• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bidang Layanan BK Karier

Gambar 3.6 Penggunaan Media dalam Belajar Kelompok

KEGIATAN BELAJAR 1

B. BIDANG LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING Kurikulum Bimbingan

4. Bidang Layanan BK Karier

Dunia bisnis dan industri membutuhkan siswa yang sukses dari sekolah untuk siap bekerja. Siswa yang memilih untuk meneruskan pendidikan mereka setelah lulus dari sekolah menengah memasuki dunia pekerjaan dengan meningkatkan keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan. Belajar untuk bekerja mencakup pengembangan karier yang memiliki target memiliki sikap positif dalam bekerja. Area ini bertujuan untuk mengembangkan kete-rampilan-keterampilan yang dimulai sejak taman kanak-kanak sampai sekolah menengah untuk menyiapkan masa transisi dari sekolah ke dunia kerja, dari tugas ke tugas lain yang berhubungan pada kehidupan karier.

Belajar untuk Bekerja Pengembangan Karier

Siswa mampu memahami relasi antara kualitas pribadi dan pendidikan serta latihan dan pekerjaan di dunia

Siswa mampu mendemonstrasikan cara membuat keputusan, menentukan tujuan dan pemecahan masalah dan keterampilan-keterampilan komunikasi

Siswa mengeksplorasi karier yang berhubungan dengan sekolah dan pekerjaan

Siswa mampu mendemonstrasikan sikap yang positif bagi pekerjaan, kemampuan dan kerja bersama Siswa mampu memahami bagaimana kepekaan komunitas berhubungan dengan pekerjaan

Bimbingan karier ialah bimbingan yang diberikan pada siswa untuk menyiapkan diri meng-hadapi dunia pekerjaan, merencanakan dan memilih lapangan pekerjaan, serta membekali siswa dengan keterampilan untuk memangku pekerjaan itu. Tujuan umum layanan bimbingan karier adalah membantu siswa untuk merencanakan karier dan mempersiapkan pekerjaan yang lebih realistis, yaitu sesuai dengan kemampuan, bakat, minat dan pengembangan dunia kerja. Sedangkan tujuan khususnya yaitu: (1) membantu siswa mengerti kekuatan-kekuatan dan kelemahannya, (2) mengidentifikasi jenis-jenis pekerjaan, syarat-syarat pendidikan yang dibutuhkan, kondisi pekerjaan dan imbalan yang diperoleh, (3) Menguasai tahap-tahap pe-rencanaan karier, (4) merencanakan dan menetapkan pekerjaan yang sesuai dengan keadaan dirinya, (5) memiliki keterampilan yang relevan dengan pilihan kariernya. Konselor menye-lenggarakan bimbingan karier dan pemberian informasi pendidikan dan jabatan. Penyusunan program disesuaikan dengan tahap perkembangan karier siswa, bekerja sama dengan tenaga sekolah, para orang tua, serta memanfaatkan sumber-sumber lingkungan dan menggunakan tes bakat dan minat. Salah satu program yang dilakukan oleh konselor sekolah SMA al-Falah Surabaya adalah mengadakan pekan enterpreunership.

Rasa keberhasilan dalam bidang karier berdasarkan asumsi bahwa tingkat rasa keberhasilan di bidang karier tersebut diperoleh melalui hasil penilaian diri. Pada gilirannya, hasil penilaian diri ini digunakan oleh yang bersangkutan untuk mengatur dan menjalankan rangkaian perilaku belajar dalam rangka pencapaian tujuannya (Bandura, 1997). Tujuan pe-nelitian ini adalah untuk menunjukkan secara teoritis peran self-efficacy dalam mening-katkan kompetensi konselor dalam memberikan layanan bimbingan dan konseling karier. Rasa keberhasilan dalam bidang karier diperoleh dari empat sumber, 1). pengalaman keber-hasilan 2). Pengalaman tidak langsung 3). Dorongan verbal dan 4). keadaan fisiologis.(Bandura, 2002). Dari keempat sumber diatas, Sumber yang paling berpengaruh adalah hasil performansi purposif seseorang, atau pengalaman keberhasilan (mastery experience). Pengalaman keberhasilan seseorang membuatnya bisa mengukur kemampuan dirinya dengan menafsirkan pengalamannya sendiri untuk memperoleh rasa percaya diri. Hasil penafsiran pengalaman keberhasilan tersebut akan meningkatkan self-efficacy. Sedang, mereka yang menafsirkan pengalaman sebagai kegagalan akan menurunkan self-efficacy-nya. Self-efficacy terkait dengan kemampuan seseorang mengatasi permasalahan dengan prestasi yang pernah dicapainya. Bandura (1986) menekankan bahwa mastery experience seseorang merupakan sumber paling berpengaruh yang memiliki implikasi penting sebagai model peningkatan diri di bidang prestasi akademik. (Bandura 1994). Upaya siswa untuk mencoba bersungguh-sungguh dalam dirinya untuk belajar lebih baik sehingga memperoleh pengalaman keber-hasilan dalam bidang karier.

Kepekaan seseorang pada rasa keberhasilannya akan mendorong dirinya mencari berbagai macam usaha meningkatkan prestasi dan kesejahteraan personal. Orang yang memiliki rasa keberhasilan di dalam dirinya mempercepat ketertarikan pada satu hal dan larut dalam keasyikan beraktivitas. Orang yang tenang karena self-efficacy, menjadikan tugas-tugas sulit sebagai tantangan, dan terpacu untuk memecahkannya. Mereka merencanakan tujuan yang menantang dan memelihara komitmen dengan kuat. Mereka berusaha keras secara terus menerus melawan kemalasan. Jika orang memiliki kepekaan self-efficacy mengalami kegagalan, maka ia dengan cepat memperbaikinya dan menata diri kembali. Sebaliknya, orang yang meragukan kemampuan dirinya (self-doubt) cenderung menghindari tugas-tugas sulit. Orang tersebut merasa takut menghadapi tugas-tugas sulit. Mereka kurang memiliki aspirasi dan komitmen rendah untuk mencapai tujuan. Dalam menghadapi tugas sulit ini, mereka menghindar dan melihatnya sebagai rintangan dan merasa rugi menyelesaikannya. Usaha mereka kurang penuh, dan cepat menganggap sulit. Mereka lambat memperbaiki self-efficacy

apabila mengalami kegagalan, sebab mereka merasa tidak memiliki cukup ke-mampuan dan bersikap defensif. Mereka tidak belajar dari banyak kegagalan. Mereka mudah stres dan depresi.

Konseling karier yang dikembangkan oleh Parsons sejak tahun 1909, pada zamannya diikuti banyak orang (R. Nathan & L. Hill, 2006); Parsons menulis: upaya bantuan dalam memilih pekerjaan yang bijak didasarkan pada tiga hal, 1) memahami diri sendiri, 2). Pengetahuan yang baik tentang prospek sebuah pekerjaan, 3). Pemikiran yang baik mengenai hubungan dua kelompok fakta tersebut. Pandangan Parsons ini diikuti hingga era 1960-an, dan setelah itu ada perubahan.

Untuk menangkap seberapa lama perjalanan penelitian tentang self-efficacy dalam mempengaruhi karier telah berlangsung, kita perlu mengupas sekilas perjalanan itu. Penelitian tentang hubungan antara self-efficacy dan karier telah berjalan selama 20 tahun. Dan, saat ini ditemukan bahwa self-efficacy mempengaruhi pilihan karier secara signifikan (lihat Betz, 2000). Penerapan awal Betz pada teori ini didasarkan pada hipotesa bahwa perempuan yang hidup dan bersosialisasi dalam masyarakat tradisional menyebabkan ia memiliki self-efficacy rendah saat berhadapan dengan karier yang didominasi oleh kaum laki-laki, khususnya karier dalam bidang matematika dan sains. Dalam studi awalnya, Betz dan Hackett (1981) meminta mahasiswi dan siswa untuk melaporkan apakah mereka merasa mampu menyelesaikan be-berapa mata kuliah, ataukah tidak. Laki-laki dan perempuan itu tidak berbeda dalam kemampuan yang diujikan; mereka berbeda secara signifikan dalam hal perasaan diri atas kemampuan mereka sendiri meskipun mereka berangkat dari satu kelompok yang sama. Perbedaan ini sangat mencolok ketika berkenaan dengan pekerjaan yang melibatkan mata kuliah matematika: 59% bagi laki-laki dan perempuan 41% meyakini mereka mampu menye-lesaikan kuliah dalam bidang tersebut. 74% laki-laki dan 59% perempuan meyakini mereka akan menjadi akuntan. Menariknya, 70% siswa yakin mampu, dan hanya 30% mahasiswi saja yang meyakini mampu menyelesaikan kuliah dalam bidang engineering.

Hal menarik lainnya dari penelitian Betz dan Hackett yang dituangkan dalam tulisan tahun 1981, rendahnya self-efficacy ini terkait dengan rendahnya pertimbangan karier non-tra-disional yang didominasi oleh laki-laki. Betz juga mendapati self-efficacy pada mata kuliah matematika ikut berperan dalam mempengaruhi pilihan karier-karier sains (Betz & Hackett, 1983). Karena itu, kesimpulannya, riset mereka mendukung hasil pendekatan Bandura: baik itu tentang pilihan karier atau keadaan pendidikannya. Penelitian lain mengungkapkan bahwa keyakinan self-efficacy terkait dengan

performansi. Lent, Brown dan Larkin (1984, 1986) menunjukkan bahwa keyakinan self-efficacy yang berkenaan dengan pekerjaan pendidikan sains dan teknik sebagai syaratnya berpengaruh pada performansi siswa/i dalam pengambilan mata kuliah engineering.

Domain (wilayah) yang telah diselidiki oleh beberapa peneliti dapat dibagi menjadi dua: do-main isi dan dodo-main proses, sebagaimana diungkapkan dalam teori kematangan karier oleh Crites (1978). Pilihan karier dalam domain isi merujuk pada pertanyaan apa itu pilihan karier. Para peneliti mendapati bukti kuat bahwa ekspektasi self-efficacy dapat menyebabkan seseorang menghindarkan diri dari pengambilan sebuah mata kuliah, dan dari karier tertentu yang terkait dengan bidang tersebut. Sebagai contoh, Betz dan Hackett (1981) meng-ungkapkan bahwa pilihan karier seseorang sangat terkait dengan ekspektasi efficacy yang ada hubungannya dengan pilihan tersebut.

Sedangkan domain proses merujuk pada kepercayaan dan keyakinan diri dalam kaitannya dengan proses membuat keputusan karier. Langkah pertama dari domain proses ini adalah Skala Self-Efficacy dalam Membuat Keputusan Karier yang dimunculkan oleh Taylor dan Betz (1983). Skala ini kemudian diikuti oleh Skala Efficacy Pencarian Karier (Solberg, Good, Fischer, Brown, & Nord, 1995). Self-efficacy rendah yang terkait dengan proses membuat keputusan karier mempengaruhi ketidak-mampuan seseorang menentukan karier, indenti-fikasi problem dalam pengembangan identitas pekerjaan, dan munculnya keragu-raguan yang diindikasikan oleh jumlah perubahan dalam pilihan mata kuliah (Betz & Luzzo, 1996). Jadi, self-efficacy yang berkenaan dengan domain isi dan domain proses terkait dengan proses konseling karier. Penelitian oleh Paulsen dan Betz (2004) memperlihatkan bahwa self-efficay yang berkenaan dengan domain isi dengan sendirinya terkait dengan self-efficacy pilihan karier. Dalam penelitian mereka, Paulsen dan Betz memperlihatkan bahwa kepercayaan diri siswa/i dalam beberapa hasil kompetensi yang diinginkannya dari pendidikan seni liberal (misalnya matematika, sains, menulis, kepemimpinan, menggunakan teknologi dan sensiti-vitas kultural) menempati 44% hingga 79% self-efficacy dalam membuat karier.

Layanan bimbingan karier dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan bimbingan ke-lompok dan bimbingan individual. Bimbingan keke-lompok dilakukan untuk mengidentifikasi jenis-jenis pekerjaan, syarat-syarat pendidikan yang dibutuhkan, kondisi pekerjaan dan imbalan yang diperoleh siswa. Melakukan pelatihan untuk memperoleh keterampilan sebagai bekal dalam melamar pekerjaan, seperti komunikasi efektif, teknik presentasi, penggunaan komputer/internet. Sedangkan bimbingan individual untuk merencanakan dan menetapkan pilihan karier siswa pada tahap akhir studi.

Dalam melaksanakannya konselor bekerjasama dengan guru. Adapun caranya ialah: (1) konselor membuat surat kepada kepala sekolah untuk melaksanakan informasi karier melalui wali kelas. Konselor memberikan pelatihan kepada wali kelas dalam diskusi kecil. Kemudian, wali kelas akan melakukan bimbingan kelompok kepada siswa sesuai dengan cakupan bimbingannya. (2) konselor bekerjasama dengan para guru untuk melatih siswa dengan komunikasi efektif dan teknik presentasi. Sedangkan penggunaan komputer/internet, konselor berkoordinasi dengan guru komputer agar menyelenggarakan pelatihan komputer/internet. (3) Konselor membuat paparan informasi karier yang didalamnya memuat tentang jenis pe-kerjaan, syarat-syarat pendidikan yang dibutuhkan, kondisi pekerjaan dan imbalan yang diperoleh. Setiap informasi baru segera ditempel di papan pengumuman agar memudahkan siswa untuk mendapatkan informasi pekerjaan.

Prosedur penilaian terhadap proses bimbingan karier meliputi, apakah sudah mengin-formasikan jenis pekerjaan sesuai. Apakah sudah tersedia latihan kerja sesuai dengan bakat dan minat siswa. Apakah siswa terampil dalam merencanakan pilihan kariernya. Penilaian hasilnya meliputi, siswa memperoleh pekerjaan sesuai dengan bakat dan minatnya setelah lulus. Teknik penilaian dapat dilakukan melalui tes, wawancara, atau observasi. Pelaksanaan penilaian ini dilakukan oleh konselor dan guru wali kelas.

III. STANDAR KOMPETENSI KEMANDIRIAN PESERTA DIDIK