• Tidak ada hasil yang ditemukan

Deskripsi Data Kemampuan Akhir Pemahaman Konsep Pecahan pada Siswa Tunanetra Kelas III berdasarkan Post-TestSiswa Tunanetra Kelas III berdasarkan Post-Test

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Lokasi Penelitian

C. Deskripsi Data Hasil Penelitian Kemampuan Pemahaman Konsep Pecahan pada Siswa Tunanetra Kelas III di SLB-A Yaketunis Yogyakarta Pecahan pada Siswa Tunanetra Kelas III di SLB-A Yaketunis Yogyakarta

4. Deskripsi Data Kemampuan Akhir Pemahaman Konsep Pecahan pada Siswa Tunanetra Kelas III berdasarkan Post-TestSiswa Tunanetra Kelas III berdasarkan Post-Test

Data kemampuan akhir diperoleh dari hasil tes kemampuan pemahaman konsep pecahan pada saat post-test. Post-test dilaksanakan pada minggu keempat penelitian. Pelaksanaan post-test dilakukan oleh peneliti dengan cara memberikan soal pemahaman konsep pecahan kepada siswa tunanetra kelas III. Tes yang diberikan berupa tes objektif sebanyak 10 buah soal isian dengan jangka waktu pengerjaan sekitar 2x35 menit. Tes yang diberikan meliputi 3 buah soal nilai pecahan, 3 buah soal perbandingan pecahan berpenyebut sama, serta 4 buah soal operasi hitung penjumlahan dan pengurangan sederhana pecahan berpenyebut sama. Adapun data kemampuan akhir konsep pecahan pada siswa kelas III sebagai berikut:

Tabel 15. Kemampuan Akhir Konsep Pecahan pada Siswa Tunanetra Kelas III di SLB-A Yaketunis Yogyakarta

No. Subjek Total Skor Soal Total Skor yang Diperoleh Pencapaian (%) Persentase

1. FR 50 44 88 %

2. DW 50 43 86 %

3. GN 50 39 78 %

Total Skor Kelas 126 252%

148

Tabel 15. menunjukkan bahwa kemampuan akhir konsep pecahan pada siswa tunanetra kelas III yang dilaksanakan melalui post-test yaitu FR memperoleh skor sebesar 44 dengan peresentase pencapaian 88%, DW memperoleh skor sebesar 43 dengan persentase pencapaian sebesar 86%, dan GN memperoleh skor sebesar 39 dengan persentase pencapaian sebesar 78%. Skor rata-rata kemampuan awal konsep pecahan pada siswa tunanetra kelas III yaitu 42 dengan persentase pencapaian sebesar 84%. Berdasarkan data kemampuan awal tersebut, ketiga orang siswa tunanetra kelas III telah mencapai persentase pencapaian KKM sebesar 70% serta menunjukkan rata-rata kelas yang juga telah mencapai persentase pencapaian KKM sebesar 70%. Adapun deskripsi kemampuan akhir konsep pecahan masing-masing siswa tunanetra kelas III yang diperoleh melalui post-test yaitu sebagai berikut:

a. Subjek 1 (FR)

Hasil tes kemampuan akhir konsep pecahan siswa tunanetra meliputi soal nilai pecahan, perbandingan pecahan berpenyebut sama, serta operasi hitung penjumlahan dan pengurangan pecahan berpenyebut sama. Pada soal nilai pecahan, subjek telah menguasai materi sepenuhnya. Subjek mampu menjawab ketiga soal dengan benar. Subjek mampu membedakan posisi pembilang dan penyebut dengan tepat serta mampu menentukan nilai pembilang dan penyebut dengan tepat. Subjek juga mengerjakan tes tanpa bantuan atau bertanya kepada peneliti.

149

Pada soal perbandingan pecahan berpenyebut sama, subjek belum menguasai materi sepenuhnya. Subjek mampu menjawab dua dari tiga soal dengan benar. Subjek masih mengalami kesulitan dalam membandingkan dua pecahan berpenyebut sama dan memberikan tanda perbandingan yang tepat. Kesalahan pengerjaan yang dialami subjek yaitu membandingkan pecahan dengan tanda perbandingan lebih kecil.

Pada soal operasi hitung penjumlahan dan pengurangan sederhana pecahan berpenyebut sama, subjek telah menguasai materi sepenuhnya. Subjek mampu menjawab keempat soal dengan benar. Subjek mampu menjumlahkan atau mengurangkan dua pembilang dengan benar tanpa mengoperasikan kedua penyebut pecahan tersebut. Kesalahan pengerjaan yang dialami oleh subjek yaitu kurang teliti dalam menulis tanda angka Braille.

Pada saat mengerjakan tes kemampuan akhir, subjek lebih teliti dan tekun dibandingkan pada tes kemampuan awal. Subjek beberapa kali bertanya kepada peneliti mengenai penggunaan tanda perbandingan yang tepat serta memastikan kejelasan soal. Skor yang diperoleh subjek pada tes kemampuan akhir yaitu 44 dengan pencapaian persentase 88% dan termasuk kategori baik sekali. (Terlampir halaman 192)

b. Subjek 2 (DW)

Hasil tes kemampuan akhir konsep pecahan siswa tunanetra meliputi soal nilai pecahan, perbandingan pecahan berpenyebut sama, serta operasi hitung penjumlahan dan pengurangan sederhana pecahan

150

berpenyebut sama. Pada soal nilai pecahan, subjek telah menguasai materi sepenuhnya dan mampu menjawab 3 soal dengan benar. Subjek mampu membedakan posisi pembilang dan penyebut dengan tepat serta mampu menentukan nilai pembilang dan penyebut dengan tepat. Subjek juga mengerjakan tes tanpa bantuan atau bertanya kepada peneliti.

Pada soal perbandingan pecahan berpenyebut sama, subjek belum menguasai materi sepenuhnya. Subjek mampu menjawab dua dari tiga soal dengan benar. Subjek masih mengalami kesulitan dalam membandingkan dua pecahan berpenyebut sama dan memberikan tanda perbandingan yang tepat. Subjek telah mampu membandingkan dua pecahan berpenyebut sama dan menentukan tanda perbandingan sama dengan dan lebih kecil dengan benar. Kesalahan pengerjaan yang dialami subjek yaitu belum mampu menentukan tanda perbandingan lebih besar dengan tepat. Subjek juga tidak teliti dalam menulis tanda Braille.

Pada soal operasi hitung penjumlahan dan pengurangan sederhana pecahan berpenyebut sama, subjek juga belum menguasai materi sepenuhnya. Subjek mampu menjawab tiga dari empat soal dengan benar. Subjek mengalami kesulitan dalam mengoperasikan dua pecahan berpenyebut sama terutama pengurangan sederhana pecahan berpenyebut sama. Kesalahan pengerjaan yang dialami oleh subjek yaitu kekeliruan dan kurang teliti dalam mengurangkan nilai pembilang.

Subjek mengerjakan soal dengan tenang dan tidak mengganggu temannya. Pada tes kemampuan akhir, subjek tidak bertanya kepada

151

peneliti dan mengerjakan soal secara mandiri. Skor yang diperoleh subjek pada tes kemampuan akhir yaitu 43 dengan pencapaian persentase 86% dan termasuk kategori baik sekali. (Terlampir halaman 193)

c. Subjek 3 (GN)

Hasil tes kemampuan akhir konsep pecahan siswa tunanetra meliputi soal nilai pecahan, perbandingan pecahan berpenyebut sama, serta operasi hitung penjumlahan dan pengurangan sederhana pecahan berpenyebut sama. Pada soal nilai pecahan, subjek belum menguasai materi sepenuhnya. Subjek mampu menjawab dua dari tiga soal dengan benar. Subjek mengalami kesulitan dalam menentukan nilai pembilang dan penyebut. Kesalahan pengerjaan yang dialami subjek berupa membalik nilai pembilang dan penyebut serta kurang teliti dalam menulis tanda Braille.

Pada soal perbandingan pecahan berpenyebut sama, subjek belum menguasai materi sepenuhnya. Subjek mampu menjawab dua dari tiga soal dengan benar. Subjek mengalami kesulitan dalam membandingkan dua pecahan berpenyebut sama dan memberikan tanda perbandingan yang tepat. Subjek telah mampu membandingkan pecahan berpenyebut sama dan menentukan tanda perbandingan lebih besar dan lebih kecil dengan benar. Kesalahan pengerjaan yang dialami subjek yaitu kekeliruan dalam menyederhanakan nilai pecahan, sehingga keliru dalam membandingkan pecahan berpenyebut sama dan menentukan tanda perbandingan sama dengan.

152

Pada soal operasi hitung penjumlahan dan pengurangan sederhana pecahan berpenyebut sama, subjek juga belum menguasai materi sepenuhnya. Subjek mampu menjawab tiga dari empat soal dengan benar. Subjek masih mengalami kesulitan dalam mengoperasikan pengurangan pecahan berpenyebut sama. Kesalahan pengerjaan yang dialami oleh subjek yaitu kurang teliti dalam melihat tanda operasi hitung pengurangan, sehingga keliru dalam mengoperasikan nilai pembilang.

Pada saat mengerjakan tes kemampuan akhir, subjek menunjukkan beberapa perilaku seperti: bertanya dan kurang tenang. Subjek beberapa kali bertanya kepada peneliti atau temannya mengenai kejelasan soal dan cara pengerjaan. Skor yang diperoleh subjek pada tes kemampuan akhir yaitu 39 dengan pencapaian persentase 78% dan termasuk kategori baik sekali. (Terlampir halaman 194)

Berikut gambaran hasil kemampuan akhir konsep pecahan pada siswa tunanetra kelas III:

Gambar 12. Kemampuan Akhir Konsep Pecahan pada Siswa Tunanetra Kelas III di SLB-A Yaketunis Yogyakarta

88% 86% 78% 72% 74% 76% 78% 80% 82% 84% 86% 88% 90%

Subjek 1 (FR) Subjek 2 (DW) Subjek 3 (GN) Kemampuan Akhir Pemahaman Konsep Pecahan

153

Gambar 12. menunjukkan bahwa FR memperoleh pencapaian persentase sebesar 88%, DW memperoleh pencapaian persentase sebesar 86%, dan GN memperoleh pencapaian persentase sebesar 78%. FR memperoleh skor terbesar yaitu 88% dan GN memperoleh skor terendah yaitu 78%. Berdasarkan hasil kemampuan akhir konsep pecahan tersebut, masing-masing skor ketiga siswa termasuk ke dalam kategori baik sekali dan telah memenuhi persentase pencapaian KKM sebesar 70%.

5. Perbandingan Data Kemampuan Pemahaman Konsep Pecahan pada Siswa Tunanetra Kelas III berdasarkan Pre-Test dan Post-Test

Data kemampuan awal pemahaman konsep pecahan pre-test diperoleh sebelum perlakuan diberikan. Data kemampuan akhir pemahaman konsep pecahan post-test diperoleh sesudah perlakuan diberikan. Perbandingan data kemampuan pemahaman konsep pecahan pre-test dengan post-test dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui perubahan kemampuan pemahaman konsep pecahan pada siswa tunanetra kelas III sebelum dan sesudah diberikan perlakuan. Adapun perbandingan data kemampuan pemahaman konsep pecahan pre-test dan post-test sebagai berikut:

Tabel 16. Perbandingan Data Kemampuan Pemahaman Konsep Pecahan Pre-Test dengan Post-Test pada Siswa Tunanetra Kelas III

di SLB-A Yaketunis Yogyakarta

No. Subjek Pre-test Post-test Selisih post-test dan pre-test Perubahan Arah

Skor % Skor % Skor %

1. FR 26 52% 44 88 % 18 36% +

2. DW 27 54% 43 86 % 16 32% +

3. GN 22 44% 39 78 % 17 34% +

Total Skor 75 150% 126 252% 51 102%

154

Tabel 16. menunjukkan bahwa FR memperoleh skor pre-test sebesar 26 dengan persentase pencapaian sebesar 52% dan memperoleh skor post-test sebesar 44 dengan persentase pencapaian sebesar 88%. FR memperoleh selisih skor lebih baik antara pre-test dengan post-test sebesar 18 dan selisih persentase pencapaian sebesar 36%. DW memperoleh skor pre-test sebesar 27 dengan persentase pencapaian sebesar 54% dan memperoleh skor post-test sebesar 43 dengan persentase pencapaian sebesar 86%. DW memperoleh selisih skor lebih baik antara pre-test dengan post-test sebesar 16 dan selisih persentase pencapaian sebesar 32%. GN memperoleh skor pre-test sebesar 22 dengan persentase pencapaian sebesar 44% dan memperoleh skor post-test sebesar 39 dengan persentase pencapaian sebesar 78%. GN memperoleh selisih skor lebih baik antara pre-test dengan post-test sebesar 17 dan selisih persentase pencapaian sebesar 34%. (Terlampir halaman 195)

Tabel 16. menunjukkan rata-rata skor kelas pada pre-test sebesar 25 dengan persentase pencapaian sebesar 50% dan memperoleh rata-rata skor kelas pada post-test sebesar 42 dengan persentase pencapaian sebesar 84%. Rata-rata skor kelas memperoleh selisih lebih baik pada saat pre-test dengan post-test sebesar 17 dan selisih persentase pencapaian sebesar 34%. Berdasarkan data tersebut maka dapat ditegaskan bahwa ketiga subjek mengalami perubahan lebih baik pada skor kemampuan pemahaman konsep pecahan sebelum dan sesudah diberikan perlakuan. Rata-rata skor kelas juga

155

mengalami perubahan lebih baik kemampuan pemahaman konsep pecahan sebelum dan sesudah diberikan perlakuan.

Berikut gambaran perbandingan data kemampuan pemahaman konsep pecahan pre-test dengan post-test pada siswa tunanetra kelas III di SLB-A Yaketunis Yogyakarta:

Gambar 13. Perbandingan Data Kemampuan Pemahaman Konsep Pecahan Pre-Test dengan Post-Test pada Siswa Tunanetra Kelas III

di SLB-A Yaketunis Yogyakarta

Gambar 13. menunjukkan bahwa ketiga subjek mengalami perubahan lebih baik pada skor post-test dibandingkan pada skor pre-test. FR memperoleh skor selisih terbesar yaitu 36% dan DW memperoleh skor selisih terendah yaitu 32%.

52% 54% 44% 88% 86% 78% 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%

Subjek 1 (FR) Subjek 2 (DW) Subjek 3 (GN) Pre-test Post-test

156 D. Uji Hipotesis Penelitian

Hipotesis merupakan jawaban sementara atas masalah yang

dirumuskan. Hipotesis dalam penelitian ini yaitu media model “bola pecahan”

yang dilengkapi dengan tulisan Braille efektif terhadap kemampuan pemahaman konsep pecahan pada siswa tunanetra kelas III di SLB-A Yaketunis Yogyakarta. Pengujian hipotesis dilakukan melalui uji Tes Wilcoxon. Data pada pengujian hipotesis diperoleh melaui tes hasil belajar kemampuan pemahaman konsep pecahan pada pre-test dan post-test. Adapun data pre-test dan post-test hasil belajar kemampuan pemahaman konsep pecahan pada siswa tunanetra kelas III pada yaitu sebagai berikut:

Tabel 17. Data Pre-Test dan Post-Test Hasil Belajar Kemampuan Pemahaman Konsep Pecahan pada Siswa Tunanetra Kelas III di SLB-A Yaketunis

Yogyakarta

No. Subjek Hasil Pre-test Hasil Post-test Selisih dan Pre-testPost-test

1. FR 26 52% 44 88 % 18 36%

2. DW 27 54% 43 86 % 16 32%

3. GN 22 44% 39 78 % 17 34%

Tabel 17. menunjukkan bahwa subjek FR memperoleh skor pre-test yaitu 26 dengan persentase pencapaian sebesar 52%, skor post-test yaitu 44 dengan persentase pencapaian sebesar 88% dan selisih post-test dan pre-test yaitu 18 dengan persentase pencapaian sebesar 36%. Subjek DW memperoleh skor pre-test yaitu 27 dengan persentase pencapaian sebesar 54%, skor post-test yaitu 43 dengan persentase pencapaian sebesar 86% dan selisih post-test dan pre-test yaitu 16 dengan persentase pencapaian sebesar 32%. Subjek GN

157

memperoleh skor pre-test yaitu 22 dengan persentase pencapaian sebesar 44%, skor post-test yaitu 39 dengan persentase pencapaian sebesar 78% dan selisih post-test dan pre-test yaitu 17 dengan persentase pencapaian sebesar 34%. Berdasarkan perolehan skor pre-test dan post-test tersebut maka peneliti melakukan pengujian hipotesis untuk mengetahui kefektifan media model

“bola pecahan” terhadap kemampuan pemahaman konsep pecahan pada siswa

tunanetra kelas III di SLB-A Yaketunis Yogyakarta. Adapun perhitungan pengujian hipotesis penelitian ini sebagai berikut:

1. Formulasi hipotesis

Ho : Tidak ada perbedaan kemampuan pemahaman konsep pecahan siswa tunanetra kelas III sebelum dan sesudah diberikan perlakuan, sehingga penggunaan media model “bola pecahan” tidak efektif terhadap

kemampuan pemahaman konsep pecahan siswa tunanetra kelas III di SLB-A Yaketunis Yogyakarta.

Ha : Ada perbedaan kemampuan pemahaman konsep pecahan siswa tunanetra kelas III sebelum dan sesudah diberikan perlakuan, sehingga penggunaan media model “bola pecahan” efektif terhadap kemampuan

pemahaman konsep pecahan siswa tunanetra kelas III di SLB-A Yaketunis Yogyakarta.

2. Taraf signifikan (α) yaitu 0,05 atau 5%

3. Kriteria pengujian

Ho diterima apabila Thitung > Ttabel

158 4. Perhitungan statistik uji

Tabel 18. Kemampuan Pemahaman Konsep Pecahan pada Siswa Tunanetra Kelas III di SLB-A Yaketunis Yogyakarta

Subjek Post-test Pre-test Selisih post-test dan pre-test (di) Ranking (d) Ranking Bertanda (T) Positif Negatif FR 88 % 52% + 36% 3 3 DW 86 % 54% + 32% 1 1 GN 78 % 44% + 34% 2 2 Jumlah 6 0

Dari tabel 18. tersebut diperoleh data sebagai berikut: T hitung = 0

Ttabel = 0. Ttabel diperoleh dengan cara mengkonsultasikan nilai N= 3 dengan taraf signifikan 0,05 pada tabel G. (Terlampir halaman 240)

5. Kesimpulan

Kesimpulan dilakukan dengan cara membandingkan Thitung dengan Ttabel menggunakan kriteria pengujian, sehingga diperoleh hasil berikut:

T hitung = T tabel

0 = 0 maka dari itu, Ho ditolak dan Ha diterima

Berdasarkan kriteria pengujian tersebut, apabila Ho ditolak dan Ha

diterima, maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan kemampuan pemahaman konsep pecahan siswa tunanetra kelas III sebelum dan sesudah diberikan perlakuan, sehingga penggunaan media model “bola pecahan”

efektif terhadap kemampuan pemahaman siswa tunanetra kelas III di SLB-A Yaketunis Yogyakarta.

159 E. Pembahasan Hasil Penelitian

Hasil pre-test dan post-test pemahaman konsep pecahan menunjukkan bahwa ketiga subjek siswa tunanetra kelas III mengalami perbedaan kemampuan pemahaman konsep pecahan sebelum dan sesudah diberikan perlakuan. Hasil post-test menunjukkan perubahan menjadi lebih baik dari pada hasil pre-test. Subjek FR memperoleh selisih perubahan skor sebesar 36%. Subjek DW memperoleh selisih perubahan skor sebesar 32%. Subjek FR memperoleh selisih perubahan skor sebesar 34%.

Berdasarkan hasil analisis data tes hasil belajar dengan menggunakan uji hipotesis tes wilcoxon diperoleh nilai T hitung = 0 dan nilai T tabel = 0. Pengujian statistik uji menunjukkan bahwa T hitung = T tabel = 0, sehingga Ho

ditolak dan Ha diterima. Hasil uji hipotesis tersebut dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan kemampuan pemahaman konsep pecahan siswa tunanetra kelas III sebelum dan sesudah diberikan perlakuan, sehingga penggunaan media

model “bola pecahan” efektif terhadap kemampuan pemahaman siswa

tunanetra kelas III di SLB-A Yaketunis Yogyakarta.

Penggunaan media model “bola pecahan” juga memberikan perubahan pada capaian hasil belajar siswa tunanetra dalam konsep pecahan. Capaian hasil belajar kemampuan akhir pada siswa tunanetra berada di atas persentase pencapaian standar ketuntasan minimun (KKM) sebesar 70%. Hal ini dibuktikan dengan FR memperoleh skor kemampuan akhir sebesar 88%, DW memperoleh skor kemampuan akhir sebesar 86%, dan GN memperoleh skor kemampuan akhir sebesar 78%. Pencapaian skor kemampuan akhir

160

dipengaruhi oleh pemberian perlakuan pada ketiga subjek. Perlakuan dilaksanakan dengan cara penggunaan media model “bola pecahan” pada saat

pelaksanaan pembelajaran. Menurut Pitadjeng (2006: 49-58) salah satu pendekatan yang dapat dilakukan dalam pembelajaran matematika termasuk konsep pecahan yaitu memperkenalkan konsep pecahan dengan menggunakan media konkret. Guru dapat menugaskan siswa untuk membuat atau menunjukkan nilai pecahan melalui media konkret. Penggunaan media konkret dapat membantu siswa untuk lebih memahami materi dan membuat pembelajaran lebih menyenangkan. Hal ini juga sependapat dengan Lowenfeld (1974: 41) bahwa pembelajaran bagi siswa tunanetra harus mengutamakan pengalaman konkret. Pengalaman konkret dapat dilakukan dengan menyediakan model dari suatu objek, termasuk model untuk pembelajaran konsep pecahan.

Perlakuan dengan menggunakan media model “bola pecahan”

diberikan selama 4 kali pertemuan. Perlakuan terdiri dari penanaman konsep yang dilaksanakan dengan cara subjek diberikan penjelasan; pemahaman konsep yang dilaksanakan dengan subjek ditunjukkan konsep pecahan dengan

menggunakan media model “bola pecahan”; serta pembinaan keterampilan

yang dilaksanakan dengan cara subjek berlatih mengerjakan soal konsep pecahan. Adapun langkah-langkah perlakuan sebagai berikut: subjek meraba

media model “bola pecahan”, membaca tulisan Braille yang tercantum pada

permukaan media, serta membelah “bola pecahan” menjadi irisan-irisan “bola pecahan”. Subjek kemudian mengidentifikasi bagian-bagian pecahan,

161

membaca, membilang dan menulis pecahan, serta menentukan pecahan senilai menggunakan media model “bola pecahan”. Subjek meraba dan

membandingkan dua buah irisan “bola pecahan” yang memiliki penyebut sama

dan menentukan tanda perbandingan yang tepat. Subjek melakukan operasi hitung penjumlahan dan pengurangan sederhana pecahan berpenyebut sama dengan cara menjumlahkan atau mengurangkan nilai pembilang tanpa mengoperasikan nilai penyebut serta menjumlahkan atau mengurangkan pecahan berpenyebut sama dengan menggunakan media model “bola pecahan”.

Pelaksanaan perlakuan memberikan kesempatan kepada ketiga subjek untuk mencoba menyelesaikan soal dengan menggunakan “bola pecahan”

secara mandiri. Subjek juga mencoba berbagai macam latihan agar lebih memahami materi konsep pecahan. Menurut Lowenfeld (1974: 44) bahwa salah satu prinsip pembelajaran untuk siswa tunanetra yaitu memberikan kesempatan untuk belajar sambil melakukan. Hal ini bertujuan agar siswa tunanetra mampu memperoleh pengalaman secara konkret dan langsung. Pengalaman secara konkret akan mempermudah siswa tunanetra dalam menerima dan memahami suatu informasi.

Beberapa hal yang dilakukan oleh peneliti pada saat pemberian perlakuan yaitu memberikan bantuan dan motivasi. Bantuan yang diberikan berupa bantuan verbal maupun bantuan secara taktual, sedangkan motivasi yang diberikan berupa dorongan dan pujian. Pemberian bantuan bertujuan untuk membantu ketiga subjek agar lebih memahami materi konsep pecahan. Hal ini dikarenakan setiap subjek memiliki kemampuan menerima dan

162

memahami materi yang berbeda-beda. Menurut Ahmad Nawawi (dalam Asep AS. Hidayat dan Ate Suwadi, 2013: 29-30) bahwa guru dituntut untuk memperhatikan adanya perbedaan individu siswa tunanetra, sehingga guru harus memberikan layanan khusus sesuai dengan kebutuhan anak. Subjek FR dan DW mampu menangkap materi lebih cepat, sedangkan subjek GN menangkap materi lebih lambat. Subjek GN membutuhkan bantuan yang lebih intensif dari subjek lainnya. Pemberian dorongan bertujuan untuk memberikan penguatan agar ketiga subjek lebih bersemangat dalam mengikuti pembelajaran. Hal ini sependapat dengan Polloway dan Patton (dalam Parwoto, 2007: 84) bahwa pujian merupakan salah satu bentuk penguatan positif yang paling efektif diberikan kepada siswa. Pujian menjadi sebuah penghargaan yang diberikan oleh guru, sehingga dapat meningkatkan kemampuan siswa dan dapat memperbaiki perilaku siswa tunanetra.

Perubahan perilaku siswa tunanetra kelas III pada saat pelaksanaan pembelajaran juga menjadi salah satu penentuan kriteria keefektifan media

model “bola pecahan”. Ketiga subjek menunjukkan perubahan perilaku dan kemampuan pemahaman konsep pecahan menjadi lebih baik pada saat pembelajaran. Hal ini dibuktikan dengan adanya peningkatan skor hasil observasi pembelajaran konsep pecahan pada siswa tunanetra kelas III di SLB-A Yaketunis Yogyakarta pada setiap pertemuan. Skor hasil observasi subjek 1 (FR) dari pertemuan pertama sampai keempat yaitu sebesar 80%; 83,3%; 88,3%; dan 89,3%. Skor hasil observasi subjek 2 (DW) dari pertemuan pertama sampai keempat yaitu sebesar 78,3%; 81,7%; 86,7%; dan 89,3%. Skor hasil

163

observasi subjek 3 (GN) dari pertemuan pertama sampai keempat yaitu sebesar 68,3%; 75%; 81,7%; dan 85,7%. Kategori hasil skor observasi ketiga subjek yaitu baik dan sangat baik.

Perubahan kemampuan dan perilaku subjek dipengaruhi oleh penyesuaian lingkungan belajar. Lingkungan belajar yang menyenangkan dapat membuat pembelajaran menjadi lebih kondusif dan optimal. Penyesuaian lingkungan belajar dilakukan dengan mengoptimalkan fungsi auditoris dan

taktual siswa tunanetra melalui penggunaan media model “bola pecahan”.

Menurut Juang Sunanto (2005: 201-205) bahwa penyesuaian lingkungan belajar suara dan perabaan dapat meningkatkan kualitas pelaksanaan pembelajaran untuk siswa tunanetra. Perubahan kemampuan dan perilaku subjek juga didukung oleh pemberian kesempatan kepada ketiga subjek untuk aktif bertanya, menjawab, serta mengungkapkan pendapat. Menurut Lisnawaty Simanjuntak, dkk (1993: 82) bahwa salah satu prinsip belajar siswa aktif dalam pembelajaran matematika adalah memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan pendapat dan pertanyaan. Pemberian kesempatan bertujuan untuk mengembangkan dan mendorong rasa ingin tahu siswa. Hal ini sependapat dengan Polloway dan Patton (dalam Parwoto, 2007: 181-182) bahwa salah satu rekomendasi pembelajaran matematika yang relevan untuk siswa tunanetra adalah pembelajaran lebih banyak melibatkan siswa, sehingga dapat mengembangkan kemampuannya. Pembelajaran yang melibatkan siswa untuk aktif serta didukung oleh lingkungan yang kondusif dan menyenangkan

164

akan memberikan peluang tercapainya pembelajaran yang optimal serta perubahan perilaku dan kemampuan siswa tunanetra dalam konsep pecahan.

Berdasarkan pengujian kriteria keefektifan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa media model “bola pecahan” efektif terhadap kemampuan pemahaman konsep pecahan ketiga siswa tunanetra kelas III. Penggunaan

media model “bola pecahan” memberikan perbedaan kemampuan pemahaman konsep pecahan sebelum dan sesudah perlakuan, sehingga hasil capaian sesudah perlakuan memenuhi KKM sebesar 70%. Penggunaan media model

“bola pecahan” juga memberikan perubahan pada perilaku dan kemampuan pemahaman konsep pecahan menjadi lebih baik di setiap pertemuan. Ketiga subjek telah memahami konsep pecahan sesudah diberikan perlakuan yang ditunjukkan dengan mampu membedakan pembilang dan penyebut, membaca,