• Tidak ada hasil yang ditemukan

Benda Peninggalan Sejarah di Bogor Rawan Hilang Koran Pikiran Rakyat edisi hari Minggu pada 4 Juni, 2012 melaporkan fakta

Dalam dokumen Revisi 3 Buku Pakuan Pajajaran Dalam Pus (Halaman 59-63)

bahwa benda-benda peninggalan sejarah yang ada di wilayah Bogor rawan hilang dan tidak terungkap. Beberapa penyebabnya selain karena diperjualbelikan ke luar negeri dan dimanfaatkan oleh orang tidak bertanggung jawab, ketidaktahuan masyarakat juga menyebabkan benda hasil sejarah/prasejarah itu rusak. Akibatnya, banyak sejarah Sunda yang belum bisa terungkap karena bukti sejarahnya menghilang.

Isu ini mencuat di sela-sela peresmian Bale Pakuan yang digagas Yayasan Gentra Pajajaran di kediaman Wakil Bupati Bogor, sekaligus pemerhati budaya, Karyawan Fathurahman (Karfat) di Karadenan, Cibinong, Kabupaten Bogor, Sabtu (2/6/2012) sore. Karyawan Fathurahman yang biasa disapa Karfat mencontohkan kasus jual beli batu kuya yang ditemukan di wilayah Desa Cileuksa, Kecamatan Sukajaya, Kabupaten Bogor tahun 2008 membuktikan betapa mudahnya benda cagar budaya diperjualbelikan.

61

Saat itu, sejumlah budayawan dan sejarawan berkeyakinan, batu kuya itu merupakan batu bukti sejarah Sunda. Namun, oleh oknum tertentu dijual ke Korea Selatan dengan nilai miliaran rupiah. Pemerintah, lanjut Wakil Bupati Bogor Karfat (Karyawan Faturahman), sulit mendapatkan kembali batu itu karena harus menebus dengan harga yang berlipat-lipat. "Jika bukan sesuatu yang berharga dinilai dari segi sejarah, buat apa orang asing mau beli batu seharga miliaran rupiah?" tuturnya.

Menurut Karfat, batu atau benda apapun itu yang merupakan temuan sejarah/budaya seharusnya diteliti oleh kita karena itu bukti sejarah kita. "Hanya karena ketidaktahuan atau malah karena faktor motif ekonomi jangan sampai benda- benda cagar budaya kita menghilang satu-persatu," ungkap Karfat.

Wilayah Bogor, lanjut Karfat, dipercaya sebagai cikal bakal kerajaan Sunda yang sarat dengan muatan luhur serta peninggalan sejarah/prasejarah yang bernilai tinggi. Hanya saja, sebagian besar peninggalan sejarah/prasejarah tidak berbekas karena dirusak oleh generasi penerusnya. Diyakini Karfat, masih banyak peninggalan sejarah yang belum tergali dan masih terpendam di seluruh wilayah Bogor.

"Saya melihat sendiri, batu-batu bukti sejarah di beberapa wilayah di Kabupaten Bogor malah dipecah buat bahan bangunan, buat ini dan itu. Tidak ada yang menghargainya sebagai benda bukti sejarah kita," lanjut Karfat.

Jika bukti sejarah itu hilang, Karfat khawatir generasi penerus tidak tahu sejarah bangsanya sendiri. Menghargai peninggalan sejarah, kata Karfat bukan berarti mengagungkan sisi mistisnya. "Kita harus ingat, dari mana kita berasal. Tanpa sejarah, kita tidak akan ada," lanjutnya. Selain itu, ajaran Ki Sunda juga bernilai tinggi dan diyakini Karfat mampu mesejahterakan rakyat. Semakin jauh dari ajaran Ki Sunda, semakin jauh pula kesejahteraan rakyat yang didambakan. (A- 155/A-108)***20

Pemindahan Batu Kuya Timbulkan Pertanyaan21

Melihat batu kuya yang memiliki panjang sekitar 670 cm, lebar terluar 350 cm, tinggi 290 cm dan panjang leher 240 cm dengan berat diperkirakan 50 ton, muncul pertanyaan bagaimana proses pemindahan batu tersebut yang semula berada di tengah sungai Cimangenteung, Kampung Cisusuh, Desa Cileuksa, Kec. Sukajaya, Kab. Bogor, dibawa ke sebuah gudang di Jalan Raya Cilincing, Tanjung Priok, Jakarta Utara yang jaraknya diperkirakan 120 kilometer.

20 http://www.pikiran-rakyat.com/jawa-barat/2012/06/04/191078/benda-peninggalan-sejarah-di-bogor- rawan-hilang 21 Cibinong, (Prlm).- 15 Oktober, 2008 - 18:25

62

Kemudian, bagaimana pula dengan proses izin, mengingat sebelum masuk ke sungai, harus melintasi kawasan hutan lindung Haurbentes yang berada di lingkungan Taman Nasional Gunung Halimun-Salak?

Dari berbagai informasi yang dihimpun, sebelum pengangkatan batu kuya dari dalam sungai, telah dilakukan pelebaran jalan, mengingat jalan dari jalan raya Jugala Jaya ke sungai Cimangenteung sebelumnya hanya bisa dilewati satu mobil ukuran biasa dengan kondisi jalan tanah. Sementara, untuk membawa batu tersebut menggunakan sebuah truk kontainer.

―Sebelum Bulan Puasa, sudah dilakukan pelebaran jalan menuju Sungai Cimangenteung,‖ kata Camat Sukajaya, Iwan Erawan.

Setelah jalan masuk dilebarkan, melihat besarnya batu kuya dan berada di dalam sungai, memerlukan alat berat dan proses cukup lama

untuk mengangkatnya dan

memindahkan ke atas truk kontainer. Setelah di atas truk kontainer, dengan menggunakan pengawalan dari aparat kepolisian, truk tersebut dikawal menuju jalan raya Jasinga. Rute yang dilalui untuk sampai ke Cilincing, Jakarta Utara yakni jalan raya Jasinga-Leuwiliang, Dramaga masuk ke kota Bogor melewati jalan baru. Setelah itu menuju Tol Jagorawi sampai ke Tol Tanjungpriok, Jakarta.

Dari proses perjalanan dengan ukuran truk kontainer serta rute jalan yang dilalui, jelas bukan perkara mudah. Karena jalan raya kota Bogor-Jasinga jarang dilalui truk kontainer. Sehingga dengan pengawalan dari patwal, memudahkan proses perjalanan. ―Soal keterlibatan anggota polisi yang ikut mengawal, sedang didalami Propam,‖ kata Kasat Reskrim Polres Bogor, AKP Muhammad Santoso.

Yang masih belum terungkap mengenai pelebaran jalan di kawasan hutan lindung Haurbentes sampai ke sungai. Sebab, menurut UU 41 tahun 1999 mengenai kawasan hutan lindung, berbagai tindakan atau perbuatan di kawasan hutan lindung diatur. ―Menebang pohon saja di hutan lindung harus seizin Menteri Kehutanan,‖ kata anggota DPRD Kab. Bogor, Darwin Saragih.

Muncul pertanyaan, dengan melebarkan jalan di kawasan hutan Taman Nasional Halimun-Salak, apakah sudah mengantongi izin? Menurut Muhammad Santoso, dari hasil pemeriksaan yang sedang dilakukan, pihak pengusaha yang mengambil batu tersebut mengantongi izin penebangan pohon.

63

Sedangkan untuk kegiatan pelebaran jalan di dalam kawasan hutan lindung, belum diketahui apakah sudah ada izin dari Taman Nasional Gunung Halimun-Salak. Bagaimana dengan pengambilan batu di dalam sungai? Dari penjelasan Kepala Dinas Pertambangan Kab. Bogor Asep Zainal, karena batu berada di sungai, kewengan sungai ada di Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air (PSDA) Jawa Barat. Lazimnya, proses penambangan harus mendapat izin dari dinas pertambangan setelah diajukan oleh pengelola atau yang punya kewenangan. ―Sampai saat ini, tidak ada pihak yang mengajukan izin ke dinas, termasuk dari dinas yang memiliki kewenangan terhadap sungai,‖ ujarnya.

Yang jelas, batu kuya diambil oleh seorang pengusaha/kolektor bernama Fuad. Kemudian, batu tersebut dibawa ke Tanjungpriok yang diperkirakan akan dikirim ke luar Indonesia. Sebab, batu kuya saat ini berada di gudang CV Karya Budi Mulya, perusahaan ekspedisi.

Gambar kiri: Kini Batu Kuya tersebut sudah berada di Korea Selatan, menjadi hiasan taman publik

Kasat Reskrim Santoso mengatakan, pihaknya belum mengetahui berapa besar biaya yang dikeluarkan untuk proses pemindahan batu tersebut. ―Kalau kita lokasi dan proses pemindahannya, jelas mengeluarkan biaya yang cukup besar,‖ ujarnya.

Begitu banyak pertanyaan yang muncul. Kenapa pengusaha mau mengambil batu kuya kalau bukan bernilai dan berharga? Kenapa pengusaha mau mengeluarkan biaya besar, jika batu itu tidak bernilai mahal? Dan kenapa proses pemindahannya bisa terjadi, padahal ada proses izin, dan sebagainya yang harus ditempuh?

Sayang, dalam rapat DPRD Kab. Bogor Rabu (15/10) yang membahas kasus tersebut tidak terungkap. Bahkan, tidak terlihat keinginan anggota dewan mencari tahu secara detil.

Untuk itu, tugas pihak berwenang untuk mengungkapkan hal itu, sehingga misteri pemindahan batu kuya tidak menimbulkan pertanyaan dan syak wasangka! (A-134/A-147)****

64

BAB 2

MEMASUKI MASA SEJARAH BOGOR

Dalam dokumen Revisi 3 Buku Pakuan Pajajaran Dalam Pus (Halaman 59-63)