FORMULASI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK KORBAN TINDAK PIDANA KEKERASAN SEKSUAL DALAM RUMAH TANGGA
C. Instrumen Internasional Terkait Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban Tindak Pidana Kekerasan Seksual Dalam Rumah Tangga Korban Tindak Pidana Kekerasan Seksual Dalam Rumah Tangga
2. Convention on Protection of Children Against Sexseal Exploitation and Sexual Abuse (Deklarasi Perlindungan Anak dari Eksploitasi dan
Kekerasan Seksual)
Konvensi tentang perlindungan anak dari eksploitasi seksual dan kekerasan seksual atau yang lebih dikenal dengan nama Konvensi Lanzarote. Konvensi ini mengkriminalisai semua jenis pelanggaran seksual terhadap anak. Negara diharuskan untuk melakukan pengadopsian konvensi ini khususnya negara-negara Eropa dan mengambil langkah-langkah untuk mencegah terjadinya eksploitasi seksual dan kekerasan seksual pada anak serta untuk meminta pertanggungjawaban pelakunya. Penyusunan konvensi ini didasari dari pasal 34 KHA yang mengatur tentang sexseal exploitation atau eksploitasi seksual dan sexual abuse atau kekerasan seksual, yang berbunyi:
Pasal 34 KHA:
“Negara-negara peserta berusahan untuk melindungan anak dari segala bentuk eksploitasi seks dan penyalahgunaan seksual. Untuk itu negara-negara peserta khususnya mengambil langkah-langkah nasional, bilateral dan multilateral yang tepat untuk mencegah:
a. Bujuk atau pemaksaan anak untuk melakukan semua bentuk kegiatan seksual yang tidak sah;
b. Penggunaan anak-anak secara eksploitasi dalam pelacuran atau praktek seksual lainnya yang tidak sah;
c. Penggunaan anak-anak secara eksploitasi dalam pertunjukan-pertunjukan dan bahan-bahan pornografi”.
Pembukaan dari konvensi ini menyebutkan beberapa konvensi dan pertemuan yang telah dilakukan baik secara global maupun regional untuk memberikan pemenuhan hak korban kekerasan seksual. Konvensi ini juga memperhatikan instrument internasional lain yang memiliki program yang relevan dengan porgam dalam bidang perlindungan anak dari eksploitasi dan kekerasan seksual, khususnya deklarasi dan agenda aksi Stockhom.Berdasarkan ketiga hal tersebut maka konvensi ini mempunyai tekat untuk berkontribusi secara efektif untuk tujuan bersama melindungi anak-anak dari eksploitasi seksual dan pelecehan seksual, siapun pelakunya dan memberikan bantuan kepada korban. Konvensi ini juga memiliki konsep hukum tentang bantuan kepada korban sebagaimana yang diharapkan anak korban kekerasan seksual.250
Pelaksanaan konvensi ini dimonitoring oleh sebuah komite yang dikenal dengan nama Komite Lanzarote. Komite ini adalah badan yang dibentuk untuk memantau apakah para pihak secara efektif mengimplementasikan konvensi Lazarote ini. Komite ini terdiri dari perwakilan yang hadir dan dan berpotensi dari negara-negara peserta kovensi. Komite ini bertugas mengevaluasi situasi
250https://www.ceo.int/en/web/conventions/full-list/-/conventions /rms/09000016800848 22, diakses pada 10 Juli 2020
perlindungan anak terhadap kekerasan seksual di tingkat nasional berdasarkan informasi yang telah disediakan oleh pemerintah yang berwenang dan sumber-sumber lain. Komite ini juga diberi mandat untuk memfasilitasi pengumpulan, menganalisa dan pertukaran informasi dari pengalaman dan praktik-praktik baik untuk meningkatkan kapasitas dalam mencegah dan mengatasi eksploitasi seksual dan kekerasan seksual pada anak.251
Latar belakang lahirnya konvensi ini bertujuan utnuk melakukan pencegahan eksploitasi seksual, melindungan korban, dan melakukan kerjasana dalam mencegah eksploitasi seksual, sebagaimana amanat dari pasal 1 konvensi ini yang mengatakan:
Pasal 1 Konvensi Lanzarote:
1. Tujuan konvensi ini untuk:
a) mencegah dan memerangi eksploitasi seksual dan kekerasan seksual terhadap anak;
b) melindungi hak anak korban eksploitasi seksual dan kekerasan seksual;
c) mempromosikan kerjasasma nasional dan internasional melawan eksploitasi seksual dan kekerasan seksual terhadap anak.
2. Untuk menjamin pelaksanaan konvensi sehingga dapat mencapai tujuan maka disusun mekanisme monitoring.
Istilah kekerasan seksual yang digunakan dalam kovensi ini maka terlihat ada dua jenis istilah, yaitu: a). eksploitasi seksual (sexual eksploitations) dan kekerasan seksual (sexual ebuse). Kedua istilah ini kemudian disebut dalam pasal 3 huruf b. Merujuk pada pasal 18 sampai dengan pasal 23 konvensi yang memberikan penjelasan tentang aktifitas-aktifitas yang termasuk sebagai eksploitasi seksual dan kekerasan seksual, yaitu:
251https://www.ceo.int/en/web/cildren/lanzarote-committee#{%2212441908%22:[0]}, diakses pada 10 Juli 2020
a. Pasal 18, mengatur tentang kekersan seksual (sexual abuse).
b. Pasal 19, mengatur tentang penggaran mengenai prostitusi anak (child proctitutions).
c. Pasal 20 menatur tentang pelanggaran pronografi.
d. Pasal 21, mengatur tentang pelanggaran terkait keterlibatan anak dalam pertunjukan pornografi.
e. Pasal 22 mengatur tentang corruption of children.
f. Pasal 23 mengatur tentang permintaan anak untuk tujuan seksual.
Pasal-pasal ini tidak hanya memuat tentang perilaku eksploitasi dan kekerasan seksual saja tetapi juga memuat tentang keawajiban negara peserta, berupa: a). mengambil langkah legislatif, b). langkah-langkah lain yang harus dilakukan untuk memastikan pemidanaan bagi setiap orang yang secara segaja melakukan tindakan kekersan seksual (sexual abuse), penggaran mengenai prostitusi anak (child proctitutions), pelanggaran pronografi, pelanggaran terkait keterlibatan anak dalam pertunjukan pornografi, corruption of children, permintaan anak untuk tujuan seksual.252
Pada pasal 19 konvensi ini mengatur tentang prostitusi anak dengan menyebutkan:
Pasal 19 Konvensi Lanzarote:
“bahwa istilah pelacuran anak berarti fakta menggunakan anak untuk kegiatan seksual dimana uang atau segala bentuk upah atau imbalan diberikan atau dijadikan sebagai pembayaran untuk anak atau orang ketiga”.
Selanjutnya pada Pasal 20 konvensi ini mengatur tentang kekerasan seksual pada konteks pornografi, yang berbunyi:
Pasal 20 Konvensi Lazarote:
1) “Mengambil tindakan legislatif atau tindakan lain yang diperlukan untuk memastikan bahwa kekerasan seksual pada konteks pornografi seperti:
a). memproduksi pornografi anak;
252Deklarasi perlindungan Anak dari Eksploitasi dan Kekerasan Seksual, Pasal 6
b). menawarkan atau menyediakan pornografi anak;
c). mendistribusikan atau mentransmisikan pornografi anak;
d). mengadakan pornografi anak untk diri sendiri atau orang lain;
e). memiliki pornografi anak;
f). secara sadar memperoleh akses, melalui teknologi informasi dan komunikasi ke pornografi anak.
2) Dijelaskan juga bahwa istilah pornografi anak berarti materi apapun yang menggabrkan secara visual seorang anak yang terlibat dalam perilaku nyata atau disimulasikan secara seksual atau penggabaran organ seksual anak untuk tujuan seksual.
Situasi eksploitasi seksual anak terikat dengan perkembangan teknologi, informasi dan komunikasi. Orang dewasa bisa dikenakan pidana apabila ia menggunakan teknologi, informasi dan komunikasi untuk bertemu dengan seorang anak yang belum mencapai usia sesuai dengan konvensi ini. Perkembangan teknologi, informasi dan komunikasi mengakibatkan anak rentan menjadi korban kekerasan seksual.253
3. The Convention on the Elimination of Violence Against Women an