• Tidak ada hasil yang ditemukan

BERDASARKAN HASIL EVALUASI MODEL CIPP

Wirman Kasmayadi

Widyaiswara Ahli Madya LPMP NTB Email : wirkasmayadi@yahoo.com

Abstrak

Implementasi Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) pada satuan pendidikan merupakan amanah regulasi dalam upaya penjaminan mutu pendidikan, sehingga harus dilaksanakan dengan benar agar terwujud peningkatan mutu pendidikan di sekolah secara berkelanjutan. Selanjutnya, informasi tentang hasil implementasi SPMI di sekolah perlu diketahui melalui evaluasi secara komprehensif. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan profil capaian implementasi SPMI pada sekolah model jenjang SMP di Nusa Tenggara Barat Tahun 2019 ditinjau dari aspek konteks, input, proses dan hasil. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan penelitian campuran dan model evaluasi CIPP dari Stuffle Beam. Teknik pengumpulan data melalui instrument angket, observasi, wawancara, dan studi dokumentasi. Subjek dan obyek penelitian adalah tim penjaminan mutu pendidikan sekolah (TPMPS) dengan sekolah sebagai unit analisis. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa profil penjaminan mutu pendidikan pada jenjang pendidikan SMP sebagai berikut: (1) Komponen konteks menunjukkan, bahwa pemahaman pendidik dan tenaga kependidikan terhadap standar, panduan dan tujuan, prinsip darri sistem penjaminan mutu di sekolah sudah baik; (2) komponen input menunjukkan, bahwa literasi pendidik dan tenaga kependidikan terhadap dokumen dan perangkat SPMI pada capaian kurang baik sampai sangat baik. Selain itu, ketersedian sumberdaya sudah cukup memadai; (3) komponen proses menunjukkan bahwa peran dan fungsi TPMPS belum optimal dalam mengembangkan sistem penjaminan mutu, sehingga dibutuhkan pendampingan dan konsultansi lebih intensif. Selain itu, aktivitas pendampingan oleh fasilitator juga telah berjalan dengan baik dan efektif. Selanjutnya, TPMPS telah mampu melaksanakan siklus SPMI dengan baik, meliputi pemetaan mutu, perencanaan mutu, pemenuhan mutu, dan evaluasi mutu, (3) komponen hasil/produk menunjukkan bahwa pemahaman pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah terhadap SNP dan penjaminan mutu pendidikan masih kategori cukup. Selanjutnya keterlaksanaan siklus SPMI oleh TPMPS di sekolah sudah baik pada siklus pemetaan mutu, perencanaan mutu, dan pemenuhan mutu, sedangkan masih kategori cukup pada siklus evaluasi mutu dan tindak lanjut hasil evaluasi mutu. Selain itu, implementasi SPMI di sekolah sudah berdampak signifikan terhadap perubahan perilaku kerja, capaian kompetensi lulusan peserta didik, capaian peningkatan pengelolaan layanan sekolah, serta kepuasan pelanggan. Dengan demikian evaluasi implementasi SPMI di sekolah model perlu dilaksanakan secara berkelanjutan oleh pemangku kepentingan pendidikan. Kata kunci: SPMI, sekolah model, konteks, input, proses, produk

107 PENDAHULUAN

Penjaminan mutu pendidikan pada satuan pendidikan dasar dan menengah telah diatur dalam per-aturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No.28 tahun 2016. Mengacu pada peraturan dimaksud, sekolah berkewajiban melaksanakan penjaminan mutu pendidikan dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan. Dalam upaya mewujud-kan penjaminan mutu pendidimewujud-kan ini dibutuhkan tanggung jawab dari setiap komponen sekolah. Selain itu, penjaminan mutu pendidikan di sekolah, tentunya tidak dapat ber-jalan dengan baik tanpa adanya budaya mutu pada seluruh kom-ponen satuan pendidikan. Dengan demikian, maka pelaksanaan sistem penjaminan mutu pendidikan pada satuan pendidikan dilakukan dengan pendekatan pelibatan seluruh kom-ponen satuan pendidikan (whole school approach) agar seluruh kom-ponen satuan pendidikan bersama-sama memiliki budaya mutu.

Program piloting Sekolah Model Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) telah dikembangkan oleh LPMP NTB sejak tahun 2016 dengan harapan dapat menjadi percontohan dalam penerapan sis-tem penjaminan mutu pendidikan. Selama implementasi program SPMI di sekolah model mengalami ber-bagai hambatan dan tantangan.

Salah satu tantangan paling utama adalah terkait pemahaman pemang-ku kepentingan tentang konsep SPMI serta implementasinya. Se-lain itu, hasil pemantauan menun-jukkan implementasinya belum me-nunjukkan perkembangan yang menggembirakan. Oleh karena itu, dibutuhkan kajian secara mendalam terhadap kebermaknaan program ini terhadap tujuan akhir program yakni terwujudnya budaya mutu (quality culture) dalam dunia pendidikan.

Mengacu pada dinamika imple-mentasi SPMI dimaksud, maka eva-luasi program SPMI di sekolah mo-del menjadi amat penting. Secara konseptual, impementasi SPMI se-bagai sebuah program perlu men-dapat penilaian secara holistik se-hingga didapatkan informasi yang komprehensif tertang efektifitas pro-gram. Selain itu, implentasi SPMI di sekolah model dapat dipandang buah kebijakan yang relatif baru, se-hingga untuk memperoleh informasi sebagai dasar bagi pertimbangan akhir suatu periode kerja, apa yang telah dicapai, apa yang belum di-capai, dan apa yang perlu mendapat perhatian khusus, serta menjamin cara kerja yang efektif, maka perlu dilakukan evaluasi program.

KAJIAN PUSTAKA

Sistem penjaminan mutu pendi-dikan dasar dan menengah

dikem-108 bangkan agar penjaminan mutu

dapat berjalan dengan baik pada seluruh lapisan pengelolaan pen-didikan dasar dan menengah. Sis-tem penjaminan mutu pendidikan dasar dan menengah terdiri dari dua komponen yaitu Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) dan Sistem Penjaminan Mutu Eksternal (SPME). SPME merupakan sistem penjamin-an mutu ypenjamin-ang dilakspenjamin-anakpenjamin-an oleh pe-merintah, pemerintah daerah, lem-baga akreditasi dan lemlem-baga stan-darisasi pendidikan. Sedangkan SPMI adalah sistem penjaminan mutu yang selenggarakan dalam internal sekolah dan dijalankan oleh seluruh komponen dalam satuan pendidikan.

Merujuk pada Permendikbud, No. 28 tahun 2016 pada pasal, dijelaskan bahwa penjaminan mutu pendidikan merupakan suatu meka-nisme yang sistematis, terintegrasi, dan berkelanjutan untuk memastikan bahwa seluruh proses penyelengga-raan pendidikan telah sesuai dengan standar mutu. Konsep ini sejalan dengan penjelasan Elliot dalam Al Bani (2015:43) yang mendefinisikan penjaminan mutu (quality assurance) sebagai seluruh rencana dan tin-dakan sistematis yang penting untuk menyediakan kepercayaan yang di-gunakan untuk memuaskan kebu-tuhan tertentu dari kualitas.

Selanjutnya pada Pasal 2 Permendikbud Nomor 28 Tahun 2016, dijelaskan bahwa tujuan Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Dasar dan Menengah untuk men-jamin pemenuhan standar mutu pad-a spad-atupad-an pendidikpad-an secpad-arpad-a sistemik, holistik, dan berkelanjutan, sehingga tumbuh dan berkembang budaya mutu pada satuan pendidikan secara mandiri. Dengan demikian, maka tujuan kegiatan penjaminan mutu bermanfaat, baik bagi pihak internal maupun eksternal organisasi. Selan-jutnya tujuan penjaminan mutu pendidikan secara lebih operasional adalah: (1) membantu perbaikan dan peningkatan mutu secara terus-me-nerus dan berkesinambungan; (2) menyediakan informasi mutu pendi-dikan 8 SNP pada masyarakat se-suai sasaran dan waktu secara kon-sisten; dan (3) memberikan kepuas-an pada semua pihak atau pemkepuas-ang- pemang-ku kepentingan terkait bidang pendi-dikan, sehingga dapat mencapai harapan yang diinginkan masing-masing.

Konseptualisasi Sistem Penja-minan Mutu Internal (SPMI) dije-laskan dalam Permendikbud, No. 28 tahun 2016 pasal 1, bahwa SPMI adalah suatu kesatuan unsur yang terdiri atas kebijakan dan proses yang terkait untuk melakukan pen-jaminan mutu pendidikan yang dilaksanakan oleh setiap satuan

109 pendidikan dasar dan satuan

pen-didikan menengah untuk menjamin terwujudnya pendidikan bermutu yang memenuhi atau melampaui Standar Nasional Pendidikan. De-ngan demikian, sangat jelas bahwa kewajiban seluruh satuan pendidikan baik formal maupun nonformal untuk melaksanakan sistem penjaminan mutu secara internal dengan mela-kukan tahapan siklus SPMI sebagai upaya pemenuhan mutu 8 standar nasional pendidikan. Selanjutnya pada Pasal 5 dideskripsikan secara rinci bahwa siklus penjaminan mutu pendidikan internal padasatuan pen-didikan terdiri dari 5 (lima) siklus kegiatan yaitu: (1) memetakan mutu pendidikan pada tingkat satuan pendidikan berdasarkan Standar Na-sional Pendidikan; (2) membuat pe-rencanaan peningkatan mutu yang dituangkan dalam rencana kerja sekolah; (3) melaksanakan peme-nuhan mutu dalam pengelolaan satuan pendidikan dan proses pem-belajaran; (4) melakukan monitoring dan evaluasi proses pelaksanaan pemenuhan mutu yang telah dila-kukan; dan (5) menyusun strategi peningkatan mutu berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi. Konsep dimaksud sejalan dengan pendapat Fattah (2012 : 6), yang menjelaskan bahwa siklus penjaminan mutu pen-didikan internal dimulai dari pene-tapan standar mutu, pemenuhan

standar, pengukuran dan evaluasi dengan cara pengumpulan data dan analisis, perbaikan dan pengem-bangan standar dalam peningkatan mutu pendidikan yang mengacu pada acuan mutu pendidikan, yakni standar pelayanan minimal, standar nasional pendidikan, dan standar mutu pendidikan yang melampaui standar nasional pendidikan.

Dalam evaluasi program pen-didikan, ada banyak model yang dapat digunakan untuk mengeva-luasi suatu program. Meskipun antara satu model dengan model lainnya berbeda, namun maksudnya adalah sama yaitu melakukan kegiatan pengumpulan data atau informasi yang berkenaan dengan objek yang dievaluasi, dimana tuju-annya untuk menyediakan bahan bagi pengambil keputusan dalam menentukan tindak lanjut suatu pro-gram. Lebih lanjut Ogle (2002 : 24) mengatakan bahwa model eva-luasi dapat digunakan untuk membantu dalam mendesain suatu program, membantu dalam mengamati dan mengukur proses pelaksanaan suatu program, membantu mengestimasi secara kuantitatif terhadap dampak dari suatu program, dan juga mem-bantu mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan implementasi suatu program.

Model evaluasi yang dikem-bangkan oleh Stufflebeam ini banyak

110 digunakan di dunia pendidikan.

Nama model CIPP diambil dari proses kegiatan evaluasi yang terdiri atas Context, Input, Proces, dan Product. Sasaran evaluasi meliputi Context, Input, Process and Product, yang tidak lain adalah komponen dari proses penyusunan sebuah program. Model CIPP memandang program yang dievaluasi sebagai sebuah sistem. Selanjutnya Madaus, Scriven & Stufflebeam (1993:118) menyatakan bahwa pendekatan CIPP berpandangan bahwa yang terpenting dari suatu evaluasi adalah bukan membuktikan, tetapi untuk memperbaiki program. Evaluasi mo-del CIPP dapat diterapkan dalam berbagai bidang, seperti pendidikan, manajemen, perusahaan dan seba-gainya serta dalam berbagai jenjang baik itu proyek, program ataupun institusi.

Evaluasi program model CIPP (Stufflebeam & Madaus, 2000; Stufflebeam 2003; Ogle, 2002; Braden, 1992; Hutahaean, 2005) meliputi empat langkah, yaitu evaluasi context, input, process, dan product. Karakteristik evaluasi pro-gram model CIPP adalah diterap-kannya langkah-langkah evaluasi secara holistik. Seluruh elemen evaluasi selalu berorientasi pada sistem dan terstruktur untuk meng-akomodasi kebutuhan evaluasi se-cara universal. Braden (1992:14)

menyatakan bahwa tidak banyak model evaluasi yang menawarkan tahapan evaluasi proses pelak-sanaan program baik itu pelatihan maupun pembelajaran secara leng-kap, tetapi tahapan-tahapan tersebut dapat diketemukan di dalam eva-luasi program model CIPP.

METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif, melalui evaluasi program yang berorientasi pada ketercapai-an, kesesuaian dan hasil evaluasi diri sekolah sebagai bentuk pelak-sanaan penjaminan mutu pendidikan di sekolah. Kerangka evaluasi imple-mentasi SPMI di sekolah model SMP ini menggunakan model CIPP dengan empat aspek yakni : konteks (contex), masukan (input), proses (process), dan hasil (product). Pe-ngumpulan data dilakukan dengan instrumen berbentuk kuesioner de-ngan model skala Likert. Selain itu, pendalaman terhadap semua aspek dalam pelaksanaan program SPMI dikaji dan dipaparkan secara komprehensif, yaitu melalui teknik wawancara, observasi dan analisis dokumen. Sumber data dalam penelitian ini adalah ketua TPMPS, kepala sekolah, guru anggota TPMPS, pengawas, komite sekolah, pemangku kepentingan lainnya. Struktur data meliputi data dalam

111 komponen context, input, process,

product dan outcome. Data yang diperoleh berupa data kuantitatif dan kualitatif tentang implementasi pro-gram sistem penjaminan mutu inter-nal (SPMI) di sekolah model jenjang SMP. Dengan demikian, maka unit analisis penelitian adalah sekolah. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Komponen Konteks

Penjaminan mutu pendidikan dasar dan menengah sendiri me-rupakan mekanisme yang sistema-tis, terintegrasi, dan berkelanjutan untuk memastikan bahwa seluruh proses penyelenggaraan pendidikan telah sesuai dengan standar mutu dan aturan yang ditetapkan. Imple-mentasi penjaminan mutu pendidik-an dasar dpendidik-an menengah mengacu pada Standar Nasional Pendidikan (SNP) merupakan standar minimal yang ditetapkan pemerintah dalam bidang pendidikan yang harus dipe-nuhi oleh satuan pendidikan dan semua pemangku kepentingan da-lam mengelola dan menyelenggara-kan pendidimenyelenggara-kan. SNP terdiri atas 8 (delapan) standar yang memuat standar akademik dan standar pengelolaan. Selain itu, sistem pen-jaminan mutu pendidikan dasar dan menengah terdiri atas dua kom-ponen besar yaitu Sistem Pen-jaminan Mutu Internal dan Sistem Penjaminan Mutu Eksternal. Sistem

Penjaminan Mutu Internal (SPMI) adalah sistem penjaminan mutu yang berjalan di dalam satuan pen-didikan dan dijalankan oleh seluruh komponen satuan pendidikan. Infor-masi lebih lanjut terkait kondisi pe-mahaman terhadap penjaminan mu-tu pendidikan disajikan pada Gam-bar 1.

Gambar 1. Pemahaman Pendidik dan Tendik terhadap Penjaminan Mutu

Mengacu pada Gambar 1, dapat dideskripsikan bahwa pe-mahaman pendidikan dan tenaga kependidikan di sekolah terhadap tujuan, prinsip dan standar nasional pendidikan sudah baik. Selain itu, terlihat juga pemahaman terhadap regulasi yang mengatur tentang penjaminan mutu pendidikan sudah baik, namun perlu ditingkatkan mela-lui proses internalisasi di sekolah. 2. Komponen Input

a. Sumber Daya Manusia

Ketersediaan sumber daya ma-nusia dalam implementasi sistem penjaminan mutu internal sangat dibutuhkan. Kebutuhan sumber daya manusia dibuthkan minimal dalam pengelolaan yang terhimpun dalam

112 Tim Penjaminan Mutu Pendidikan

Sekolah (TPMPS) dan sebagai te-naga pendamping sekolah dapat berperan sebagai fasilitator dalam mem-berikan konsultansi bagi TPMPS. Selanjutnya, Informasi ter-kait ketersediaan sumber daya ma-nusia sebagai perangkat lunak im-plementasi SPMI di sekolah disa-jikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Ketersediaan Sumberdaya Manusia

Mengacu pada Gambar 2 dapat dideskripsikan bahwa ketersediaan pendamping/fasiltator di sekolah te-lah memadai. Namun demikian, di beberapa sekolah pendamping dari unsur dinas pendidikan dan pergu-ruan tinggi belum tersedia. Oleh ka-rena itu, sebagai tindak lanjut terkait kondisi dimasud melalui pengem-bangan kemitraan dengan Pergu-ruan Tinggi.

b. Sumber Daya Pendukung Ketersediaan sumber daya pen-dukung lainnya dalam implementasi sistem penjaminan mutu internal juga sangat dibutuhkan. Kebutuhan sumberdaya pendukung dapat beru-pa anggaran dan ketersediaan

sara-na prasarasara-na lainnya untuk mem-perlancar tugas dan fungsi TPMPS dalam operasionalisasi kegiatannya. Selanjutnya, Informasi terkait keter-sediaan sumberdaya pendukung sebagai perangkat keras imple-mentasi SPMI di sekolah disajikan pada Gambar 3.

Mengacu pada Gambar 3 dapat dideskripsikan bahwa ketersediaan sumberdaya pendukung tugas dan fungsi TPMPS di sekolah telah memadai. Namun demikian, du-kungan pendanaan dari masyarakat perlu dioptimalkan dan pengadaan sarana prasrana juga tingkatkan secara bertahap. Selain itu, terdapat sekolah di dalam melaksanakan SPMI ternyata pendanaannya hanya mengandalkan bantuan pemerintah. Oleh karena itu, sangat diharapkan kreativitas sekolah melalui TPMPS untuk secara aktif mencari sumber pendanaan lainnya, misalnya de-ngan membangun kemitraan dan jaringan dengan pemangku kepen-tingan.

Gambar 3. Ketersediaan Sumberdaya Pendukung

113 3. Komponen Proses

a. Kinerja TPMPS

Keberadaan Tim Penjaminan Mutu Pendidikan (TPMPS) di seko-lah membutuhkan perangkat pendu-kung agar memilki legalitas dan kapasitas dalam bekerja, misalnya surat keputusan (SK), struktur organisasi, manual dan prosedur kerja (POS), tata tertib dan lainnya.

Gambar 4. Aktivitas TPMPS di Sekolah

Kinerja TPMPS di sekolah ditun-jukkan melalui aktivitas yang ter-struktur dan terprogram dalam me-laksanakan tugas dan fungsinya. Merujuk pada Gambar 4 tersaji bah-wa aktivitas dominan TPMPS me-liputi; (1) melaksanakan koordinasi pelaksanaan penjaminan mutu Infor-masi lebih lanjut, dan (2) melak-sanakan pemetaan mutu berda-sarkan hasil evaluasi diri sekolah. Namun demikian, terdapat aktivitas lainnya yanig belum optimal dipe-rankan, misalnya; (1) pemberian rekomendasi pemenuhan mutu, (2) monitoring dan evaluasi pelak-sanaan penjaminan mutu, serta (3) pembinaan dan pengembangan pen-jaminan mutu. Dengan demikian, dapat dinarasikan bahwa terkait

TPMPS belum optimal melaksankan fungsi pengembangan dan evaluasi program penjaminan mutu.

b. Pendampingan SPMI

Kegiatan pendampingan bertu-juan untuk menguatkan dan mem-bina sekolah model agar sekolah model dapat mengimplementasikan SPMI, melakukan pengimbasan SPMI bagi sekolah imbas serta un-tuk membantu mengatasi berbagai kendala yang muncul pada saat pe-laksanaan SPMI di sekolah model. Pendamping sekolah model meru-pakan fasilitator daerah yang sebe-lumnya telah dibekali oleh LPMP. Selanjutnya, merujuk pada Gambar 5, bahwa materi pendampingan masih didominasi oleh sajian yang meliputi, (1) peyusunan rencana pemenuhan mutu, (2) pelaksanaan evaluasi diri sekolah, dan (3) pem-bentukan PMPS. Selain itu, materi sajian terkait pengembangan penge-lolaan yang telah disajikan meliputi, (1) pengelolaan keuangan, (2) pe-nguatan kemitraan dengan pemang-ku kepentingan, (3) pengelolaan sarana prasarana, (4) pengem-bangan ekstrakurikuler. Sedangkan terkait pengembangan pembelajaran dan penilaian belum banyak didis-kusikan. Kondisi dimaksud juga ana-log dengan hasil wawancara dengan pengawas/fasitator daerah, bahwa materi sajian dalam pendampingan telah disesuaikan dengan kebutuhan

114 TPMPS dalam pelaksanaan SPMI di

sekolah.

Gambar 5. Materi Pendampingan SPMI di Sekolah

c. Pemetaan Mutu Pendidikan Pemetaan mutu dilakukan de-ngan bantuan instrument evaluasi diri sekolah (EDS) yang konstraknya mengacu pada Standar Nasional Pendidikan (SNP) sebagai standar minimal dalam penyelenggaraan pendidikan. Produk akhir dari pe-metaan mutu berupa rapor mutu yang akan dianalisis lebih lanjut untuk mengkaji capaian sekolah, termasuk kekuatan, kelemahan, an-caman serta peluang. Selain itu, aktivitas TPMPS dalam melak-sanakan pemetaan mutu dapat di-deskripsikan, meliputi (1) menyusun indicator mutu, (2) mengidentifikasi kondisi sekolah sesuai indikator, (3) menyusun dokumen hasil pemetaan mutu, (4) mengidentifikasi perma-salahan yang perlu dicarikan solusi, (5) menentukan akar masalah dari seluruh permasalahan yang teriden-tifikasi, serta (6) melaksanakan ana-lisa kekuatan, kelemahan, peluang serta ancaman. Dengan demikian, kondisi ini juga terkonfirmasi oleh

dokumen hasil pemetaan mutu yang dimiliki oleh sekolah berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan. d. Perencanaan Mutu Pendidikan

Membuat perencanaan peme-nuhan mutu berdasarkan hasil pe-metaan mutu, dokumen kebijak-an pendidikkebijak-an pada level nasional, daerah dan satuan pendidikan serta

rencana strategis

pengembang-an satupengembang-an pendidikpengembang-an. Hasil peren-canaan dituangkan dalam dokumen

perencanaan satuan

pendidik-an serta rencpendidik-ana aksi kegiatpendidik-an se-kolah dalam upaya penjaminan mutu pendidikan. Selain itu, aktivitas TPMPS dalam melaksanakan peren-canaan mutu yang dominan domi-nan dilakukan, meliputi (1) menetap-kan rencana program untuk menye-lesaikan akar masalah yang ada, (2) menetapkan rencana kegiatan-kegiatan untuk menyelesaikan akar masalah, (3) mengidentifikasi kebu-tuhan biaya dalam pelaksanaan pemenuhan, (4) menentukan volume yang dibutuhkan dalam pemenuhan, serta (5) menyusun dokumen hasil perencanaan pemenuhan mutu. De-ngan demikian, kondisi ini juga ter-konfirmasi oleh dokumen hasil perencanaan mutu yang dimiliki oleh sekolah berdasarkan hasil wa-wancara dan pengamatan.

115 e. Pemenuhan Mutu Pendidikan

Rangkaian siklus selanjutnya adalah melaksanakan pemenuhan mutu dalam pengelolaan satuan pendidikan dan kegiatan proses pembelajaran sesuai hasil

peren-canaan sehingga standar

da-pat tercapai. Selain itu, aktivitas TPMPS dalam melaksanakan pe-menuhan mutu yang dominan dilakukan, meliputi (1) menetapkan penanggungjawab dari kegiatan pemenuhan mutu, (2) menetapkan kerangka waktu pelaksanaan ke-giatan pemenuhan, (3) mengiden-tifikasi dan mementapkan pemangku kepentingan yang dilibatkan, serta (4) menyusun dokumen hasil pe-laksanaan pemenuhan mutu. De-ngan demikian, kondisi ini juga ter-konfirmasi oleh dokumen hasil pe-menuhan mutu yang dimiliki oleh se-kolah berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan.

f. Evaluasi Mutu Pendidikan

Tahapan akhir dari siklus pen-jaminan mutu pendidikan adalah melaksanakan evaluasi yang ber-tujuan untuk pengendalian pro-ses pelaksanaan pemenuhan mutu yang telah dilakukan sesuai dengan

perencanaan yang disusun un-tuk menjamin kepastian terjadinya peningkatan mutu yang berkelan-jutan. Selanjutnya, dapat dideskrip-sikan aktivitas evaluasi pemenuhan mutu yang dominan dilakukan, meliputi (1) menetapkan indikator keberhasilan kegiatan mulai dari proses, luaran hingga hasil, (2) melakukan analisa pelaksanaan kegiatan, (3) menyusun rekomen-dasi terhadap pelaksanaan kegiatan, serta (4) menyusun dokumen hasil evaluasi pelaksanaan pemenuhan mutu. Dengan demikian, kondisi ini juga terkonfirmasi oleh dokumen hasil evaluasi pemenuhan mutu yang dimiliki oleh sekolah berda-sarkan hasil wawancara dan penga-matan.

g. Pelibatan Pemangku Kepentingan

Partisipasi pemangku ketingan dalam penjaminan mutu pen-didikan sangat penting sebagai im-plementasi dari pendekatan tri pusat pendidikan, yaitu sekolah, orang tua dan masyarakat. Informasi peran pemnagku kepentinan dalam pen-jaminan mutu pendidikan di sekolah disajikan pada Gambar 6.

116 Gambar 6. Peran Pemangku Kepentingan dalam SPMI

Mengacu pada Gambar 6 yang menunjukkan bahwa proporsi peran pemangku kepentingan sangat va-riatif. Pada umumnya peran kepala sekolah, guru, pengawas dan komite lebih dominan dalam semua aspek aktivitas penjaminan mutu pendi-dikan. Namun demikian, sebaliknya peran yang terbatas ditunjukkan oleh pemangku kepentingan lainnya, se-perti pemerintah daerah, orang tua/ wali, masyarakat dan unsur lainnya. Selain itu, kondisi lebih khusus ditun-jukkan oleh sangat rendahnya peran dunia usaha atau dunia industry (DU/DI) dalam penjaminan mutu pendidikan.

4. Komponen Produk/Hasil a. Pemahaman SNP dan

Penja-minan Mutu Pendidikan (PMP) Pemahaman warga sekolah terhadap Standar Nasional Pen-didikan tercermin dari upaya inter-nalisasi yang dilaksanakan oleh war-ga sekolah. Selanjutnya, menwar-gacu pada Gambar 7 dapat dideskripsikan beberapa poin, meliputi (1)

keter-sediaan dokumen regulasi SNP dan PMP dengan capaian baik atau 75% dokumen regulasi dimilki sekolah; (2) kegiatan sosialisasi regulasi ke-pada warga sekolah dengan capaian baik atau baru 75% sekolah telah