• Tidak ada hasil yang ditemukan

Inge Larashati Subro

Peneliti Pusat Penelitian Biologi - LIPI Jalan Raya Jakarta - Bogor, Bogor Km 46 Cibinong

ingels@ymail.com

Abstrak. Diplazium esculentum (Retz.) Sw termasuk ke dalam suku Athyriaceae

memiliki habitat di daerah yang basah dan tergenang seperti tanah rawa-rawa dan hutan belukar. Tumbuhan tersebut banyak dijumpai di daerah datar atau berpasir dekat tepi sungai. Tumbuhan ini mudah berkembang penyebaran melalui spora. Butir-butir spora yang sangat halus akan berterbangan dan jatuh menempel pada tanah atau benda lain maka kemudian spora akan cepat tumbuh bertunas. Akar timpang yang kuat dan sering tumbuh keluar dari tanah, di ujung tumbuh daun muda satu sama lain saling berdekatan. Tanaman ini memiliki banyak manfaat pucuk muda daunnya dapat digunakan sebagai bahan masakan yang cukup lezat. Dengan maraknya kerusakan hutan jenis-jenis tumbuhan berpotensi dikhawatirkan akan hilang dan tidak sempat terdata. Penelitian ini bertujuan untuk mendata dan mengungkap keanekaragaman tumbuhan bawah yang berpotensi ekologis maupun sebagai bahan pangan dan obat-obatan.Pengumpulan data dilakukan dengan metoda eksploratif, observasi lapangan untuk menentukan lokasi penelitian kemudian pada lokasi yang terpilih dibuat petak kuadrat dengan luas 1 hektar. Seluruh tumbuhan yang berhasil dikoleksi kemudian dibuat herbariumnya. Pembuatan herbarium dilakukan agar koleksi tidak cepat rusak. Berdasarkan hasil identifikasi dan analisis data diketahui jenis – jenis yang berpotensi antara lain Diplazium esculentum dengan nilai penutupan (DR = 6,55).

Kata kunci: Tumbuhan berpotensi,Diplazium esculentum, Hutan Taman Nasional Gunung Halimun Salak, Jawa Barat

Abstract. Diplazium esculentum (Retz.) Swartz. belongs to the Athyriaceae family ,

inhabit the wet and waterlogged areas, such as peat soils, fresh water and woods. Plants are often found in wetlands that have a peat soil structure. This plant is easy to expand the spread by spores. Beads of very fine spores will fly and fall off the ground or any other object then then the spores will germinate and grow quickly easily cover a fairly wide area. This plant has many benefits, shoots leaves can be used as food ingredients are quite tasty. With the rampant destruction of forests, plant species feared to be lost and did not get recorded. This study aims to asses and reveal the lower plant diversity, ecological potential, as well as food and medicine. The data collection is done by the method of exploratory, field observations to determine the location of the study and then at selected sites, made plots with an area of 1 hectare squares. The whole plant is successfully collected then made the herbarium. Making herbarium is done so that collection is not quickly broken. Based on identification and analysis of the data, the known of the potential type such as Diplazium esculentum with coverage values (DR = 6,55).

123

Keywords: Potential Plants; Diplazium esculentum ; Forest of Halimun Salak Mountain Salak National Park, West Java

Pendahuluan

Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) merupakan perwakilan tipe ekosistem hutan hujan dataran rendah, hutan sub-montana dan hutan montana di Jawa. Hampir seluruh hutan di taman nasional ini berada di dataran pegunungan dengan beberapa sungai dan air terjun, yang merupakan perlindungan fungsi hidrologis di Kabupaten Bogor, Lebak, dan Sukabumi [1]. Berdasarkan letak geografis Gunung Salak terletak dalam satu kesatuan hamparan dengan Gunung Halimun .Taman Nasional Gunung Salak (TNGHS) merupakan kawasan konservasi yang terbesar di Pulau Jawa berdasarkan klasifikasi citra satelit pada tahun 1990 sampai dengan tahun 2001 kawasan hutan yang terletak pada koridor TNGHS telah terdegradasi seluas 347.523 hektar(52,14%) [2]. Kawasan hutan yang mengalami degradasi mengakibatkan hilangnya keanekaragaman hayati. Para ahli sepakat menggolongkan keanekaragaman hayati kedalam tiga kelompok yaitu keanekaragaman ekosistem, spesies dan genetika. Sampai saat ini keanekaragaman spesies telah tercatat ada 1.500 spesies alga, 80.000 spesies tumbuhan berspora, 595 spesies lumut kerak, 30.000 – 40.000 spesies flora tumbuhan berbiji (15,5 % dari total jumlah flora di dunia) serta 2.197 spesies paku-pakuan [3]. Keanekaragaman hayati sudah dimanfaatkan sejak manusia ada di muka bumi sebagai sumber kehidupan yang didalamnya terdapat vegetasi dan semua spesies tumbuhan. Pengungkapan keanekaragaman tumbuhan bawah yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan perlu diketahui sebelum plasma nutfah tersebut hilang dan punah. Diplazium esculentum adalah salah satu jenis tumbuhan paku yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat atau penduduk sekitar hutan sebagai bahan sayur. Paku sayur merupakan sejenis paku atau pakis yang biasa dimakan ental mudanya sebagai sayuran oleh penduduk Asia Tenggara dan kepulauan di Samudera Pasifik. Paku ini biasanya tumbuh di tepi sungai atau di tebing-tebing yang lembap dan teduh. Keberadaannya sebagai tumbuhan bawah di kawasan hutan Taman Nasional Gunung Halimun Salak perlu diketahui dengan melakukan kajian ekologinya. Pada umumnya, tumbuhan paku banyak hidup pada tempat lembap sehingga disebut sebagai tanaman higrofit. Pada hutan-hutan tropik dan subtropik, tumbuhan paku merupakan tumbuhan yang hidup di permukaan tanah, tersebar mulai dari tepi pantai sampai ke lereng-lereng gunung, bahkan ada yang hidup di sekitar kawah gunung berapi.

Bahan dan Metode Lokasi Penelitian

Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) merupakan salah satu taman nasional yang memiliki ekosistem hutan hujan tropis pegunungan terluas di Jawa, terletak di Propinsi Jawa Barat dan Banten meliputi Kabupaten Sukabumi, Bogor dan Lebak. Kawasan TNGHS secara geografis terbentang pada 106° 21' - 106° 38' BT dan 6° 37' – 6° 51' LS dengan ketinggian antara 500 – 2211 m dpl. Topografi medan umumnya bergelombang berbukit dan bergunung-gunung. Menurut klasifikasi Schmidt & Ferguson [4] iklim di daerah kawasan TN Gunung Halimun Salak termasuk tipe A dengan curah hujan tahunan sebesar 4.000 – 6.000 mm. Rata-rata curah hujan bulanan selalu > 100 mm, dengan bulan terkering (± 200 mm) pada bulan Juni sampai September dan terbasah (+ 550 mm) pada bulan Oktober dan Maret, sehingga dapat digolongkan beriklim selalu basah [5]. Dengan kelembaban udara rata-rata 88 %. Suhu rata-rata bulanan 31,5º C dengan suhu terendah 19,7 ºC dan suhu tertinggi 31,8 C . Secara administratif wilayah tersebut termasuk Desa Cidahu, Kecamatan Cidahu, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat. Berdasarkan GPS lokasi penelitian berada pada koordinat S: 06°44' 47.9" dan E: 106° 42' 49.7" pada ketinggian antara 1100 m – 1300 m dpl. Penelitian dilakukan pada bulan September 2010 di kawasan Resort Cidahu Taman Nasional Gunung Halimun Salak (Gambar.1).

124

Gambar. 1. Lokasi Penelitian Resort Cidahu Taman Nasional Gunung Halimun Salak

Gambar 2. Petak penelitian Resort Cidahu dengan latar belakang vegetasi tumbuhan bawah antara lain Diplazium esculentum (Retz.) Swartz

Metoda Penelitian

Pengumpulan data dilakukan pada petak penelitian seluas satu hektar (100 m x 100 m) kemudian dibagi lagi menjadi 100 buah anak petak berukuran 10 m x 10 m. Pencacahan tumbuhan bawah dan semai dilakukan pada sub anak petak dengan ukuran 1 m x 1 m yang diletakkan secara bersistem dengan mempertimbangkan keadaan sekitarnya terutama daerah yang tidak tergenang. Untuk menentukan luas penutupan tajuk tumbuhan bawah dan semai digunakan plastik berbentuk bujur sangkar dengan ukuran 1 m x 1 m kemudian dibuat diagram pada setiap titik 10 cm, sehingga setiap kotak memiliki luas 10 cm² yang ditaksir senilai 1 %. Semua tumbuhan bawah dan semai yang terdapat di dalam petak kecil tersebut ditaksir persentase luas penutupan tajuknya. Untuk tumbuhan bawah dan semai yang belum diketahui jenis dan nama ilmiahnya diambil gambarnya dan dibuat herbariumnya kemudian dibawa ke Herbarium Bogoriense, Pusat Penelitian Biologi , LIPI Cibinong - Bogor untuk keperluan identifikasi. Data ekologi yang didapat dianalisis menurut Mueller-Dombois & Ellenberg (1964) dalam [5] .

125

Hasil

Diplazium esculentum dikenal dengan nama paku sayur Sumatera : Paku sayor (Melayu) Paku tanjung (Jawa) Paku jukut (Bali) Laminding (Sangir, Sulawesi) Uto paso (Ambon) [6] merupakan tumbuhan yang termasuk kedalam suku Athyriaceae [7]. Tumbuhan ini tersebar di seluruh Asia tropic dan Polynesia, memiliki akar timpang yang kuat, tegak dan sering tumbuh keluar dari dalam tanah, dari akar timpang sering keluar akar yang panjang kadang-kadang terapung dalam air bentuknya seperti rambut kuda di ujung tumbuh daun yang satu sama lain saling berdekatan.

Klasifikasi Diplazium esculentum (Retz.) Swartz

Kingdom: Plantae (Tumbuhan)

Divisi: Pteridophyta (paku-pakuan) Kelas: Pteridopsida

Ordo: Arthyriales

Famili: Athyriaceae Genus: Diplazium

Spesies: Diplazium esculentum Ekologi Diplazium esculentum

Diplazium esculentum tumbuhan paku ini biasa tumbuh di hutan-hutan tropik dan subtropik, pada tanah yang datar berpasir dekat tepi sungai atau di rawa- rawa dan tersebar mulai dari tepi pantai, sampai ke lereng-lereng gunung, tepi sungai atau di tebing-tebing yang lembab dan teduh bahkan ada yang hidup di sekitar kawah gunung berapi, dapat mencapai tinggi hingga 2 meter. Di Indonesia paku ini tersebar mulai dari Sumatera, Jawa, Sulawesi sampai ke Irian. Di Pulau Jawa tumbuh hingga pada ketinggian 1750 dpl [6]. Pada umumnya, tumbuhan paku banyak hidup pada tempat lembap sehingga disebut sebagai tanaman higrofit. Menurut [6] tumbuhan paku ini dapat ditanam di halaman dan sebaiknya tidak terpelihara dan jangan di tempat yang subur. Apabila ditanam di tempat yang subur dan banyak mendapat perhatian dalam dengan tumbuhan ini akan merana dan mati, hal ini sangat mengherankan sekali . Diplazium esculentumsebagaipaku sayur biasanya tidak dibudidayakan. Biasanya para pedagang mencari di hutan atau kebun lalu dijual ke pasar sebagai sayuran. Fungsi ekologi tumbuhan paku sangat berperan dalam pembentukan tanah dan dalam siklus- siklus pelapukan . Tumbuhan paku yang berupa pohon yaitu yang termasuk ke dalam suku Cyatheaceae mempunyai peranan yang sangat penting dalam keseimbangan ekosistem hutan antara lain sebagai pencegah erosi dan pengatur tata guna air dalam kawasan hutan.

Analisis data ekologi

Di kawasan hutan alami Resort Cidahu, pengamatan jenis-jenis tumbuhan bawah yang terletak pada ketinggian tempat antara 1100 - 1300 m dpl. Hutan di kawasan ini tergolong masih alami dengan topografi mendatar bergelombang hingga membukit, kanopi hutan nampak cukup rapat namun terlihat juga pohon tumbang akibat gangguan alam sehingga cahaya matahari dapat langsung mengenai lantai hutan kondisi demikian sangat menguntungkan bagi biji – biji yang berada di lantai hutan untuk dapat segera berkecambah. Hasil pencacahan seluas 1 hektar yang dibagi dalam 100 sub petak berukuran 1m x 1m di hutan alam kawasan Resort Cidahu Taman Nasional Gunung Halimun Salak tercatat 88 jenis yang termasuk kedalam 54 marga dan 37 suku (Tabel.1) Hasil analisis persentase penutupan tumbuhan bawah di kawasan Resort Cidahu TNGHS di dominasi oleh jenis-jenis yang memiliki persentase penutupan < 1 % tercatat 61

126

jenis (69,31 %) dari total jenis yang tercacah. Jenis – jenis yang memiliki penutupan (DR) 1 – 5% tercatat 23 jenis (26,13 %) dari total yang tercacah. Persentase penutupan > 5 % hanya diduduki 4 jenis (4,54 %) dari seluruh jenis yang tercacah antara lain Calamus javensis (DR = 8,09), Blechnum orientale (DR= 7,54), Diplazium esculentum (DR = 6,55) dan Strobilanthes blumei (DR= 5,61) tercatat hanya 1,13 % atau satu jenis yang memiliki persentase penutupan > 10 % yaitu Athyrium dilalatum (DR= 11,56) (Tabel. 1).Berdasarkan frekuensi relative (FR) jenis – jenis tumbuhan bawah yang tergolong banyak ditemukan antara lain Calamus javensis (FR = 8,05), Athyrium dilalatum (FR= 7,79), Strobilanthes blumei (FR = 7,54),Diplazium esculentum (FR = 7,04), Blechnum orientale (FR= 3,52) dan sembilan jenis paku-pakuan masing-masing memiliki nilai (FR= < 5) (Tabel. 1). Suku – suku yang kaya akan jumlah jenisnya antara lain Euphorbiaceae (5 jenis), Moraceae (4 jenis) dan Apocynaceae (4 jenis) serta jenis paku – paku an lain (9 jenis).Hasil analisis Indeks keanekaragaman pada jenis (H‘) pada ketinggian ini adalah 3,88.

Tabel. 1. Daftar jenis - jenis tumbuhan bawah di kawasan hutan Resort Cidah Taman Nasional Gunung Halimun Salak, Jawa Barat berdasarkan FR (Frekuensi Relative), KR(Kerapatan Relataif), DR (Dominansi Relatif), NP (Nilai Penting) dan H‘(Indeks Keanekaragaman Jenis).

Spesies Famili FR KR DR NP H'

Straurogyne bibracteata Bl. Acanthaceea 0.75 1.13 0.904 2.783 -0.0368 Strobilanthes blumeii Bremek Acanthaceea 7.54 11.1 5.616 24.25 -0.1949 Acer laurinum Hassk. Aceraceae 0.25 0.16 0.087 0.499 -0.015 Alstonia scholaris (L.) R. Br Apocynaceae 3.27 2.41 2.66 8.338 -0.1118

Alstonia sp1. Apocynaceae 0.25 0.16 0.122 0.534 -0.015

Alstonia sp2. Apocynaceae 0.75 0.8 0.487 2.044 -0.0368

Alstonia spectabillis Apocynaceae 0.25 0.32 0.035 0.608 -0.015 Amorphophallus sp. Araceae 0.25 0.32 0.174 0.747 -0.015

Unident2 Araceae2 0.25 0.16 0.052 0.464 -0.015

Arthrophyllum diversifolium Bl. Araliaceae 0.25 0.16 0.139 0.551 -0.015 Schefflera lucida (Blume) Araliaceae 0.25 0.16 0.035 0.447 -0.015

Calamus javensis Arecaceae 8.05 7 8.09 23.1 -0.2138

Pinanga coronate Arecaceae 1.26 0.96 0.748 2.969 -0.055 Plectocomia elongate Arecaceae 2.51 1.77 1.043 5.324 -0.0926 Athyrium dilalatum Aspleniaceae 7.79 7.88 11.56 27.23 -0.1988 Diplazium esculentum (Retz.) Swartz Athyriaceae 7.04 8.04 6.555 21.63 -0.1867

Begonia lepida Begoniaceae 2.21 2.81 1.39 6.4 -0.0857

Begonia multangula Begoniaceae 0.25 0.16 0.139 0.551 -0.015 Begonia muricata Begoniaceae 0.25 0.16 0.139 0.551 -0.015 Blechnum orientale Blechnaceae 3.52 3.38 7.547 14.44 -0.1177 Cyathea contaminans Cyatheaceae 0.25 0.16 0.261 0.673 -0.015

Cyathea sp. Cyatheaceae 0.5 0.48 1.71 2.69 -0.0266

Antidesma tetandrum Bl. Euphorbiaceae 0.25 0.16 0.156 0.569 -0.015 Macaranga triloba Euphorbiaceae 1.01 0.64 0.487 2.135 -0.0462 Mallotus rhizinoides Euphorbiaceae 0.5 0.32 0.243 1.067 -0.0266 Ostodes paniculata Euphorbiaceae 0.25 0.16 0.174 0.586 -0.015 Ostodes sp. Euphorbiaceae 1.01 0.64 0.782 2.431 -0.0462

127

Lithocarpus korthalsii Fagaceae 1.01 0.96 1.391 3.361 -0.0462 Lithocarpus spp. Fagaceae 2.51 1.61 2.069 6.189 -0.0926 Lithocarpus sundaicus Fagaceae 0.25 0.16 0.313 0.725 -0.015 Flacourtea rukam Zoll. & Mor Flacourtiaceae 0.25 0.16 0.243 0.655 -0.015 Algalmila parasitica (Lamk.) O.K Gesneriaceae 0.5 0.64 0.591 1.737 -0.0266 Cyrtandra sp. Gesneriaceae 0.5 0.48 0.191 1.176 -0.0266 Curculigo latifolia Hypoxidaceae 0.5 0.32 0.817 1.641 -0.0266 Lindera bibracteata Lauraceae 0.5 0.32 0.383 1.207 -0.0266 Magnolia candollii Magnoliaceae 0.25 0.16 0.104 0.516 -0.015

Ficus fistulosa Moraceae 0.5 0.96 0.313 1.78 -0.0266

Ficus glaberrima Moraceae 2.01 1.61 2.382 6 -0.0785

Ficus sinuate Moraceae 0.25 0.16 0.209 0.621 -0.015

Ficus tricolor Moraceae 0.25 0.16 0.122 0.534 -0.015

Musa acuminate Musaseae 0.5 0.32 0.278 1.102 -0.0266

Ardisia sanguinolenta DC Myrsinaceae 2.76 2.25 2.417 7.432 -0.0992 Syzygium lineatum B. (Merr & Perry) Myrtaceae 2.26 1.77 1.461 5.49 -0.0857

Orchidaceae Orchidaceae 0.25 0.16 0.087 0.499 -0.015

Orchidaceae Orchidaceae 1.26 2.41 0.661 4.329 -0.055

Freycinetia angustifolia Pandanaceae 1.76 1.45 1.721 4.927 -0.0816 Pandanus spp. Pandanaceae 1.76 1.13 3.443 6.327 -0.0711 Bambusa vulgaris Schrad.ex.Wendl Poaceea 0.25 0.16 0.07 0.482 -0.015 Dinochloa scandens Poaceea 0.25 0.16 0.174 0.586 -0.015

Paspalum sp. Poaceea 0.25 0.16 0.035 0.447 -0.015 Pteridophyta 1 Pteridophyta 1 0.75 1.93 0.835 3.518 -0.0368 Pteridophyta 2 Pteridophyta 2 2.76 2.25 1.443 6.458 -0.0992 Pteridophyta 3 Pteridophyta 3 0.25 0.32 0.869 1.442 -0.015 Pteridophyta 4 Pteridophyta 4 0.25 0.16 0.052 0.464 -0.015 Pteridophyta 5 Pteridophyta 5 0.25 0.16 0.139 0.551 -0.015 Pteridophyta 6 Pteridophyta 6 0.25 0.48 0.087 0.821 -0.015 Pteridophyta 7 Pteridophyta 7 1.51 2.57 1.2 5.28 -0.0632 Pteridophyta 8 Pteridophyta 8 0.25 0.8 0.278 1.333 -0.015 Pteridophyta 9 Pteridophyta 9 3.27 4.02 4.643 11.93 -0.1118

Prunus arborea Rosaceae 0.25 0.16 0.522 0.934 -0.015

Lansiathus navigates Rubiaceae 0.75 0.96 0.626 2.344 -0.0368 Petunga microcarpa Rubiaceae 0.25 0.16 0.017 0.429 -0.015 Urophyllum arboreum (Reinw.ex.Bl.) Korth Rubiaceae 3.02 1.93 3.965 8.909 -0.1056

Evodia latifolia Rutaceae 1.26 0.8 0.887 2.947 -0.055

Psychotria viridiflora Rutaceae 1.01 0.64 1.808 3.456 -0.0462 Polyosma illicifolia Saxifragaceae 0.5 0.32 0.313 1.137 -0.0266

Smilax sp. Smilacaceae 0.25 0.16 0.104 0.516 -0.015

Symplocos odoratissima (Bl.) Chaisy Symplocaceae 1.01 0.96 1.2 3.169 -0.0462 Symplocos sp. Symplocaceae 0.75 0.64 0.261 1.658 -0.0368

Eurya acuminate Theaceae 0.25 0.16 0.696 1.108 -0.015

128 Unident1 Unident1 0.25 0.16 0.035 0.447 -0.015 Unident10 Unident10 0.25 0.16 0.278 0.69 -0.015 Unident11 Unident11 0.75 0.96 1.043 2.762 -0.0368 Unident12 Unident12 1.01 0.8 1.113 2.922 -0.0462 Unident13 Unident13 1.01 1.45 1.29 3.74 -0.0462 Unident3 Unident3 0.25 0.16 0.07 0.482 -0.015 Unident4 Unident4 0.25 0.16 0.104 0.516 -0.015 Unident5 Unident5 0.25 0.32 0.104 0.677 -0.015 Unident6 Unident6 0.25 0.16 0.122 0.534 -0.015 Unident7 Unident7 0.75 2.25 0.122 3.126 -0.0368 Unident8 Unident8 0.25 0.16 0.174 0.586 -0.015 Unident9 Unident9 0.25 0.16 0.209 0.621 -0.015

Elatostema nigrescen Urticaceae 0.75 0.48 0.261 1.497 -0.0368 Calicarpa longifolia Verbenaceae 0.25 0.16 0.696 1.108 -0.015 Tetrastigma lanceolarium (Roxb.) Planch Vitaceae 0.75 0.48 0.365 1.601 -0.0368 Etlingera hemisphaerica Zingiberaceae 0.75 0.8 0.591 2.149 -0.0368 Hornstedtia megalochelius Ridley Zingiberaceae 1.01 1.45 1.29 3.74 -0.05

Total 100 100 100 300 -3.8866

Pembahasan

Keanekaragaman tumbuhan bawah di kawasan Resort Cidahu TNGHS tercatat 88 jenis tergolong tinggi dibandingkan dengan keanekaragaman jenis tumbuhan bawah pada kawasan konservasi lainnya yaitu Taman Nasional Gunung Merbabu memiliki 63 jenis [8] Di kawasan Hutan Rawa Gambut Kalimantan Tengah memiliki 73 jenis [9]. Apabila dibandingkan dengan kawasan yang sama di Resort Cidahu namun berbeda ketinggian (1100 – 1600 m dpl) mempunyai 65 jenis [10] kondisi tersebut sangat umum dijumpai pada kawasan hutan tropis di Indonesia dan sesuai dengan kaidah ekologi bahwa semakin tinggi dataran makin berkurang pula keanekaragaman jenis vegetasinya [11].

Diplazium esculentum atau yang biasa disebut paku sayur di dalam kawasan hutan TNGHS Resort Cidahu tercacah sebanyak 50 individu tumbuhan yang tersebar pada 28 sub petak dari 100 petak dengan total penutupan mencapai 377 % atau sekitar 6,55 % dari total 622 jumlah individu yang tercacah. Dalam petak penelitian dijumpai juga 9 jenis paku – paku an lainnya terlihat masih dalam pertumbuhan dengan perawakan yang relative muda dan tidak mudah untuk di identifikasi sebelum nampak spora yang menempel pada daun tua. Apabila dibandingkan dengan jenis lainnya maka Diplazium esculentum termasuk sub dominan memiliki nilai penting (NP = 21, 63) sementara Athyrium dilalatum sebagai jenis yang merajai di kawasan hutan Resort Cidahu TNGHS dengan nilai penting (NP = 27,23) (Tabel . 1). Athyrium dilalatum umumnya tumbuh di hutan primer pada ketinggian sekitar 1350 m dpl banyak tumbuh di daerah kanopi terbuka dengan memperoleh sinar matahari langsung. Paku jenis ini banyak tumbuh di sekitar Gunung Gede dan Cibodas. Di Indonesia memiliki persebaran di Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Nusa Tenggara [12]. Paku jenis ini memiliki daya tumbuh yang cepat dibandingkan dengan kerabat paku lainnya. Siahaan [13] dalam penelitian di daerah Minahasa menjumpai 25 jenis tumbuhan bawah salah satu diantaranya adalah Diplazium esculentum . Tumbuhan bawah tersebut yaitu Wedelia trilobata, Digitaria, Mimosa pudica, Amaranthus spinosus, Asystasia gangetica, Commelina sp, Eupatorium odoratum, Ichnanthus vicinus, Ageratum conyzoides, Amaranthus spinosus, Cyperus sp, Heterogonium sp, Diplazium esculentum, Medinella sp,Mikania micrantha, Sida acuta, Paspalum conjugatum, Pennisetum purpureum, Leucas sp., Synedrella nodiflora, Macaranga sp, Clitoria ternatea, Piper aduncum, Urtica sp, Imperata cylindricalKondisi

129

demikian menunjukkan bahwa Diplazium esculentum tumbuh tersebar di seluruh wilayah Indonesia terutama di daerah dekat pinggir sungai.

ManfaatDiplazium esculentum sebagai bahan pangan dan obat-obatan

Diplaziumesculentum di Asia Tenggara dan kepulauan di Samudera Pasifik dijadikan sebagai sayuran. Pemanfaatannya biasanya digulai (gulai paku) atau dijadikan lalap setelah direbus terlebih dahulu juga dapat dimasak sebagai bahan tumisan. Selain dapat digunakan senagai sayuran, juga berkhasiat sebagai obat gosok untuk menghilangkan bau keringat. Untuk menghilangkan bau keringat dipakai ± 15 gram daun Diplazium esculentum yang masih muda, dicuci dan ditumbuk halus lalu digosokkan pada ketiak. Jenis paku-pakuan yang berhasiat obat antara lain Pteridium aquilium, rimpang dari Dryopteris marginalisdimanfatkan sebagai obat tradisional. Daun muda jauh lebih dimanfaatkan dan dimakan di semua bagian baik mentah atau dimasak sebagai sayuran, atau sebagai bahan minuman. Diplazium esculentum juga sumber kalsium, fosfor dan zat besi serta mengandung vitamin B. Tumbuhan paku lain yang dapat dimanfaatkan untuk sayuran misalnya Marsilia crenata (semanggi) biasa digunakan sebagai campuran pada menu asinan buah-buahan atau asinan sayuran.

SelainDiplazium esculentum tumbuhan paku memiliki nilai ekonomi terutama terletak pada keindahan dan dimanfaatkan sebagai tanaman hias. Beberapa jenis paku digunakan sebagai tanaman hias misalnya Asplenium nidus (paku sarang burung), Platycerium bifurcatum (paku tanduk rusa), Adiantum sp (suplir) dan Selaginella sp (paku rane) dan paku kawat yang merayap digunakan dalam pembuatan karangan bunga pada acara kematian sedang sporanya yang kecil-kecil mudah terbakar karena kandungan akan lemak.

Batang paku yang tumbuh baik dan yang sudah keras, digunakan untuk berbagai keperluan bangunan rumah, misalnya sebagai tiang rumah, untuk pengganti kayu. Daun-daun muda paku dari suku Cyatheaceae dapat dipergunakan untuk sayuran dan telah dibudidayakan sebagai tanaman hias, batangnya sering dipakai sebagai tempat untuk media anggrek dan kadang-kadang dicincang halus untuk medium di pot [12]. Batangnya yang besar mulai disukai untuk tiang-tiang bangunan dan dekorasi di rumah-rumah mewah, atau pada hotel-hotel di kota besar juga terlihat diperdagangkan disekitar kawasan Puncak Bogor.

Kandungan kimia

Diplazium esculentum yang masih segar mengandung 91,82% air, 1,42% abu, 0,28% lemak kasar, 0,87% minyak mentah protein, dan serat kasar 0,72% sedangkan sampel oven kering mengandung 17,39% abu, 3,40% lemak kasar, 10,67% protein kasar, dan serat kasar 9,06%. Skrining fitokimia kualitatif terdeteksi adanya alkaloid, antrakuinon, glikosida anthranol, cyanidins, fenol, saponin, dan protein baik dalam etanol dan air ekstrak daun, sementara glikosida , leucoanthocyanins, pitosterol, diterpenes, dan triterpen hanya terdeteksi dalam ekstrak etanol [14].

Kesimpulan

Berdasarkan hasil eksplorasi, pencacahan dalam petak penelitian dan analisis data dapat disimpulkan bahwa kawasan hutan TNGHS Resort Cidahu di dominasi oleh tumbuhan bawah Diplazium esculentum, Calamus javensis, Athyrium dilalatum, Strobilanthes blumei, Blechnum orientale di kawasan hutan Taman Nasional Gunung Halimun – Salak memiliki nilai penting yang tinggi, sebaran dan penutupan yang hampir sama pada ketinggian yang berbeda. Diplazium esculentum bermanfaat sebagai bahan makanan terutama dimanfaatkan sebagai bahan pangan sayuran, lalaban dan sebagai obat anti bau badan. Meskipun masih berupa tumbuhan bawah dan dalam proses pertumbuhan, Diplazium esculentum sebagai tumbuhan paku mempunyai fungsi ekologi yang berperan dalam pembentukan tanah dan dalam siklus- siklus pelapukan, memiliki kontribusi pada siklus karbon dan berperan sebagai alat regenerasi dalam suatu ekosistem hutan. Keanekaragaman tumbuhan bawah di dalam kawasan hutan resort Cidahu Taman Nasional Gunung Halimun – Salak tergolong tinggi dengan Indeks Keanekaragaman Shannon (H‘= > 3). Tumbuhan paku dan tumbuhan bawah lainnya

130

mempunyai peranan yang sangat besar bagi kehidupan manusia baik langsung sebagai bahan pangan dan obat-obatan maupun untuk keseimbangan ekosistem hutan yang berfungsi sebagai pencegah erosi dan pengatur tata guna air.

Daftar Pustaka

[1] www.dephut.go.id di akses pada tanggal 15 Juli 2016, pk. 15.05.

[2] Rinaldi, Dones dkk. 2008. Ekologi koridor Halimun – Salak Taman Nasional Gunung Halimun – Salak. JICA - Gunung Halimun- Salak National Park Management Project dan Taman Nsional Gunung Halimun – Salak. 45 hal.

[3] Widjaja, E. A., R. Abdulhadi, Y. Rahayuningsih, R. Ubaidillah, I. Maryanto, J.S. Rahajoe. 2014. Kekinian keanekaragaman hayati Indonesia. Jakarta . LIPI Press. xxiv + 344 halaman.

[4] Schmidt & JHA Ferguson. 1951. Rainfall types based on wet and dry period rations for Indonesia with Western New Guinea. Kementrian Perhubungan Djawatan Meteorologi dan Geofisic, Jakarta. Verhandelingen.

[5] Kent, M. and P. Coker. 2012. Vegetation description and analysis: apractical approach. Belhaven Press. London.

[6] Heyne, K, 1987. Tumbuhan berguna Indonesia. Jilid 1. Yayasan Sarana Wana Jaya, Jakarta. Hal 85 – 86.

[7] Backer C.A nd R.C. Bakhuizen v/d Brink JR. 1965. Flora of Java. Noordhoff. Groningen, The Netherlands.

[8] Larashati, I. 2010. Studi biodiversitas seedling di Taman Nasional Gunung Merbabu, Jawa Tengah. Berkala Penelitian Hayati, 5A hal. 25-28.

[9] Larashati, I. 2010. Analisis tumbuhan bawah di hutan rawa gambut Sebangau Kalimantan Tengah, Berkala Penelitian Hayati,4A hal. 19 – 22.

[10] Larashati, I. 2011. Composition of under-shrubs species in Mount Salak National Park, West Java. Berkala Penelitian Hayati, Vol. 17. No.1; 5-8.

[11] Ohsawa, M, Nainggolan PHJ, Tanaka N dan Anwar C, 1985.Altitudional zonation of forest vegetation on mount Kerinci, Sumatra: with comparisons to zonation in the temperate region of east Asia. Journal Tropical Ecology.1: 193-216.

[12] Sastrapradja, S dan J.J.Afriastini. 1985. Kerabat paku . Lembaga Biologi Nasional. Bogor. Hal.37

[13] Siahaan, R dan Nio Song Ai.2014. Jenis – jenis vegetasi riparian Sungai Ranoyapo, Minahasa Selatan. Jurnal LPPM Bidang Sains dan Teknologi. Volume 1(1), hal 7 – 14. [14] Jovale Vincent V. Tongco1, Ronald Arlet P. Villaber, Remil M. Aguda and Ramon A.

Razal. 2014.Nutritional and phytochemical screening, and total phenolic and flavonoid content of Diplazium esculentum (Retz.) Sw. from Philippines..Journal of Chemical and Pharmaceutical Research, vol 6(8):238 – 242.

131 EK-28

Keragaman Jenis Jamur Makroskopis yang Tumbuh pada