• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strobilanthes crispus Bl. Dalam Pengendalian Nyamuk Aedes aegypti Vektor Penyakit Demam Berdarah Dengue

2.4. Daya hambat ekstrak metanol batangS. crispus Bl

Daya hambat ekstrak metanol batang S. crispus Bl. terhadap perkembangan larva nyamuk Ae. aegypti L yang berhasil berkembang menjadi pupa hingga dewasa dapat dilihat pada hasil analisis varian, terdapat perbedaan yang nyata antar konsentrasi dalam mempengaruhi perkembangan larva menjadi pupa dan larva menjadi dewasa, sehingga dilakukan uji lanjutan jarak berganda duncan (Tabel.5).

188

Tabel 5. Pengaruh ekstrak metanol batang S. crispus Bl. dan taraf konsentrasi terhadap rata-rata persentase larva Ae. aegypti L. yang menjadi pupa dan larva Ae. aegypti L. yang menjadi dewasa.

Konsentrasi (ppm) Perkembangan larva-pupa (%) Perkembangan larva-dewasa (%)

0 100 a 100 a 320 96,67 ab 90 ab 420 93,33 ab 83,33 abc 560 86,67 ab 73,33 bc 750 80 b 66,67 cd 1.000 56,67 c 53,33 d

Keterangan : Huruf kecil yang sama ke arah kolom menunjukkan tidak beda nyata

Berdasarkan Tabel.5. dapat terlihat bahwa semakin tinggi konsentrasi, maka perkembangan larva menjadi pupa semakin terhambat. Perlakuan ekstrak batang S. crispus Bl. terhadap perkembangan larva menjadi pupa pada konsentrasi 320 ppm, 420 ppm dan 560 ppm memberikan hasil yang tidak berbeda nyata dengan kontrol., tetapi pada konsentrasi 750 ppm dan 1.000 ppm menunjukkan hasil yang berbeda nyata dengan kontrol. Pada perlakuan ekstrak batang S. crispus Bl. terhadap perkembangan larva menjadi dewasa pada konsentrasi 560 ppm, 750 ppm dan 1.000 ppm memberikan hasil yang berbeda nyata dengan kontrol. Penggunaan larvasida secara praktis untuk membasmi larva nyamuk Ae. aegypti L. harus mencapai daya hambat 100%, artinya semua larva nyamuk tidak dapat berkembang menjadi dewasa. Tabel.5 nampak bahwa nilai rata-rata persentase larva yang berkembang menjadi dewasa dari tiap konsentrasi bila dibandingkan dengan kontrol (100%) memiliki daya hambat masing-masing sebesar 10%, 16,67%, 26,67%, 33,33%, dan 46,67%.

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

Ekstrak metanol masing-masing batang tumbuhan uji yang memiliki nilai toksisitas yang paling tinggi adalah B. muricata Bl. dengan waktu pendedahan 24 jam adalah sebesar 1.617,4ppm dan waktu pendedahan 48 jam adalah 1.456,7ppm.

Ekstrak metanol batang B. Muricata Bl. menunjukkan persentase daya hambat kurang dari 40%; M. affine D.Don. menunjukkan persentase daya hambat kurang dari 43,33%; M. phylippica L. menunjukkan persentase daya hambat kurang dari 30%; sedangkan S. crispus Bl. menunjukkan persentase daya hambat kurang dari 46,67%.

Pembahasan

Hasil uji LC50 dari ekstrak metanol batang B. muricata Bl., M. affine D. Don., M. phylippica L. dan S. crispus Bl. terhadap larva nyamuk Ae. aegypti L. memberikan gambaran bahwa masing-masing ekstrak memiliki toksisitas terhadap larva nyamuk Ae. aegypti L. Hal ini dimungkinkan karena berhubungan dengan kandungan senyawa aktif insektisida yang terdapat didalam masing-masing ekstrak batang. Senyawa-senyawa dari masing-masing ekstrak batang tumbuhan uji dapat masuk ke dalam larva Ae. aegypti L. dimungkinkan secara kontak langsung, yaitu senyawa masuk dan terserap melalui permukaan tubuh larva [12]. Adapun senyawa-senyawa yang terkandung pada masing-masing batang, yaitu pada ekstrak batang B. muricata Bl. memiliki kandungan metabolit sekunder yang berasal dari golongan alkaloid (begonin) [13]. S. crispus Bl. mengandung saponin, flavonoid, alkaloid, sterol, glikosida, tanin dan golongan terpen. M. affine D.Don. memiliki kandungan senyawa saponin, flavonoid dan tanin. M. phylippica L. mengandung senyawa saponin dan flavonoid [13][14]. Senyawa-senyawa yang terdapat pada masing-masing ekstrak batang yang berpotensi membunuh larva secara langsung yaitu saponin, alkaloid dan golongan terpen. Saponin adalah senyawa metabolit sekunder yang paling umum didapatkan pada hampir seluruh jenis tanaman dan merupakan senyawa yang bersifat insektisidal [8]. Golongan terpen mempunyai efek racun dan efek penolakan terhadap serangga [10]. Alkaloid juga merupakan senyawa metabolit sekunder yang bersifat toksik untuk hewan ataupun serangga [8]. Berdasarkan hasil pengamatan, larva yang telah diberikan perlakuan menunjukkan gejala-gejala seperti gerakan larva yang naik turun secara tidak beraturan (gejala eksitasi). Setelah selang beberapa waktu sampai selesainya waktu percobaan terlihat adanya gerakan konvulsi yang akhirnya larva tidak bergerak atau mati. Kematian larva uji ditandai dengan tidak bergeraknya larva uji, tubuhnya menghitam atau memutih, membujur kaku atau bengkok, dan bahkan ada beberapa bagian kepala maupun badannya hancur. Gejala-gejala seperti eksitasi dan konvulsi,

189

tidak ditemukan pada kelompok kontrol dimana larva bergerak teratur naik untuk beristirahat pada permukaan dan kemudian turun.

Pada penelitian ini, dilakukan uji toksisitas dan uji daya hambat. Dalam uji toksisitas digunakan konsentrasi yang dapat membunuh larva nyamuk Ae. aegypti L., cara ini sangat efektif akan tetapi dapat menyebabkan larva menjadi resisten. Sedangkan uji daya hambat lebih bersifat mengendalikan populasi larva nyamuk Ae. aegypti L., oleh karena itu digunakan konsentrasi yang lebih rendah daripada uji toksisitas.

Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan, perkembangan larva menjadi pupa hingga dewasa yang telah diberi perlakuan oleh masing-masing ekstrak batang tumbuhan uji tidak berbeda jauh dengan perkembangan larva menjadi pupa hingga dewasa pada kontrol. Hanya sebagian kecil dari larva yang terhambat perkembangannya menjadi pupa hingga dewasa. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan masing-masing ekstrak batang tumbuhan uji memiliki daya hambat kurang dari 50%. Konsentrasi yang digunakan pada penelitian ini lebih baik dinaikkan agar mendapatkan daya hambat 100%. Perkembangan larva menjadi nyamuk dewasa terjadi melalui proses metamorfosis, yang dikendalikan oleh hormon ekdison dan hormon juvenil. Hormon ekdison mengakibatkan pergantian kulit dari larva ke pupa. Hormon juvenil berfungsi mempertahankan fase larva pada metamorfosis.

Senyawa aktif yang terdapat dalam masing-masing ekstrak batang tumbuhan uji mengalami kontak langsung dengan permukaan tubuh larva, diduga senyawa aktif tersebut bersifat tidak langsung membunuh tetapi mempengaruhi korpora alata untuk mensekresi hormon juvenil lebih banyak pada larva, sehingga menekan hormon ekdison untuk tidak melakukan proses pergantian kulit menjadi tahap larva berikutnya, maka akan menghambat proses metamorfosis.

Senyawa-senyawa aktif yang terkandung dalam masing-masing ekstrak batang yang mungkin menghambat perkembangan larva nyamuk Ae. aegypti L. yaitu alkaloid, terpen, tanin, dan flavonoid. Alkaloid berfungsi sebagai antifidan, mencegah serangan dari hewan atau serangga pengganggu serta melindungi tanaman dari serangga perusak dengan cara membunuh predator tersebut [8]. Beberapa peneliti menyatakan bahwa fungsi senyawa terpen dalam tumbuhan yaitu dapat digunakan sebagai antifidan dan dapat bekerja sebagai insektisida atau bersifat toksik terhadap hewan lainnya [15]. Tanin merupakan senyawa yang memiliki kandungan metabolit sekunder yang berfungsi sebagai repellent serangga serta dapat menyebabkan efek antifidan pada serangga tersebut [8].

Ekstrak-ekstrak yang digunakan telah diteliti mengandung senyawa-senyawa metabolit sekunder. Pada ekstrak batang B. muricata Bl. memiliki kandungan metabolit sekunder yang berasal dari golongan alkaloid (begonin) [13]. S. crispus Bl. mengandung saponin, flavonoid, alkaloid, sterol, glikosida, tanin dan golongan terpen. M. affine D.Don. memiliki kandungan senyawa saponin, flavonoid dan tanin. M. phylippica L. mengandung senyawa saponin, flavonoida dan tanin [13][14].

Daftar Pustaka

[1] Soegijanto,S. 2003. Demam Berdarah Dengue, Tinjauan dan Temuan Baru di Era 2003.

[2] Fathi, S.K., Chatarine U.W. 2005. Peranan Faktor Lingkungan dan Perilaku Terhadap Penularan Demam Berdarah Dengue di Kota Mataram. Universitas Airlangga.

[3] Boesri, H., Boewono D.T. 2008. Perbandingan kematian nyamuk Aedes aegypti dan Culex quinquefasciatus pada pengasapan (Thermal Fogging) dan pengabutan (ULV) dengan insektisida Gokilaht-S-50 EC (d-d-trans-cyphenothrin 50 g/l). Media Litban Kesehatan XVIII (4):226-234.

[4] Munif, A.2007. Pengaruh B. thuringiensis H-14 Formula tepung pada berbagai instar larva Aedes aegypti di laboratorium. Cermin Dunia Kedokteran 119(8): 14-17.

[5] Gafur A., Cruz M., Muthu C., Vincent S. 2006. Larvasidal and Knockdown Effectof Some Essential Oils Againt Culex quinquefasciatus, Aedes aegypti (L)and Anopheles stephensi (Liston). Advances in Bioscience andBiotechnologi. Vol(3) : 885-862.

[6] Direktorat Bina Perlindungan Tanaman Perkebunan [DBPTP] dan Direktorat Jenderal Perkebunan [Ditjenbun]. 1994. Upaya Pemanfaatan Pestisida Nabati dalam Rangka Penerapan Sistem Pengendalian Hama Terpadu.

[7] Hamid, A., Y. Nuryani. 1992. Kumpulan Abstrak Seminar dan Lokakarya Nasional Etnobotani, Bogor. P.1. Dalam S. Riyadi, A. Kuncoro, dan A.D.P. Utami. Tumbuhan Beracun. Malang: Balittas.

190

[8] Vickery, M. L. & Brian. 1981. Secondary Plant Metabolism. University Park Press, London. [9] Sjostrom, E. 1993. Kimia Kayu Dasar-dasar dan Penggunaan.Gadjah Mada University Press.

Yogyakarta.

[10] Robinson, T. 1991. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Penerbit ITB. Bandung.

[11] De Padua, L.S., Bunyapraphatsara, N., & Lemmens, R. H. M., 1999, Medicinal andPoisonous Plants I, Bogor: Prosea.

[12] Kardinan, A. 1999. Perstisida Nabati Ramuan & Aplikasinya. PT. Penebar Swadaya. Jakarta. [13] Wijayakusuma, M. H. 2000. Ensiklopedia Milenium Tumbuhan Berkhasiat Obat Indonesia.

Prestasi Insan Indonesia. Jakarta.

[14] Dalimartha, S. 2002.Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. Jilid 1 & 2. Trubus Agriwidya, Jakarta. [15] Schmutterer, H. 1990. Properties and potential of natural pesticides from the neem tree,

191 FT-27

Talas(Colocasia esculenta) Terhadap PenyembuhanLuka

Biopsi Pada Kulit Mencit (Mus musculus)

Fatmawati1,a), Astuti Kusumorini1, Ucu Julita1 1

Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati

a)

fatmawatiajach@yahoo.com

Abstrak. Talas (Colocasia esculenta), merupakan tanaman umbi-umbian sumber karbohidrat

yang banyak digemari masyarakat. Daun Colocasiaesculenta mengandung senyawa fenol, tannin, saponin, steroid, quinon, selulosa, terpenoid, glikosida dan alkaloid. Dimasyarakat talas dapat digunakan sebagai obat untuk menyembuhkan luka ringan, luka bakar dan pendarahan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas ekstrak daun talas terhadap penurunan diameter luka biopsi pada mencit secara in vivo. Ekstraksi dilakukan dengan menggunakan metode maserasi dengan pelarut etanol yang dipekatkan menggunakan vaccum rotary evaporator. Dari 500 gram serbuk daun talas, diperoleh 27,9 gram ekstrak kental dengan rendemen 5,58%. Ekstrak kental dengan berbagai variasi dosis 15 %, 25 %, dan 35 % diberikan secara topikal pada mencit jantan yang telah mengalami luka biopsi.Sebagai kontrol negatif digunakan akuades, sedangkan kontrol positif digunakan Vitamin E. Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental murni menggunakan percobaan rancangan acak lengkap dengan analisis data pola dua arah (Two way anova). Data yang diperoleh selanjutnya digunakan untuk mencari rata-rata penurunan diameter luka selama 21 hari pengamatan. Distribusi data dianalisis dengan uji Kolmogorov-Smirnov, homogenitas data dianalisis dengan uji Levene, dilanjutkan ANOVA satu arah dan uji Duncan dengan taraf kepercayaan 95%. Hasil penelitian makroskopik menunjukkan bahwa antara pemberian EDT pada dosis 15%, 25% dan 35% dengan kelompok Vitamin E (kontrol positif) selama 21 hari pengamatan menunjukan nilai yang tidak signifikan tetapi menunjukan nilai yang signifikan terhadap akuades (kontrol negatif). Pengamatan makroskopis EDT 35% pada hari ke-7 keropeng sudah hampir lepas, sedangkan untuk kelompok KP,KN, EDT 15 dan EDT 25% baru terdapat keropeng pada hari ke-7.

Kata Kunci : Colocasia esculenta, diameter luka, luka biopsi.

Abstract. Taro (Colocasia esculenta), is a plant tubers source of carbohydrates that

much-loved community. Leaves Colocasia esculenta contains phenolic compounds, tannins, saponins, steroids, quinone, cellulose, terpenoids, glycosides and alkaloids. Community taro can be used as a medicine to cure minor wounds, burns and bleeding. This study aimed to determine the effectiveness of the taro leaf extract diameter reduction biopsy wounds in mice in vivo. Extraction is done by using the method of maceration using ethanol concentrated using a vacuum rotary evaporator. 500 grams of taro leaf powder, obtained 27.9 grams of viscous extract with a yield of 5.58%. Extract thick with various dose of 15%, 25%, and 35% administered topically in male mice that have undergone a biopsy wound. As a negative control used distilled water, while the positive control used vitamin E. This research includes studies using pure experimental trial completely randomized design with two-way analysis of data patterns (Two way ANOVA). The data were then used to find the average reduction in wound diameter during the 21 days of observation. Distribution data is analyzed by Kolmogorov-Smirnov test, homogeneity test data is analyzed by Levene, followed by one-way ANOVA and Duncan test with 95% confidence level. Macroscopic research results show that the

192

administration of EDT at a dose of 15%, 25% and 35% with Vitamin E group (positive control) for 21 days of observation showed no significant value but shows significant value to distilled water (negative control). Macroscopic observation EDT 35% on the 7th day was almost scab off, while for group KP, KN, EDT EDT 25% 15 and there are only a scab on the 7th day. Keywords:Colocasia esculenta, the diameter of the wound, the wound biopsy.

Pendahuluan

Salah satu survei yang dilakukan oleh WHO (World Health Organization) bahwa lebih dari 80% dari populasi dunia masih bergantung pada obat tradisional untuk berbagai jenis penyakit. Di Negara-negara maju kurang lebih 25% obat-obatan medis didasarkan pada tanaman dan turunannya [1].

Penggunaan obat tradisional di Indonesia merupakan bagian dari budaya bangsa dan banyak dimanfaatkan masyarakat sejak berabad-abad yang lalu, namun demikian pada umumnya efektivitas dan keamanannya belum sepenuhnya didukung oleh penelitian yang memadai. Mengingat hal tersebut dan menyadari bahwa Indonesia sebagai mega-center tanaman obat di dunia, maka perlu disusun suatu kebijakan obat tradisional nasional yang dapat menjadi acuan semua pihak yang terkait didalamnya [2].

Pemberian obat luka biasa dilakukan secara empiris, yaitu dengan memanfaatkan sumberdaya alam seperti tumbuh-tumbuhan. Tumbuhan yang dapat digunakan sebagai obat luka salah satu diantaranya adalah talas (Colocasia esculenta (L.) Schott). Talas digunakan oleh masyarakat untuk menyembuhkan luka ringan, luka bakar hingga pendarahan [3]. Beberapa hasil penelitian melaporkan talas mengandung senyawa aktif berupa fenolik, tanin, flavonoid, saponin hingga selulosa yang berperan sebagai antioksidan, antiseptik, antibakteri dan antiinflamasi [4][5][6][7][8].

Talas (C. esculenta ( L.) Schott), merupakan tanaman umbi-umbian sumber karbohidrat yang banyak digemari masyarakat.Talas bogor, talas semir dan bentuk kandungan protein kasar berat kering daun adalah 4,24-6,99% sedangkan umbinya sekitar 0,54-3,55%.Di beberapa negara dikenal dengan nama lain, seperti: Abalong (Philipina), Taioba (Brazil), Arvi (India), Keladi (Malaya), Satoimo (Japan), Tayoba (Spanyol) dan Yu-tao (China) [9].

Kandungan Kimia

Daun C. esculenta (L.) Schott mengandung senyawa fenol, tannin, saponin, steroid, quinon, selulosa, terpenoid, glikosida dan alkaloid [10],kandungan tersebut sesuai dengan penelitian Khairany dkk.[11] mengandung senyawa alkaloid, flavonoid, tannin, steroid dan saponin.Tangkai C. esculenta (L.) Schott mengandung metabolit sekunder berupa alkaloid, flavonoid, tannin, saponin, steroid dan terpenoid [12]. Tujuan dari penelitian ini Untuk mengetahui efektifitas dari ekstrak daun talas (C. esculenta(L.)Schott) dapat mengurangi diameter luka dan mempersingkat penyembuhan luka pada mencit (Mus muscullus) jantan.

Metodologi Penelitian Alat

Peralatan yang digunakan pada penelitian ini yaitu batang pengaduk, cawan penguap, erlenmeyer, gelas ukur, kandang, penangas air, pencukur bulu, penggaris, rotary evaporator, timbangan analitik, mikroskop, pinset, pipet tetes, pisau, kamera, pinset, soklet, dan cawan petri.

Bahan

Bahan yang digunakan adalah vaselin album, chloroform, daun talas, Nature E, aluminium foil, kertas saring, label, mencit , etanol 96%, kapas, sarung tangan, masker, dan aquades.

Hewan percobaan yang digunakan adalah mencit (Mus musculus) berumur 2-3 bulan dengan berat 20-30 g berjumlah 60 ekor dan sehat. Mencit diperoleh dari Jurusan Biologi Institut Teknologi Bandung.

Metode

Metode penelitian ini yang digunakan adalah metode eksperimental di labolatorium dengan tahapan sebagai berikut :

1. Ekstraksi menggunakan pelarut etanol dengan metode maserasi. 2. Pemeriksaan parameter ekstrak, meliputi rendemen ekstrak.

193 3. Pengamatan patologi anatomi (PA)

- Pengamatan perubahan luka

Parameter yang diamati adalah adanya pembekuan darah, terbentuknya keropeng dan penutupan luka.

- Perhitungan diameter luka biopsi

Pengamatan secara patologi anatomi dilakukan pada hari ke- 1, 3, 7, 14 dan 21.

Hasil

Ekstrak Daun Talas C. esculenta (L.) Schott

Gambar1 Ekstrak etanol Daun Talas Keterangan : (a) Ekstrak Daun Talas 15%

(b) Ekstrak Daun Talas 25% (c) Ekstrak Daun Talas 35%

Keterangan : d1: diameter ke-1 d2 : diameter ke-2 dr: luka hari ke-0 r: rata-rata ukuran luka