• Tidak ada hasil yang ditemukan

Proses Pembentukan Kebudayaan Sunda

Dalam dokumen Revisi 3 Buku Pakuan Pajajaran Dalam Pus (Halaman 174-177)

Dalam perspektif Antrophologi Sosial, sesuatu kebudayaan itu terbentuk melalui suatu proses panjang sebagai usaha setiap individu dan masyarakat dalam menemukan cara-cara penyelesaian berbagai masalah yang dihadapinya dalam kehidupan sehari-hari. Cara- cara itu secara alamiah kemudian teruji dan lalu diturunkan dari generasi ke generasi berikutnya. Oleh karena itu kebudayaan yang yang diterapkan oleh masyarakat Sunda atau yang disebut Kebudayaan Sunda, pada hakekatnya adalah merupakan akumulasi dari proses jalan dan cara-cara kehidupan yang dilaluinya dalam periode waktu yang lama, sehingga kemudian terbentuk sebuah kebudayaan yang berciri khas Sunda.[3]

Kebudayaan Sunda itu merupakan kesatuan sistem gagasan, aktifitas dan hasil karya manusia Sunda yang terwujud sebagai hasil interaksi terus menerus antara manusia Sunda sebagai pelaku (subjek) dengan latar tempat ia hidup, dalam rentang waktu yang sangat panjang dan suasana serta pengaruh akulturasi dan asimilasi budaya dengan berbagai pengaruh budaya lain yang berhubungannya dengannya. Boleh dikatakan bahwa kebudayaan Sunda adalah milik masyarakat Sunda yang diperoleh dari hasil proses adaptasi terhadap perubahan-perubahan lingkungan yang terus menerus dalam jangka waktu yang sangat lama. Perubahan pada setiap unsurnya dan hubungan antar unsur-unsur itu satu sama lainnya berpengaruh kepada kebudayaan Sunda secara keseluruhan.

Namun demikian, proses adaptasi, akulturasi dan asimilasi antar kebudayaan yang berpengaruh terhadap perkembangan budaya Sunda itu hanya akan terjadi dengan relatif cepat bila terdapat titik temu dengan nilai-nilai dasar prinsipil budaya Sunda yang telah terbentuk selama berabad-abad bahkan ribuan tahun lamanya. Asimilasi dan akulturasi antar beberapa kebudayaan tersebut akan melahirkan suatu kebudayaan baru Sunda yang merupakan hasil titik temu dari proses pembauran terus-menerus antar berbagai kebudayaan yang awalnya berbeda tersebut. Dalam hal ini hubugan interaksi, asimilisasi serta akulturasi yang berpengaruh atau saling mempengaruhi dengan budaya Sunda, adalah budaya dan

53

ini bersumber dari Makalah yang disajikan pada ―Workshop/Semiloka Pengembangan Seni Budaya

Islam‖, yang diselenggrakan oleh Kementrian Agama Republik Indonesia, di Andara Resort Hotel and Convention, Cipari-Cisarua Puncak Bogor, 5-7 November 2012

176

ajaran agama Hindu, agama Islam, dan agama (Kepercayaan) Sunda Wiwitan/Sunda Buhun.

Bila diteliti lebih jauh, maka proses akulturasi dan asimilasi ini tidak sesederhana seperti anggapan bahwa kebudayaan Sunda telah terbentuk dengan terpengaruh oleh Hindu dan Islam. Karena akan timbul pertanyaan kritis, apakah betul sebelum agama Islam diterima oleh mayoritas masyarakat suku Sunda, mereka itu beragama Hindu atau Budha, yang dianggap kebanyakan orang awam sebagai berbeda 100% dengan Islam. Ataukah justru agama Islam itu dengan mudah diterima oleh mayoritas suku Sunda, karena Islam yang masuk dibawa oleh pendakwahnya adalah Islam dari sumbernya yang murni, yang ternyata banyak menemukan titik temu dan kesamaan prinsip-prinsip dasar dengan agama atau kepercayaan masyarakat Sunda sebelumnya yang sama-sama monotheis, sederhana dan alami, baik dari ageman Sunda Wiwitan, Sunda Buhun, Kepercayaan Kapitayan, Weda-Brahmana, Hindu-Siwa dan Budha dalam bentuknya yang murni.

Pertanyaan-pertanyaan kritis ini akan menemukan relevasinya bila dikaitkan misalnya dengan kepercayaan suku Sunda di Kanekes (Baduy) Banten, bahwa mereka mengikuti ajarannya (agama) Nabi Adam AS, yang ―bukan Hindu bukan pula

Islam‖. Lalu juga dengan baru terungkapnya fakta bahwa antara ajaran Agama Hindu

(Vedha / Sanatha Dharma) dan Islam itu terdapat banyak kesamaan dan titik temu dalam hal monotheisme/tauhid, sebagai mana yang diungkap oleh Dr. Zakir Naik seorang ulama-sarjana perbandingan agama dari India. Nama yang lebih tepat yang diyakini oleh umat Hindu terpelajar adalah Sanatha Dharma (agama yang abadi) atau Vedic Dharma (agama Weda) atau Vendanta/Vedantist (pengikut Weda). Begitu juga dengan sebuah temuan bahwa tokoh utama Budha Sidartha Gautama, Sang Manusia Suci pendiri ajaran Budha, itu tak lain adalah Nabi Zulkifli yang diceritakan dalam Al-Qur‘an, atau Yehezkiel dalam Bibel.[4] Jejak peninggalan

komunitas agama Budha di tatar Sunda terlihat misalnya dari situs sejarah Candi Jiwa dan Candi Blandongan dan lain-lain di Batu Jaya, Karawang, Jawa Barat, peninggalan kerajaan Taruma Nagara (abad 4 M) dan Sriwijaya (abad 7 M).

Dalam terjemahan Sogdian, ekspresi ‗Dharma‘ telah diterjemahkan sebagai

nom‘, yang awalnya berarti ‗hukum‘. Namun sekarang ekspresi itu juga berarti ‗buku‘/kitab. Jadi kaum Buddhis, sebagaimana juga dikenal sebagai ―Ahli Kitab‖,

walaupun dalam Buddhisme itu sendiri tidak ada satu buku atau kitab yang memiliki otoritas tertinggi sebagaimana Al-Qur‘an dalam Islam. Penggunaan kata buku untuk

menterjemahkan Dharma, diadopsi oleh bangsa Uighur dan Mongol dalam terjemahan mereka. Beberapa ulama Muslim lain juga menerima teori ini, termasuk sejarahwan Muslim Persia yang banyak menulis tentang India di abad ke 11 M, yaitu Al-Biruni.

Dr. Haidar Bagir Dosen Filsafat Islam dari ICAS-Paramadina University, juga mengungkapkan bahwa beberapa hasil penelitian yang juga membuktikan bahwa agama Hindu sebenarnya berasal dari para pengikut awal Nabi Nuh AS. (Lihatlah antara lain pengamatan Sultan Sahin dalam bukunya: Islam dan Hinduisme). Dalam pengamatannya ini, penulis menyebutkan bahwa para sarjana pemikir muslim lainnya juga sependapat dengan hal ini, seperti Syah Waliyullah, Sulaiman an-Nadwi, serta beberapa sarjana kontemporer India yang lainnya seperti, Muhammad Abduh, Rasyid Ridha dan Muhammad Ali.[5]

177

Bahkan ajaran awal yang kemudian disebut agama Hindu itu, awalnya adalah ajaran Vedha-Brahmana, yang terkait erat dengan ajaran Nabi Ibrahim AS.54 Sejarah

pengaruh agama-agama dan kepercayaan masyarakat suku Sunda dan Pengaruh Hindu, tak bisa terlepas dari pengaruh para pemimpinnya, sejak Raja Dewawarman di kerajaan Salakanagara (Sa Loka Naga Ra) di Teluk Lada Banten pada awal abad Masehi, sampai kepada raja-raja Jaya-Singa-Pura (di Jasinga Bogor), Taruma Nagara, dan Galuh, dan Pakuan Pajajaran.

Begitu pula pengaruh dan interaksi Sunda dengan agama Islam tidak bisa lepas dari sejarah Prabu Siliwangi (Sri Baduga Maharaja Ratu Haji di Pakwan) dari

Pakuan Pajajaran, adalah ―Raja Hindu‖ (?) yang masuk Islam ketika beliau menikahi

Nyi Subang Larang, seorang putri Ki Gendeng Tapa yang juga santriwati murid Syekh Quro, ulama asal Timur Tengah Keturunan (Ahlul Bait) Nabi Muhammad SAW. Nyi Subang Larang ini adalah istri Prabu Siliwangi dan ibu dari Kean Santang, Rara Santang dan Walang Sungsang, juga nenek dari Sunan Gunung Jati (Syarif Hidyatullah), salah satu di antara Wali Songo, penyebar Islam di pulau Jawa / Sunda. Prof.Dr. Dadang Kahmad menulis: ―Begitu pula halnya mengenai agama orang

Sunda. Semua agama yang masuk ke tatar Sunda akan diseleksi mana yang sesuai (tidak jauh berbeda) dengan kepribadian budaya Sunda, dan mana yang tak sesuai (berlainan sangat jauh) dengan kepribadian budaya Sunda…‖ ―Agama Islam begitu mudah diteriman oleh Urang Sunda, karena karakter agama Islam tidak jauh berbeda dengan karakter Budaya Sunda yang ada pada waktu itu, Sedikitnya ada dua hal yang menyebabkan agama Islam mudah dipeluk oleh Urang Sunda. Yang pertama, ajaran Islam itu sendiri yang sederhana sehingga mudah diterima oleh budaya Sunda sendiri yang juga sederhana. Ajaran tentang akidah dan ibadah, terutama akhlak dari agama Islam sangat sesuai dengan dengan jiwa Urang Sunda yang juga Dinamis. Yang kedua, kebudayaan asal yang menjadi ‗bungkus‘ agama islam adalah kebudayaan Timur yang tidak asing bagi Urang Sunda. Oleh karena itu ketika Urang Sunda membentuk jati dirinya berbarengan dengan proses Islamisasi, maka agama islam merupakan bagian dari kebudayaan Sunda yang terwujud dalam

alam bawah sadarnya menjadi identitas kesundaan mereka.‖

Islam masuk ke dalam kehidupan masarakat Sunda melalui pendidikan dan dakwah, bukan dengan jalan perang dan penaklukan. Hal tersebut membuat wajah Islam di Jawa Barat agak berbeda dengan wilayah lainnya. …. Kalau di daerah lain

agama Islam dianggap sebagai kekuatan asing yang sukar bersatu dengan kebudayaan setempat, maka di masyarakat Sunda, Islam dianggap sebagai bagian tak terpisahkan dari kebudayaan dirinya sendiri.

54(

lihat artikel yang berjudul, ―Ibrahim, Bapak Para Nabi dan Imam Semua Bangsa‖ di blog Bayt al- Hikmah Institute, http://www.ahmadsamantho.wordpress.com/2012/06/14/9781/ ).

178

Timeline Kerajaan di tatar Sunda.

Berikut ini adalah penjelasan detail tentang sejarah bangsa sunda/melayu Austronesia yang sempat disajikan dalam Konferensi Internasional Filsafat, Budaya dan Peradaban Sunda Kuno, di Hotel Salak Bogor 27 Oktober 2010, yang penulis selenggarakan atas dukungan Disparbud Propinsi Jawa Barat.

Temuan Jejak Sejarah Para Nabi Tuhan Allah SWT di

Dalam dokumen Revisi 3 Buku Pakuan Pajajaran Dalam Pus (Halaman 174-177)