• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jejak-jejak Tinggalan Kerajaan Taruma Nagara a Batu Dakon

Dalam dokumen Revisi 3 Buku Pakuan Pajajaran Dalam Pus (Halaman 65-70)

Batu Dakon berada pada suatu lahan berukuran 7 x 6 m, dikelilingi pagar tembok setinggi sekitar 140 cm. Di dalam lahan tersebut terdapat dua batu dakon yang berjajar timur barat, berjarak sekitar 1 m. Pada permukaan batu dakon tersebut masing-masing terdapat 8 dan 10 lubang. Di sebelah selatan batu dakon terdapat dua menhir yang berjajar timur barat berjarak sekitar 1 m.

b. Prasasti Ciaruteun

Prasasti Ciaruteun sekarang ditempatkan pada lahan berpagar seluas sekitar 1000 m2 dan dilengkapi cungkup berukuran 8 x 8 m. Prasasti dipahatkan pada sebongkah batu andesit. Prasasti ini ditulis dengan huruf Palawa berbahasa Sansekerta, dituliskan dalam bentuk puisi India dengan irama anustubh terdiri dari 4 baris. Berdasarkan pembacaan oleh Poerbatjaraka prasasti tersebut berbunyi:

vikkranta syavani pateh srimatah purnnavarmmanah tarumanagarendrasya

visnoriva padadvayam

yang artinya sebagai berikut:

―ini (bekas) dua kaki yang seperti kaki dewa Wisnu ialah kaki Yang Mulia Sang Purnavarman, raja di negeri Taruma raja yang gagah berani di dunia‖

Di atas tulisan terdapat goresan membentuk gambar sepasang tapak kaki dan di tengahnya terdapat gambar laba- laba.

Prasasti Ciaruteun ditemukan pada aliran Sungai

Ciaruteun, seratus meter dari pertemuan sungai tersebut Samantho ketika berziarah Penulis, Ahmad Yanuana ke Prasasti Batu Tulis Ciaruten Bogor tahun 2013

67

dengan Sungai Cisadane; namun pada tahun 1981 diangkat dan diletakkan di dalam cungkup. Prasasti ini peninggalan Purnawarman, beraksara Palawa, berbahasa Sansekerta. Isinya adalah puisi empat baris, yang berbunyi:

vikkrantasyavanipateh shrimatah purnavarmmanah tarumanagararendrasya vishnoriva padadvayam.

Terjemahannya menurut Vogel:

Kedua (jejak) telapak kaki yang seperti (telapak kaki) Wisnu ini kepunyaan raja dunia yang gagah berani yang termashur Purnawarman penguasa Tarumanagara.

Selain itu, ada pula gambar sepasang "pandatala" (jejak kaki), yang menunjukkan tanda kekuasaan &mdash& fungsinya seperti "tanda tangan" pada zaman sekarang. Kehadiran prasasti Purnawarman di kampung itu menunjukkan bahwa daerah itu termasuk kawasan kekuasaannya. Menurut Pustaka Rajyarajya i Bhumi Nusantara parwa II, sarga 3, halaman 161, di antara bawahan

Tarumanagara pada masa pemerintahan

Purnawarman terdapat nama "Rajamandala" (raja daerah) Pasir Muhara.

c. Prasasti Kebon Kopi I (Prasasti Telapak Gajah) Prasasti Kebon Kopi I oleh masyarakat juga disebut Batu Tapak Gajah. Prasasti Kebon Kopi I berada pada lahan berteras seluas sekitar 1500 m2. Untuk melindungi prasasti telah dibuatkan cungkup dengan ukuran 4,5 x 4,5 m. Prasasti Kebon Kopi I dipahatkan pada sebongkah batu dengan bentuk tidak beraturan. Pada permukaan batu yang menghadap ke timur terdapat pahatan yang membentuk 2 telapak kaki gajah. Di antara kedua pahatan tersebut terdapat 1 baris tulisan setinggi 10 cm. Prasasti ditulis dalam bentuk puisi anustubh yang artinya sebagai berikut: ―Di sini nampak sepasang tapak kaki ... yang seperti Airawata, gajah penguasa taruma (yang) agung dalam ... dan (?) kejayaan‖.

Prasasti ini dibuat sekitar 400 M (H Kern 1917), ditemukan di perkebunan kopi milik Jonathan Rig, Ciampea, Bogor.

Batu Tulis Ciaruteun ini pada awal diketemukannya masih ada

68

Prasasti Telapak Gajah bergambar sepasang telapak kaki gajah yang diberi keterangan satu baris berbentuk puisi berbunyi:

jayavi shalasya tarumendrsaya hastinah airavatabhasya vibhatidam padadavayam

Terjemahannya:

―Kedua jejak telapak kaki adalah jejak kaki gajah yang cemerlang seperti Airawata kepunyaan penguasa Tarumanagara yang jaya dan berkuasa.

Menurut mitologi Hindu, Airawata adalah nama gajah tunggangan Batara Indra dewa perang dan penguawa Guntur. Menurut Pustaka Parawatwan i Bhumi Jawadwipa parwa I, sarga 1, gajah perang Purnawarman diberi nama

Airawata seperti nama gajah tunggangan Indra. Bahkan diberitakan juga, bendera Kerajaan Tarumanagara berlukiskan rangkaian bunga

teratai di atas kepala gajah. Demikian pula mahkota yang dikenakan Purnawarman berukiran sepasang lebah.

Ukiran bendera dan sepasang lebah itu dengan jelas ditatahkan pada prasasti Ciaruteun yang telah memancing perdebatan mengasyikkan di antara para ahli sejarah mengenai makna dan nilai perlambangannya. Ukiran kepala gajah bermahkota teratai ini oleh para ahli diduga sebagai "huruf ikal" yang masih belum terpecahkan bacaaanya sampai sekarang. Demikian pula tentang ukiran sepasang tanda di depan telapak kaki ada yang menduganya sebagai lambang labah-labah, matahari kembar atau kombinasi surya-candra (matahari dan bulan).

Keterangan pustaka dari Cirebon tentang bendera Tarumanagara dan ukiran sepasang "bhramara" (lebah) sebagai cap pada mahkota

Purnawarman dalam segala "kemudaan" nilainya sebagai sumber sejarah harus diakui kecocokannya dengan lukisan yang terdapat pada prasasti Ciaruteun.

d. Prasasti Pasir Muara

Prasasti ini berada di tepi sisi barat Sungai Cisadane, berjarak sekitar 50 m dari pertemuan dengan Sungai Cianten. Karena masih berada pada lokasi semula, maka pada waktu air sungai pasang akan terendam.

Prasasti Pasir Muara dipahatkan pada sebongkah

batu dengan bentuk yang tidak beraturan. Keadaan batu pada beberapa bagian sudah mengelupas karena tergerus air sungai. Tulisan berupa aksara ikal seperti motif suluran yang belum dapat dibaca.

f. Struktur Batu

Ekskavasi pada tahun 2006 di kebun milik H. Murad Effendi menemukan struktur batu pada kedalaman 65 cm. Struktur batu tersebut berupa susunan batu kali yang disusun memanjang dengan orientasi arah timur-barat.

69

Pada ekskavasi tahun 2008 struktur batu juga ditemukan di sebelah barat daya prasasti Kebon Kopi, pada kedalaman sekitar 40 cm. Struktur batu tersebut berupa tatanan batu kali yang membentuk lantai.

Prasasti Ciaruteun dan Kebon Kopi I menunjukkan bahwa Tarumanegara menguasai wilayah ini. Batu dakon, menhir, dan temuan struktur batu merupakan sisa-sisa kota di muara Ciaruteun yang dapat disamakan dengan Holotan dalam berita Cina (Endang Widyastuti)22.

e. Batu Umpak

Batu-batu umpak di bawah ini penulis temukan ketika survey ke Parasasti Kebun Kopi dan Batutulis, Batu Congkrang/Dakon di Ciaruten Ciampea, tahun 2014, jumlahnya ada sekitar 12. Namun sayangnya penulis belum menemukan literatur yang dapat menjadi referensi usia batu Umpak, yang biasanya dipakai untuk fundasi bangunan rumah besar (Kedaton/Keraton ?) bertiang kayu pada zama dahulu, entah berapa usianya batu umpa yang terbuat dari semacam Batu Pualam/Onik/Marmer ini? Mungkin masih peninggalam zaman Kerajaan Tarumanagara, sezaman dengan prasasti Tapak Gajah dan Batutulis Ciaruteun, ban Batu Dakon/ Congkrang di dekatnya.

Batu-batu Umpak ini masih berserakan tak terkumpulkan dalam satu titik di pemukiman kampung dan halaman rumah penduduk, belum terpelihara dan terawat dengan baik.

70

Artefak Patung-patung di Bukit Karst Ciampea.

Salah seorang rekan penulis yang bernama Eko Wiwid Arengga, telah melakukan survey ulang peninggalan kesejarahan kerajaan Tarumanagara yang terlupakan di sekitar area gunung kapur (karst) Ciampea Kabupaten Bogor pada akhir tahun 2016 dan awak 2017 ini.

Berikut dokumentasi foto dan laporannya yang dimuat dalam lama facebooknya.

71

Dalam dokumen Revisi 3 Buku Pakuan Pajajaran Dalam Pus (Halaman 65-70)