• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Lingkungan Iklim Mikro Kandang

PRODUKSI TERNAK

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Lingkungan Iklim Mikro Kandang

Panas lingkungan tergantung dari suhu dan kelembaban udara, kecepatan angin, radiasi matahari, kepadatan kandang, dan pelepasan panas metabolis tubuh ternak (Berman, 2008). Selama penelitian berlangsung dari pukul 05.00 hinggga pukul 20.00 menunjukkan kondisi lingkungan iklim mikro kandang berupa suhu udara berkisar 23,08-31,830C, kelembaban udara berkisar 61,38-89,00%, nilai THI berkisar 72,20-82,36, kecepatan angin antara 0-0,90 m/detik, dan radiasi matahari antara 11,25-737,88.

Kondisi siang hari (pukul 10.00-15.00), suhu udara, THI dan radiasi matahari meningkat hingga pukul 13.00, sebaliknya kelembaban udara menurun, tetapi kelembaban udara tersebut tetap pada nilai yang berpotensi memberikan cekaman panas pada ternak. Bohmanova et al. (2007) menyatakan bahwa kelembaban udara merupakan faktor penghambat proses stress panas serta merupakan faktor pembatas stress panas. Rataan THI pada pukul 12.00 dan pukul 13.00 sebesar 82,36 dan 82,16. Nilai rataan THI tersebut, mengindikasikan adanya cekaman panas. Berdasarkan klasifikasi Pennington dan Vandevender (2004), nilai THI tersebut menunjukkan terjadinya cekaman panas sedang pada ternak. Cekaman panas sedang ditandai dengan terjadinya pelepasan panas tubuh sebanyak 50% melalui proses respirasi (Berman, 2005).

Pagi menuju siang hari, kecepatan angin meningkat seiring meningkatnya suhu udara dan radiasi matahari, tetapi peningkatan kecepatan angin belum banyak berpengaruh pada penurunan cekaman panas tubuh ternak. Rataan kecepatan angin siang hari (pukul 12.00) yaitu 0,90 m/detik belum membantu cekaman panas pada

98 sapi FH. Pemberian kecepatan angin 1,12-1.30 m/detik akan membantu sapi FH mengatasi cekaman panas (Lee dan Keala, 2005).

Denyut Jantung

Denyut jantung harian ternak berkisar antara 62-85 kali/menit. Pagi hari (pukul 05.00-09.00), peningkatan denyut jantung terjadi satu jam setelah ternak mengkonsumsi pakan. Ternak diberi pakan pukul 05.00, peningkatan denyut jantung masih terjadi hingga empat jam setelah ternak mengkonsumsi pakan. Konsumsi energi pada sapi menyebabkan peningkatan produksi panas (Brosh dan Aharoni, 2001). Kadar energi yang lebih tinggi menyebabkan produksi panas metabolis lebih tinggi dan akhirnya dapat memicu peningkatan denyut jantung.

Tabel 1 Rataan denyut jantung ternak pada siang hari (kali/menit)

Pukul Perlakuan (WIB) A B C D E F 10 68 ± 7a 67 ± 5a 73 ± 10a 76 ± 14a 76 ± 9a 71 ± 9a 11 63 ± 6a 69 ± 6a 69 ± 8a 69 ± 6a 68 ± 9a 66 ± 7a 12 65 ± 3a 71 ± 3a 67 ± 3a 68 ± 2a 68 ± 3a 63 ± 3a 13 62 ± 7a 70 ± 9ab 69 ± 9ab 75 ± 6ab 76 ± 9b 71 ± 3ab 14 63 ± 5a 72 ± 12ab 67 ± 8ab 75 ± 6ab 77 ± 10b 71 ± 8ab 15 63 ± 4a 71 ± 13a 69 ± 5a 72 ± 9a 73 ± 8a 68 ± 9a

Superskrip berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata antar perlakuan (P<0.05).

Denyut jantung ternak pada siang hari (pukul 10.00-15.00) berkisar antara 62-77 kali/menit. Saat cekaman panas (Pukul 12.00-13.00), rataan denyut jantung ternak masih berkisar antara 62-76 kali/menit. Saat ada cekaman suhu udara (320C), denyut jantung mencapai 79 kali/menit (Schutz et al., 2009). Begitu juga, ternak yang diberi pakan pukul 05.00 cenderung mempunyai denyut jantung lebih rendah dibanding diberi pakan pukul 08.00 (Tabel 1). Pada siang hari, cuaca kandang berpotensi memberikan cekaman cuaca panas. Kondisi tersebut ternak cenderung berbaring sehingga nilai denyut jantung cenderung menurun. Puncak cekaman cuaca panas terjadi pada pukul 12.00 dengan suhu udara sebesar 320C, kelembaban udara (62%), dan nilai THI sebesar 82.

Perlakuan pemberian pakan pada pukul 05.00 dan 18.00, berpotensi memberi efek terhadap denyut jantung menjadi lebih rendah dibanding perlakuan pemberian pakan pada pukul 08.00 dan 16.00. Pemberian pakan pada pukul 05.00 dapat mencegah terjadinya cekaman ganda. Cekaman ganda dapat memberikan adanya peningkatan denyut jantung yang diakibatkan adanya cekaman cuaca panas lingkungan yang bersamaan dengan puncak produksi panas tubuh hasil metabolisme pakan. Waktu siang hari, rataan denyut jantung cenderung lebih rendah pada ternak yang pakan konsentratnya mengandung minyak kelapa dibanding yang tidak pada kadar TDN yang sama. Hasil analisis pada pukul 12.00, ternak yang pakan konsentratnya mengandung 3,5% minyak kelapa memiliki rataan denyut jantung yang lebih rendah dibanding ternak yang pakan konsentratnya tanpa minyak kelapa dengan kadar TDN yang sama. Pemberian minyak kelapa berpengaruh paling efektif terhadap proses metabolisme (Danickle et al., 2001).

Ternak mengkonsumsi konsentrat dengan tingkat energi (TDN) yang lebih tinggi, memiliki denyut jantung yang cenderung lebih tinggi terutama saat ada

99 cekaman panas. Perbedaan konsumsi energi pada sapi menyebabkan peningkatan produksi panas (Brossh dan Aharoni, 2001). Perubahan konsumsi energi mempengaruhi termogenesis dan nilai metabolisme basal (Demo et al., 2001). Kadar energi yang lebih tinggi menyebabkan produksi panas metabolis lebih tinggi dan selanjutnya dapat memicu peningkatan intensitas respon fisiologis. Wang et al. (2010) memaparkan, bahwa nilai kalori yang tinggi dari minyak/lemak sangat sesuai digunakan sebagai pakan untuk meningkatkan rasio densitas energi pakan tanpa terlalu menambah peningkatan panas hasil fermentasi sistem pencernaan. Perbedaan waktu pemberian pakan memberikan efek yang berbeda terhadap kesesuaian nutrisi bagian peripheral (Nikkhah, 2008)

Frekuensi Respirasi

Frekuensi respirasi harian berkisar antara 27-38 kali/menit. Peningkatan frekuensi respirasi terjadi setelah ternak mulai mengkonsumsi pakan hingga empat jam berikutnya, saat itu tekanan darah memiliki kekuatan/irama yang sama dengan respirasi (Yang dan Kuo, 2000). Peningkatan frekuensi respirasi seiring dengan peningkatan suhu udara, kelembaban udara, dan nilai THI. Panas cuaca lingkungan dapat meningkatkan rataan frekuensi respirasi (Schutz et al., 2010). Peningkatan frekuensi respirasi dapat terjadi pada ternak untuk menjaga keseimbangan panas tubuh saat mengalami cekaman panas tubuh dari hasil metabolisme pakan dan cuaca lingkungan. Hal tersebut menunjukkan peningkatan laju respirasi merupakan salah satu aktivitas yang dapat dilakukan ternak agar suhu tubuhnya tidak terus menerus naik (McNeilly, 2001).

Rataan frekuensi respirasi cenderung lebih rendah pada ternak diberi pakan pukul 05.00 dan 18.00 dibanding pukul 08.00 dan 16.00 (Tabel 2). Ternak diberi pakan pukul 05.00, cekaman ganda dapat direduksi, karena puncak cekaman panas hasil metabolisme pakan (heat increament) dan lingkungan tidak terjadi bersamaan. Produksi panas pada sapi laktasi dan kering kandang akan mencapai titik maksimum sekitar tiga jam setelah mengkonsumsi pakan (Yani dan Purwanto, 2006). Berdasarkan hal tersebut, ternak mengkonsumsi pakan pukul 05.00, cekaman panas dari pakan tertinggi terjadi antara pukul 08.00 dan 09.00, dengan cekaman cuacanya masih relatif rendah dibanding ternak mulai mengkonsumsi pakan pukul 08.00 yang cekaman panasnya bersamaan (double stress) dengan cekaman panas lingkungan tertinggi sekitar jam 12.00. Ternak diberi pakan pukul 05.00, energinya sudah digunakan oleh tubuh untuk hidup pokok dan menunjang fungsi-fungsi tubuh lainnya, serta sisanya telah dilepas ke lingkungan sebelum ada cekaman panas lingkungan relatif tinggi pada siang hari.

Tabel 2 Rataan frekuensi respirasi ternak pada siang hari (kali/menit)

Pukul Perlakuan (WIB) A B C D E F 10 30 ± 4ab 33 ± 6ab 32 ± 6ab 31 ± 5ab 38 ± 9a 30 ± 6b 11 29 ± 4a 30 ± 6a 29 ± 8a 31 ± 9a 33 ± 12a 30 ± 6a 12 27 ± 3a 33 ± 5ab 33 ± 4ab 33 ± 5ab 37 ± 5b 32 ± 4ab 13 27 ± 7a 31 ± 9a 31 ± 11a 31 ± 14a 36 ± 10a 34 ± 11a 14 27 ± 7a 33 ± 9a 32 ± 10a 31 ± 8a 37 ± 13a 34 ± 15a 15 30 ± 3a 30 ± 8a 29 ± 10a 30 ± 7a 35 ± 9a 31 ± 10a

Superskrip berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata antar perlakuan (P<0.05).

100

KESIMPULAN

Respon denyut jantung dan frekuensi respirasi lebih rendah pada sapi dara Fries Holland yang diberi pakan pukul 0.500 dan 18.00 dibanding diberi pakan pukul 08.00 dan 16.00, pada saat iklim mikro (pukul 10.00-15,00) berpotensi mencekam.

DAFTAR PUSTAKA

Berman A. 2005. Estimates of heat stress relief needs for Holstein dairy cows. J Anim Sci 83: 1377-1384.

Berman A. 2008. Increasing heat stress relief produced by coupled coat wetting and forced ventilation. J Dairy Sci 91: 4571-4578.

Bohmanova J, Misztal I, Cole JB. 2007. Temperature-humidity indices as indicators of milk production losses due to heat stress. J Dairy Sci 90: 1947-1956.

Boonkum J, A Berman, JB Cole, J Bond. 2011. Short communication: Genetic effects of heat stress on milk yield of Thai Holstein crossbreds. J Dairy Sci 94: 487-492.

Brosh A and Aharoni Y. 2001. Effects of feeding regimen on the diurnal pattern of heat production by dairy cows in hot climate, and on their feed intake and milk yield. Dalam: Energy Metabolism in Animals. Proceedings of the Symposium on energy Metabolism in Animal; Snekkersten, 11-16 Sep 2000. Wageningan Press. pp 97-100.

Danicks, E Strobel, E Franke. 2001. Effect of energy source on energy metabolism of broilers. Dalam: Energy metabolism in animals. Proceedings of the symposium on energy metabolism in animals; Snekkersten, 11-16 sep 2000. Wageningen Press. pp 165-168.

Demo M, M Klein, B Lohrke, W Jentsch. 2001. Effect of energy source on energy metabolism of broilers. Dalam; Energy metabolism in animals. Proceedings of the symposium on energy metabolism in animals; Snekkersten, 11-16 sep 2000. Wageningen Press. pp 129-132.

Lee CN and Keala N. 2005. Evalution of cooling system to improve lactating Holstein cows comfort in the sub-tropics. J Anim Sci 82: 128-136.

McNeilly AS. 2001. Reproduction, fertility, and development. CSIRO Publishing 13:583-590.

Nardone R, MR Murphy, E Maltz. 2010. Effects of climate changes on animal production and sustainability of livestock systems. Livestock Prod Sci. 130: 57-69

Nikkah. 2008. Effects of feed delivery time on feed intake, milk production, and blood metabolites of dairy cows. J Dairy 90:4249-4260.

National Research Council. 2001. Nutrient Requirement of Dairy Cattle. 7th revised edition. National Academy Press.

Pennington JA and Vandevender K. 2004. Heat Stress in Dairy Cattle. http://www.uaex.edu/other areas/publication/html [19 Mei 2004]

Purwanto BP, F Nakamasu, S Yamamoto. 1993. Effect of environmental temperatures on heat production in dairy heifers differing in feed intake level. AJAS. 6 : 275-279.

101 Schutz KE, AR Rogers , NR Cox, CB Tucker. 2009. Dairy cows prefer shade that offers greater protection against solar radiation in summer: shade use, behavior, and body temperature. Appl Anim Behav Sci 116:28-34.

Schutz KE, AR Rogers, NR Cox, CB Tucker. 2010. The amount of shade influences the behaviour and physiology of dairy cattle. J Dairy Sci 93:125-133.

Van Der Steit B, JB Wheclock, JP Wang. 2008. Effects of dietary protein and energy levels on cow manure exeretion and ammonia volatilization. J Dairy Sci 91:4811-4821.

Yani A. and BP Purwanto. 2006. Pengaruh iklim mikro terhadap respon fisiologis sapi peranakan Fries Holland dan modifikasi lingkungan untuk meningkatkan produktivitasnya. Med Pet. Vol 29 (1): 35-46.

Yang CC and TB Kuo. 2000. Impact of pulse pressure on the respiratory-related arterial presure variability and its autonomic control in the rat. Pflugers Arch. 439:772-780.

Wang JP, JB Wheelock, M Stewart. 2010. Effect of saturated fatty acid supplementation on production and metabolism indices in heat-stressed mid-lactation dairy cow. J Dairy Sci 93: 4121-4127.

102

PERFORMA BURUNG PUYUH UMUR 1 - 42 HARI DENGAN