• Tidak ada hasil yang ditemukan

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga Kekerasan Dalam Rumah Tangga

FORMULASI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK KORBAN TINDAK PIDANA KEKERASAN SEKSUAL DALAM RUMAH TANGGA

B. Instrumen Nasional Terkait Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban Tindak Pidana Kekerasan Seksual Dalam Rumah Tangga Korban Tindak Pidana Kekerasan Seksual Dalam Rumah Tangga

3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Merujuk pada ketentuan yang ada pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, sebagaimana dalam pasal 10 hak-hak yang memungkinkan untuk diperoleh korban suatu tindak pidana, diantaranya:

a). Hak Perlindungan Dari Semua Pihak Pasal 10 UU No. 23 tahun 2004

“ Korban berhak mendapatkan:

a. Perlindungan dari pihak keluarga, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, advokat, lembaga sosial, atau pihak lainnya baik sementara maupun berdasarkan penetapan perintah perlindungan dari pengadilan;

b. Pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis;

c. Penanganan secara khusus berkaitan dengan kerahasiaan korban;

d. Pendampingan oleh pekerja sosial dan bantuan hukum pada setiap tingkat proses pemeriksaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan

e. Pelayanan bimbingan rohani”.

Undang-undang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga begitu juga dalam penjelasan undang-undang ini tidak memberikan pengetian perlindungan secara eksplisit, undang-undang ini hanya memberikan tujuan dari perlindungan yang akan diberikan, sebagaimana bunyi:

Pasal 1 angka 4 UU No. 23 tahun 2004 :

“Perlindungan adalah segala upaya yang ditujukan untuk memberikan rasa aman kepada korban yang dilakukan oleh pihak keluarga, advokat, lembaga sosial, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, atau pihak lainnya baik sementara maupun berdasarkan penetapan pengadilan”.

Secara harfian perlindungan berasal dari kata lindung yang berarti menempatkan dirinya dibawah (di balik, di belakang) sesuatu supaya tidak terlihat atau tidak kena. Sedangkan perlindungan merupakan tempat berlindungan atau sesuatu hal yang berkaitan dengan memperlindungi. Bila ditelaah perlindungan adalah suatu upanya untuk menjaga atau melindungi serta menjamin tercapainya kepentingan dan hak yang dalam hal ini kepentingan dan hak anak korban tindak pidana.

Perlindungan anak adalah suatu usaha yang dilakukan guna menciptakan siatuasi dimana anak bisa melakukan kewajibannya serta dapat memanfaatkan yang menjadi haknya sehingga anak bisa tumbuh dan berkembang secara wajar baik secara fisik, mental mapun secara sosial. Perlindungan anak merupakan suatu perwujudan dari ditegakkanya keadilan ditengah-tengah masyarakat, dengan demikian perlindungan anak diusahakan dalam berbagai bidang kehidupan berbangsa dan bernegara. Hukum merupakan jaminan terhadap proses perlindungan bagi anak.

Arif Gosita mengemukakan bahwa kepastian hukum harus diupayakan demi keberlangsungan kegiatan perlindungan terhadap anak serta mencegah munculnya dampak-dampak yang tidak baik serta yang tidak diinginkan dari pelaksanaan perlindungan anak.207 Penyelenggaraan perlindungan terhadap anak berasaskan Pancasila dan berlandaskan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta prinsip-prinsip dasar Konvensi Hak-Hak Anak meliputi: tidak berbuat diskriminasi, memberikan kepentingan yang terbaik bagi anak, hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan, serta penghargaan terhadap pendapat anak.208

Kebijakan terhadap perlindungan kepentingan masyarakat merupakan bagian yang integral dari usaha meningkatkan kesejahteraan sosial yang tidak dapat dilepaskan dari tujuan negara, yaitu untuk melindungi segenap bangsa

207Maidin Gultom, Op Cit, hlm. 40

208Undang-Undang No. 35 tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Pasal 2 “Penyelenggaraan perlindungan anak berasaskan Pancasila dan berlandaskan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta prinsip-prinsip dasar Konvensi Hak-Hak Anak meliputi: a. non diskriminasi;b. kepentingan yang terbaik bagi anak; c. hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan; dan d.

penghargaan terhadap pendapat anak”.

Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,209 atau dengan kata lain bahwa kebijakan terhadap perlindungan hukum pada hakikatnya merupakan bagian yang integral dari kebijakan perlindungan masyarakat secara keseluruhan, yaitu dalam rangka mencapai kesejahteraan sosial. Oleh sebab itu memberikan perlindungan hukum kepada individu sekaligus juga mengandung pengertian memberikan pula perlindungan kepada masyarakat. Diberikannya perlindungan hukum disamping untuk melindungi hak-hak yang dimiliki oleh setiap individu, yang paling mendasar ialah untuk mencapai tujuan negara seperti yang telah dijelaskan pada Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, untuk memajukan kesejahteraan umum.

b). Hak Pelayanan kesehatan

Pasal 10 UU No. 23 tahun 2004

“ Korban berhak mendapatkan:

a. Perlindungan dari pihak keluarga, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, advokat, lembaga sosial, atau pihak lainnya baik sementara maupun berdasarkan penetapan perintah perlindungan dari pengadilan;

b. Pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis;

c. Penanganan secara khusus berkaitan dengan kerahasiaan korban;

d. Pendampingan oleh pekerja sosial dan bantuan hukum pada setiap tingkat proses pemeriksaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;dan

209Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 alinea ke-empat yaitu: “Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.

e. Pelayanan bimbingan rohani”.

Kesehatan adalah sebuah hal penting bagi manusia. Setiap manusia pasti mengiginkan kesehatan bagi dirinya sendiri, keluarganya, dan orang orang yang dicintainya. Semua manusia berhak mendapatkan layanan kesehatan. Dalam pasal 28 H ayat 1 UUD 1945, menyebutkan:

“Setiap orang berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Jadi semua orang mempunyai hak mendapat pelayanan kesehatan, walaupun itu dari kalangan kurang mampu maupun yang mampu”.

Kesehatan merupakan salah satu unsur kesejahteraan umum, harus diwujudkan melalui berbagai upaya kesehatan dalam rangkaian pembangunan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu yang didukung oleh suatu sistem kesehatan nasional. Pasal 34 ayat 3 UUD tahun 1945 menyatakan:

“Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasislitas pelayanan umum yang layak”.

Hak dan kesempatan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan berlaku bagi setiap orang, dan masyarakat termasuk korban tindak pidana dapat memanfaatkan sumber daya kesehatan yang disediakan oleh pemerintah. Hak atas pelayanan kesehatan bukanlah berarti hak agar setiap orang untuk menjadi sehat, atau pemerintah harus menyediakan sarana pelayanan kesehatan yang mahal di luar kesanggupan pemerintah. Tetapi lebih menuntut agar pemerintah dan pejabat publik dapat membuat berbagai kebijakan dan rencana kerja yang mengarah kepada tersedia dan terjangkaunya sarana pelayanan kesehatan untuk semua kalangan dengan memperhatikan waktu yang secepatnya.

c). Hak Penanganan secara khusus Pasal 10 UU No. 23 tahun 2004

“ Korban berhak mendapatkan:

a. Perlindungan dari pihak keluarga, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, advokat, lembaga sosial, atau pihak lainnya baik sementara maupun berdasarkan penetapan perintah perlindungan dari pengadilan;

b. Pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis;

c. Penanganan secara khusus berkaitan dengan kerahasiaan korban;

d. Pendampingan oleh pekerja sosial dan bantuan hukum pada setiap tingkat proses pemeriksaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;dan

e. Pelayanan bimbingan rohani”.

Merujuk pada ketentuan pada undang-undang ini tidak ada ketentuan lebih lanjut yang menjelaskan tentang pengertian dari penanganan secara khusus berkaitan dengan kerahasiaan korban. Apabila melihat pada ketentuan hukum pada undang lain, seperti undang perlindungan anak dan undang-undang sistem peradilan pidana anak, mengatakan bahwa:

Pasal 17 ayat 2 UU 23 tahun 2002:

“Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku kekerasan seksual atau yang berhadapan dengan hukum berhak dirahasiakan”.

Pasal 19 UU No. 11 tahun 2012:

1) “Identitas anak, anak korban dan atau anak saksi wajib dirahasiakan dalam pemberitaan dimedia cetak ataupun elektronik.

2) identitas sebagaimana dimaksud pada ayat 1 meliputi nama anak, nama anak korban, nama anak saksi, nama orang tua, alamat, wajah, dan lain yang dapat mengungkapkan jati diri anak, anak korban, dan atau anak saksi”.

Pelayanan secara khusus yang berikan kepada korban dengan memberikan penangan tersendiri atau kekhususan kepada anak pada setiap tahapan atau tindakan. Dalam ketantuan undang-undang ini juga tidak ada ketentuan lebih

lanjut yang menjelaskan tentang pemberian pelayanan secara khusus yang diberikan kepada korban kekerasan dalam rumah tangga. Akan tetapi jika merujuk pada ketentuan pada undang-undang perlindungan anak, menyebutkan:

Pasal 18 UU 23 tahun 2002:

“Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku tindak pidana berhak memperoleh bantuan hukum dan bantuan lainnya”.

Disamping itu juga dalam penanganan, anak korban dan atau anak saksi selau diberikan tindakan dan penangan secara tersendiri yang berbeda dengan orang dewasa pada setiap tahap proses pemeriksaan.

d). Hak Pendampingan Pada Setiap Tingkat Proses Pemeriksaan Pasal 10 UU No. 23 tahun 2004

“Korban berhak mendapatkan:

a. Perlindungan dari pihak keluarga, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, advokat, lembaga sosial, atau pihak lainnya baik sementara maupun berdasarkan penetapan perintah perlindungan dari pengadilan;

b. Pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis;

c. Penanganan secara khusus berkaitan dengan kerahasiaan korban;

d. Pendampingan oleh pekerja sosial dan bantuan hukum pada setiap tingkat proses pemeriksaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;dan

e. Pelayanan bimbingan rohani”.

Semua anak berpotensi menjadi korban atau saksi dari suatu tindak pidana.

Akan tetapi tidak semua anak mengetahui bagaimana semestinya yang dilakukan seorang korban dan saksi dalam suatu tindak pidana. Sehingga tidak jarang banyak anak korban tindak pidana ataupun saksi dari tindak pidana tidak berani bahkan tidak berkenan untuk hadir pada setiap proses pemeriksaan suatu peristiwa pidana, alhasil dengan tindakan demikian akan mengakibatkan timbulnya masalah

hukum yang lain. Lahirnya ketentuan hukum yang memberikan hak bagi seseorang yang ingin diperiksa pada setiap proses pemeriksaan merupakan suatu terobosan baru untuk menerapkan perlindungan terhadap hak azasi korban maupun saksi.

Apabila merujuk pada ketentuan hukum ini, tidak ada penjelasan lebih lanjut mengenai pendampingan pada setiap tingkat pemeriksaan, akan tetapi jika merujuk pada ketentuan hukum acara pidana pendampingan oleh penasihat hukum merupakan hak terperiksa sebagaimana yang diatur dalam KUHAP yang berbunyi:

Pasal 54 KUHAP:

“Bahwa guna kepentingan pembelaan, tersangka atau terdakwa berhak mendapat bantuan hukum dari seorang atau lebih penasihat hukum selama dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan, menurut tata cara yang ditentukan dalam undang-undang ini”.

Sehingga pendampingan pada setiap proses pemeriksan adalah hak yang dimiliki oleh korban atau saksi untuk bebas dalam memberikan keterangan tanpa ada paksaan, atau tekanan apalagi siksaan.

e). Hak Pelayanan bimbingan rohani Pasal 10 UU No. 23 tahun 2004

“Korban berhak mendapatkan:

a. Perlindungan dari pihak keluarga, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, advokat, lembaga sosial, atau pihak lainnya baik sementara maupun berdasarkan penetapan perintah perlindungan dari pengadilan;

b. Pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis;

c. Penanganan secara khusus berkaitan dengan kerahasiaan korban;

d. Pendampingan oleh pekerja sosial dan bantuan hukum pada setiap tingkat proses pemeriksaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;dan

e. Pelayanan bimbingan rohani”.

Undang-undang pernghapusan kekerasan dalam rumah tangga ini tidak meberikan keterangan mengenai apa yang dimaksud dengan hak atas pelayanan bimbingan rohani. Disamping itu juga pada ketentuan pasal 24 undang-undangn ini hanya mejelaskan tentang kewajiban pembimbing rohani, yang berbunyi:

Pasal 24 UU No. 23 tahun 2004:

“Dalam memberikan pelayanan, pembimbing rohani harus memberikan penjelasan mengenai hak, kewajiban, dan memberikan penguatan iman dan taqwa kepada korban”.

Untuk mengimplementasikan hak korban tersebut maka pihak kepolisian wajib segera memberikan perlindungan sementara kepada korban dengan berkerja sama dengan pihak kesehatan, pekerja sosial, relawan pendamping, atau pembimbing rohani dalam waktu satu kali dua puluh empat jam terhitung sejak mengetahui atau menerima laporan kekerasan dalam rumah tangga, perlindungan sementara tersebut diberikan paling lama tujuh hari sejak korban diterima atau ditangani.210

Tenaga kesehatan memberikan pelayanan kesehatan kepada korban, harus sesuai dengan standar profesinya serta membuat laporan tertulis hasil pemeriksaan

210Undang-Undang Nomor 23 tahun 2004 tentang Penggapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangg, Pasal 16 “1. Dalam waktu 1 x 24 (satu kali dua puluh empat) jam terhitung sejak mengetahui atau menerima laporan kekerasan dalam rumah tangga, kepolisian wajib segera memberikan perlindungan sementara pada korban; 2. Perlindungan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan paling lama 7 (tujuh) hari sejak korban diterima atau ditangani;

3. Dalam waktu 1 x 24 (satu kali dua puluh empat) jam terhitung sejak pemberian perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepolisian wajib meminta surat penetapan perintah perlindungan dari pengadilan”. Pasal 17 “Dalam memberikan perlindungan sementara, kepolisian dapat bekerja sama dengan tenaga kesehatan, pekerja sosial, relawan pendamping, dan/atau pembimbing rohani untuk mendampingi korban”.

terhadap korban dan visum etrepertum.211 Pekerja sosial dalam memberikan pelayanan denga cara konseling guna menguatkan dan memberikan rasa aman bagi korban, dan mengantarkan korban ke tempat tinggal alternatif serta melakukan koordinasi dalam memberikan layanan yang dibutuhkan korban.212 Relawan pendamping melakukan bimbingan kepada korban secara objektif dan lengkap memaparkan kekerasan dalam rumah tangga yang dialaminya, dan memberikan dengan aktif penguatan secara psikologis dan fisik kepada korban.213 Disamping itu juga advokat wajib memberikan konsultasi hukum kepada korban serta memberikan kejelasan informasi mengenai hak-hak korban.214

Usaha perlindungan yang diberikan undang-undang tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga kepada anak yang menjadi korban tindak pidana kekerasan seksual dalam rumah tangga tidak ada secara tegas didapat dalam pasal dari undang-undang tersebut karena undang-undang tentang penghapusan

211Ibid, Pasal 21 ayat 1 “Dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada korban, tenaga kesehatan harus: a. memeriksa kesehatan korban sesuai dengan standar profesinya; b. membuat laporan tertulis hasil pemeriksaan terhadap korban dan visum etrepertum atas permintaan penyidik kepolisian atau surat keterangan medis yang memiliki kekuatan hukum yang sama sebagai alat bukti”.

212Ibid, Pasal 22 ayat 1 “Dalam memberikan pelayanan, pekerja sosial harus: a.

melakukan konseling untuk menguatkan dan memberikan rasa aman bagi korban; b. memberikan informasi mengenai hak-hak korban untuk mendapatkan perlindungan dari kepolisian dan penetapan perintah perlindungan dari pengadilan; c. mengantarkan korban ke rumah aman atau tempat tinggal alternatif; dan d. melakukan koordinasi yang terpadu dalam memberikan layanan kepada korban dengan pihak kepolisian, dinas sosial, lembaga sosial yang dibutuhkan korban”.

213Ibid, Pasal 23 “Dalam memberikan pelayanan, relawan pendamping dapat: a.

menginformasikan kepada korban akan haknya untuk mendapatkan seorang atau beberapa orang pendamping; b. mendampingi korban di tingkat penyidikan, penuntutan atau tingkat pemeriksaan pengadilan dengan membimbing korban untuk secara objektif dan lengkap memaparkan kekerasan dalam rumah tangga yang dialaminya; c. mendengarkan secara empati segala penuturan korban sehingga korban merasa aman didampingi oleh pendamping; dan d. memberikan dengan aktif penguatan secara psikologis dan fisik kepada korban”.

214Ibid, Pasal 25 “Dalam hal memberikan perlindungan dan pelayanan, advokat wajib: a.

memberikan konsultasi hukum yang mencakup informasi mengenai hak-hak korban dan proses peradilan; b. mendampingi korban di tingkat penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan dalam sidang pengadilan dan membantu korban untuk secara lengkap memaparkan kekerasan dalam rumah tangga yang dialaminya; atau c. melakukan koordinasi dengan sesama penegak hukum, relawan pendamping, dan pekerja sosial agar proses peradilan berjalan sebagaimana mestinya”.

kekerasan dalam rumah tangga mengatur tentang perlindungan hukum secara umum. Sehingga dalam ketentuan undang-undang tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga pemberian perlindungan hukum tidak membedakan seorang anak maupun orang dewasa.

Sehingga baik anak mapun orang dewasa yang menjadi korban tindak pidana kekerasan seksual dalam rumah tangga berhak mendapatkan perlindungan hukum yang ditentukan didalam undang-undang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga. Melihat ketentuan yang terdapat dalam undang-undang ini masih belum jelas dalam pengaturan dan bentuk perlindung korban kekerasan seksual, sehingga dalam penerapannya diharapkan aparat penegak hukum mampu membebaskan diri dari bayang-bayang teks hukum dan dapat berpikir serta bertindak secara objektif yang berorientasi kepada keadilan yang restoratif sehinggga bisa memberikan kebahagiaan yang dirasakan oleh korban kekerasan seksual dalam rumah tanggga.

4. Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan