• Tidak ada hasil yang ditemukan

Komunitas Burung Pada Enam Tipe Ekosistem Di Kabupaten Nunukan Kalimantan Timur

Ruhyat Partasasmita1,a), Sonya Suswanti1, Teguh Husodo1,

1

Program Studi Biologi, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Padjadjaran. Jl. Raya Jatinangor KM. 21, Jawa Barat, Indonesia. 45363

a)

ruhyat.partasasmita@unpad.ac.id

Abstrak. Berbagai jenis burung dapat hidup dan tersebar sangat luas di berbagai tipe

ekosistem. Hal ini, karena burung mampu beradaptasi dan memanfaat sumberdaya yang ada di berbagai tipe ekosistem tersebut. Penelitian ini dilakukan pada bulan April-Juli 2012 pada 6 tipe ekosistem di daerah Kabupaten Nunukan Kalimantan Timur. Metode penelitian yang dilakukan adalah Point Count dengan jari-jari 30 m dan jarak antar titik 200 m. hasil menunjukkan bahwa pada 6 tipe ekosistem ditemukan 78 spesies dari 31 familia, dengan 4 spesies berstatus endemik, 26 jenis dilindungi oleh PP No.7 Tahun 1999. Berdasarkan IUCN terdapat juga 1 spesies yang dikatagorikan hampir Critically endangered,selain itu terdapat 3 spesies yang dikatagorikan Vulnerable serta 8 spesies katagori Near Threatened. Indeks keanekaragaman burung tertinggi di ekosistem hutan hujan tropis sebesar 2,99 sedangkan nilai indeks keanekaragaman terendah adalah ekosistem sungai yaitu sebesar 2.39. Ke-enam tipe ekosistem yang memiliki kesamaan jenis spesies tertinggi adalah ekosistem bakau dengan ekosistem pantai dengan nilai indeks kesamaan Sorensen 0,41 sedangkan yang memiliki nilai terkecil adalah ekosistem hutan hujan tropis dengan ekosistem bakau. Indeks perataan Pielou di ke-6 tipe ekosistem memiliki jenis burung dengan persebaran cukup merata berkisar antara 0,79 - 0,90. Kata kunci : Komunitas burung, Guild, Nunukan, Kalimantan Timur

Abstract. Various species of birds can live and spread very widely in different types of

ecosystems. This is because the bird is able to adapt so as to capitalize on the various types of ecosystems. This study was conducted in April-July 2012 at six ecosystem types in areas Nunukan in East Kalimantan. The research method is a Point Count with a radius of 30 m and the distance between a points 200 m. the results showed that at six types of ecosystems found 78 species of 31 Familia, with 4 status of endemic species, 26 species are protected by PP No.7 of 1999. Based on the IUCN are also one species categorized almost critically endangered, besides there are three species were categorized Vulnerable and Near Threatened category 8 species. Index of the highest bird diversity in tropical rain forest ecosystems of 2.99, while the lowest index value of diversity is the river ecosystem that is equal to 2:39. All six ecosystem types have in common is the highest species of mangrove ecosystems in coastal ecosystems with Sorensen similarity index score of 0.41, while those with the smallest value is tropical rain forest ecosystem with mangrove ecosystems. Pielou flattening index in all six types of ecosystems have bird species with the spread fairly evenly ranged from 0.786 to 0.904.

98

Pendahuluan

Kumpulan populasi dari spesies-spesies burung yang hidup di suatu habitat sering disebut komunitas burung [1][2]. Kumpulan populasi burung tersebut membentuk sistem komposisi, struktur, hubungan interaksi, perkembangan dan peranannya sendiri [3]. Batasan yang sangat dari pengertian komunitas menjadikan suatu yang sangat komplek, sehingga dalam memperlajarinya sering disesuaikan dengan kajian yang diinginkan. Akan tetapi, pada umumnya parameter dipelajari dapat digolongkan dalam 2 kategori penting suatu komunitas yaitu taxocene dan guild [4][5]. Penentuan suatu komunitas berdasarkan taxocene terbatas pada organisme yang secara taksonomi relatif sama dan mendominasi komunitas tersebut, seperti komunitas burung air, burung semak [2][3]. Hal ini karena taxocene merupakan unit dasar dalam penelitian makroekologi dan mempunyai parameter seperti kelimpahan dan keanekaan. Akan tetapi, jika penekanan kajian komunitas lebih ke arah pemanfaatan sumberdaya dengan cara yang sama oleh kumpulan sepsies disebut komunitas berdasarkan Guild [3][6].

Komunitas burung merupakan salah satu komponen biotik ekosistem yang berperan dalam menjaga keseimbangan dan kelestarian alam. Peranan tersebut dapat tercermin dari posisi tropik yang ditempatinya [3]. Oleh karena itu, kehadiran burung sangat berkaitan dengan ketersediaan sumberdaya di suatu tempat sehingga dijadikan habitat bagi burung. Dengan demikian, ketersediaan sumberdaya tumbuhan sangat berpotensi mempengaruhi burung, dan merupakan salah satu faktor utama bagi kehadiran komunitas burung di tempat tersebut [2]. Oleh karena itu, hutan, ladang, kebun, dan bahkan daerah pemukiman penduduk dapat menjadi habitat penting bagi burung [3], bahkan habitat yang vegetasinya monokultur dapat menajdi habitat penting bagi burung-burung tertentu [7] .

Perubahan komposisi dan struktur vegetasi di habitat baik secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh terhadap komunitas burung yang mendiaminya [3]. Perubahan tersebut terjadi dalam skala ruang dan waktu [2]. Sebagai contoh, komposisi spesies burung lebih banyak dari familia Sylviidae pada fase habitat hutan pinus berusia < 5 tahun, sedangkan usia hutan pinus > 5 tahun lebih banyak ditumbuhi vegetasi pancang dan pohon komposisi spesies burung bertambah dengan hadirnya familia Cuculidae, Picidae dan Capitonidae [8]. Perubahan dengan penambahan spesies burung melalui pembentukan koloni baru dan kehilangan spesies burung melalui ketidakcocokan karena sumberdaya sudah kurang mendukung untuk kehidupannya [2][3].

Kehadiran komunitas burung dapat disebabkan oleh kondisi lingkungan yang memungkinkan burung hidup ditempat tersebut. Sebagai contoh, habitat yang memiliki vegetasi yang menyediakan berbagai sumberdaya serta terlindung dari gangguan sehingga banyak spesies burung yang tempat tersebut sebagai habitatnya. Penutupan vegetasi merupakan salah satu syarat suatu tempat dijadikan habitat yang baik dan menyebabkan melimpahnya keberadaan burung [9]. Perubahan tegakan pohon atau vegetasi yang berfungsi sebagai habitat satwa (diantaranya burung) berpengaruh terhadap kehidupan burung, baik populasi, tingkah laku, maupun perkembang biakan [10].

Perubahan tegakan vegetasi dalam skala lanskap yang dilakukan oleh manusia maupun secara alami akan membentuk tipe ekosistem yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut termasuk satwa liar (termasuk burung) yang menempatinya. Beberapa daerah di Indonesia mengalami perubahan tersebut membentuk bermacam-macam tipe ekosistem sesuai tataguna lahannya. Salah satu yang sedang mengalami proses tersebut adalah derah perbatasan Negara Indonesia dengan Malaysia adalah di Kabupaten Nunukan. Kabupaten Nunukan adalah salah satu kabupaten yang terdapat di Kalimantan Timur. Kabupaten Nunukan memiliki cakupan daerah yang luas yaitu dari pantai hingga pegunungan. Namun kawasan ini sangat rentan dengan tingkat konversi dan eksploitasi lahan yang cukup tinggi akibat kebutuhan hidup yang semakin meningkat. Selain itu, kawasan ini juga telah mengalami pengkonversian lahan yang menyebabkan terjadinya perubahan kawasan yang berdampak pada perubahan ekologis dan secara tidak langsung berdampak terhadap penurunan keanekaragaman jenis burung. Untuk mengetahui perubahan peruntukan kawasan akibat konversi lahan diperlukan pengamatan

99

mengenai keanekaragaman, kelimpahan, distribusi dan kesamaan komposisi diantaranya spesies burung, karena burung dapat dijadikan indikator yang mudah terhadap perubahan tersebut. Berdasarkan ketersediaan tipe ekosistem di Kabupaten Nunukan, penelitian dilakukan pada 6 tipe ekosistem, antara lain ekosistem bakau, ekosistem pantai berpasir, ekosistem hutan hujan tropis (dataran rendah), ekosistem pemukiman, ekosistem perkebunan sawit, dan ekosistem sungai. Ke-enam ekosistem tersebut dapat mewaliki seluruh tipe tataguna lahan yang ada.

Bahan dan Metode Lokasi penelitian

Penelitian dilakukan pada enam tipe ekosistem yang terdapat pada wilayah Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur, antara lain di ekosistem bakau, ekosistem pantai berpasir, ekosistem hutan hujan tropis, ekosistem pemukiman, ekosisten perkebunan sawit, dan ekosistem sungai. Secara geografi Kabupaten Nunukan terletak di 3°30'00" - 4°24'55" LU, dan 115°22'30" - 118°44'54" BT. Secara administrasi Kabupaten Nunukan memiliki luas wilayah keseluruhan

Gambar 1. Lokasi penelitian pada 6 tipe ekosistem

a)

ekosistem bakau, b)ekosistem pantai berpasir, c)ekosistem hutan hujan tropis,

d)

ekosistem pemukiman, e)ekosisten perkebunan sawit, dan f)ekosistem sungai

Tata kerja

Teknik pencuplikan data mengunakan metode Point Count (PC). Jarak antara titik hitung (PC) sejauh 200 m, dengan radius PC 30 m. Jumlah PC setiap tipe ekoistem berbeda-beda disesuaikan kondisi ketersediaan luasan lokasi pengamatan serta waktu yang tersedia dari ekspedisi katulistiwa NKRI. Pada tipe ekosistem mangrove dan pemukiman jumlah PC masing sebanyak 9, tipe ekosistem hutan hujan tropis dan perkebunan sawit jumlah PC masing-masing sebanyak 8, tipe ekosistem sepandan sungai jumlah PC sebanyak 5, dan tipe ekosistem pantai jumlah PC sebanyak 14.

Kekayaan spesies burung di lokasi penelitian diinventarisasi menggunakan metoda sigi. Pengumpulan data kelimpahan dan distribusi burung dilakukan dengan menggunakan metoda titik hitung (11; 12; 13). Sensus dilakukan pada jam 5.30-10.30 WIB dan 14.30-18.00 WIB.

100

Lama waktu pengamatan di setiap titik hitung adalah 10 menit [12]. Analisis data dilakukan perhitungan indeks keanekenaan spesies (Shannon-wiener), kelimpahan, distribusi dan kesamaan antara tipe ekosistem.

Hasil dan Pembahasan Kekayaan jenis burung

Spesies burung yang ditemukan di ke-6 tipe ekosistem sejumlah 91, yang terdiri dari 37 Familia. Dari jumlah 91 spesies yang termasuk kategori Endemik hanya 4 (4,45%) yaitu Tiong-batu Kalimantan, Madi-hijau Whitehead, Bondol Kalimantan, dan Kucica alis-putih. Bondol Kalimantan ditemukan pada 2 tipe ekosistem yaitu ekosistem perkebunan sawit dan pemukiman, sedangkan 3 spesies lainnya hanya ditemukan di ekosistem hutan hujan tropis. Spesies burung yang dilindungi UU RI sebanyak 26 (26,6%), berdasarkan IUCN terdapat juga 1 spesies yang dikatagorikan hampir punah (Critically endangered) yaitu spesies Cikalang Christmas (Fregata andrewsii), 3 spesies yang dikatagorikan Vulnerable, dan 8 spesies berkategori Near Threatened.Berdasarkan katagori status CITES terdapat 2 spesies dengan katagori Appendiks I yaitu Cikalang Chrismas, Pelatuk ayam, dan 11 spesies berstatus Appendiks II. Keberadaan 2 spesies dengan status Appendiks I dan II menunjukkan bahwa keteracaman punah spesies tersebut jika perdagangan tidak dihentikan.

Keberadaan spesies yang berstatus konservasi seperti endemic, apendiks CITES dan spesies-spesies dilindungi menunjukan bahwa kawasan Kalimantan masih dapat menyediakan habitat bagi burung yang sangat penting secara ekologi dan kriteria konservasi. Ketersediaan daya dukung habitat yang beragam pada tiap lahan dapat mendukung jenis burung yang lebih beragam pula beraneka ragam pula [14]. Seperti halnya Familia Bucerotidae yang menjadi indikator keaslian hutan. Namun dengan didapatkanya spesies terancam punah memberikan informasi untuk lebih terjaga baik dari alam yang merupakan habitat burung maupun mengenai perdagangan burung yang terjadi secara bebas.

Berdasarkan tipe ekosistem menunjukkan bahwa jumlah spesies burung lebih tinggi di ekosistem hutan dibanding 5 tipe ekosistem lainnya (Tabel 1). Akan tetapi jumlah spesies burung yang tinggi tidak selalu diikuti oleh jumlah individu yang tinggi pula. Hal ini tampak pada Tabel 1, menunjukkan bahwa ekosistem pantai lebih banyak individu karena beberapa spesies mempunyai karekater bergerombol. Walaupun yang memiliki jumlah individu terbanyak adalah daerah pantai berpasir namun hal tersebut tidak menjadikan ekosistem pantai berpasir memiliki keanekaragaman yang tinggi, dikarenakan terdapat kelimpahan pada satu jenis burung dalam sebuah komunitas sehingga dapat diketahui bahwa pada ekosistem pantai berpasir dikatagorikan dengan kelimpahan suatu jenis burung bukan dikatagorikan memiliki keanekaragaman tinggi.

Tabel 1.Keanekaragaman spesies burung 6 tipe ekosistem

Ekosistem Mangrove Pantai Berpasir Hutan Hujan Tropis Pemukiman Perkebunan Sawit Sempadan sungai Jumlah Jenis 23 21 32 24 23 14 Jumlah individu 120 211 113 144 104 58 Indeks Shannon 2,46 2,44 2,99 2,54 2,49 2,39

Keaanekaragaman tinggi yang dimiliki oleh ekosistem hutan hujan tropis dapat diketahui dikarenakan kondisi vegetasi yang menutupi ekosistem tersebut heterogen, tersusun oleh berbagai macam jenis tumbuhan yang menyediakan sumber makanan berupa buah-buahan, serangga dan lain-lain, serta menyediakan tempat yang beragam untuk bersarang, tenggeran, dan perlindungan dari gangguan. Seperti menurut Pudyatmoko (2006) [9] penutupan vegetasi yang baik pada suatu kawasan hutan akan menyebabkan melimpahnya keberadaan burung.

Nilai indeks keanekaragaman di enam tipe ekosistem termasuk kepada golongan keanekaragaman sedang, karena nilai indeksnya antara 2-3, namun dapat dikatakan indeks

101

keanekaragaman di daerah tropis hampir mendekati tinggi. Keanekaragaman yang menunjukkan hampir tinggi ini mengindikasikan bahwa daerah hutan hujan tropis dilokasi penelitian masih dapat mempertahankan keanekaragamannya, yang menyediakan sumberdaya makanan tempat perlindungan dan tempat berbiak. Akan tetapi pada berbagai daerah telah mengalami gangguan dengan kegiatan logging.

Indeks keanekaragaman pada ekosistem pemukiman menempati posisi kedua tertinggi dibanding ekosistem mangrove, pantai berpasir, perkebunan sawit, dan sempadan sungai. Hal tersebut karena kondisi dan letak pemukiman berada di antara lahan-lahan yang masih menjadi hutan. Oleh karena itu burung-burung yang mampu beradaptasi dengan kegiatan di pemukiman serta tidak terlalu sensitif terhadap kehadiran manusia masih banyak berdatangan ke sekitar pemukiman. Tingginya keanekaragaman burung karena juga pergabungan dari spesies burung pemukiman dan burung hutan. Hal sama diperoleh Purnomo dkk [15] dan Aprillia [16] terjadi keanekaragaman yang tinggi pada 2 wilayah yang berdekatan namun memiliki perbedaan kondisi ekologi. Perubahan struktur vegetasi pada suatu areal hutan meningkatkan kekayaan dan keanekaragaman spesies burung. Perubahan lingkungan ini memungkinkan spesies-spesies burung hutan dan burung-burung pinggiran hutan hidup secara bersamaan (co-eksistensi) dalam satu areal [17].

Tipe ekosistem yang memiliki keanekaragaman terendah adalah tipe ekosistem sempadan sungai dimana memiliki indeks keanekaragama hayati sebesar 2.39, dengan jumlah 58 individu dari 14 jenis burung. Keanekaragaman yang rendah ini dapat dikarenakan pada saat pengamatan ekosistem ini memiliki jumlah titik hitung paling sedikit sehingga luasan pengamatannya pun tidak seluas ekosistem lain. Selain itu dapat juga dikarenakan ekosistem sempadan sungai ini memiliki vegetasi yang homogen dan bukan merupakan tanaman yang memproduksi pakan untuk burung-burung pemakan buah, sehingga bagi burung-burung pemakan buah biasanya hanya singgah saja di daerah ini. Penyusun vegetasi pada ekosistem sempadan sungai ini adalah Nipah dan Nibung dan beberapa jenis tumbuhan bawah seperti paku bakau, Familia Poaceae dan Cyperaceae. Pada 6 tipe ekosistem diketahui kehadiran spesies burung disebabkan berbagai faktor antara lain ketersediaan pakan, dan kesesuaian habitat. Hal ini sesuai dengan hasil beberapa peneliti yang menunjukkan bahwa kehadiran spesies burung dipengaruhi oleh ketersediaan pakan, perilaku makan dan perilaku hidup, air, pelindung, dan ruang lingkup serta kebutuhan yang penting bagi kehidupan burung yang terbentuk dalam suatu habitat [3][4][17].

Komposisi guild spesies burung

Keberadaan dan keragaman sumberdaya makanan merupakan salah faktor kehadiran berbagai spesies berdasarkan ketegori jenis makanan dan cara makanannya. Ketersediaan tersebut dapat tersebar secara meruang baik vertikal maupun horizontal. Pada 6 tipe ekosistem di tempat penelitian menunjukkan bahwa semua kategori guild burung ditemuikan yaitu karnivora, piscivora, insektivora, nektarivora, frugivora, karnivora, insektivora-frugivora, insektivora-nektarivora dan insektivora-piscivora.

102

Gambar 2. Komposisi Feeding Guilds Burung

Dari Gambar diatas menunjukkan feeding guilds yang mendominasi Insektivora dengan jumlah 37 jenis burung. Tingginya guild insektivora menunjukan bahwa ketersediaan pakan serangga melimpah. Kelimpahan serangga yang tinggi diberbagai tipe ekosistem di Nunukan mengindikasikan telah terjadi pembukaan oleh penduduk yang menyebabkan serangga menjadi tersebar ke berbagai tipe ekosistem dari hutan sampai perumahan. Pembukaan lahan menunjukkan hal sebaliknya terhadap kehadiran burung kategori guild frugivora yang cenderung lebih sedikit. Burung kelompok frugivora-insektivora mendominasi ekosistem tersebut seperti Familia Pycnonotidae (Tabel 2). Burung-burung frugivora-insectivora sangat membantu suksesi vegetasi di area-area bukaan [3][18]. Hal ini diduga karena pembukaan lahan menyebabkan banyak berbagai spesies tumbuhan yang buahnya potensial sebagai pakan burung menjadi berkurang bahkan tidak ada [4][7][17]. Aktivitas penebangan dapat menyebabkan ketersediaan makanan berupa serangga melimpah dibandingkan buah karena rusaknya pohon buah saat proses penebangan, dengan begitu lebih banyak burung insektivora yang hadir dibandingkan dengan burung frugivora [19].

Kelimpahan dan penyebaran burung

Karakter burung yang mampu beradaptasi dengan perubahan lingkungan yang lebih mendominasi banyak kehadiran manusia ditunjukkan dengan kelimpahan dan distribusi yang tinggi di ke-6 habitat, tampak seperti pada Tabel 2. Akan tetapi, spesies burung yang sensitif terhadap kehadiran manusia sehingga hanya mampu menempati tempat tertentu seperti hutan hujan tropis sebanyak (20,9%) spesies, dengan memiliki kelimpahan yang kecil (0,13%) [20].

Tabel 2. Burung Dengan Kelimpahan tertinggi

No. Nama Indonesia Nama Latin Familia KR (%) FR (%)

1 Merbah cerukcuk Pycnonotus goiavier Pycnonotidae 9,53 66,67

2 Gereja Passer montanus Ploceidae 8,19 50.00

3 Layang-layang Batu Hirundo tahitica Hirundinidae 7,38 83,33

4 Bondol rawa Lonchura malacca Ploceidae 6,58 83,33

5 Walet sarang Hitam Collocalia maxima Apodidae 6,44 50,00

6 Bondol Kalimantan Lonchura fuscans Ploceidae 5,77 33.33

Merbah cerukcuk dan burung Gereja memiliki kelimpahan tertinggi karena pada ekosistem pantai, pemukiman dan perkebunan sawit sangat banyak dijumpai. Hal ini diduga karena sumberdaya yang sangat dibutuhkan burung tersebut untuk kelangsungan hidupnya tercukupi seperti makanan, tempat bersarang dan tempat berlindung. Kemampuan adaptasi dan pemanfaatan sumberdaya di habitat yang didominasi kegiatan aktivitas manusia dapat dilakukan oleh burung yang toleran. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Partasasmita [3] bahwa spesies burung tersebut meningkat di tipe habitat yang lebih terbuka dan banyak aktivitas manusia

0 20 40 K I N I/P I/N Keterangan : K = Karnivora N =Nektarivora I/N =Insektivora Nektarivora…

Je n is Fee ding Gu ilds Juml…

103

dibanding dengan di hutan sekunder tua. Kelimpahan burung Merbah cerukcuk yang tinggi menunjukkan ciri khusus bahwa spesies tersebut sangat menyukai tipe habitat terbuka yang masih banyak vegetasi semaknya terutama pada kebun kelapa sawit yang masih usia muda. Hal ini sejalan dengan yang ditemukan Mulyani [7] bahwa burung Merbah cerukcuk mempunyai kepadatan tertinggi pada berbagai musim berturut-turut musim kemarau 62 ind/ha, sedangkan musim hutan 30 ind/ha. Burung Merbah cerukcuk dan burung Gereja pada umumnya dimasukan dalam kategori frugivora dan granivora. Akan tetapi, hasil analisis feses sering dijumpai bagian dari tubuh insekta, sehingga sering dikategorikan frugivora dan insektivora-granivora. Kelimpahan kedua spesies tersebut di tipe ekosistem pemukiman dan perkebunan kelapa sawit karena pada kedua tipe ekosistem tersebut banyak menyediakan serangga sebagai pakannya. Menurut Heldebrant (2015) menemukan banyak serangga yang potensial sebagai pakan burung pada kebun kelapa sawit di jambi, diantaranya yang kelimpahan tinggi kelompok Hymenoptera dan coleopteran, dan yang kelimpahan sedang Araneae, Hemiptera dan Dermaptera [7].

Pada ekosistem mangrove spesies burung yang melimpah adalah Bondol rawa (Lonchura malacca) dan Kucica kampung dengan kelimpahan relatif berturut-turut 18,3% dan 15,8% [20]. Kelimpahan Bondol rawa dan Kucica kampung yang tinggi di ekosistem mangrove, karena burung tersebut nyukai daerah terbuka seperti pembukaan lahan mangrove yang dijadikan pelabuhan, kedua spesies tersebut sering dijumpai bertengger dan terdengar kicauannya di vegetasi mangrove. Kelimpahan yang tinggi dan berstatus endemik, akan tetapi hanya terdistribusi di tipe ekosistem pemukiman dan kebun kelapa sawit diantaranya Bondol Kalimantan (Lonchura fuscans) 18,75% [20]. Hal ini menunjukkan bahwa perubahan hutan menjadi pemukiman maupun perkebunan kelapa sawit masih dapat digunakan oleh beberapa spesies burung termasuk spesies yang endemik (Lonchura fuscans). Bondol Kalimantan terlihat pada semak-semak yang berada di daerah pinggiran pemukiman. Pada ekosistem pemukiman merupakan ekosistem buatan manusia yang sudah memiliki banyak perubahan dari ekosistem aslinya. Burung-burung ini mendominasi wilayah pemukiman karena merupakan wilayah campuran tipe ekosistem dimana pemukiman ini berbatasan langsung dengan hutan dan didalamnya terdapat juga lahan pertanian dan perkebunan warga sehingga menyebabkan ketersediaan pakan semakin beraneka. Kehadiran walet sarang hitam di daerah pinggiran pemukiman yang berupa hutan sehingga karena terdapat gua-gua kecil yang merupakan sarang dari burung tersebut

Secara keseluruhan kehadiran burung-burung pada tiap ekosistem menunjukan bahwa ekosistem tersebut disukai dan sesuai untuk dijadikan tempat hidup oleh spesies tersebut. Kehadiran suatu jenis burung tertentu, pada umumnya disesuaikan dengan kesukaannya terhadap habitat tertentu [3]. Demikian juga distribusi burung sangat bergantung pada kesesuaian habitatnya, setiap familia dan jenis burung harus beradaptasi dengan masing-masing tipe habitat yang sesuai untuk makan dan bertelur [21].

Kesamaan jenis burung pada 6 tipe ekosistem

Nilai indeks kesamaan Sørensenantar tiap ekosistem rata-rata di bawah 0,5 kecuali daerah pemukiman dengan perkebunan sawit yang memiliki nilai 0,57 (Tabel 3). Hal ini menunjukkan bahwa masing-masing tipe ekosistem memiliki perbedaan tipe vegetasi. Perbedaan tipe vegetasi antara keenam tipe ekosistem menyebabkan adanya perbedaan jenis burung serta sumber daya yang bisa dimanfaatkan bagi burung [3]. Perbedaan tersebut mengakibatkan jenis-jenis burung yang terdapat pada keenam tipe ekosistem berbeda. Kesamaan jenis burung yang menempati 2 ekosistem dapat menunjukan bahwa spesies yang hadir pada kedua ekosistem tersebut dapat beradaptasi dengan baik pada kondisi ekosistem yang berbeda. Kesamaan spesies burung penghuni 2 tipe ekosistem yaitu pada ekosistem pemukiman dan ekosistem perkebunaan sawit, diduga karena pengaruh kemiripan vegetasi kedua ekosistem tersebut. Tipe vegetasi pada suatu area sangat mempengaruhi jenis burung yang ada pada suatu area [14].

Pada ekosistem pemukiman banyak ditemukan talun dan beberapa tanaman sawit yang ditanam di kebun warga, dan tumbuhan buah-buahan seperti pohon pisang. Kedua ekosistem

104

tersebut sering dikunjungi oleh manusia. Spesies burung yang hadir di kedua ekosistem tersebut menunjukkan sudah terbiasa dengan kehadiran manusia, diantaranya burung dari Familia Ploceidae. Burung dari Familia Ploceidae merupakan burung yang cukup roleran terhadap kehadiran manusia [21].

Tabel 3. Kesamaan jenis burung pada 6 tipe ekosistem

Tipe Ekosistem Mangrove Pantai Berpasir Hutan Hujan Tropis Pemukiman Perkebunan Sawit Sungai Mangrove 0,41 0,15 0,21 0,22 0,32 Pantai Berpasir 0,15 0,44 0,37 0,22 Hutan Hujan Tropis 0,39 0,3 0,17 Pemukiman 0,57 0,32 Perkebunan Sawit 0,22

Dari Tabel 3 diatas menunjukkan bahwa hutan hujan tropis memiliki jenis kesamaan terendah dengan ekosistem mangrove dan ekosistem pantai berpasir. Hal ini karena perbedaan