• Tidak ada hasil yang ditemukan

SitiSundari

BidangBotani, Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Jl. Raya Jakarta Bogor KM. 46 Cibinong Science Center, Cibinong 16911

ndariekologi@yahoo.com

Abstrak. Penelitian dissolved organic carbon (DOC) dan particulate organic carbon

(POC) dari ekosistem tanah dan ekosistem sungai telah dilakukan di Cagar Alam Dungus Iwul yang merupakan hutan hujan dataran rendah di desa Wirajaya Kecamatan Jasinga Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Jenis dominan di Cagar Alam ini adalah iwul (Orania sylvicola). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelepasan karbon terlarut dalam bentuk konsentrasi DOC dan POC dari ekosistem tanah dan ekosistem sungai di Cagar Alam Dungus Iwul, beserta hubungannya dengan pH tanah dan electrical conductivity (EC) di sungai sekitar Cagar Alam Dungus Iwul. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelepasan karbon dalam bentuk DOC dan POC dari ekosistem tanah meningkat dengan semakin rendahnya pH tanah, sedangkan DOC dan POC dari ekosistem sungai semakin menurun dari bagian hulu menuju hilir dengan semakin meningkatnya (EC) yang berarti semakin banyak ion-ion logam yang terikat dengan DOC yang sebagian besar disebabkan kontaminasi air oleh aktivitas masyarakat sekitar Cagar Alam Dungus Iwul.

Kata kunci: Cagar Alam Dungus Iwul, DOC, pH tanah, POC

Abstract. The research on dissolved organic carbon (DOC) and particulate organic carbon

(POC) from soil and river ecosystems have been conducted at the Dungus Iwul Nature Reserve which is an area of lowland rain forest in the Wirajaya village, Jasinga District, Bogor Regency, West Java Province. Dominant species in this nature reserve is iwul (Orania sylvicola). The aims of this study is to determine the release of carbon in the form of DOC and POC concentrations from soil and river ecosystems in the Dungus Iwul Nature Reserve, and its relationship with soil pH and electrical conductivity (EC) in a river surroundings Dungus Iwul Nature Reserve.The results showed that the release of carbon in the form of DOC and POC from the soil ecosystem increased with the decrease of soil pH, while the DOC and POC from the river ecosystem decreased from the upstream to the downstream by increasing EC, which means more metal ions bounded with DOC that was mainly caused by water contamination caused by the activities of people around the Nature Reserve.

Keywords: Dungus Iwul Nature Reserve, DOC, POC, soil pH

Pendahuluan

Cagar Alam Dungus Iwul merupakan kawasan hutan hujan dataran rendah yang status pengelolaannya diperoleh melalui penunjukan pada zaman pemerintah Belanda. Penunjukkan

78

kawasan dilakukan melalui SK GB (Besluit van den Gouverneur-General) No. 23 Staatsblad 99 tanggal 20 Maret 1931 dengan luas kawasan 9 Ha. Secara geografis, kawasan ini berada pada 6o31'00"LS dan 106o26'00"BT [1]. Dunggus yaitu sebidang hutan kecil yang disisakan tidak untuk pertanian, sedang Iwul adalah nama suatu tanaman sejenis palma yang banyak tumbuh di cagar alam ini. Menurut administrasi pemerintahan, Cagar Alam Dungus Iwul terletak di desa Wirajaya, Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor dan secara langsung berbatasan dengan desa Tapos dan areal perkebunan kelapa sawit PTPN VIII Cikasungka. Keadaan topografi kawasan ini relatif datar dan ketinggian 175 m di atas permukaan laut. Berdasarkan klasifikasi iklim Schmidt and Ferguson, kawasan in termasuk tipe iklim A dengan curah hujan rata-rata pertahun 3,191 mm. Selain Iwul (Orania Sylvicola)yang merupakan jenis dominan di cagar alam ini [2], jenis lain adalah Kibentil (Kickseia arborea), Anggrit (Adina polychepala), Dahu (Dracontomelon mangiferum), Ki Hijoer (Quercus blaumena), Ranji (Dialium indum) dan Teureup (Artocarpus elastica).

Pemanfaatan Cagar Alam Dungus Iwul terbatas pada kepentingan penelitian dan pengembangan, ilmu pengetahuan, pendidikan, dan kegiatan lainnya yang mendukung budidaya, sehingga belum banyak yang diketahui dan dilaporkan mengenai Cagar Alam Dungus Iwul, terutama berkaitan dengan tanah yang berhubungan dengan pelepasan karbon dari ekosistem tanah dan sungai yang berada di sekitar Cagar Alam Dungus Iwul baik dalam bentuk dissolved organic carbon (DOC) maupun particulate organic carbon (POC). DOC didefinisikan sebagai organik material yang mampu melewati filter 0,45 µm. DOC merupakan organik karbon yang yang berada dalam bagian tanah yang dapat dimineralisasi, distabilisasi atau mengalami pencucian lebih lanjut dalam aliran air bawah tanah, sedangkan POC didefinisikan sebagai karbon yang tidak mampu melewati filter DOC 0,45 µm atau yang tertahan di atas filter tersebut [3] [4]. Beberapa penelitian mengenai DOC dan POC sebagian besar dilakukan di lahan gambut maupun hutan gambut yang mempunyai kandungan karbon organik di dalam tanah yang besar [5] [6], dan Sundari (2012, 2013) menyatakan bahwa air gambut mempunyai kandungan DOC jauh lebih besar daripada POC. Penelitian mengenai DOC dan POC di hutan selain gambut sangat jarang dilakukan apalagi di hutan hujan dataran rendah seperti di Cagar Alam Dungus Iwul belum ada data tentang pelepasan karbon dalam bentuk konsentrasi DOC dan POC, sehingga penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelepasan karbon dalam bentuk DOC dan POC dari ekosistem tanah di Cagar Alam Dungus Iwul dan darie kosistem sungai yang berada di sekitar Cagar Alam Dungus Iwul.

Bahan dan Metode

Bahan dan peralatan yang digunakan antara lain botol plastik ukuran 50 mL untuk sampling air sungai, alat pengambil tanah untuk sampling tanah, soil tester untuk mengukur pH dan kelembaban tanah, plastik warna hitam tanpa lubang untuk menyimpan sampel tanah. pH meter dan EC meter untuk mengukur pH dan electrical conductivity (EC) untuk sampel air sungai Cigeulung.

Metode yang digunakan adalah metode sampling. Sampling tanah dilakukan pada 20 subplot berukuran 10 m x 10 m yang ada di dalam petak 0,7 Ha yang telah dibuat sebelumnya. Pengambilan sampel tanah untuk setiap subplot dilakukan berseling. Urutan sub plot yang disampling adalah A2, A4, A6, A8, A10, C2, C4, C6, C8, C10, E2, E4, E6, E8, E10, G2, G4, G6, G8, G10: A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 A8 A9 A10 B1 B2 B3 B4 B5 B6 B7 B8 B9 B10 C1 C2 C3 C4 C5 C6 C7 C8 C9 C10 D1 D2 D3 D4 D5 D6 D7 D8 D9 D10 E1 E2 E3 E4 E5 E6 E7 E8 E9 E10 F1 F2 F3 F4 F5 F6 F7 F8 F9 F10 G1 G2 G3 G4 G5 G6 G7 G8 G9 G10

79

Sebelum tanah diambil pada kedalaman 10 cm di tiap subplot, terlebih dahulu diukur pH dan kelembaban tanah dengan menggunakan soil tester. Sampling air dilakukan di Sungai Cigeulung di sekitar Cagar Alam Dungus Iwul yang diambil dari tiga titik (hulu, tengah dan hilir) masing-masing tiga kali pengulangan. Pengukuran pH dan electrical conductivity (EC) air sungai dilakukan langsung setelah pengambilan sampel air di lokasi. Sampel air sungai disimpan di dalam botol plastik ukuran 50 mL dan disimpan di dalam coolbox untuk dibawa ke laboratorium atau bisa disimpan di dalam freezer dan akan dilakukan preparasi lebih lanjut untuk analisa kandungan DOC dan POC.

Analisis konsentrasi DOC dan POC dilakukan di laboratorium Ekologi Tumbuhan, Pusat Penelitian Biologi, LIPI. Persiapan sampel dilakukan sebelum analisis dimulai, sebanyak 5 gram sampel tanah ditimbang dan dimasukkan ke dalam gelas erlenmeyer 100 mL dan dituang 50 mL akuabides ke dalamnya, kemudian dishaker selama 2 jam dengan kecepatan 125 rpm. Campuran tanah dan akuabides disentrifus selama 10 menit dengan kecepatan 9500 rpm, bagian yang tidak mengendap dipisahkan dan diambil untuk difiltrasi dengan microfiber filter 0,45

µm untuk

analisis konsentrasi DOC dengan Total Organic Carbon (TOC) analyzer. Endapan yang

tidak terfiltrasi dan berada di filter dianalisis dengan metode gravimetric untuk

mengetahui konsentrasi POC di dalam sampel tersebut. Sampel air dari sungai

Cigeulung juga difiltrasi dengan microfiber filter 0,45 µm, selanjutnya dianalisis dengan

TOC analyzer untuk mengetahui konsentrasi DOC, sedangkan endapan yang tidak

terfiltrasi dan masih berada di filter dianalisis dengan metode gravimetrik untuk

menentukan konsentrasi POC dalam sampel air sungai tersebut [6].

Hasil

Data pH, konsentrasidissolved organic carbon (DOC), particulate organic carbon (POC)dankelembabantanah yang diperolehdari 20 subplot dapatdilihatpadaTabel 1 berikutini:

Tabel 1. pH, konsentrasi DOC, konsentrasi POC dankelembabantanah di masing-masing subplot yang disampling

No. Subplot Lokasi pH [DOC] mg L-1 POC mg/35 mL larutansampel Kelembaban (%) 1 A2 S 06o31'19.4" E 106o25'07.7" 5,6 9,264 0,0068 85 2 A4 S 06o31'19.1" E 106o25'07.5" 5,0 11,219 0,0074 70 3 A6 S 06o31'18.6" E 106o25'06.7" 4,4 12,850 0,0085 69 4 A8 S 06o31'18.3" E 106o25'05.9" 5,3 9,563 0,0067 50 5 A10 S 06o31'18.0" E 106o25'05.2" 5,2 9,662 0,0070 60 6 C2 S 06o31'20.3" E 106o25'07.6" 5,3 9,450 0,0066 68 7 C4 S 06o31'19.5" E 106o25'06.7" 4,8 12,320 0,0080 69 8 C6 S 06o31'19.4" E 106o25'06.3" 4,6 12,763 0,0083 60 9 C8 S 06o31'18.9" E 106o25'06.0" 5,0 10,986 0,0077 70 10 C10 S 06o31'18.6" E 106o25'05.3" 4,5 12,654 0,0084 75 11 E2 S 06o31'20.6" E 106o25'07.3" 5,2 9,354 0,0072 70 12 E4 S 06o31'20.3" E 106o25'06.6" 5,6 9,274 0,0064 70 13 E6 S 06o31'20.2" E 106o25'06.0" 5,5 9,145 0,0063 60 14 E8 S 06o31'20.0" E 5,4 9,120 0,0066 62

80 106o25'05.5" 15 E10 S 06o31'19.3" E 106o25'04.9" 5,2 9,702 0,0071 60 16 G2 S 06o31'20.9" E 106o25'06.8" 4,8 12,315 0,0081 80 17 G4 S 06o31'21.5" E 106o25'05.6" 5,1 9,853 0,0070 70 18 G6 S 06o31'20.5" E 106o25'06.0" 5,6 9,278 0,0063 68 19 G8 S 06o31'20.0" E 106o25'05.6" 4,8 12,380 0,0082 80 20 G10 S 06o31'20.2" E 106o25'04.2" 5,2 9,746 0,0072 80

Dari hasilpenelitiandapatdilihatbahwapH tanahdaritiap subplot yang telahdiukurberkisar 4,4 sampaidengan 5,6 yang menunjukkan pH tanahtergolong asamdenganderajatkelembaban yang cukuptinggi 50 sampai 85. Hasilanalisisdissolved organic carbon (DOC) maupunparticulate organic carbon (POC) menunjukkanbahwasemakinrendah pH tanahsemakinbesarkonsentrasi DOC, demikian pula sebaliknya, halini juga berlakuuntuk POC. Data hasil pengukuran pH dan EC di sungai Cigeulung serta hasil analisis konsentrasi DOC dan konsentrasi POC air sungai Cigeulung dapat dilihat di Tabel 2.

Tabel 2. pH,konsentrasi DOC, konsentrasi POC dan electrical conductivity (EC) sampel air sungai Cigeulung di tiga titik (Hulu: S 06o31'23.0" E 106o24'51.5", Tengah: S 06o31'24.2" E 106o24'49.9"dan Hilir: S 06o31'25.2" E 106o24'47.1") dengan tiga pengulangan

Lokasi pH pH ± SD [DOC] mg

L-1 DOC ± SD

POC mg/35 mL

sampel air POC ± SD

EC (µS/cm) EC± SD Hulu 5,2 5,17 ± 0,15 6,675 6,676 ± 0,004 0,0066 0,0066± 0,0001 63 65 ± 2 5,3 6,680 0,0065 65 5,0 6,672 0,0067 67 Tengah 5,9 5.67 ± 0,21 4,735 4,628 ± 0,103 0,0065 0,0064 ± 0,0001 72 76 ± 3,61 5,6 4,529 0,0065 79 5,5 4,620 0,0063 77 Hilir 6,5 6,53 ± 0,25 3,250 3,206 ± 0,088 0,0062 0,0062 ± 0,0001 126 124 ± 2,65 6,3 3,105 0,0060 121 6,8 3,263 0,0063 125

Dari hasil pengukuran pH air sungai Cigelung, terlihat bahwa air bersifat asam dengan pH berkisar 5 sampai 6. Konsentrasi DOC dan konsentrasi POC dari hulu ke hilir semakin menurun, sedangkan nilai EC semakin bertambah dari hulu ke hilir.

Pembahasan

Tanah di Cagar Alam dungus iwul tergolong tanah pH rendah dengan derajat kelembaban tanah tinggi. Padatanahasam (pH rendah), tanahdidominasioleh ion Al, Fe, danMn. Ion-ion iniakanmengikatunsurhara yang sangatdibutuhkantanaman, terutama unsur C (karbon), unsur nitrogen (N), unsur P (fosfor), K ( kalium), S (sulfur), Mg (magnesium) dan Mo (molibdenum). Kelembaban tanah yang tinggi sangat baik untuk pertumbuhan tanaman karena air sangat dibutuhkan dalam proses pertumbuhannya. Kelembaban tanah merupakan jumlah air yang ditahan di dalam tanah setelah kelebihan air dialirkan, apabila tanah memiliki kadar air yang tinggi maka kelebihan air tanah dikurangi melalui evaporasi, transpirasi dan transporair bawah tanah.Hubungan air, tanah dan tumbuhan tidak dapat dipisahkan, tanah menyimpan air yang dibutuhkan tumbuhan sedangkan air tanah merupakan salah satu sifat fisik yang berpengaruh terhadap pertumbuhankarena air mempunyai fungsi penyusun tubuh tumbuhan (70%-90%), pelarut dan medium reaksi biokimia, medium transpor senyawa, memberikan turgor bagi sel (penting untuk pembelahan sel dan pertumbuhan sel), bahan baku fotosintesis, serta menjaga suhu tumbuhan agar tetap konstan. Air yang dapat diserap tumbuhan adalah air yang berada

81

dalam pori-pori tanah di lapisan perakaran. Tumbuhan yang kekurangan air akan mengalami kekeringan, kekeringan terjadi jika kelembaban tanah sudah di bawah minimum di mana tanaman tersebut mampu bertahan (titik layu). Penyerapan air oleh tumbuhan dikendalikan oleh kebutuhan untuk transpirasi, kerapatan total panjang akar dan kandungan air tanah di lapisan jelajah akar tumbuhan.

Meningkatnya konsentrasi DOC dan konsentrasi POC pada pH tanah yang rendah disebabkan oleh sifatasamdariguguskarboksilat dari asam humat yang terkandung di dalamtanah yang

menyebabkanpelepasanorganikkarbondaritanahsemakinbesarbaikdalambentukterlarutmaupunpa rtikeldalamkondisiasamatau pH rendah. Sepeti halnya penelitian DOC di hutan gambut dan hutan kerangas Kalimantan Tengah (Sundari et al., 2012; Sundari, 2013; 2014), konsentrasi DOC lebih tinggi di hutan gambut daripada hutan kerangas, dengan pH tanah gambut lebih rendah daripada pH tanah kerangas. Sedangkan pH air sungai Cigeulung berkisar 5 sampai 6 yang mungkin saja disebabkan oleh nutrien maupun karbon yang tercuci atau leaching dari tanah oleh air hujan melalui air bawah tanah yang selanjutnya mengalir ke sungai yang dipengaruhi pula oleh aktifitas masyarakat sekitar Cagar Alam Dungus Iwul. Electrical conductivity (EC)menunjukkan banyaknya ion-ion logam yang terlarut di dalam air sungai Cigeulung.Besarnya nilai EC yang semakin meningkat dari hulu, tengah dan hilir yang nilainya lebih dari 100µS/cm, kemungkinan besar air yang di hilir sudah bercampur dengan air yang berasal dari aktifitas masyarakat sekitar CA Dungus Iwul. Air yang di hulu maupun yang di tengah masih dekat dengan Cagar Alam Dungus Iwul dan dekatdenganmata air, kemungkinan besar belum banyak terkontaminasi dengan aktivitas masyarakat sekitar. Hal tersebut ditujukkan juga dengan nilai konsentrasi DOC dan konsentrasi POC yang menurun dari hulu, tengah dan hilir walaupunpenurunan POC darihulukehilirtidaksebesar DOC. Halinidisebabkan pengikatan DOC olehlogam-logam yang terusbertambahdaribagiantengahkehilir yang ditunjukkan pula olehsemakinmeningkatnya EC dan pH air sungai di bagianhilir.

Kelembaban tanah yang tinggi dan pH tanah cukup rendah menunjukkan bahwa tanah Cagar Alam Dungus Iwul bersifat asam dengan kelembaban yang sangat baik untuk pertumbuhan tanaman terutama spesies dominan yang berada di sana, sedangkan untuk peningkatan konsentrasi karbon terlarutdalam bentuk DOC maupun POC dari tanah ditunjukkandengansemakinrendahnya pH tanah. DOC dan POC di sungai Cigelung semakinmenurundenganbertambahnyaEC dan pH air sungai darihulukehilir. Selanjutnya perlu dilakukan penelitian tentang logam-logam dari tanah dan air sungai Cigeulung yang berperan dalam pertumbuhan tanaman di Cagar Alam Dungus Iwul dan sekitarnya.

Ucapan Terima Kasih

DIPA Puslit Biologi tahun 2015, Dr. Laode Alhamd, Ir. Rudi Polosakan, Dra. Inge Larashati, M.Si, Septiani Dian Arimukti, S.Hut, Supardi Jakalalana, Heru Hartantri, Syarif Hidayatullah, Kepala BKSDA Kabupaten Bogor dan Bandung.

DaftarPustaka

[1] Novriyanti, W.M. Riani, R. Simanjuntak, Yulizar, P.I. Bumbut, dan Wakidi. 2013. Kajian nilai konservasi tinggi pada Cagar Alam Dungus Iwul di Wirajaya, Jasinga. http:// bbksda-jabar.dephut.go.id/?q=kawasan/dungusiwul. Diakses 22 Mei 2016.

[2] Susanti, S. 2014. Potensi tumbuhan berguna di Cagar Alam Dungus Iwul Bogor Jawa Barat. Skripsi. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

[3] Moore, S., V. Gauci, C.D. Evans, and S.E. Page. 2011. Fluvial organic carbon losses from a Bornean blackwater river. Biogeoscience, 8: 901-909 pp.

[4] Billet, M.F., S.M. Palmer, D. Hope, C. Deacon, R. Storeton-West, K.J. Hargreaves, C. Flechard, and D. Fowler. 2004. Linking land-atmosphere-stream carbon fluxes in a lowland peatland system. Global Biogeochemical Cycles, 18: 1-12 pp.

82

[5] Moore, S., V. Gauci, C.D. Evans, and S.E. Page. 2011. Fluvial organic carbon losses from a Bornean blackwater river. Biogeoscience, 8: 901-909 pp.

[6] Nuriman, M. 2015. Karbon organik terlarut dan partikulat pada air saluran dan air tanah gambut Rasau Jaya Kalimantan Barat. Tesis. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

83 EK-11

Potensi Budidaya Lebah Tetragonula spp. di Desa

Nanggewer, Kecamatan Pagerageung, Kabupaten

Tasikmalaya

Erniwati1, a) danSih Kahono1 1

Laboratorium Ekologi Hewan, Pusat Penelitian Biologi-LIPI Jl. Raya Jakarta-Bogor Km. 46 CSC, Cibinong, Bogor

a)

ernirnwt@gmail.com

Abstrak. Ternak lebah dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat karena

mendatangkan kesempatan kerja, bernilai ekonomi dan memperbaiki gizi masyarakat. Ternak lebah yang umum dikenal adalah lebah madu import Apis mellifera dan lokal A. cerana, namun berbagai kerusakan dan perubahan lingkungan, hama dan penyakit serta perubahan iklim menyebabkan penurunan hasil madunya. Banyak jenis-jenis lebah lokal yang menghasilkan madu dari kelompok non Apis yaitu lebah tanpa sengat (stingless bees) namun belum dikembangkan potensinya. Lebah tanpa sengat menjadi pilihan dikembangkan karena aman penanganannya, teknologi ternaknya sederhana, bahannya murah, memproduksi madu obat, dan dapat digunakan untuk penyerbukan tanaman pertanian. Jenis-jenis lebah tanpa sengat genus Tetragonula spp. dipilih untuk dikembangkan karena memiliki habitat di dalam dan sekitar perumahan. Studi potensi budidaya lebah Tetragonula spp. dilakukan di desa Nanggewer, kecamatan Pagerageung, kabupaten Tasikmalaya pada ketinggian 550-600 m dpl. Daerah Nanggewer memiliki lingkungan tumbuhan hijau yang kaya pakan lebah dan landscape perbukitan cocok untuk ternak lebah. Penelitian dilakukan dari bulan Juni sampai Nopember 2015. Keanekaragaman lebah tanpa sengat yang ditemukan di desa Nanggewer adalah Tetragonula laeviceps, T. moorei, dan Tetragonula sp1. Jenis lebah yang diamati perkembangannya adalah T. laeviceps menunjukkan persentase koloni yang berkembang cukup tinggi. Jenis-jenis hama yang ditemukan tidak menimbulkan permasalahan yang serius. Selama pengamatan terlihat adanya perubahan cukup tinggi dari minat masyarakat beternak lebah tanpa sengat.

Kata kunci: budidaya lebah tidak bersengat, Tetragonula spp., Tasikmalaya

Abstract. Beekeeping can improve the welfare of the community because it brings

employment opportunities, increase economic value and improve public nutrition. Beekeeping is well known in an introduced honey bee Apis mellifera and local one A. cerana, however because of damages and environmental changes, pests and diseases and climate change led to decrease in the honey production. Many local species of bees that produce honey and propolis from non Apis bees, ie stingless bees but it is not yet developed. Stingless bee is a good option to develop the beekeeping in Indonesia because it is easy to safe to handling, simple livestock technology, cheap materials, producing medicinal honey, and it can be used for pollination of agricultural crops. Tetragonula spp. have to be developed because it has the same habitat to human. The study of potency of the bee Tetragonula spp. was done at a village of Nanggewer, district Pagerageung, city of Tasikmalaya at the altitude of 550-600 m above sea level. The study was conducted

84

from June to November 2015. Nanggewer area has a rich environmental of green plants as feed of bees and a hilly landscape that is suitable for beekeeping. The study of diversity of stingless bees in the village Nanggewer found three species of Tetragonula laeviceps, T. moorei, and Tetragonula sp1. The colinies of Tetragonula spp. showed quite high development. The pests of the bees did not pose any serious problem to the beekeeping. Public interest of the people to stingless beekeeping of the village of Nanggewer has very much developed.

Keywords: stingless bees, Tetragonula spp., Tasikmalaya

Pendahuluan

Lebah merupakan kelompok serangga yang bermanfat bagi manusia dan lingkungan hidup karena menghasilkan produk perlebahan misalnya madu dan propolis dan memberi jasa penyerbukan bagi bunga [1][2]. Beberapa jenis lebah telah diternakkan dan sangat populer yaitu lebah madu Apis mellifera dan A. cerana. Kondisi kedua jenis ternak lebah tersebut pada saat ini sedang mengalami banyak permasalahan karena berkurangnya bunga sumber pakan lebah yang disebabkan oleh kerusakan dan menyempitnya habitat, perubahan iklim, hama dan penyakit [3]. Ternak lebah madu tidak bisa menjadi andalan utama sebagai produsen madu nasional. Walaupun Indonesia sangat kaya sumberdaya jenis lebah yang mampu sebagai produsen madu dan propolis, namun sampai saat ini Indonesia masih banyak mengimport produk-produk perlebahan dari luar negeri.

Keanekaragaman jenis-jenis lebah penghasil madu, polen dan propolis di nusantara belum dimanfaatkan secara optimal, terutama dari kelompok lebah tanpa sengat subfamili Meliponinae (stingless bees) dengan nama sunda teuweul dan jawa klanceng. Lebah ini memiliki kelebihan dari lebah madu (Apis spp.) karena mampu beradaptasi pada perubahan alam, dapat bertahan pada lingkungan sumber pakan yang terbatas, mudah diternakkan, aman dan murah biaya ternaknya. Lebah ini dikenal sebagai penghasil madu dan propolis yang berkhasiat melebihi madu pada umumnya, sehingga madunya dikenal sebagai madu obat (medicinal honey) [4] dan propolisnya mengandung senyawa anti mikroba, anti jamur dan anti cendawan [5].

Lebah tanpa sengat dapat dimanfaatkan sebagai agen penyerbuk bagi berbagai spesies tanaman pertanian di Indonesia [6][7][8][9]. Produksi tanaman pertanian yang telah dicapai melalui program panca usaha tani masih bisa ditingkatkan lagi dengan memanfaatkan penyerbuk [10]. Oleh karena lebah ini memiliki banyak potensi ekonomi dan lingkungan sehingga perlu disosialisaikan dan dikembangkan kepada masyarakat. Melalui program biovillage Lembaga Pengetahuan Indonesia telah memperkenalkan model perlebahan MPLIPI dengan mengembangkan jenis lebah lokal yang aman, murah, mudah, dan organik yang diimplementasikan kepada masyarakat [3]. Model yang memberdayakan sumber daya pakan yang telah ada sebagai tempat untuk berternak lebah. Lingkungan di Desa Nanggewer, Kecamatan Pagerageung, Kabupaten Tasikmalaya memiliki potensi sumber daya pakan lebah yang dapat diberdayakan untuk ternak lebah tanpa sengat. Potensi lingkungan di daerah ini sebagai kunci keberhasilan ternak lebah tanpa sengat, oleh karenanya pengungkapan sumberdaya keanekaragaman jenis lebah tanpa sengat, sumber pakan lebah, dan kondisi lingkungan lainnya amat diperlukan untuk pengembangan peternakannya. Pengetahuan tentang hama dan musuh alami diperlukan untuk mengembangkan strategi perlindungan ternak lebah tanpa sengat. Potensi suatu daerah untuk dapat dikembangkan lebah tanpa sengat juga dapat dilihat dari perkembangan koloni-koloni lebah yang berada pada lingkungan tersebut serta minat masyarakat untuk mengembangkannya.

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari potensi kawasan Desa Nanggewer, Kecamatan Pagerageung, Kabupaten Tasikmalaya untuk mengembangkan ternak lebah tanpa sengat.

85

Bahan dan Metode Lokasi dan Waktu

Pengamatan dilakukan di Desa Nanggewer, Kecamatan Pagerageung, Kabupaten Tasikmalaya, Propinsi Jawa Barat, dengan ketinggian daerah rata-rata 650 m dpl. Penelitian dilakukan mulai bulan Juni sampai Nopember 2015.

Alat dan Bahan

Lebah yang diamati keanekaragamannya adalah seluruh spesies yang termasuk dalam kelompok stingless bees yang secara alami berada di alam dalam wilayah desa Nanggewer, desa Pageurageung, kecamatan kabupaten Tasikmalaya. Koloni yang dipakai untuk pengamatan perkembangan ekologi adalah koloni Tetragonula spp. yang berasal dari alam yang dikoleksi masih berada dalam bambu dari beberapa daerah di Lebak, Pasuruan, dan yang ada di lokasi pengamatan. Koloni lebah Tetragonula spp. yang diteliti perkembangannya adalah koloni yang dikoleksi yang masih dalam bambu (Gambar 1 kiri) yang dipindahkan ke dalam kotak kayu eksperimen dari bahan sono keling (kotak tipe MPLIPI) dengan ukuran kotak panjang x lebar x tinggi yaitu 30 x 25 x 15 cm, di bawah tutup kotak dibatasi plastik transparan yang digunakan untuk pengamatan perkembangan koloninya (Gambar 1 kanan).

Gambar 1. Sarang dalam bambu (kiri) dan kotak model MPLIPI (kanan)

Pemindahan koloni dari sarang lama (bambu) ke kotak kayu sono keling baru yang berukuran tipe MPLIPI. Setelah koloni dipindahkan ke dalam kotak tipe MPLIPI, kemudian sarang ditutup dengan plastik bening yang akhirnya ditutup dengan penutup plastik di bawah kayu penutupnya.

Observasi Potensi Desa dan Tumbuhan Pakan Lebah

Kondisi landscape desa Nanggewer diamati secara kualitatif dan dicatat faktor-faktor lingkungan yang mendukung budidaya perlebahan. Dicatat beberapa tumbuhan liar dan