• Tidak ada hasil yang ditemukan

FORMULASI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK KORBAN TINDAK PIDANA KEKERASAN SEKSUAL DALAM RUMAH TANGGA

3. Tindak Pidana Kekerasan Seksual Terhadap Anak

Perkembangan ilmu pengetahuan sangat mempengaruhi pola pikir pakar hukum untuk membedakan pengertian tindak pidana. Mengenai istilah tindak pidana dari para ahli hukum pidana tidak terdapat keseragaman pendapat, tetapi jikalau dititeliti secara mendalam ternyata semuanya istilah tindak pidana merujuk pada terjemahan dari istilah Belanda starbaar feit. Strafbaar feit merupakan istilah yang berasal dari bahasa Belanda apabila diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia maka akan terdapat beberapa pengertian diantaranya yaitu, tindak pidana, delik, perbuatan pidana, peristiwa pidana maupun perbuatan yang dapat dipidana. Kata Strafbaar feit terdiri dari tiga suku kata, yaitu straf dan baar serta feit.

Apabila dikaji secara bahasa maka straf artinya pidana dan hukum, baar artinya dapat dan boleh serta feit diartikan tindakan, peristiwa, pelanggaran dan perbuatan. Sehingga inilah salah satu faktor yang menyebabkan banyaknya

158Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Pasal 76A, Pasal 76C, dan Pasal 76D serta Pasal 76E. Mengenai sanksi dari larangan terhadap Pasal 76D dan Pasal 76E tentang kekerasan seksual sanksi pidana yang terdapat dalam ketentuan Pasal 80 sampai dengan Pasal 81 telah diubah menjadi undang nomor 17 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak.

pengertian Strafbaar feit di Indonesia yang mengakibatkan tidak adanya keserangaman dalam memberikan definisi Strafbaar feit. Leden Marpaung yang mengartikan Strafbaar feit sebagai delik berupa perbuatan yang dapat dikenakan hukuman karena merupakan pelanggaran terhadap undang-undang hukum pidana.159

Menurut Simons dalam A. Zainal Abidin Farid mengatakan bahwa Strafbaar feit merupakan peristiwa pidana yang dilakukan dengan cara melawan hukum yang berkaitan dengan kesalahan (schuld) seseorang yang mampu bertanggungjawab.160 Serta Pompe mengatakan strafbaar feit yaitu pelanggaran yang dilakukan terhadap norma karena kesalahan sehingga sipelanggar diancam dengan hukuman guna mempertahankan tata kehidupan yang ada.161 Sedangkan definisi strafbaar feit menurut hukum positif ialah suatu kejadian yang berdasarkan ketentuan peraturan yang ada ditentukan sebagai perbuatan yang dapat dihukum.162

Van Hamel memberikan pendapat tentang tindak pidana yang sejalan dengan pendapat simons, akan tetapi dalam pendapatnya van Hamel menambahkan adanya “sifat perbuatan yang mempunyai sifat dapat dihukum”

sehingga pengertian tindak pidana menurut van Hamel memberikan pendapat tentang tindak pidana sebagai perbuatan manusia yang diuraikan oleh undang-undang sebagai perbuatan melawan hukum yang patut atau bernilai untuk

159Leden Marpaung, Unsusr-unsur Perbuatan Yang Dapat Dihukum, (Jakarta, Sinar Grafika, 1991) hlm. 1

160A. Zainal Abidin Farid, Hukum Pidana 1, (Jakarta, Sinar Grafika, 2007) hlm. 224

161Ibid, hlm 225

162Bambang Poernomo, Asas-asas Hukum Pidana, (Jakarta, Ghalia Indonesia, 1994) hlm.

91

dipidana (strafwaarding) dan dapat dicela karena kesalahan (en aan schuld te wijten).163 Menurut Moeljatno tindak pidana merupakan perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan yang disertai ancaman hukuman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa yang melanggar larangan yang telah ditentutakan.164

R. Tresna juga mengatakan bahwa tindak pidana adalah perbuatan atau serangkaian perbuatan manusia yang bertentangan dengan undang-undang atau peraturan perundang-undangan lainnya terhadap perbuatan mana diadakan tindakan penghukuman, dan dalam tindak pidana tersebut terdapat syarat-syarat yang telah ditentukan seperti: harus adanya suatu perbuatan manusia, perbuatan itu haruslah sesuai dengan apa yang dilukiskan di dalam ketentuan hukum, dan atas perbuatan itu harus terbukti adanya kesalahan pada orang yang berbuat dan dapat dipertanggungjawabkan, perbuatan yang dimaksudkan harus berlawanan dengan hukum serta atas perbuatan itu harus tersedia ancaman hukumnya dalam undang-undang.165

Walaupun di dalam kitab undang - undang hukum pidana tidak ada penjelasan khusus tentang kekerasan seksual, tetapi di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia terdapat pengertian yang cukup jelas tentang kekerasan seksual.

Untuk mengetahui lebih jelas makna dari kekerasan seksual terlebih dahulu kita perlu melihat masing-masing kata yang ada di dalamnya yaitu kekerasan dan seksual. Kekerasan dalam istilah bahasa inggris dikenal dengan abuse yang

163Roni Wiyanto, Asas-asas Hukum Pidana Indonesia, (Bandung, Mandar Maju, 2012) hlm. 160

164Adami Chazawi, Hukum Pidana 1, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005) hlm. 71

165Ibid, hlm. 73.

diterjemahkan menjadi kekerasan, penganiayaan, penyiksaan, atau perlakuan salah. Menurut Barker dalam Abu Huraerah mendefenisikan abuse sebagai

“improper behavior intended to case phsycal, psychological, or financial harm to an individual or group”.166 Istilah kekerasan juga mengandung kecenderungan agresif untuk melakukan perilaku yang merusak.

Neil Alan Weiner mengatakan bahwa kekerasan merupakan gabungan dari beberapa elemen, yaitu ”..threat, attempt, or use of physical force by one or more person that results in physical or nonphysical harm to more other persens”.167 Kekerasan bisa memiliki dua elemen berupa, ancaman untuk menggunakan kekuatan fisik atau perbuatan kekerasan itu belum dilakukan serta perbuatan kekerasan yang telah menggunakan kekerasan atau kekerasan itu telah dilakukan atau telah diperguakan. Kedua bentuk kekersan ini mengakibatkan kerusakan terhadap korban baik secara fisik maupun secara psikis. Sedangkan Barker mendefinisikan child abuse yaitu “the recurrent infliction of physical or emotional injury on a depeden minor, through intentional beatings, uncontrolled corporal punishment, persistent redicule and degradation”.168

Seksual (sexual) memiliki arti hal-hal yang berkenaan dengan seks atau jenis kelamin, hal yang berkenaan dengan perkara persetubuhan antara pria dan

166Abu Huraerah, Child Abuse (Kekerasan Terhadap Anak), Edisi Revisi, (Bandung, Nuansas, 2007) hlm. 47; (kekerasan adalah perilaku tidak layak yang mengakibatkan kerugian atau bahaya secara fisik, psokologis, ataupun finansial, baik individu maupun kelompok).

167Neil Alan Weiner and Marfin E Wolfgang, The Etent And Character Of Violent Crime In America 1969 To 1982, (USA: Harcourt Brace Jovanovich Publisher, 1990) hlm. 46 (ancaman, upaya, atau penggunaan kekuatan fisik oleh satu atau lebih orang yang mengakibatkan kerugian fisik atau nonfisik untuk lebih banyak persen lainnya).

168Ibid, hal. 47 (kekerasan terhadap anak tindakan yang melukai yang berulang-ulang secara fisik dan emosional terhadap anak yang ketergantungan melalui desakan harsat, hukuman badan yang tidak terkendali, degrardasi dan cemooh yang permanen atau kekerasan seksual, biasanya dilakukan oleh para orang tua atau yang merawat anak).

wanita. Seangkan kekersan seksual diartikan setiap perbuatan yang berupa pemaksaan hubungan seksual, pemaksaan hubungan seksual dengan tidak wajar, dan atau tidak sesuai, pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain dengan komersial dan atau dengan tujuan tertentu.169

Komnas Perempuan membagi kekerasan seksual menjadi lima belas jenis yaitu: perkosaan, perdagangan perempuan untuk tujuan seksual, pelecehan seksual, penyiksaan seksual, eksploitasi seksual, perbudakan seksual, percobaan perkosaan, kontrol seksual, pemaksaan aborsi, penghukuman bernuansa seksual, pemaksaan perkawinan, prostitusi paksa, pemaksaan kehamilan, praktik tradisi bernuansa seksual, dan pemaksaan kontrasepsi. Terry E. Lawson selaku psikiater anak yang dikutip oleh Abu Huraerah mengklasifikasian kekerasan terhadap anak (child abuse) menjadi empat bentuk yaitu emotional abuse, verbal abuse, phsycal abuse, end sexual abuse.170

Sementara Suharto mengelompokkan sebagaimana yang dikutip oleh Abu Huraerah child abuse kedalam empat bagian menjadi berupa: pertama, kekerasan secara fisik berupa penyiksaan, pemukulan dan penganiayaan terhadap anak, dengan atau tanpa menggunakan benda-benda tertentu yang menimbulkan luka fisik atau kematian kepada anak. kedua, kekerasan anak secara psikis meliputi penghardikan, penyampaikan kata-kata kasar dan kotor, memperlihatkan buku gambar dan atau film pornografi pada anak. Ketiga, kekerasan secara seksual anak secara seksual, dapat berupa perlakuan prakontak seksual antara anak dengan orang yang lebih besar melalui kata, sentuhan, gambar, dan visual maupun

169Undang-Undang No. 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga yang terdapat dalam Penjelasan pasal 8.

170Abu Huraerah, Op Cit, hlm. 48

perlakkuan kontak seksual secara langsung antara anak dengan orang dewasa, serta keempat, kekerasan secara sosial mencakup penelantaran anak dan eksploitasi anak. Penelantaran anak adalah sikap dan perlakuan orang tua yang tidak memberikan perhatian yang layak terhadap proses tumbuh kembang anak.

Sedangkan eksploitasi anak merujuk pada sikap diskriminatif atau perlakuan sewenang-wenang terhadap anak yang dilakukan keluarga atau masyarakat.171

Menelaah ketentuan yang ada dalam kitab undang-undang hukum pidana ternyata tidak ada suatu ketentuan yang secara ekplisit mengatakan tindak pidana kekerasan seksual. Akan tetapi secara tidak langsung di dalam ketentuan pasal-pasal yang terdapat didalam kitab undang-undang hukum pidana telah termaktub tentang perbuatan yang digolongkan kepada kekerasan seksual tepatnya pada pasal 282 sampai pasal 295. Khusus kekerasan seksual terhadap anak, seperti halnya perbuatan persetubuhan dengan seorang perempuan yang belum berusia 15 tahun,172 dan perbuatan cabul dengan seseorang yang belum berusia 15 tahun atau membujuk seseorang yang belum berusia 15 tahun untuk berbuat cabul atau bersetubuh dengan orang ketiga,173 serta perbuatan cabul dengan anak kandung, anak tiri, anak pungut, anak peliharaan, anak yang dipercayakan.174

171Ibid, hlm. 49

172Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 287: “Barangsiapa bersetubuh dengan perempuan yang bukan istrinya, sedang diketahui atau patut disangkanya, bahwa umur perempuan itu belum cukup 15 tahun kalau tidak nyata berapa umurnya bahwa perempuan itu belum masanya kawin”.

173Ibid, Pasal 290 ayat 2e: “Barangsiapa bersetubuh dengan perempuan yang bukan istrinya, sedang diketahui atau patut disangkanya, bahwa umur perempuan itu belum cukup 15 tahun kalau tidak nyata berapa umurnya,” ayat 3e “barang siapa mem ujuk (menggoda) seseorang yang diketahuinya atau patut harus didangkanya bahwa umur orang itu belum cukup 15 tahun atau tinyad nyata berapa umurnya, atau ia belum masanya buat kawin, akan melakukan atau membiarkan dilakukan pada dirinya perbuatan cabul atau bersetubuh dengan orang lain”.

174Ibid, Pasal 294 ayat 1: “barangsiapa melakukan perbuatan cabul dengan anaknya yang belum dewasa, anak tiri atau anak pungutnya, anak peliharaan, atau dengan seseorang yang belum

Sianturi mengatakann untuk membedakan kategori pemerkosaa dengan pencabulan itu menitikberatkan pada unsur adanya perbuatan persetubuhan.

Lanjut sianturi mengatakan bahwa dikatakan sebagai bersetubuh apabila memasukkan kemaluan pria ke kemaluan wanita yang mengakibatkan penetrasi, sedangkan apabila kemaluan pria hanya sekedar menempel diatas kemaluan wanita maka hal itu tidak dapat dipandang sebagai persetubuhan melainkan hanya percabulan. Disamping itu juga Lamintang berpendapat bahwa tidak diisyaratkan telah terjadinya suatu ejakulasi, melainkan cukup jika orang telah memasukkan penisnya ke dalam vagina seorang wanita.

Sedangkan Soka Handinah Katjasungkana mengatakan bahwa pemerkosaan tidak harus selalu diartikan masuknya penis ke vagina, dikarenakan relasi seksual tidak bisa diartikan berdasarkan hubungan yang bersifat fisik berupa alat kelamin belaka, melainkan memasukkan berupa benda atau bagian tubuh lainnya yang bukan alat seksual, misalnya ke mulut (oral) atau memasukkan jari ke vagina dengan pemaksaan termasuk juga bentuk perkosaan.175 ECPAT (End Child Prostitution in Asia Tourism), sebuah Organisasi Internasional dalam sebuah pertemuan mengemukakan bahwa kekerasan seksual terhadap anak merupakan hubungan atau interaksi antara seorang anak dan seorang yang lebih tua atau anak yang lebih banyak nalar atau orang dewasa seperti orang asing, saudara sekandung atau orang tua dimana anak tersebut dipergunakan sebagai sebuah objek pemuas bagi kebutuhan seksual pelaku.176

dewasa yang dipercayakan padanya unntuk ditanggung, dididik atau dijaga, atau dengan bujang atau dengan orang sebawahnya yang belum dewasa”.

175Elfina L.Sahetapy, Op. Cit, hlm. 4

176Ibid, hal 5

Maka dapat disimpulkan bahwa kekerasan seksual adalah setiap tindakan yang dilakukan seseorang untuk memaksa orang lain serta membuatnya terlibat dalam aktifitas seksual yang tidak dikehendaki. Atau dengan kata lain kekerasan seksual itu merupakan suatu perilaku atau tindakan yang mengganggu, menjengkelkan dan tidak diundang yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang terhadap pihak lain yang berkaitan dengan jenis kelamin pihak yang diganggunya. Perilaku itu dapat berupa fisik dan mental serta mengganggu aspek fisik, mental, emosional dan spritual korban.