee Pikiran Rasionalisme Sesuatu (pengetahuan) yang bersifat logis (dapat diterima akal) atau sebaliknya, tidak logis

Diskusi dengan persoalan/ tema yang jelas, tidak sekedar menjaw ab pertanyaan yang mengungkap kembali konsep/ istilah.

Tanya-jaw ab dengan pertanyaan/ LKS yang disusun urut menggiring dalam pola induktif atau deduktif.

Pengideraan Emperisisme

Sesuatu

(pengetahuan) yang merupakan

persepsi yang benar atau sebaliknya, salah persepsi

Pengamatan terhadap fenomena dan interpretasinya Perasaan Intuisionisme Sesuatu (pengetahuan) yang merupakan wawasan atau sebaliknya, tidak dapat digunakan sebagai w aw asan

Membuat simpulan.

Menentukan (memilih) tindak- lanjut setelah menyelesaikan pembelajaran pada materi pokok tertentu. Kepercayaan Otoritarianisme Sesuatu (pengetahuan) yang dapat dianut (dipercayai) atau sebaliknya, kebohongan/ kepalsuan

Menerima informasi, melalui verbal-visual atau media lain. *)

*) dalam im plem ent asi em pat jalur secara t erpadu, m at eri yang dit erim a oleh pesert a didik bukanlah m at eri yang lengkap, akan t et api m erupakan bagian/ fragm en yang kem udian dilanjut kan dengan kegiat an yang m engim plem ent asikan jalur-jalur yang lain.

3.Problem Based Learning sebagai Inti Penanaman Karakter Ilmiah

Berbagai model, metode, dan teknik-teknik pembelajaran dapat dipilih oleh instruktur (guru, dosen) untuk melaksanakan tugas mengajar, namun dari semua itu PBL memiliki keunggulan yang lebih lengkap. Oleh sebab itu pada tataran tingkat yang telah dianggap cukup, PBL baru dapat diterapkan dalam pembelajaran.

Pendekatan PBL pertama kali diperkenalkan pada pendidikan kedokteran di Univesitas McMaster pada pertengahan tahun 1970 ( Barrow s and Tamblyn,1980).

PBL adalah cara belajar yang hasilnya diperoleh dari proses kerja (aktivitas) untuk memahami atau memecahkan suatu masalah (persoalan). Masalah ditemukan (dihadapi) oleh pembelajar pada aw al poses belajar.

PBL merupakan metode mengajar yang dapat menggunakan berbagai format : tutorial kelompok kecil, kuliah berdasar persoalan, diskusi kelompok besar (kelas), dan kerja laboratorium berbasis persoalan (Kaufman, 1995). Pada umumnya PBL digunakan untuk kelompok kecil dengan bantuan seorang fasilitator. Prinsip metode PBL meliputi 3 langkah : (1) Menghadapkan sisw a pada persoalan, (2) melibatkan sisw a pada belajar bebas dan (3) kembali pada persoalan semula (Wilkerson & Feletti, 1989).

Rasional Problem-Based Learning Psikologi Kognitif

Schmidt (1993) mengemukakan 3 prinsip dari psikologi kognitif yang sangat menunjang PBL :

Pertama, aktivasi pengetahuan aw al sisw a, yang bertujuan untuk merumuskan persoalan yang akan dipelajari. Pengetahuan aw al dapat berupa pengalaman langsung dari lapangan, pengalaman yang telah tersimpan, atau informasi baru yang diterima sisw a pada aw al proses pembelajaran.

Kedua, saat sisw a mendiskusikan pemecahan masalah, mereka melakukan elaborasi melalui pengetahuan yang telah ada dan pengetahuan baru dari kontribusi anggota kelompok. Kemudian sisw a membangun asosasi (pengetahuan) baru dari konsep yang telah ia miliki dengan jaringan pengetahuan yang berasal dari berbagai sumber,

11

sehingga terjadi perkembangan antara konsep lama dengan konsep baru. Maka sisw a juga terbiasa dengan membangkitkan kembali memori yang telah tersimpan.

Ketiga, PBL menyajikan persoalan yang benar-benar terjadi pada situasi yang aktual. Proses belajar terjadi di dalam konteks yang sama dan dapat diterapkan bagi seseorang. Persoalan dan pemecahannya memberi isyarat (“ petunjuk” ) ketika di suatu saat sisw a menjumpai persoalan yang sama dalam kehidupan sehari-hari. Isyarat ini akan disusun dalam memori sebagai pengetahuan aw al yang setiap saat dapat diakses.

Pinsip Pembelajaran untuk Dewasa

PBL sangat kuat mencakup prinsip-prinsip belajar orang dew asa. Orang dew asa lebih termotivasi untuk belajar ketika kebutuhan (need) dan pengalamannya menjadi semakin meningkat pada saat pembelajaran mulai, dan ketika pusat perhatian belajar sangat relevan dengan situasi kehidupan. Mereka juga akan termotivasi ketika pengalaman diri digunakan sebagai sumber yang secara langsung dapat diakses pada saat pembelajaran (Know les & Associates, 1984).

Kebutuhan Praktis Profesional

Cervero (1990) mengemukakan alasan bahw a pengenalan karakteristik pada hal-hal yang bersifat praktis adalah sebagai kegiatan aw al pengarahan (orientasi). Alasan kebutuhan profesional yang harus tertanam pada diri sisw a merupakan tindakan bijak seorang pendidik daripada sekedar sisw a dapat menyatakan jaw aban dari pertanyaan “ apakah yang disebut sebagai …” (Buchmann, 1984).

Mereka lebih setuju untuk “ meletakkan suatu yang benar” daripada “ kebenaran yang tak terungkap” (INGAT : NATO, no action talking only !!). Pandangan tentang penerapan secara praktis ini akan menjadikan seseorang lebih profesional akan berlanjut dalam membuat keputusan yang memadai dari situasi yang khusus. Untuk meningkatkan kemampuan kerja praktik dan kemampuan profesional selalu dibutuhkan kemampuan untuk membuat keputusan yang tepat. Penelitian yang dilakukan dengan cermat dan profesional, seperti laiknya seorang ahli, akan memberi dukungan yang kuat bahw a tanpa pengetahuan yang dibangun dari pengalaman praktis tidak akan mungkin membentuk tindakan yang bijaksana (Cervero, 1990).

Nilai-nilai yang dapat diperoleh dari praktik(bertindak) adalah : (1) bahw a segala peristiiw a itu melekat erat dengan ruang, w aktu, dan situasi yang spesifik, (2) keputusan atau tindakan yang diambil oleh seseorang harus selalu memiliki konteks dengan situasi tersebut (Kennedy, 1987). Dengan demikian cara berpikir dan bertindak seseorang harus selalu didasarkan pada hal-hal yang realistik.

Kelebihan Pembelajaran PBL

Banyak keuntungan yang dapat diperoleh dari penglibatan sisw a pada kerja atau tugas yang didasarkan pada pendekatan yang berbasis pada studi kasus. Dari penelitian yang dilakukan oleh Korenmann dan Shipp (1994) diperoleh kesimpulan dan rekomendasi yang masih harus didiskusikan lebih lanjut, yaitu :

1. memberi kesempatan sisw a untuk lebih peka pada hal-hal yang berkaitan dengan sistem nilai yang dimiliki oleh perseorangan;

2. memberi kesempatan sisw a untuk mengekspresikan pendapatnya berlandaskan pada nilai-nilai itu, dan membandingkannya dengan orang lain;

3. menguji kebijakan etis dan petunjuk yang telah dikembangkan secara komprehensip dan sahih;

4. menyediakan butir-butir acuan untuk perorangan ketika pengalaman mereka sejalan dengan persoalan dan pemecahannya yang mereka lakukan;

5. memungkinkan personel yang dilatih, sekolah, dan staf terlibat dalam diskusi dengan munggunakan dasar acuan yang sama ;

6. memungkinkan persoalan pokok disusun dan disajikan dengan titik-pandang yang beragam; dan,

7. memungkinkan timbulnya kew aspadaan bahw a persoalan yang bersumber atau yang dihadapi oleh perorangan sering kali dianalisis tanpa menggunakan (menghubungkan dengan) pengetahuan yang telah ada dan menyerap sebanyak- banyaknya informasi dari lapangan.

13

Keberhasilan Problem-Based Learning

Keberhasilan PBL terletak pada bagaimana PBL itu dapat “ menaw arkan” pendidikan yang penuh pertimbangan dan penuh fleksibilitas. Sisw a dan guru terlibat di dalam proses penemuan secara bersama-sama, melakukan eksplorasi, bekerja dengan sikap yang baik prasangka, dan memahami konflik prinsip-prinsip etika. Keberhasilan metode ini tergantung pada diskusi antara guru dengan sisw a. Guru berperan sebagai fasilitator, yang mungkin selama ini belum “ akrab” dengan kerja guru sebelumnya (Kaufman & Holmes, 1996). Oleh sebab itu Korenman & Shipp (1994) menyarankan, sebaiknya guru atau sekolah secara bersama-sama melakukan diskusi atau lokakarya untuk memperjelas operasionalisasi peran guru dalam hal :

 meningkatkan kemampuan merangsang sisw a agar mampu melakukan dialog di antara mereka daripada sekedar mendengarkan informasi;

 memungkinkan penemuan jati diri sisw a dari pada sekedar sebagai ahli di bidang ilmu;

 menyela diskusi sisw a yang hanya dilakukan untuk mengarahkan kembali fokus persoalan;

 menyediakan sumber-sumber bagi sisw a daripada sekedar memberikan keputusan akhir, melakukan refleksi dan menyadarkan akan beberapa keterbatasan; dan

 meningkatkan daya baca sisw a terhadap bahan pelajaran dan kesempatan yang sebesar-besarnya untuk keterlibatan dalam kegiatan.

4. Kompetitif

Kemampuan kompetitif dilandasi oleh kemampuan untuk melaksanakan setiap langkah kegiatan dalam rangkaian proses belajar dan hasil yang telah dicapai bermakna bagi diri-sendiri dan orang lain (masyarakat). Produk (temuan) yang dihasilkan akan bernilai kompetitif apabila memiliki kriteria daya beda dan daya saing (unggul) terhadap produk orang lain.

Penanaman karakter ilmiah yang kompetitif pada diri peserta didik merupakan proses pendidikan/ pembelajaran jangka panjang melalui akumulasi pembiasan- pembiasaan sebagai efek nurturant yang terbentuk selama proses pembelajaran peserta didik. Kegiatan pembiasaan pembelajaran yang dapat merangsang karakter kompetitif, antara lain : lomba, pameran, resital di bidang sains yang dilaksanakan peserta didik di baw ah bimbingan guru. Kegiatan ini harus dilaksanakan bukan hanya oleh satu matapelajaran (matakuliah), namun harus merupakan sistem terpadu program-progam pembelajaran oleh lembaga pendidikan.

5. Kompetitif

Kemampuan kompetitif dilandasi oleh kemampuan untuk melaksanakan setiap langkah kegiatan dalam rangkaian proses belajar dan hasil yang telah dicapai memberikan makna bagi diri-sendiri dan orang lain (masyarakat). Kebermaknaan apa yang telah diperbuat oleh seseorang inilah yang merupakan produk atau kinerja yang unggul. Produk (temuan) yang dihasilkan akan bernilai kompetitif apabila memiliki kriteria daya beda dan daya saing (unggul) terhadap produk orang lain.

Penanaman karakter ilmiah yang kompetitif pada diri peserta didik merupakan proses pendidikan/ pembelajaran jangka panjang melalui akumulasi pembiasaan- pembiasaan dalam berbuat (proses belajar), sebagai efek nurturant yang terbentuk selama proses pembelajaran peserta didik. Kegiatan pembiasaan pembelajaran yang dapat merangsang karakter kompetitif, antara lain : lomba, pameran, resital di bidang sains yang dilaksanakan peserta didik di baw ah bimbingan guru. Kegiatan ini harus dilaksanakan bukan hanya oleh satu matapelajaran (matakuliah), namun harus merupakan sistem terpadu program-progam pembelajaran oleh lembaga pendidikan.

Dalam dokumen prosiding semnas mipa uny 2012 (Halaman 39-44)

Dokumen terkait