• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGEMBANGAN TERNAK LOKAL LAINNYA

Dengan revitalisasi dan reorientasi peternakan unggas lokal menjadi unggas organik, maka prospektif pasarpun lebih terbuka tidak hanya dalam negeri tetapi juga luar negeri dengan adanya Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) mulai akhir 2015 yang akan datang. In shaa Allah.

PENGEMBANGAN TERNAK LOKAL LAINNYA

Pembicaraan tentang ternak lokal sepertinya kita semua sudah sepakat banyak mengandung masalah terlebih ternak rakyat yang berjalin berkelindan dan sebegitu jauh hampir semua program dan upaya yang dilakukan oleh pemerintah, masyarakat, CRS, Litbang dan Perguruan Tinggi seakan tidak pernah bergerak kearah sukses. Pada tingkat peternakan rakyat dan petani kecil, gambaran suram masih selalu mendera mereka, dan entah kapan ratu adil akan berpihak kepada kaum lemah ini, karena selalu menjadi asa bagi mereka adanya perbaikan kesejahteraan. Tuntutan pendidikan anak dan kesehatan semakin meningkat, konsumerisme semakin berlomba dipedesaan, namun pendapatan dan kesejahteraan tidak beringsut. Inilah petani kecilku.

Penelitian di Perguruan Tinggi jangan hanya untuk kum saja, tetapi harus untuk kepentingan rakyat masih dipertanyakan, penurunan kolesterol, reproduksi di rumah potong, Simental banyak sekali, mana yang sampai untuk rakyat? Lebih baik

60 gunalaksana yang terpakai. Pertanyaannya kenapa untuk ektrak kulit manggis (Garsia), herbal bisa dikomersialkan, dan untuk ternak hasil penelitian yang bertebaran diseluruh perguruan tinggi terkait tidak menarik oleh industri untuk memproduksinya. Karena tidak holistik dan parsial yang berhenti setelah anggaran proyek habis. Betapa banyak yang dikualifikasi hak paten tetapi tidak ada yang beli.

Mana biotek teknologi pakan ketika musim panas rumput mengering dan ternak jadi kurus dan harga jatuh dipasaran? Karena riset teknologi tidak untuk kasus dilapangan hanya dikampus dan Balai, sehingga tidak ada manajemen pangan seperti dizaman nabi Yusuf. Lebih penting penelitian pakan konvensional dilingkungan petani/ternak daripada mengutak atik serat kasar bungkil sawit misalnya yang ternyata jika baikpun tidak bisa dijangkau oleh rakyat karena mahal.

Penelitian nutrisi banyak di Indonesia tidak praktis dan tepat guna dan banyak kearah probiotik yang tidak bisa diterapkan untuk rakyat. Revitalisasi penelitian praktis yang langsung bisa diaplikasikan haruslah lebih diutamakan kepada kebutuhan rakyat sebab temuan baru umumnya belum diserap oleh industri untuk dikomersialkan, sehingga umumnya tinggal diruang seminar dan diatas kertas saja. Untuk itu perlu reorientasi penelitian yang memenuhi hajat peternakan rakyat. Peran Perguruan Tinggi belum maksimal dalam rangka meningkatkan kesejahteraan petani/ternak, dan ini perlu direorientasi dan revitalisasi.

Biogas aplikabel, tetapi kenapa tidak dibuatkan paket-paket ekonomis yang praktis dan tinggal dirakit untuk peternak dengan sapi 3-4 ekor yang bisa menggantikan kebutuhan gas rumah tangga, dan ini dibagikan kepada petani tidak dalam bentuk gas elpiji.

Strategi dan revitalisasi AKB kedepan guna pelestarian plasma nutfah. Upaya tersebut hendaknya dapat meningkatkan human welfare; banyak permintaan produk ternak lokal karena organik. Revitalisasi aturan dan upaya untuk unggas lokal cukup banyak namun hasilnya? AKB ketiadaan dana demikian pula untuk pengembangan sapi. Perlu revitalisasi.

Membicarakan peternak rakyat tidak bisa dipisahkan dari petani miskin, sebab seperti contoh di Sumatera Barat 2013 yang lalu jumlah penduduk miskin 8,14% dan sebanyak 76,2% adalah petani dengan penguasaan lahan 03 Ha sawah dan 0,25 Ha lahan kering dan terbiasa dengan tiga jam kerja perhari (Gusti dan Adyansyah, 2013). Kenapa petani makin miskin disebabkan oleh faktor internal dimana petani; terbatasnya lahan, turunnya produktivitas, bargaining power rendah dan harga komodisi tidak ekonomis. Selain itu juga sulit untuk memberdayakan petani karena kemiskinan dan rendahnya pendidikan. Masyarakat yang telah cerdas biasanya meninggalkan kerja tani. Faktor eksternal berupa kebijakan pemerintah sudah tidak lagi propetani dengan banyaknya pemangkasan subsidi (pupuk dll), sedangkan bibit unggul apakah itu tanaman dan ternak selalu memerlukan input yang rasional.

Adalah suatu keniscayaan bagi petani (terlebih buruh tani) lebih memilih perseduaan sapi, kerbau dari masyarakat daripada mengandalkan upaya tanaman diluar padi dimusim hujan, karena mahalnya input, klimat tidak mendukung dan harga jual tidak menentu, sehingga dengan nasib tidak menentu tetesan keringatnya sering hampa saja. Tetapi dengan memelihara ternak mereka merasa mendapat suatu tabungan yang realistis, kendati harga jual sering masih bermasaalah. Subsidi dan pasar hasil pertanian memerlukan revitalisasi dari pemerintah secara mutlak, tidak bisa “dipasar bebaskan” saja jika ingin berbagi kesejahteraan dengan kaum lemah ini. Keberhasilan swasembada dizaman Soeharto didukung oleh; komitmen negara dalam aplikasi IPTEK, Panca Usaha Tani, kuatnya ekstensi dan subsidi saprodi/sapronak.

61 Walaupun kelemahan subsidi diganti oleh pemerintah dengan anjuran organic farming, namun organic farming akan bisa membuat krisis pangan karena tidak bisa menanggulangi swasembada pangan sepenuhnya. Organic farming hanya untuk diversifikasi pangan sesuai kebutuhan kesehatan, sehingga yang lebih tepat adalah integrated farming dengan penerapan LEISA.

Upaya penanggulangan kemiskinan peternak haruslah melalui;

1. Revitalisasi dan reorientasi semua aturan pemerintah tentang pembinaan petani/ternak melalui perluasan lahan pertanian, jam kerja, sinergisitas antar lembaga terkait, penguatan kapasitas IPTEK, ekstensi dan pendampingan harus terfokus dan berkesinambungan.

2. Bantuan dana dan iptek harus terarah dan jelas yang disertai pendampingan serta meningkatkan daya saing, jika tidak ingin tambah tergilas oleh MEA. Masalah dana akan sangat terbantu jika bisa dihimbau masyarakat, pegawai mampu, CSR, BUMN untuk ikut membantu para petani dengan ternak seduaan. Secara ekonomis biasanya pemilik selalu memperoleh untung yang jauh lebih tinggi daripada menabung di Bank. Apalagi sekarang telah ada asuransi ternak.

3. Peran Tridharma Perguruan tinggi melalui pengabdian pada masyarakat hendaklah fokus dan terarah serta selalu memberi bimbingan/pendampingan sampai berhasil. Untuk itu bisa memanfatkan SDM Perguruan Tinggi terkait baik melalui pemanfaatan dosen maupun mahasiswa.

4. Adanya rencana SPR oleh pemerintah dirasa akan lebih efektif dan berdaya guna jika mengikut sertakan Perguruan Tinggi sebagai pendamping dan meneliti aspek akselarasi program, karena PT bisa memanfaatkan SDM secara akademik. Ada baiknya SPR juga dirancang untuk ayam kampung yang diarahkan kepada organic poultry, terutama dalam masalah perbibitan, manajemen dll.

Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) adalah bentuk integrasi ekonomi regional ASEAN dengan cara membentuk kawasan perdagangan bebas (free trade) antara negara anggota ASEAN. Karakteristiknya adalah; pasar dan basis produksi tunggal, kawasan ekonomi yang kompetitif, wilayah pembangunan ekonomi yang merata dan daerah terintegrasi penuh dalam ekonomi global. Dengan kondisi sistem pertanian rakyat yang masih rendah produktivitasnya pemerintah memutuskan ikut MEA. Bagaimana ketahanan pangan Indonesia nanti jika produktivitas rendah, tidak efisien dan tidak mampu bersaing? Sudahkah dikaji betul sehingga layak tidaknya prospek dan kendala yang akan dihadapi jika kita akan menjadi pasar komoditi pertanian yang sama dengan negara lain yang kabarnya jauh lebih efisien?

KESIMPULAN

1. Pengembangan unggas lokal masih terkendala, dan upaya organic poultry memungkinkan adanya perbaikan nasib peternak menghadapi MEA.

2. Selain program yang telah ada perlu revitalisasi dan mengerahkan masyarakat untuk memperseduakan ternak sapi dan kerbau dilingkungannya guna meningkatkan populasi karena lebih aman dan berkelanjutan. Perseduaan ternak dapat meingkatkan kesejahteraan petani.

62

DAFTAR PUSTAKA

Abbas, M.H., 2011. Pembangunan Peternakan Berkelanjutan: Prospek dan Kendala Pengembangan Sapi dan Unggas. Andalas University Press. Padang.

Abbas, M.Hafil., 2012. Organic poultry to increase the productivity of small poultry farm and human welfare in West Sumatra. Proceeding Poultry International Seminar 2012 “The Role of Poultry in Improving Human Welfare”, WPSA-MIPI-FATERNA, Padang 11-12 September 2012.

Blair, R., 2008. Nutrition and Feeding of Organic Poultry. Cabb International. Cromwell Press, Trowbridge.

Gusti, Ayu. G., Adyansyah L., 2013. Liberalisasi Miskinkan Petani. Harian Padang Ekpres, 6 November 2013.

Hidayat, C., 2010. Dobrak kendala bibit ayam buras. Poultry Indonesia, Mei 2010 ; 64-65.

Kingston, D.J., 1979. Peranan ayam berkeliaran di Indonesia. Laporan Seminar Ilmu dan Industri Perunggasan II P3T Bogor.

Mukherjee, T. K., 1992. Usefulness of indigenous breeds and imported stock for poultry production in hot climates. Proceedings 19th World’s Poultry Congress. Amsterdam, the Nederlands, Vol 2 pp 31-37.

Muladno., 2015. Pengembangan Peternakan Berkelanjutan Berbasis Potensi Lokal dalam Rangka menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015. Orasi Ilmiah pada Dies Fakultas Peternakan universitas Andalas, Padang. 9 Oktober 2015.

63

PRODUKSI