• Tidak ada hasil yang ditemukan

1. Siswa tunanetra adalah siswa yang memiliki hambatan penglihatan sehingga membutuhkan suatu layanan pendidikan khusus. Siswa tunanetra dalam penelitian ini berjumlah dua orang siswa tunanetra buta total (blind) dan satu orang siswa tunanetra kurang lihat (low vision) yang hanya mampu mengidentifikasi cahaya. Siswa tersebut duduk di kelas III SLB-A Yaketunis Yogyakarta. Ketiga orang siswa tunanetra mengalami kesulitan dalam pemahaman konsep pecahan, menggunakan tulisan Braille dalam pelaksanaan pembelajaran, serta telah mengenal konsep angka, konsep operasi hitung penjumlahan dan pengurangan sederhana.

2. Kemampuan pemahaman konsep pecahan merupakan kemampuan siswa tunanetra untuk mengerti konsep pecahan sehingga mampu menjelaskan nilai pecahan, membandingkan pecahan, serta melakukan operasi hitung sederhana pecahan. Indikator dari kemampuan tersebut yaitu siswa mampu mengidentifikasi dan membedakan nilai-nilai pecahan sederhana, membandingkan pecahan berpenyebut sama, serta melakukan operasi hitung penjumlahan dan pengurangan sederhana pecahan berpenyebut sama sampai

sebanyak 10 soal setelah mendengarkan penjelasan guru dengan menggunakan media model “bola pecahan”. Data kemampuan pemahaman konsep pecahan pada siswa tunanetra dilakukan dengan cara tes hasil

16

belajar. Tes hasil belajar konsep pecahan diberikan dalam bentuk isian tes objektif. Data kemampuan pemahaman konsep pecahan juga dilakukan dengan cara pengamatan terhadap kemampuan pemahaman konsep pecahan serta keaktifan dan partisipasi siswa pada saat mengikuti pembelajaran konsep pecahan.

3. Media model “bola pecahan” merupakan media tiga dimensi sebagai manipulasi dari konsep pecahan. Media model “bola pecahan” berbentuk irisan berukuran sama besar yang dapat dibuka pasang. Media model “bola pecahan” dibuat oleh peneliti dari bahan kayu yang dilengkapi dengan nilai pecahan dalam tulisan Braille. Media model “bola pecahan” di uji validasi isi oleh ahli media yaitu tenaga pengajar Prodi Teknologi Pendidikan FIP UNY. Penggunaan media model “bola pecahan” mengacu pada prinsip penggunaan media untuk siswa tunanetra total. Hal ini berdasarkan kondisi dan karaketristik siswa tunanetra kelas III. Siswa tunanetra menggunakan media tersebut secara taktual dengan meraba tulisan Braille serta ukuran yang berbeda pada masing-masing irisan maupun secara keseluruhan “bola

pecahan”. Penggunaan media model “bola pecahan” terbagi menjadi enam

tahap yakni:

a. Guru menyiapkan materi dan media pembelajaran yang akan digunakan. b. Siswa diberikan penjelasan mengenai sifat-sifat media model “bola

pecahan”.

c. Siswa diberikan kesempatan unutk meraba media model “bola pecahan” dengan bimbingan guru, kemudian membaca nilai pecahan dengan

17

tulisan Braille yang tercantum pada permukaan “bola pecahan”, serta membelah bola pecahan sehingga menjadi irisan-irisan “bola pecahan”. d. Siswa diberikan penjelasan mengenai cara pemanfaatan media model

“bola pecahan” dan pelaksanaan penanaman konsep pecahan melalui

media model “bola pecahan” dengan cara sebagai berikut: 1) Siswa

diminta mengidentifikasi dan menyebutkan bagian-bagian pecahan dengan cara membedakan posisi penulisan pembilang dan penyebut serta memaknainya dengan menggunakan irisan “bola pecahan”. 2) Siswa diminta berlatih membaca, membilang, dan menulis nilai pecahan dengan bimbingan guru secara taktual dan verbal. 3) Siswa diminta menentukan pecahan senilai dengan bimbingan guru secara bergantian dengan bimbingan guru. Siswa mengalikan suatu pecahan dengan pecahan yang memiliki pembilang dan penyebut sama, kemudian membuktikan dengan

menggunakan irisan “bola pecahan”. 4) Siswa diminta meraba dua buah

irisan “bola pecahan” yang memiliki penyebut sama secara bergantian

dengan bimbingan guru. Siswa membandingkan nilai pecahan dengan menggunakan dua buah irisan “bola pecahan”, kemudian siswa diminta menentukan tanda perbandingan (>, <, atau =) yang tepat. 5) Siswa melakukan operasi hitung penjumlahan dan pengurangan sederhana pecahan berpenyebut sama dengan cara menjumlahkan atau mengurangkan nilai pembilang. Siswa juga dapat menggunakan media

model “bola pecahan” dengan cara menjumlahkan atau mengurangkan

18

e. Siswa diberikan latihan dan bersama guru menyimpulkan materi pelajaran konsep pecahan.

f. Siswa diberikan penjelasan cara menyimpan media model “bola

pecahan”. Adapun gambaran media model “bola pecahan” adalah sebagai

berikut:

Gambar 1. Media Model “Bola Pecahan”

4. Keefektifan diartikan sebagai tingkat keberhasilan yang dapat dicapai dari suatu cara atau usaha tertentu dengan tujuan yang akan dicapai. Keefektifan media model “bola pecahan” merupakan tingkat pencapaian penggunaan media model “bola pecahan” terhadap kemampuan pemahaman konsep pecahan siswa tunanetra kelas III. Keefektifan media model “bola pecahan” dapat diindikasikan dengan kesesuaian penggunaan media terhadap tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Keefektifan ini dapat dilihat dari perubahan kemampuan siswa dalam mengidentifikasi dan membedakan nilai pecahan sederhana, membandingkan pecahan berpenyebut sama, serta melakukan operasi hitung penjumlahan dan pengurangan sederhana pecahan berpenyebut sama. Kemampuan pemahaman siswa diukur melalui evaluasi hasil belajar berupa pengamatan terhadap pembelajaran konsep pecahan serta tes hasil belajar konsep pecahan. Hasil pengamatan selanjutnya Irisan yang dapat di buka pasang

sebagai representasi dari pembilang Bagian keseluruhan bola sebagai

representasi dari penyebut Magnet

19

dijelaskan secara deskriptif setelah mempersentasekan hasil skor akhir dan memasukan ke dalam kategori. Tes hasil belajar konsep pecahan dijelaskan dengan cara mempersentasekan hasil skor akhir dan memasukkan kedalam kategori penilaian, kemudian dirumuskan menjadi selisih antara hasil pre-test dan post-pre-test. Media model “bola pecahan” efektif terhadap kemampuan pemahaman siswa tunanetra kelas III apabila hasil post-test lebih baik dari pada hasil pre-test, capaian hasil belajar berada di atas persentase pencapaian KKM skor sebesar 70%, serta adanya perubahan perilaku dan kemampuan pemahaman konsep pecahan siswa tunanetra menjadi lebih baik pada saat pembelajaran konsep pecahan.

20 BAB II

KAJIAN PUSTAKA