• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kisah Tragis Saat Terakhir Pakuan Pajajaran dalam Pantun Bogor

Dalam dokumen Revisi 3 Buku Pakuan Pajajaran Dalam Pus (Halaman 159-162)

Sesaat Kang Firman terhenyak setelah membaca tulisan baraya kita di situs jejaring sosial Facebook yang menguraikan walau secara singkat tentang Pantun tersebut. Terlebih diceritakan dalam pantun tersebut, bahwa Prabu Ragamulya (Suryakancana/Prabu Siliwangi ke V ?) mengalami saat-saat yang getir sebagai penerus tahta kerajaan besar, yang melarikan diri akibat serangan koalisi ―kerajaan Islam‖ yang dipimpin oleh Sultan Maulana Yusuf anak dari Sultan Hasanudin atau cucu dari Sunan Gunung Djati/Syarif Hidayatullah (anak dari Nyimas Rara

161

Santang atau masih cicit Prabu sri Baduga Maharaja dari istri yang bernama Nyimas Subang Larang).

Bahkan menurut Pantun tersebut, Uga Wangsit Siliwangi disampaikan Prabu Ragamulya di saat masa pelarian itu berakhir. Hal tersebut, sangatlah masuk akal karena memang pada awal kalimat uga disampaikan kata " ‖Lalakon urang ngan

nepi ka poé ieu, najan dia kabéhan ka ngaing pada satia! Tapi ngaing henteu meunang mawa dia pipilueun, ngilu hirup jadi balangsak, ngilu rudin bari lapar.

... ‖".

Artinya kurang lebih ‖Kisah kita (Pajajaran) hanya sampai di sini, meskipun

kalian semua setia kepadaku! Tapi saya tidak bisa membawa kalian ikut - ikutan bermasalah),I kut hidup susah, ikut miskin dan kelaparan. ...‖.

Jadi sangatlah tidak mungkin kalau uga tersebut disampaikan oleh Prabu Sri Baduga Maharaja (Prabu Siliwangi I ?), karena kondisi Pakuan pajajaran pada kedua tokoh tersebut jauh berbeda.

Hal lain yang menarik, adalah diceritakan pula dalam pantun tersebut bahwa Prabu Ragamulya melakukan pelarian sampai ke daerah Ujung Genteng Sukabumi. Di sana dikisahkan rencana Prabu Ragamulya yang sempat membuat perahu besar untuk keperluan menyebrang ke pulau Nusa Larang? (Pulau tersebut kini bernama P. Christmas, menjadi masuk Perairan Australia). Namun rencana tersebut gagal karena datangnya badai dashyat. Selanjutnya, Prabu Ragamulya pun memilih mengasingkan diri/Moksa/Ngahyang.

Sementara itu, Putrinya yang bernama Dewi Purnama Sari memilih melakukan perjalanan ke daerah sekitar Pelabuhan Ratu, kemudian sang Putri Ngababakan mendirikan kampung di sana bersama para pengawalnya. Perkampungan tersebut berkembang menjadi semacam kerajaan kecil sehingga tempat tersebut dikenal kini sebagai pelabuhan Nyai Ratu / Pelabuhan Ratu.

Sedangkan Putra Mahkota yang bernama Pangeran Anom Kean Santang (namanya hampiur sama dengan putra Prabu Siliwangi I; Sri Baduga Maharaja/Pangeran Pamanah Rasa?) menyelamatkan diri ke daerah hutan di gunung Halimun dan menyamarkan diri dengan nama Batara Cikal. Selanjutnya kelak akan menurunkan keturunan yang sekarang dikenal sebagai masyarakat adat

Banten Pancer Pangawikan (Masyarakat Kesatuan Adat Ciptagelar).

Isi Pantun di atas hanyalah isi Pantun Bogor leutik, karena sebetulnya Pantun

itu sendiri terdiri dari dua episode. Pantun Bogor Leutik (kecil) berkisah sekitar kehidupan sehari-hari masyarakat Kerajaan Pajajaran atau tentang para putri raja dan kesatria. Sedangkan Pantun Gede (besar) berkisah tentang ajaran agama Sunda,

silsilah Raja Sunda, Uga, dan pola pemerintahan Kerajaan Sunda. Pada masa lalu Pantun Bogor disampaikan oleh juru pantun sambil diiringi petikan kecapi lisung senar tujuh khas Pajajaran yang kini sudah punah. Pantun Bogor ditulis sekitar tiga ratus tahun lalu oleh seorang pujangga misterius yang memiliki nama samaran Aki Uyut Baju Rambeng hidup di sekitar Jasinga Bogor.

Naskah tersebut kemudian diwariskan kepada Raden Wanda Sumardja seorang Demang masa penjajahan Belanda. Naskah-naskah kemudian diwariskan lagi kepada Raden Mochtar Kala asal Bogor yang kemudian lebih dikenal dengan nama Rakean Minda Kalangan (RMK) sesepuh Bogor yang meninggal tahun 1983 lalu dalam usia 79 tahun. Semasa hidupnya, RMK kerap dijadikan narasumber oleh berbagai pihak tentang budaya Sunda. Namun, dari sekian banyak yang belajar

162

kepadanya, hanya dua orang yang terpilih untuk mewarisi Pantun Bogor yakni sejarawan Drs. Saleh Danasasmita dan Anis Djatisunda.

Anis Djatisunda almarhum (wafat tahun 2012 ?), tokoh berdarah Sunda dari ibu dan Sangihe Talaud Sulawesi Utara dari ayahnya ini dikenal sebagai sesepuh budayawan Sunda dan pada masa hidupnya kerap diminta pendapatnya oleh berbagai pihak.

Anis menegaskan bahwa Pantun Bogor yang ia jelaskan kepada khalayak umum dewasa ini hanya diambil dari naskah Pantun Leutik, sedangkan ungkapan

Pantun Gede dengan teks aslinya masih dirahasiakan karena sifatnya yang sakral. Bagian ini hanya akan diberikan kelak kepada ahli waris Pantun Bogor, yang hingga kini belum ia temukan.

Anis berharap sebelum ajal menjemputnya, ia ingin menemukan pewarisnya yang benar-benar mencintai Kasundaan, yang berkepribadian ‖Nyunda, Nyiliwangi, dan Majajaran‖ dan memiliki jiwa yang Saharigu, Sasusu, Sahate jeung Sarancage

(Sehidup dan Semati) dengan Kasundaan. Bila tidak juga menemukan sosok yang sesuai, Pantun Bogor terpaksa akan ia bakar, hal itu sesuai pesan mendiang Rakean Minda Kalangan. Akan tetapi mudah-mudahan hal itu tidak terjadi, sebab bila kemudian harus sirna karena dibakar tentu sangat disayangkan, pasalnya kedudukan pantun ini bagi sebagian sejarawan dan budayawan memiliki nilai tinggi dalam perjalanan sejarah sastra dan budaya Sunda.

Sekali lagi saya terhenyak, betapa tidak dalam pantun tersebut dikisahkan bagaimana sesama turunan Prabu Sri Baduga maharaja saling berperang untuk saling merebut kekuasaan yang bernama tanah Pasundan. Hingga akhirnya Sumedang Larang yang dipercaya untuk meneruskan Trah Pajajaran melalui perjuangan empat kandaga lante pun terhempas Mataram yang pada saat itu secara masive melakukan ekspansi ke berbagai daerah.48

mengomentari tulisan di ata, Ruli Bahtiaru, pada tanggalJune, 2010 menulis

Rahayu swasti astu nirmala seda malilang, pun!!! sampurasun...

Kahatur Kang...

Menurut sim kuring perkawis analisa pantun bogor anu diluhur(aya dina lalakon pajajaran seuren papan)saenyana yen anu dikisahkeun teh leres lakon sri baduga maharaja, saalit seueurna perkawis makna sareng nu sanesna anu katawis dina eusi lakon pajajaran seuren papan teh sanes patokana dina periode masa terakhir raja pajajaran, tapi memang ngancik dina wayah karajaan pajajaran digempur pasukan demak,cirebon jeung banten-islam, nyaeta dina wayah sri baduga maharaja mimpin padjajaran.

Pantun Bogor(Leutik) Anu Aya 6 Lalakon, Nyaeta: 1. Pajajaran Seuren Papan

2. Pakujajar Beukah Kembang 3. Disaeurna Talaga Rancah Maya

48Sumber: Koran Pikiran Rakyat, Senin 1 Maret 2010

163

4. Pakujajar Di Lawang Gintung 5. Kalang Sunda Makalangan 6. Ronggeng Tujuh Kalasirna

Pantun Bogor (Gede) Diantawisna : 1. Perang Sunda Panglokatan

2. Curug Sipada Weruh

3. Tunggul Kawung Bijil Sirung

4. Lawang Saketeng Ka Lebak Cawene

Perkawis Pantun Bogor Eta Ti Ki Moehtar Kala(Rakean Minda Kalangan) - Anis Djatisunda (Rakean Kala Suta)- Teras Ka ...???

Pun, Sapun!!! Ampun Paralun...

Dalam dokumen Revisi 3 Buku Pakuan Pajajaran Dalam Pus (Halaman 159-162)