• Tidak ada hasil yang ditemukan

Teknik/Keterampilan Mengarahkan

TAHUN AJARAN 2011/2012

TEKNIK/KETERAMPILAN DASAR KONSELING

B. Teknik/Keterampilan Mengarahkan

Dalam teknik mendengarkan, konselor merespon pesan-pesan konseli terutama dari kerangka acuan internal konseli. Meskipun penggunaan respon ini sangat efektif untuk mendorong eksplorasi diri pada pihak konseli, tetapi tidak mencukupi untuk memperoleh data dan mengarahkan konseli, khususnya untuk konseli-konseli yang pasif. Untuk mendorong konseli yang sangat pasif konselor perlu menggunakan teknik lain yang disebut teknik mengarahkan (counselor-directed). Namun perlu diingat bahwa teknik ini perlu digunakan dengan hati-hati. Jika konselor menggunakan teknik ini pada waktu yang tidak tepat maka ada kemungkinan konseli justeru meninggalkan konselor (menjadi resistan). Berikut ini adalah sebagian dari beberapa teknik mengarahkan yang banyak digunakan, yakni: menggali informasi (probe) - untuk bahasan selanjutnya kita sebut saja dengan teknik bertanya, konfron-tasi (confrontation), interpretasi (interpretatiton), dan memberi informasi (giving information).

1. Teknik bertanya

Teknik bertanya digunakan untuk menggali informasi lebih luas dan mendalam. Pertanyaan bisa bersifat terbuka (open ended) atau tertutup tetapi bentuk yang pertama lebih dianjurkan karena lebih kondusif dan efektif untuk mendatangkan keterbukaan.

a. Pertanyaan terbuka

Pertanyaan terbuka umumnya dimulai dengan kata-kata berikut: apa, bagaimana, kapan, dimana, atau siapa. Pertanyaan terbuka lebih berdaya guna karena tidak bisa dijawab hanya dengan “ya” atau “tidak” tetapi akan mendatangkan suatu penjelasan. Sebagai contoh, pertanyaan “Apa” akan mendatangkan fakta dan informasi; pertanyaan “bagaimana” akan mendatangkan informasi tentang urutan dan proses atau emosi; dan pertanyaan “mengapa” akan mendatangkan penjelasan tentang alasan dan logika konseli. Demikian pula, pertanyaan “kapan” dan “dimana” akan menda-tangkan informasi tentang waktu dan tempat; sedangkan pertanyaan “siapa” akan memberikan informasi tentang orang. Penggunaan kata-kata yang berbeda dalam merumuskan pertanyaan terbuka sangat disarankan agar konselor memperoleh informasi yang lebih luas tentang dimensi-dimensi pengalaman konseli. Perhatian contoh-contoh berikut:

“Apa yang Anda inginkan untuk kita diskjusikan hari ini?” (membuka wawancara).

“Hal lain apalagi yang dapat Anda ceriterakan pada saya berkenaan dengan hal ini?” (mendorong konseliuntuk memberikan lebih banyak informasi).

“Apa yang Anda lakukan (atau pikirkan, atau rasakan) ketika sedang mengikuti pelajaran di kelas?” b. Pertanyaan tertutup

Pertanyaan tertutup hendaknya tidak terlalu sering digunakan sebab tidak mendorong konseli untuk mengeksplorasi perasaan, pikiran, dan perilakunya secara lebih mendalam di samping akan menyebabkan konseli tidak memperoleh sentuhan terhadap isu-isu penting yang menjadi bagian dari

masalahnya. Pertanyaan tertutup – juga disebut dengan nama pertanyaan terfokus - dapat digunakan jika konselor membutuhkan fakta atau informasi khusus. Perhatikan contoh berikut:

“Dari empat masalah yang kita identifikasi tadi, manakah yang paling menggang-gumu?” “Apakah ada di antara keluargamu yang pernah mengalami depresi?”

“Apakah kau akan menemui saya lagi minggu depan?”

“Baik, dari empat alternatif pilihan program studi yang telah kita tetapkan tadi, manakah yang paling cenderung kamu pilih?”

“Jika perasaan cemasmu itu kita tempatkan dalam suatu deret angka yang merentang dari angka nol hingga angka sepuluh, dimana akan kau taruh tingkat cemasmu itu dalam deret angka tersebut?”

2. Konfrontasi

Teknik konfrontasi digunakan untuk menyatakan (menunjukkan) adanya kesenjangan (tidak adanya konsistensi) antara perasaan, pikiran, dan perilaku konseli. Konfrontasi juga dapat digunakan sebagai teknik untuk membawa konseli memusatkan perhatian pada bagian atau aspek-aspek perilakunya yang yang tidak efektif. Perhatikan contoh berikut:

a. Kesenjangan antara pesan konseli bisa berkaitan antara pesan verba

Konseli : “Saya baik-baik saja” (pesan verbal), tapi pada saat yan sama ia tampak gelisah dan/atau ragu-ragu (pesan nonverbal).

Konselor: “Kamu mengatakan jika dirimu baik-baik saja, tetapi pada saat yang sama saya melihat kamu tampak gelisah.”

b. Kesenjangan antara keinginan atau komitmen dan langkah-langkah tindakan atau perilaku. Konseli : “Saya akan segera menemuinya” (verbal), tapi semingu kemu-dian ia

mengatakan jika belum menghubunginya (langkah tin-dakan).

Konselor: “Kamu mengatakan jika ingin segera menemuinya, tetapi sampai saat ini kamu belum melakukannya.”

c. Kesenjangan antara dua pesan verbal

Konseli : “Ia senang pergi ramai-ramai dengan teman-temannya. Dan itu tidak membuat saya terganggu (pesan verbal 1). Tetapi saya pikir hubungan kami akan lebih baik jika dia menghentikan kebiasaannya itu” (pesan verbal 2). Konselor: “apa yang kau katakana itu membingungkan saya. Kamu bilang jika kamu OK

saja dengan kebiasaannya pergi ramai-ramai dengan teman-temannya. Tetapi kemudian kamu merasa lebih senang jika dia menghentikan kebiasaannya yang senang pergi rame-rame dengan teman-temannya. Mana yang benar?”

d. Diskrepansi antara dua pesan nonverbal

Situasi 1: Konseli tersenyum (nonverbal 1) dan menangis (non verbal 2) pada waktu yang berbarengan.

Konselor: “Kamu tersenyum dan menangis pada waktu yang sama. Sebe-narnya kamu itu lagi sedih atau gembira?”

e. Kesenjangan antara dua pribadi (konselor/konseli, orang tua/anak, guru/siswa, dsb.)

Situasi : Seorang siswi, Mary, tampak sangat depresif. Anda meminta-nya untuk melakukan pemeriksaan medis guna menangani kesalahan organik, dan konseli menolak.

Konselor: “Mary, pemeriksaan medis ini sangat penting untuk dilakukan sehingga kita bisa tahu apa yang seharusnya dilakukan untuk menangani kesulitanmuy. Kau tampak begitu enggan untuk melakukan pemeriksaan. Itu penting untuk kamu lakukan agar saya dapat membantumu.”

f. Kesenjangan antara pesan verbal dan konteks/lingkungan

Situasi 1: Seorang siswa menyesalkan perceraian orang tuanya dan menyatakan bahwa ia ingin berusaha agar kedua orang tuanya rujuk kembali.

Konselor: “Juanita, kamu menyatakan jika kamu ingin membantu orang tuamu untuk rujuk kembali. Tetapi kau bukan oang yang me-nyebabkan terjadinya perceraian orang tuamu. Bagiaman caramu akan membuat mereka bisa bersama kembali?”

3. Interpretasi

Tekinik interpretasi digunakan untuk memperoleh pemahaman tentang masalah konseli dan mengkomunikasikannya kembali pemahaman itu kepada konseli untuk memperoleh persetujuan. Brammer & Shostrom (1982) mendefinisikan interpretasi sebagai suatu bentuk respon yang menyatakan hipotesis tentang hubungan atau makna antara perilaku-perilaku konseli. Cormier &

Cormier (1985) mendefinisikan interpretasi sebagai suatu pernyataan konselor tentang hubungan antara berbagai macam perilaku konseli, peristiwa, atau ide-ide; atau menyajikan suatu kemungkinan penjelasan tentang perilaku konseli (termasuk perasaan, pikiran, dan perilaku yang dapat diamati). Atas dasar pengertian itu maka interpretasi dapat disepadankan dengan suatu hipotesis tentang perilaku konseli.

Karena merupakan hipotesis, maka interpretasi tidak dibuat berdasarkan pemikiran spekulatif tetapi harus didasarkan pada suatu kerangka teretik tertentu. Konselor dapat memilih atau menggunakan kerangka kerja yang konsisten dengan preferensi orientasi teoretisnya. Dengan kata lain Interpetasi dilakukan dengan beberapa cara dan dapat bervariasi untuk beberapa tingkat menurut perspektif dan orientasi teoretis yang digunakan oleh konselor. Sebagai contoh, konselor psikoanalisis mungkin memusatkan perhatian pada konflik-konflik atau kecemasan yang tak terpecahkan; konselor Adlerian menyoroti kesalahan logika konseli; konselor AT memusatkan pada game dan ego state

yang dimainkan konseli; konselor kognitif menekankan pada pikiran-pikiran irasional konseli, dan konselor perilaku memusatkan perhatian pada pola-pola perilaku maladaptif konseli. Sedangkan para konselor Gestalt memandang interpretasi sebagai suatu bentuk “kesalahan terapeutik” karena ia mengambil tanggung jawab konseli. Bagi para konselor gestalt, konselilah yang seharusnya membuat

insight tentang perilakunya sendiri. Para konselor Rogerian tradisional umumnya menolak penggunaaan interpretasi, namun saat ini banyak di anatara mereka yang menggunakan interpretasi dan seringkali menekankan pada tema-tema seperti citra diri dan intimacy dalam interpretasinya (Egan, 1991). Berikut ini adalah contoh-contoh tentang bagaimana konselor dari berbagai orientasi teoretis menginterpretasikan pesan-pesan konseli:

Konseli:

“Semuanya tampak membosankan. Tak ada perubahan, tak menggairahkan. Semua teman saya pada kabur. Sekamunya saya jadi orang kaya pasti saya bisa melakukan banyak hal membuat ini menjadi lebnih baik.”

Interpretasi dari konselor Adlerian:

“Sepertinya kamu begitu yakin jika kamu memiliki banyak teman dan banyak uang maka Kamu dapat membuat hidup kamu menjadi lebih baik.

Interpretasi dari konselor TA:

“Tampak jika Kamu menganggap bahwa Kamu dapat hidup senang hanya jika Kamu dapat melakuakn banyak rekreasiu dan banyak uang. Itu memeprlihatkan jika Kamu sangat dikendalikan oleh ego anak.”

Interpretasi dari konselor kognitif:

“Sepertinya Kamu memkamung diri Kamu sedang mengalami bencana hanya karena Kamu sekarang tak memiliki teman dan tak memiliki uang. Apa dasarnya Kamu bisa memiliki pemikiran seperti itu? Saya kira perasaan jemju Kamu bisa berubah jika kamu dapat membuat kesimpulan yang lebih logis tentang tidak punya uang dan tidak punya teman.”

Interpretasi dari konselor perilaku:

“Tampak bahwa Kamu tidak mengerti tentang bagaimana caranya memperoleh teman dan memperoleh kesenangan tanpa harus punya teman. Saya pikir, jika Kamu dapat mengakui hal ini maka Kamu akan termotivasi untuk mempelajari perilaku yang lebih tertentukan oleh diri sendiri.” Di samping penguasaan orienetasi teoretis, keefektifan respon interpretasi untuk membantu banyak tergantung pada kemampuan konselor untuk menggunakan respon-respon tersebut pada waktu yang tepat. Waktu yang tepat itu antara lain konseli tampak telah siap mau mengambil resiko tentang segala apa yang terjadi dalam proses konseling.

4. Pemberian informasi

Pemberian informasi didefinisikan sebagai suatu bentuk komunikasi verbal tentang pengetahuan, data, fakta, pengalaman, peristiwa, alternatif, atau orang sehingga konseli memperoleh pengetahuan dan alternatif-alternatif dan kemudian dapat membuat pilihan dan keputusan secara tepat (Cormier & Cormier, 1985). Telah banyak bukti yang menyatakan nilai terapeutik dari pemberian informasi untuk mengefektifkan proses konseling. Meskipun demikian, masih terdapat banyak pihak yang menolak pemberian informasi sebagai suatu bagian penting dari suatu proses konseling meskipun (Selby & Calhoun, 1980).

Materi informasi yang diberikan sesuai dengan kebutuhan konseli yang dibantu atau tujuan konseling yang akan dicapai. Sebagai contoh, seorang siswa yang menyatakan bahwa ia tidak tahu tentang bagaimana seharusnya ia belajar, dapat diberikan informasi tentang cara-cara belajar yang efektif; seorang siswa yang mengalami kesulitan ekonomi dan menyatakan ingin bekerja sambil kuliah, dapat diberikan informasi tentang pekerjaan-pekerjaan yang ada dan cocok untuk dirinya. Jika

ada seorang siswi yang hamil dan menyatakan kepada Anda bahwa ia ingin menggugurkan kandungannya karena hanya itulah pilihannya, Anda dapat memberikan informasi tentang hukum negara atau hukum agama yang mengatur aborsi, dampak psikososial yang mungkin akan dialaminya, dan pilihan-pilihan lain yang mungkin bisa diambil. Meskipun siswa tersebut mungkin memutusakan untuk tetap melakukan aborsi, ia telah memiliki pilihan-pilihan lain sebelum membuat keputusan final. Pemberian informasi juga dapat digunakan untuk tujuan pencegahan masalah. Sebagai contoh, memberikan informasi tentang jenis dan bahaya narkoba dapat memiliki nilai terapeutik untuk mencegah anak didik dari kemungkinan mendekati dan terlibat dalam penyalahgunaan narkoba. Pemberian informasi tentang berbagai hal yang berhubungan dengan program belajar dapat menghindarkan siswa dari kemungkinan mengalami hambatan belajar. Demikian pula pemberian informasi tentang proses dan tugas-tugas perkembangan berpotensi menghindarkan siswa dari kemungkinan mengalami hambatan dalam pekerkembangan aspek-aspek dirinya. Program-program pemberian informasi untuk tujuan preventif sering juga disebut sebagai pendidikan psikologis.

Pemberian informasi berbeda dengan pemberian nasehat (advise). Dalam pemberian nasehat, pemberi nasehat selalu merekomendasikan atau mempreskripsikan suatu cara pemecahan tertentu atau serangkaian tindakan-tindakan tertentu pada orang yang diberi nasehat. Sebaliknya, dalam pemberian informasi konselor menyajikan informasi-informasi yang relevan tentang isu-isu atau masalah konseli, dan keputusan tentang tindakan akhir ditentukan oleh konseli sendiri.

Berikut adalah suatu contoh praktis tentang perbedaan antara pemberia informasi dan pemberina nasehat:

Konseli: “Saya sungguh mengalami kesulitan untuk menolak permintaan anak saya – untuk mengatakan tidak pada dia – bahkan meskipun saya tahu mereka meminta sesuatu yang tidak layak bahkan membahayakan dirinya.”

Nasehat: “Mengapa kamu tidak mulai mencoba untuk menolak atau menga-takan tidak ketika anak Kamu membuat permintaan dan kemudian melihat apa yang akan terjadi kemudian?”

Informasi: “Saya kira terdapat dua hal yang perlu kita diskusikan yang membuat Kamu mengalami kesulitan dalam menangani situasi Kamu tersebut. Pertama, kita dapat mendiskusikan tentang apa yang mungkin akan terjadi jika Kamu mengatakan tidak. Kita juga akan memeriksa bagaimana keluarga Kamu menangani permintaan kamu ketika Kamu masih anak-anak. Sangat sering, sebagai orang tua kita akan memper-lakukan anak-anak kita seperti halnya ortang tua kita dulu memper-memper-lakukan kita – dalam cara yang hampir otomatis seperti itu kita bahkan tidak menyadarinya.” C. Refleksi

Setelah mengkaji materi pada bab ini cobalah lakukan refleksi dengan cara menjawab beberapa pertanynaan berkut:

1. Apakah Anda merasa sudah mengenal dengan baik tentang teknik-teknik atau keterampilan dasar konseling yang dibahas dalam bab ini?

2. Apakah Anda sudah dapat mempraktekkan dengan baik setiap teknik/ ke-terampilan dasar yang dikemukakan dalam bab ini?

3. Apakah Anda sudah/belum terbiasa menggunakan teknik/keterampilan dasar konsleing yang dikaji dalam bab ini?

4. Jika Anda sudah familiar dengan teknik/keterampilan dasar tersebut, cobalah demonstrasian dalam situasi bermain peran dalam kelompok yang melibatkan kolega/peserta lain.

5. Jika Anda merasa belum familiar baik secara konseptual atau praktis kemu-kakan kepada instruktur aspek-aspek mana yang Anda belum jelas atau belum fasih untuk mempraktekannya.

KEGIATAN BELAJAR 9