FORMULASI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK KORBAN TINDAK PIDANA KEKERASAN SEKSUAL DALAM RUMAH TANGGA
B. Instrumen Nasional Terkait Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban Tindak Pidana Kekerasan Seksual Dalam Rumah Tangga Korban Tindak Pidana Kekerasan Seksual Dalam Rumah Tangga
4. Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak
Apabila merujuk pada ketentuan yang ada didalam undang-undang sistem peradilan pidana anak tidak ada dijumpai formulasi yang mengatur perlidungan terhadap anak yang manjadi korban tindak pidana kekerasan seksual, akan tetapi jikalau dilihat lebih jauh maka akan dijumpai beberapa ketentuatan yang mengatur tentang perlindungan hukum terhadap anak korban tetatnya diatur dalam Bab VII undang-undang sistem peradilan pidana anak, mengemanatkan bahwa anak
korban berhak atas semua perlindungan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan, sebagaimana isi dari pasal 89 yang berbunyi:
Pasal 89 UU 11 tahun 2012:
“Anak Korban dan/atau Anak Saksi berhak atas semua perlindungan dan hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan”.
Perlindungan hukum bagi anak merupakan upaya perlindungan hukum terhadap berbagai kebebasan dan hak azasi anak serta berbagai kepentingan yang berhubungan dengan kesejahteraan anak. sehingga ruang lingkup perlindungan hukum bagi anak mencakup: perlindungan terhadap kebebasan anak, dan perlindungan terhadap hak azasi manusia, serta perlindungan terhadap semua kepentingan anak berkaitan dengan kesejahteraan. Anak korban tindak pidana berhak atas semua perlindungan dan hak yang diatur dalam peraturan perundang-undangan, baik yang ada dalam konvensi anak, undang-undang perlindungan anak, undang-undang kesejahteraan anak, undang-undang hak azasi manusia, dan undang-undang perlindungan saksi dan korban serta peraturan perundang-undangannya lainnya.
Adanya pengaturan mengenai bab khusus mengenai anak korban tindak pidana menunjukkan perhatian khusus yang diberikan oleh pemerintah untuk memberikan perlindungan hukum yang kuat bagi korban yang sering kali terabaikan, mengigat para pihak yang masih terfokus terhadap anak yang menjadi pelaku tindak pidana. Dalamm pearaturan perundang-undangan ini, Anak yang menjadi korban tindak pidanakekerasan seksual dalam rumah tangga berhak:
a. Hak atas upaya rehabilitasi medis dan sosial, Hak Jaminan Keselamatan dan Hak informasi Perkembangan Perkara
Pasal 90 (1) UU No. 11 tahun 2012:
“Selain hak yang telah diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89, Anak Korban dan Anak Saksi berhak atas:
a. upaya rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial, baik di dalam lembaga maupun di luar lembaga;
b. jaminan keselamatan, baik fisik, mental, maupun sosial; dan
c. kemudahan dalam mendapatkan informasi mengenai perkembangan perkara.
Undang-undang sistem peradilan pidana anak tidak memberikan tentang pengertian rehabilitasi medis maupun rehabilitasi sosial. Akan tetapi Rehabilitasi berasal dari dua kata, yaitu Re yang berarti kembali dan Habilitasi yang berarti kemampuan. Menurut arti katanya, rehabilitasi berarti mengembalikan kemampuan. Rehabilitasi adalah proses perbaikan yang ditujukan pada penderita cacat agar mereka cakap berbuat untuk memiliki seoptimal mungkin kegunaan jasmani, rohani, sosial, pekerjaan dan ekonomi. Rehabilitasi kesehatan atau rehabilitasi medik merupakan uapaya yang berhubungan dengan penanganan secara menyeluruh dari penderita yang mengalami gangguan fungsi/cidera (impairment), kehilangan fungsi/cacat (disability) serta gangguan mental sosial dan kekaryaan yang menyertai kecacatannya.
Sedangkan rehabilitasi sosial menurut Peraturan Menteri Sosial Nomor 26 Tahun 2018 tentang Rehabilitasi Sosial dan Reintegrasi Sosial Bagi Anak yang Berhadapan dengan Hukum, rehabilitasi sosial adalah:
Pasal 1 angka 1 Permensos No. 26 tahun 2018:
“Rehabilitasi sosial adalah proses refungsionalisasi dan pengembangan untuk memungkinkan seseorang mampu melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar dalam kehidupan masyarakat”.
Rehabilitasi sosial Menurut Kementrian Sosial adalah suatu rangkaian kegiatan professional dalam upaya mengembalikan dan meningkatkan kemampuan warga masyarakat baik perorangan, keluarga maupun kelompok penyandang masalah kesejahteraan sosial agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar, dan dapat menempuh kehidupan sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaannya. Tujuan rehabilitasi sosial adalah untuk memulihkan kembali rasa harga diri, percaya diri, kesadaran serta tanggung jawab terhadap masa depan diri, keluarga maupun masyarakat atau lingkungan sosialnya, serta memulihkan kembali kemauan dan kemampuan agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar.
Anak yang menjadi korban tindak pidana berhak atas pengobatan secara terpadu untuk memulihkan kondisi fisik anak korban dan upaya kegiatan pengobatan secara terpadu baik fisik, mental mapun sosial, agar anak, anak korban dan/atau anak saksi dapat melaksanakan fungsi sosial dalam kehidupan di masyarakat, jaminan kesehatan baik fisik, mental, maupun sosial dan mendapatkan informasi mengenai perkembangan perkara.
Berdasarkan pertimbangan dan saran pembimbing kemasyarakatan, pekerja sosial profesional atau tenaga kesejahteraan sosial atau penyidik dapat merujuk anak, anak korban atau anak saksi ke instansi atau lembaga yang menangani perlindungan anak atau lembaga kesejahteraan sosial anak.
Sebagaimana ketentuan dari undang-undang sistem peradilan pidana anak, yang berbunyi:
Pasal 91 ayat 3 UU No. 11 tahun 2012:
“Berdasarkan hasil penelitian kemasyarakatan dari pembimbing kemasyarakatan dan laporan sosial dari pekerja sosial profesional atau tenaga kesejahteraan sosial, anak korban berhak memperoleh rehabilitasi medis, rehabilitasi sosial dan reintegrasi sosial dari lembaga atau institusi yang menangani perlindungan anak”.
Anak korban yang memerlukan tindakan pertolongan segera, penyidik, tanpa laporan dari pekerja profesional dapat langsung merujuk anak korban langsung ke rumah sakit atau lembaga yang menangani perlindungan anak sesuai dengan kondisi anak korban.215 Disamping itu juga berdasarkan hasil penelitian dan laporan sosial anak korban berhak memperoleh kegiatan pengobatan secara terpadu untuk memulihkan kondisi fisik anak, anak korban, dan/atau anak saksi, kegiatan pengobatan secara terpadu baik fisik, mental mapun sosial, agar anak dapat melaksanakan fungsi sosial dalam kehidupan di masyarakat, dan proses penyiapan anak untuk dapat kembali ke dalam lingkungan keluarga dan masyarakat.216
Anak yang menjadi pelaku mapaun anak yang menjadi korban suatu tindak pidana serta anak yang menjadi anak saksi dalam proses pemeriksaan tindak pidana harus diberikan perlindungan dan penangan sebaik-baik mungkin.
Sehingga dengan demikian prinsip utama perlindungan anak berupa kepentingan
215Penjelasan pasal 91 ayat 2 Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem peradilan Pidana Anak Yang dimaksud dengan “memerlukan tindakan pertolongan segera” adalah kondisi anak yang mengalami penderitaan baik fisik maupun psikis sehingga harus segera diatasi.
216Yang dimaksud dengan “rahabilitasi medis” adalah proses kegiatan pengobatan secara terpadu untuk memulihkan kondisi fisik anak, anak korban, dan atau anak saksi. Yang dimaksud dengan “rehabilitasi sosial” adalah proses kegiatan pengobatan secara terpadu baik fisik, mental mapun sosial, agar anak, anak korban dan atau anak saksi dapat melaksanakan fungsi sosial dalam kehidupan di masyarakat. Yang dimaksud dengan “reintegrasi sosial” adalah proses penyiapan anak, anak korban dan atau anak saksi untuk dapat kembali ke dalam lingkungan keluarga dan masyarakat. Dikutip dari penjelasan pasal 91 ayat 3 Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem peradilan Pidana Anak.
terbaik bagi anak, nondiskriminasi, kelangsungan hidup dan perkembangan serta prinsip partisipasi anak dapat terealisasikan dengan baik dan tejamin.
5. Undang-Undang Nomor 31 tahun 2014 tentang Perubahan atas