PRODUKSI TERNAK
EFEK MANAJEMEN PEMERAHAN TERHADAP PRODUKSI SUSU SAPI PERAH
Inggit Kentjonowaty dan Sri Susilowati,
Program Studi Peternakan Fakultas PeternakanUniversitas Islam Malang Jl. Mayjen Haryono 193 Malang(65144), Jawa Timur, Indonesia
Email : [email protected]
ABSTRAK
Penelitian dilaksanakan di peternakan sapi perah di Desa Wonokerto, Kecamatan Bantur Kabupaten Malang. Tujuan penelitian adalah mengetahui pengaruh manajemen pemerahan terhadap produksi susu. Materi penelitian 6 ekor sapi Perah PFH umur sekitar 4,5 - 5 tahun yang sedang laktasi ke tiga bulan laktasi ke 2-3, berat badan sapi rata-rata 500 kg. Peralatan yang digunakan adalah mesin perah, peralatan teat dipping dan alat pengukur jumlah produksi susu. Metode penelitian eksperimental, data dianalisa menggunakan uji t test. Perlakuan penelitian adalah membedakan dua metode manajemen pemerahan yaitu 1). Manajemen pemerahan yang visibel (Persiapan pemerahan dilakukan massage ambing 50 detik, pelaksanaan pemerahan menggunakan metode kombinasi antara milking machine dengan strippen, Pengakhiran dilakukan teat dipping) dan 2). Manajemen pemerahan yang biasa dilakukan di Peternak (tanpa masssage ambing, menggunakan metode pemerahan whole hand dan tanpa teat dipping). Variabel yang diamati adalah jumlah produksi susu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa produksi susu pada Manajemen pemerahan yang visibel adalah 18,37 kg/ekor/hari, sedangkan pada manejemen pemerahan yang biasa dilakukan di Peternak 17,75 kg/ekor/hari. Setelah dilakukan uji t ternyata perlakuan manajemen pemerahan berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap produksi susu. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa menggunakan metode manajemen pemerahan yang visibel menghasilkan produksi susu lebih banyak dari pada manajemen pemerahan yang biasa dilakukan oleh peternak. Disarankan menggunakan manajemen pemerahan yang visibel yaitu pada saat persiapan pemerahan harus dilakukan massage ambing selama 50 detik, pada saat pelaksanaan pemerahan menggunakan metode pemerahan kombinasi antara milking machine dengan strippen dan setelah pemerahan dilakukan teat dipping.
Kata kunci: Massage ambing, metode pemerahan kombinasi, teat dipping, produksi susu
PENDAHULUAN
Salah satu faktor yang mempengaruhi kuantitas dan kualitas produksi susu sapi perah adalah manajemen pemerahan. Manajemen pemerahan terdiri dari persiapan, pelaksanaan dan pengakhiran pemerahan (Filipovic dan Kokaj, 2009). Manajemen pemerahan di Indonesia cukup bervariasi, sehingga produktivitas sapi perah tidak bisa optimal. Berdasarkan hasil penelitian Kentjonowaty, Trisunuwati, Susilawati dan Surjowardojo (2014) dinyatakan bahwa massage ambing 50 detik sebelum pemerahan dapat meningkatkan produksi susu, hal tersebut didukung oleh Weiss dan Bruckmaier (2005) bahwa prestimulasi dapat meningkatkan produksi susu, selain itu dinyatakan pula oleh Thomas, Bruckmaier, Ostensson dan Sjaunja (2005) bahwa pemerahan tanpa prestimulasi akan menghasilkan susu yang kandungan lemaknya rendah. Fungsi massage ambing adalah menkontraksi sel-sel myoepithel agar terjadi milk ejection secara sempurna, sehingga kuantitas dan kualitas produksi susu yang dihasilkan bisa optimal. Pelaksanaan pemerahan yang harus dilakukan adalah melakukan pemerahan dengan metode pemerahan yang
132 paling baik dan tepat, dinyatakan oleh Bach A., Devant M., Igleasias C., Ferrer A. (2009); Bruckmaeir, R.M. (2001) bahwa metode pemerahan yang digunakan berpengaruh terhadap produksi susu yang dihasilkan, hal ini didukung oleh Susilowati dan Kentjonowaty (2013) bahwa metode pemerahan kombinasi antara milking machine dengan strippen dapat meningkatkan produksi susu sapi perah bila dibandingkan metode pemerahan yang lain. Pengakhiran pemerahan yang harus dilakukan tukang perah adalah teat dipping yaitu pencelupan puting dalam larutan antiseptik setelah selesai pemerahan dengan tujuan untuk mencegah mastitis dan mengurangi jumlah bakteri dalam susu. Kenyataan dilapang sering teat dipping tidak dilakukan, kadang hanya mencuci ambing dan puting dengan air saja, kemudian dibiarkan begitu saja, sebagai akibatnya susu yang dihasilkan banyak mengandung bakteri dan ambing sering terkena mastitis, hal ini sangat merugikan peternak. Berdasarkan hasil penelitian Susilowati dan Kentjonowaty (2014) dinyatakan bahwa jika setelah selesai pemerahan dilakukan teat dipping, maka kandungan bakteri dalam susu lebih sedikit bila dibandingkan dengan tidak dilakukan teat dipping).
Tujuan manajemen pemerahan adalah menghasilkan susu dalam jumlah banyak dengan kualitas yang baik dan kesehatan ambing ternak tetap terjaga kesehatannya, maka harus melakukan manajemen pemerahan yang tepat. Sehubungan dengan hal-hal tersebut di atas, maka perlu penelitian tentang perbedaan manajemen pemerahan yang visibel (hasil-hasil penelitian yang terbaik) dengan manajemen pemerahan yang biasa dilakukan oleh peternak terhadap produksi susu yang dihasilkan seekor sapi perah.
Tujuan penelitian
Untuk mengetahui pengaruh manajemen pemerahan terhadap produksi susu.
METODE PENELITIAN
Penelitian dilaksanakan di peternakan sapi perah di Desa Wonokerto, Kecamatan Bantur Kabupaten Malang. Materi penelitian 6 ekor sapi Perah PFH umur sekitar 4,5-5 tahun yang sedang laktasi ke tiga bulan laktasi ke 2-3, berat badan sapi rata-rata 500 kg. Peralatan yang digunakan adalah mesin perah, peralatan teat dipping, alat pengukur jumlah susu. Metode penelitian eksperimental, data dianalisa menggunakan uji t test . Perlakuan penelitian adalah 1).Manajemen pemerahan yang visibel (Persiapan pemerahan dilakukan massage ambing 50 detik, pelaksanaan pemerahan menggunakan metode kombinasi antara milking machine dengan strippen, pengakhiran dilakukan teat dipping) dan 2). Manajemen pemerahan yang biasa dilakukan di Peternak (tanpa masssage ambing, menggunakan metode pemerahan whole hand dan tanpa teat dipping). Variabel yang diamati adalah jumlah produksi susu.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh rata-rata produksi susu pada manajemen pemerahan yang biasa dilakukan peternak adalah 17,75 kg/ekor/hari, sedangkan hasil manajmen pemerahan yang visibel adalah 18,37kg/ekor/hari dan setelah dilakukan uji t dinyatakan bahwa perlakuan manajemen pemerahan berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap produksi susu, artinya dengan menggunakan
manajemen pemerahan yang visibel yaitu dilakukan massage ambing 50 detik sebelum diperah dengan menggunakan metode pemerahan kombinasi antara milking machine dengan strippen dan selesai pemerahan dilakukan teat dipping diperoleh produksi susu lebih banyak dibandingkan dengan manajemen pemerahan yang biasa dilakukan oleh peternak. Hal tersebut disebabkan pada saat dilakukan massage ambing sebelum pemerahan, merupakan salah satu cara stimulasi dari luar yang menimbulkan impuls syaraf pada hypothalamus bagian pituitary posterior untuk mensekresikan hormon oxytocin yang berfungsi mekontraksi sel-sel myoepithel yang melapisi alveolus, sehingga terjadi milk ejection secara sempurna, hal ini sesuai dengan pendapat Reimers (2003); Sjaunja dan Pettersson (2008) dinyatakan bahwa stimulasi pada ambing dan puting akan mengaktifkan reflex milk ejection. Susu dalam ambing yang belum diperah menurut Bruckmair dan Wellnitz (2008) sekitar 20 % berada dalam teat cistern, gland cistern dan mammary ducts, sedangkan sisanya sekitar 80 % berada dalam ductus terminalis dan alveolus, untuk mengeluarkan susu dalam alveolus dibutuhkan rangsangan dari luar untuk mengaktifkan reflex milk ejection
Pemerahan menggunakan metoda kombinasi antara milking machine dengan strippen dapat mengeluarkan susu dalam ambing secara maksimal, hal ini disebabkan metode milking machine mampu mengeluarkan susu dalam ambing secara cepat dan dilanjutkan dengan pemerahan strippen untuk menuntaskan susu dalam ambing, sehingga residual milk hanya sedikit, hal ini sesuai dengan pendapat Jacobs dan Siegford (2012) bahwa metode pemerahan menggunakan milking machine dapat meningkatkan produksi susu hingga 12 %. Hal tersebut didukung oleh pendapat Hillerton, Pankey dan Pankey (2002); Hopster, et al. (2002); Negrao dan Mermet (2006) bahwa metode pemerahan milking machine membutuhkan waktu lebih singkat dan kadar hormon adrenalin lebih rendah dalam plasma darah bila dibandingkan metode pemerahan Whole hand.
Pelaksanaan pemerahan sebaiknya dilakukan secara cepat, agar dapat memanfaatkan potensi hormon oxytocin secara optimal yang berfungsi mekontraksi sel-sel myoepithyl yang melapisi alveolus agar milk ejection dapat berlangsung secara sempurna, hal tersebut sesuai dengan pendapat Jago et al. (2010) dan Sjaunja et al. (2004) dinyatakan bahwa pemerahan sebaiknya selesai dalam waktu 5 – 7 menit, hal tersebut tergantung kapasitas produksi dalam ambing, hal ini didukung oleh pendapat Bruckmair dan Hilger (2001) bahwa efektivitas fungsi kerja hormon oxytocin hanya berlangsung sekitar 6 – 8 menit.
Setelah selesai pemerahan dilakukan teat dipping bertujuan untuk meminimalisasi kasus mastitis dan jumlah bakteri dalam susu. Mastitis merupakan radang ambing yang dapat menurunkan produksi susu seekor sapi perah, dengan dilakukannya teat dipping setelah pemerahan maka produksi susu yang dihasilkan dapat lebih optimal, karena kesehatan ambing dapat dijaga, hal ini sesuai dengan pendapat Schroeder (2010); Bansal, Haman, Grabowski, Singh(2005)Wilson, Gonzalez, Herti, Schulte, Bennett, Schukken, Grohn, (2004) bahwa sapi perah yang yang terkena mastitis produksinya tidak bisa optimal.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan, bahwa manajemen pemerahan yang visibel yaitu sebelum pemerahan dilakukan massage ambing selama 50 detik dengan menggunakan metode pemerahan kombinasi antara milking machine
134 dengan strippen dan setelah pemerahan dilakukan teat dipping dapat menghasilkan produksi susu sapi perah lebih banyak dari pada manajemen pemerahan yang biasa dilakukan oleh peternak