• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konseling Berpusat pada Pribadi

TAHUN AJARAN 2011/2012

KEGIATAN BELAJAR 9 PENDEKATAN AFEKTIF

E. Konseling Berpusat pada Pribadi

Teori konseling berpusat pada pribadi – juga populer dengan nama atau konseling Rogerian – - pada awalnya dikembangkan oleh Carl Rogers (1942) dengan nama ‘konseling yang tidak mengarahkan’ (nondirective conseling). Konseling ini menekankan peran konselor yang cenderung pasif dan hanya mendorong dan mendengarkan konseli. Pada perkembangan selanjutnya nama konseling nondirective diganti dengan konseling berpusat pada konseli (client-centered counseling)

untuk menekankan tanggung jawab yang lebih besar – bahkan sepenuhnya – pada konseli untuk mengarahkan dirinya sendiri. Belakangan, Rogers dan para pengikutnya – disebut Rogerian – lebih senang menggunakan istilah konseling ‘berpusat pada pribadi’ untuk lebih memanusiawikan proses konseling, dalam arti lebih memberikan pengakuan pada keterlibatan antar pribadi – pibadi konselor dan pribadi konseli - dalam proses konseling.

Rogers menentang pendekatan psikodinamik dan perilaku dan memegang keyakinan konseling seharusnya bersifat humanistik. Berikut adalah pandangan-pandangan khusus Rogers tentang sifat dasar manusia:

 Setiap manusia memiliki potensi dan hak untuk mengarahkan dirinya sendiri.

 Setiap manusia bertindak sesuai dengan persepsinya.

 Setiap manusia memiliki kecenderungan untuk mengaktualisasikan diri.  Setiap manusia pada dasarnya ciptaan yang cakap dan dapat dipercaya.

Dalam teori Rogerian, manusia memiliki satu motivasi tunggal yakni kecenderungan untuk mengaktualisasikan dirinya dan mencapai keadaan fully functioning person. Konsep Rogers tentang orang yang mengaktualisasikan diri adalah sama dengan mereka yang merefleksikan suatu kesehatan emosional yang ideal. Terdapat tiga karakteristik kepribadian yang menandai orang yang mengaktualisasikan diri, yakni: terbuka terhadap pengalaman; memiliki makna dan tujuan hidup; dan mempercayai dirinya sendiri dan orang lain. Di samping tiga kualitas tersebut, orang yang mengaktualisasikan diri juga cenderung memiliki arahan yang positif dalam perkembangannya, dapat bergaul dengan siapa saja, memiliki sumber evaluasi internal, dan melakukan kegiatan-kegiatan yang produktif dan bermanfaat.

Manusia akan dapat mengaktualisasikan dirinya hanya jika ia berada di bawah lingkungan yang mengandung kondisi pertumbuhan (conditions of worth), yakni lingkungan yang memberikan penghargaan positif tanpa syarat. Individu yang tak memperoleh kondisi pertumbuhan cenderung mengembangkan perilaku defensive, tidak kongruen, dan mudah mengalami konflik di dalam dirinya, menjadi orang dewasa yang pemalu, penakut, sangat patuh, atau mudah marah dan memberontak.

Dasar teori konseling Rogerian adalah fenomenologis, yakni menekankan persepsi subyektif individu. Persepsi ini akan menentukan keyakinan, perilaku, emosi, dan hubungannya dengan orang lain. Persepsi ini digunakan individu untuk merespon lingkungannya – disebut medan fenomena. Perspektif fenomenologis ini berisikan asumsi-asumsi teoretis sebagai berikut:

 Hanya individu itu sendiri (bukan orang lain) yang dapat sepenuhnya mempersepsi dunia pengalamannya. Kita tidak akan pernah dapat mengetahui secara penuh dan detil tentang bagaimana individu tersebut mengalami dan mempersepsi situasi yang dihadapinya.

 Setiap individu merespon lingkungan sesuai dengan persepsi subyektifnya dan tidak mengikuti persepsi mayoritas orang-orang di sekelilingnya.

 Perilaku individu terarah pada suatu tujuan tertentu, yakni untuk memenuhi kebutuhan yang dirasakan di dalam lingkungan (dunia pengalaman) yang dipersepsinya.

 Cara paling baik untuk memahami perilaku individu adalah dari kerangka acuan internal individu itu sendiri. Untuk mencapai pemahaman ini, konselor perlu menguasai keterampilan empati.

 Cara bertindak yang paling baik adalah konsisten dengan konsep diri individu. Konsep diri menggambarkan persepsi individu tentang dirinya sendiri dan hubungannya dengan obyek atau orang lain dalam lingkungannya bersama-sama dengan nilai yang terlibat di dalam persepsi tersebut.

 Kecemasan timbul sebagai akibat dari semakin lebarnya jarak antara konsep diri dan pengalaman. Untuk menurunkan kecemasan individu, konsep diri harus kongruen dengan pengalaman.

 Individu yang mengaktualisasikan diri adalah mereka yang terbuka sepenuhnya terhadap pengalaman.

Tujuan konseling Rogerian adalah membangun suatu kondisi terapeutik yang kondusif untuk membantu individu memberdayakan semua potensi yang dimilikinya dan kemudian mencapai aktualisasi diri dan menjadi manusia seutuhnya, belajar menjadi orang yang mandiri atau otonom. Untuk membantu konseli mencapai tujuan, konselor harus mampu menciptakan iklim yang mengandung kondisi pertumbuhan. Kondisi pertumbuhan tersebut meliputi beberapa dimensi yakni (Corey, 1981, 2004; George & Cristiani, 1981; Thompson, Rudolph, & Henderson, 2004):

 Konselor membentuk kontak psikologis dengan konseli;

 Konseli berada dalam kondisi mengalami masalah;

 Konselor harus mengkomunikasikan empati, kongruensi, dan penghargaan positif tanpa syarat; dan

 Menekankan pada persepsi atau dunia subyektif konseli.

Keempat dimensi kondisi pertumbuhan tersebut merupakan kondisi-kondisi yang penting dan mencukupi bagi terjadinya perubahan perilaku konseli. Artinya, konseling Rogerian tidak menekankan pada teknik tertentu tetapi lebih pada kemampuan konselor untuk membangun suatu hubungan yang merepresentasikan kondisi pertumbuhan tersebut.

Untuk menyatakan sikap-sikap tersebut di atas, konselor KBP menggunakan beberapa teknik seperti: mendengarkan aktif, refleksi perasaan dan pikiran, klari-fikasi, rangkuman, konfrontasi kontradiksi, dan arahan terbuka atau arahan umum yang dapat membantu konseli untu mengeksplorasi dirinya (Hackney & Cormier, 2001; Poppen & Thompson, 1984). Meskipun demikian, teknik utama dalam KBP adalah mendengarkan aktif (active listening). Penerapan teknik ini memungkinkan konseli untuk mengetahui bahwa konselor mendengarkan dan mengerti dengan benar terhadap semua yang telah dikatakannya.

Sejak berubah menjadi konseling Rogerian pada sekitar tahun 1980 an, aplikasi teori konseling Rogers telah berkembang melebihi keadaannya semula. Para konselor Rogerian tidak hanya memusatkan perhatian pada isu-isu perkembangan dan aktualisasi diri, tetapi juga membantu individu menangani masalah-masalah praktis seperti kekerasan seksual atau kekerasan fisik, kecanduan alkohol dan obat, kecemasan, dan depresi. Bahkan para konselor juga tidak segan untuk menggunakan teknik-teknik kognitif dan perilaku (Seligman, 2001). Suatu versi lain menyatakan bahwa pendekatan ini sangat cocok untuk menangani masalah-masalah perkembangan, untuk membantu individu-individu yang tidak menggunakan potensinya dengan baik dan individu-individu yang merasa hidupnya hampa, individu yang memiliki self-esteem rendah, kurang percaya diri, dan memiliki pandangan dunia yang negatif dan bias.

F. Refleksi

Setelah Anda mempelajari dua orientasi teoretik dari pendekatan afektif, cobalah lakukan refleksi dengan menjawab beberapa pertanyaan berikut:

1. Apakah selama ini Anda telah mempelajari ke empat pendekatan afektif yang disajikan dalam bab ini dengan seksama?

2. Jika Anda beum mempelajari dengan seksama, apakah materi yang disajikan dalam bab ini sudah cukup jelas bagi Anda? Jika belum cukup jelas, apakah Anda termotivasi untuk mempelajarinya lebih lanjut dalam referensi yang dikemukakan dalam bab ini dan/atau melalui sumber-sumber lain?

3. Jika Anda sudah mempelajarinya dengan seksama,

a. apakah substansi yang dikemukakan dalam bab ini sesuai atau tidak sesuai dengan apa yang telah Anda pahami selama ini?

b. Jika tidak sesuai, bagian atau aspek-aspek apa saja yang tidak sesuai itu (kemukakan)? c. Apakah Anda telah merasa menguasai teori konsep-konsep kunci dari keempat orientasi

teoretik beserta dengan persamaan dan perbedaannya (coba daftar persamaan dan perbedaan tersebut)?

d. Apakah Anda pernah mempraktekan, dan apakah Anda merasa dapat mempraktekkannya dengan benar?

IV. PENDEKATAN PERILAKU, KOGNITIF, EKLEKTIK DAN INTEGRATIF

A. Pendekatan Perilaku