• Tidak ada hasil yang ditemukan

Temuan Jejak Sejarah Para Nabi Tuhan Allah SWT di Nusantara dan Agama-agama Dunia.

Dalam dokumen Revisi 3 Buku Pakuan Pajajaran Dalam Pus (Halaman 177-183)

Dari sisi lain, yaitu dimensi kajian sejarah filsafat, ilmu kebahasaan dan sejarah agama-agama, penulis sendiri telah menemukan banyak sumber informasi yang memperkuat keyakinan bahwa Peradaban Atlantis dan Lemuria (yang lebih dahulu eksis) di Nusantara dan wilayah sekitarnya {dari Madagaskar-pantai Afrika Timur, sampai ke Pulau Easter/Rapanui di Samudra Pasifik Timur, Dari New Zealand di selatan sampai Hawai (Hawa Iki/Jawa Iki) di Utara Pasifik}. Peradaban Atlantis dan Lemuria itu identik atau paralel dengan sebaran ras dan bahasa Austronesia, sebagaimana yang diteliti oleh Prof.Dr. Sangkot Marzuki, direktur lembaga Eikjman Institute, bersama sekitar 98 ilmuwan Asia lainnya yang bergabung dalam the Pan-Asia Single Nucleotide Polymorphism Consortium under the Auspices of The Human Genome Organization (Mapping Human Genetic Dicersity in Asia).

Peradaban Austronesia atau Sunda Land, atau Lemuria dan Atlantis, atau Kerajaan Rama & Alengkapura (?) di Nusantara, itu saya temukan (hipotesisnya) sebagai tempat persemaian awal peradaban umat manusia (The cradle of Civilization) dan tempat lahir agama-agama dunia yang terkait dengan sejarah para Rasul Allah SWT, sejak Nabi Adam as, Nabi Syist, Idris as (Hermes Trimegistus), Nabi Nuh as, sampai Nabi Ibrahim as (Abraham/Brahman). Kesamaan inti ajaran agama Sunda Wiwitan, Kejawen, Hindu, Budha, Yahudi, Kristen dan Islam. Bahkan ada temuan informasi yang mungkin masih sulit diterima oleh kebanyakan umat Islam awam, bahwa ternyata, Agama Sunda Wiwitan, Kejawen, atau Kaharingan dari Kalimantan, serta Hindu, Budha, Taoisme itu pada awalnya berkarakter Tauhid (Monotheis) sebagaimana yang dimiliki agama terakhir: Islam. Ini misalnya terlihat pada tulisan Dr. Zakir Abdul Karim Naik: Kesamaan antara Hindu dan Islam[11], Juga hal ini saya tulis dalam buku Peradaban Atlantis Nusantara di Bab 11 Warisan Filosofis dan Spiritual Atlantis: Konteks Keindonesia (p.339-356), dan Bab 12: Dari Kebijaksanaan Abadi (Perennial Wisdom) untuk Dialog Antar Peradaban: Sebuah Perspektif Islam (p.357-468). Ini semakin memperkuat landasan dan latar

belakang kenapa muncul motto ―Bhineka Tunggal Ika‖ dalam lambang negara kita

179

dengan kalimat: Tan Hanna Dharma Mangrwa, yang artinya: ―Tak ada Kebenaran

(al-Haqq) yang mendua.‖

Peradaban Agama Sunda Wiwitan di Sekitar Lokasi Gunung (Supervolcano) Sunda Purba hingga Krakatoa

Penemuan fosil dan artefak tahun-tahun terakhir ini disekitar Gua Pawon sampai Gunung Padang (Kab Bandung Barat sampai Cianjur) memang cukup mengejutkan. Ada sejumlah fosil mammoth dan sejumlah peninggalan dari jaman megalitikum. Sejumlah peneliti dari IAGI dan Wanadri yang setia menyusuri DAS Citarum menjumpai beberapa situs seperti di bawah ini:

180

Gunung Sunda Purba sendiri pernah meletus serta menjadi tiga gunung anakan Gn Burangrang, Gn Tangkubanperahu dan Gn Bukit Tunggul. Puncaknya ada di atas Gn Tangkubanperahu dengan perkiraan ketinggina sampai 4.000 mdpl. Konon letusannya membuka Sanghyang Tikoro, sehingga Danau Purba Bandung menjadi daratan.

Nama Gunung Sunda Purba pun adalah bahasa lokal yang sama dengan penulisan geologist jaman pertengahan yang memperkirakan Sundaland (Paparan Sunda) berdiri di atas Sunda Plate (Lempeng Sunda tektonis). Douwess Dekker-lah yang merubah nama Sundaland menjadi Nusantara, sehingga orang Malaysia pun sekarang merasa menjadi orang Nusantara. Bahkan mereka merasa sebagai sebuah kekaisaran (lebih tinggi darikerajaan dan negara) dengan nama Kekaisaran Sunda Nusantara, berkedudukan di Kuala Lumpur.

Sumber Gambar: https://jayagila.wordpress.com/2010/01/28/situs-alam-gunung-sunda/ Penemuan-penemuan baru piramida di Indonesia bahkan cukup menakutkan bagi kelompok tertentu yang seolah akan mengembalikan keberadaan agama Sunda Wiwitan. Ini pendapat-pendapat dari masing-masing sumber, bukan saya, dan mohon maaf, hanya sekedar sharing bacaan.

Menurut Luckky/LQ Hendrawan, 0rang Pasundan merasa Sunda bukanlah hanya etnis rakyat di Jawa Barat melainkan orang-orang se-Paparan Sunda yang berkumpul di pusat peradaban dunia kuno yaitu Sundaland. Agama yang dianutnya pun adalah Sunda Wiwitan. Beberapa penganut Kejawen mengakui Sunda Wiwitan

sebagai sumber ―ke-jawa-an‖, di mana agama Sunda yang monotheisme adalah ajaran ―Islam dari Brahma‖ (Abhram menurut Taurat, Abraham menurut Injil dan

Ibrahim menurut Quran), serta ajaran-ajaran sebelum Brahma (mungkin ajaran Islam sejak Nabi Adam as), di mana ajaran yang diusung adalah garis Habil dengan musuh ajaran Qabil.

Gunung Krakatoa berkali-kali meletus dahsyat (dan diduga menjadi salah satu penyebab bencana besar katastopik yang memusnahkan peradaban Atlantis

181

Nusantara dengan banjir dan Gempa serta Letusan Vulkanik raksasa menurut Santos, dan lokasinya dekat dengan suku Kanekes Banten (Baduy), yang sangat mempertahankan Agama Sunda Wiwitan dan mengaku bahwa Nabi panutan mereka adalah langsung Nabi Adam as.

Sunda Wiwitan yang berkembang dan disempurnakan oleh ajaran Al-Quran menjadi agama yang menurut faham Kejawen adalah Manunggaling Kawula Gusti yaitu bersatunya hamba dengan Tuhan-nya. Perspektif ajaran Kejawen berdimensi tasawuf percampuran antara kebudayaan Jawa, Hindu, dan Budha yang dianggap orang kurang menghargai aspek fiqh syariat dengan hukum-hukum agama Islam, alasannya adalah bahwa penyebar agama Islam pada waktu itu lebih mementingkan Islam diterima dahulu walau harus menyesuaikan dengan adat Jawa. Kejawen sendiri bukanlah berasal dari kata Jawa, melainkan dari ―jawi‖ atau bermakna kesederhanaan. Tetapi orang Jawa sudah menggunakan atau memakai gelar ―Sayidina Panatagama‖, ―Khalifatullah‖, ―Ajaran agama ageming aji‖

(perhiasan) untuk raja-raja Jawa, karena raja adalah dianggap wakil Allah di dunia. Kitab Mahabarata dan Ramayana serta takwil Al-Qur‘an merupakan sumber

inspirasi ajaran Kejawen yang mengandung ajaran moral dan karakter prilaku tuntunan hidup dengan pola pemahaman kajian pikiran Jawa yang lebih terfokus pada aspek indra batin dan prilaku batin. Strategi pendekatan Kejawen adalah mencari pendekatan (taqorub) kepada Tuhan bahkan selalu ingin menyatu dengan Tuhan (Manunggaling Kawula Gusti) dan analisanya bersifat batiniah.

Sunda Wiwitan di Jawa Barat menjadi agama Sunda yang cenderung melengkapinya dengan ajaran Al-Quran al-Karim dalam bentuk tajalli (manifestasi Ilahiyah) dan Nga-Hyang (Fana Fillah), mirip dengan kejawen, tetapi tetap melaksanakan syariat secara hakiki.

Penyatuan diri dengan Allah secara fisikal adalah tidak mungkin karena manusia berbeda zat dengan Allah, tetapi manusia harus mampu mencapai dimensi maqomat ketuhanan sesuai kemampuan akalnya. Maka secara tasawuf, tajalli adalah menyatukan diri kepada penampakan Diri Tuhan yang bersifat absolut dalam bentuk alam yang bersifat terbatas. Istilah ini berasal dari kata tajalla atau yatajalla, yang

artinya ―menyatakan/mewujudkan diri‖.

Tidak mengherankan, pada 1576M, Raja Sunda Galuh (atau dikenal dengan raja Pakuan Pajajaran karena berkantor di Pa-kuwu-an (Pakuan) yang berjajar, yaitu Prabu Siliwangi (Sribaduga Maharaja, karena raja adalah mandataris dari board of director raja-raja dari trias politica pemerintahan Paparan Sunda ala kearifan lokal: Tri Tantu di Buana ) di Kota Bogor, lebih suka mengalah dan menghilang (raib atau tilem/fana/moksa) ketimbang harus berperang sesama bangsanya yang dikepalai oleh panglima-panglima perang asal Gujarat dan China yang menjadi wakil Kerajaan Demak, Cirebon, Bali dan Banten. Hal yang sama juga terjadi kepada raja majapahit terakhir: Prabu Brawijaya V, yang memilih moksa di Gunung Lawu (lokasi Candi Cetho dan Sukuh) ketimbang terus mempertahankan kekuasaan politiknya yang diperebutkan kalangan istananya dan keluarganya.

Oleh sebagian kalangan Islam kaum santri Indonesia berwarna Islam Saudi Arabia yang literal-harfiyah (Wahabiyin), konsep penyatuan manusia dengan Tuhan dalam Kejawen dan agama Sunda Wiwitan dianggap mengarah kepada penyekutuan Tuhan atau perilaku Syirik. Ini akibat ketidakpahaman orang pengiku Wahabisme Arad Saudi. Anehnya banyak ahli-ahli spiritual Islam Timur Tengah (juga Persia) bahkan banyak belajar kepada agama Islam Sunda ini. Apakah karena pola pikir tasawuf Jawa/Sunda/Nusantara pada waktu itu sudah lebih maju ketimbang tasawuf Arab? Di mana Nabi Muhammad SAW sendiri melaksanakan

182

tingkat-tingkat di atas syariat seperti tarekat, hakekat dan marifat. Kemudian untuk menjadi marifatullah seseorang harus mengikuti sunnah Rasul dalam sifat siddiq, amanah, tabligh dan fatonah? Memang ajaran tasawuf Islam (Islamic Mysticism) itu lebih leluasa berkembang di kalangan para pengkikut Ahlu Bayt Nabi (baik dari kalangan Syiah pada khususnya maupun kalangan Sunni pada umumnya, Di pulau Jawa (Jawa Barat & Jawa Timur), kita mengenal tokoh Syekh Siti Jenar yang mengajarkan kesederhanaan hidup, ketulusan-kejujuran dan penyatuan diri dengan kehendak Tuhan YME (Manunggaling Kawulo lan Gusti) serta ―Hamemayu

Hayuning Bawono‖(jawa) / ‖Ngertakeun Bhumi Lamda‖ (Sunda) / Rahmatan lil Alamin, dalam bahasa al-Qur‘an.

Dari sudut pandang Tasawuf, gambar relief-relief dan pesan moral di Candi Borobudur yang merupakan peninggalan kerajaan Budha, itu pun ternyata dapat dipahami dan sangat sejalan dengan pola suluk (perjalanan) dan pembinaan spiritual dalam tasawuf, menuju kesempurnaan tauhid dan makrifatullah. Begitu juga di Jawa barat telah diketemukan Komplek Candi Jiwa dan Blandongan di Batu Jaya Karawang yang merupakan peninggalan Kerajan Budha era Taruma Negara, dan kerajaan Sunda sebelumnya.

Masih banyak warisan ajaran mulia dari para leluhur Nusantara, khususnya dari Sunda Wiwitan maupun Kejawen serta masukan dari berbagai agama dan tradisi suci yang pernah tumbuh dan masih hidup di Nusantara ini yang masih sangat relevan dan perlu digali lebih dalam lagi serta dididikan kepada para putra bangsa Nusantara karena akan bermanfaat bagi kebangkitan spiritual dunia di millenium ketiga ini, di mana Nusantara pada umumnya dan urang Bogor (Sunda) pada khususnya, akan berperan penting dan strategis dalam proses maha hebat di akhir zaman ini, sebagaimana diramalkan dalam Uga Wangsit Prabu Siliwangi, atau ramalan Pandita Ronggowarsito dan Ramalan Jangka Jaya Baya tentang Satrio Piningit Sinihan Wahyu yang akan menjadi atau menegakkan Sistem Pemerintahan Ratu Adil di akhir zaman ini, serta ramalan atau prediksi para pujangga waskita lainnya. Dalam hal ini, saya rasa para budayawan, sesepuh dan para cendikiawan ilmuwan lain yang hadir di sini mungkin lebih tahu dan lebih paham daripada saya yang baru belajar ini.

Salah satu tokoh Budaya Sunda, yang sudah meninggalkan kita belum lama ini, yaitu almarhum Abah Hidayat Suryalaga, dari Bandung, sangat berjasa kepada kesundaan dan pernah memberikan beberapa copy bukunya yang belum diterbitkan kepada saya Ahmad Y. Samantho, yang berjudul: Rawayan Jati Kasundaan, dan Falsafah Sunda. Begitu juga Almarhum Anis Jati Sunda. Keduanya masih sempat penulis temui di Konferensi Internasional Budaya Sunda Kuno: Alam, Filsafat dan Budayanya di Hotel Salak, Bogor 25-26 Oktober 2010. Semoga Sang Hyang Widhi Wasa, Sang Hyang Pangersa, Tuhan YME/Allah SWT melapangkan jalanNya menuju Kebahagiaan dan Kesempurnaan bersama-Nya. Dan kita yang menjadi muridnya dapat mengikuti jejak amal salehnya serta ajaran kemuliaan dan keluhuran ajaran kasajatian hirup.

Demikian sedikit pengantar diskusi pada Semiloka Pengaruh Hindu dan Islam pada Kebudayaan Sunda kali ini, semoga bisa menjadi pemicu diskusi konstruktif- progresif dan mendorong penelitian lebih lanjut, demi membangkitkan national character building bangsa Nusantara/Indonesia para umumnya dan khususnya komunitas Budaya Sunda di Tatar Sunda.*** (AYS).

183

Gambar Animasi Situs Gunung Padang, di Desa Campaka, kec. Karya Mukti Kab. Cianjur Jawa Barat

Sketsa oleh Ir.Pon Pura Jatnika

184

Sketsa Situs Megalitik Gunung Padang Cianjur oleh Ir. Pon Pura Jatnika

Dalam dokumen Revisi 3 Buku Pakuan Pajajaran Dalam Pus (Halaman 177-183)